Septianto saat ini tinggal di Klaten, Jawa Tengah. Baginya, menciptakan karya seni bukan sekadar melakukan hobi, tetapi juga sebagai bentuk pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan.

Posts

Tidak Seperti Kemarin

Kamis, 25 April 2019

Tidak Seperti Kemarin

Baca: Matius 4:1-11

4:1 Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis.

4:2 Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus.

4:3 Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.”

4:4 Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”

4:5 Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah,

4:6 lalu berkata kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu.”

4:7 Yesus berkata kepadanya: “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!”

4:8 Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya,

4:9 dan berkata kepada-Nya: “Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku.”

4:10 Maka berkatalah Yesus kepadanya: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”

4:11 Lalu Iblis meninggalkan Dia, dan lihatlah, malaikat-malaikat datang melayani Yesus.

Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan. —Ulangan 8:3

Tidak Seperti Kemarin

Saat cucu kami Jay masih kecil, orangtuanya memberinya kaus baru saat ia berulang tahun. Ia langsung memakainya dan dengan bangga mengenakannya seharian.

Keesokan paginya, waktu ia muncul dengan kaus yang sama, ayahnya bertanya,“Jay, kamu senang dengan kaus itu?”

“Lebih senang kemarin,” jawab Jay.

Itulah masalah dari mengumpulkan harta: bahkan barang-barang yang baik dalam hidup ini tidak dapat memberi kita kebahagiaan yang menetap, sesuatu yang sangat kita dambakan. Meskipun kita memiliki banyak harta, bisa jadi kita tetap tidak bahagia.

Dunia menawarkan kebahagiaan dengan mengumpulkan banyak barang: pakaian baru, kendaraan baru, telepon atau jam tangan model terbaru. Namun, tidak ada harta yang dapat membuat kita sebahagia pada saat kita baru mendapatkannya. Kita diciptakan untuk Allah dan di luar Dia, tidak ada sesuatu hal yang bisa membuat kita merasa cukup.

Suatu hari, saat Yesus sedang berpuasa dan kelaparan, Iblis menghampiri-Nya dan mencobai Dia untuk memuaskan rasa laparnya dengan menciptakan roti. Yesus melawan dengan mengutip Ulangan 8:3, “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat. 4:4).

Itu tidak berarti bahwa kita harus hidup hanya dari roti. Yesus justru sedang mengungkapkan sebuah fakta: kita adalah makhluk rohani dan bahwa kita tidak bisa hidup dari materi saja.

Kepuasan sejati ditemukan dalam Allah dan kekayaan rohani yang dianugerahkan-Nya kepada kita. —David H. Roper

WAWASAN

Empat puluh hari puasa Yesus di padang gurun Yudea mencerminkan empat puluh tahun perjalanan Israel di padang gurun Sinai. Dengan mengingat bagaimana Roh Allah memimpin bangsa Israel ke tanah yang gersang itu, Yesus berulang kali mengutip pengalaman tersebut (Ulangan 6:16; 8:3; 10:20), karena Dia juga menghadapi berbagai tantangan yang menguji kepercayaan-Nya kepada Allah dalam memberi makanan dan penyertaan yang menjadi dasar hidup dan misi-Nya (Matius 4:1-2; Ulangan 8:3). Dalam setiap ujian, Yesus memilih untuk percaya pada kebaikan Bapa yang Dia kenal daripada kepuasan (Matius 4:3), bantuan (ay.6), dan kompromi (ay.8-9) yang ditawarkan oleh musuh-Nya (ay.10).—Mart DeHaan

Mengapa harta kekayaan tidak dapat memberi kebahagiaan jangka panjang? Hikmah apa yang telah Anda pelajari dari harapan-harapan Anda di masa lalu?

Ajarlah kami, Allah, apa artinya hidup dengan kekayaan-Mu hari ini. Engkaulah empunya semua yang benar-benar kuperlukan!

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 21–22; Lukas 18:24-43

Handlettering oleh Septianto Nugroho

Berjaga-jagalah!

Kamis, 4 April 2019

Berjaga-jagalah!

Baca: 1 Petrus 5:6-11

5:6 Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.

5:7 Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.

5:8 Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.

5:9 Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.

5:10 Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.

5:11 Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.

Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. —1 Petrus 5:8

Berjaga-jagalah!

Saya tumbuh besar di kawasan selatan Amerika Serikat yang bersuhu hangat, sehingga ketika saya pindah ke wilayah utara, dibutuhkan waktu cukup lama untuk beradaptasi. Saya perlu membiasakan diri mengemudi dengan aman semasa musim dingin yang panjang dan bersalju. Pengalaman musim dingin pertama saya sangatlah berat, sampai tiga kali mobil saya terjebak dalam gundukan salju! Namun setelah bertahun-tahun latihan, saya akhirnya terbiasa dan merasa nyaman berkendara di jalanan musim dingin yang licin. Adakalanya saya justru terlalu nyaman sehingga tidak lagi waspada. Pada saat itulah, mobil saya tergelincir di jalanan beraspal yang berlapis es tipis hingga menabrak tiang telepon di pinggir jalan!

Syukurlah, tidak ada yang terluka dalam peristiwa itu, tetapi saya mempelajari satu hal penting pada hari itu. Betapa berbahayanya bila kita merasa terlalu nyaman. Alih-alih waspada, saya justru lengah dan membiarkan mobil lepas kendali.

Kita perlu menerapkan kewaspadaan yang sama dalam kehidupan rohani kita. Rasul Petrus memperingatkan orang-orang percaya untuk tidak menjalani hidup ini dengan lengah, melainkan dengan tetap berjaga-jaga (1ptr. 5:8). Iblis bekerja aktif untuk menghancurkan kita, sehingga kita juga perlu aktif melawan godaan dan berdiri teguh dalam iman kita (ay.9). Kita tidak perlu melakukannya seorang diri karena Allah berjanji akan menyertai kita dalam penderitaan, dan pada akhirnya “meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan” kita (ay.10). Dengan kuasa Allah, kita belajar untuk tetap waspada dan berjaga-jaga dalam melawan godaan dan setia mengikut Dia. —Amy Peterson

WAWASAN

Ada pepatah yang berkata, “Pilihan-pilihan bijak didapat dari pengalaman, dan pengalaman didapat dari pilihan-pilihan yang salah.” Barangkali, nasihat bijaksana yang Petrus berikan dalam bacaan hari ini dipelajarinya lewat malam tergelap dalam hidupnya, yaitu ketika ia memilih untuk menyangkal Yesus. Nasihat untuk rendah hati (1 Petrus 5:6) bertolak belakang dengan bualan kesombongan Petrus yang mengaku bersedia mati bersama Yesus (Lukas 22:33). Bukannya berjaga-jaga (1 Petrus 5:8), Petrus malah tidur ketika ia seharusnya berdoa di Getsemani (Lukas 22:54-62). Bukannya berdiri teguh (1 Petrus 5:8-9), Petrus bahkan mengaku tidak mengenal Tuhannya (Lukas 22:54-62). Apakah tanggapan Allah terhadap kegagalan Petrus? Kasih karunia (1 Petrus 5:10). Mungkin, pelajaran terbesar yang Petrus dapatkan berasal dari kegagalan terburuknya. —Bill Crowder

Bagian apa dalam hidup Anda yang menuntut Anda untuk lebih waspada? Dengan cara apa Anda dapat tetap waspada dalam mengikut Yesus?

Tuhan, tolong aku untuk tidak terlena atau terlalu nyaman dalam kehidupan rohaniku. Tolong aku untuk tetap waspada dan bertahan melawan godaan!

Bacaan Alkitab Setahun: Rut 1–4; Lukas 8:1-25

Handlettering oleh Septianto Nugroho

Dahsyatnya Lidah Kita

Hari ke-16 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Dahsyatnya Lidah Kita

Baca: Yakobus 3:1-6

3:1 Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.

3:2 Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.

3:3 Kita mengenakan kekang pada mulut kuda, sehingga ia menuruti kehendak kita, dengan jalan demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.

3:4 Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi.

3:5 Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapapun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar.

3:6 Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.

Dahsyatnya Lidah Kita

Biasanya orang berpikir bahwa mengajar Alkitab adalah pekerjaan yang mulia. Kita tahu bahwa sekarang ini saja di seluruh belahan dunia, masih sangat dibutuhkan banyak misionaris, pendeta, dan guru Injil, apalagi pada zaman jemaat mula-mula. Bila kebutuhannya begitu besar, mengapa Yakobus tiba-tiba mengubah topik pembicaraan dan sepertinya hendak mematahkan semangat orang yang ingin mengajar?

Saat Yakobus memulai topik pembicaraan baru dalam suratnya ini, ia ingin kita melihat bahwa perkataan itu punya kuasa. Setiap gerakan besar dalam sejarah diarahkan oleh seorang pembicara hebat—Yesus, Muhammad, Lincoln, Hitler, Martin Luther King. Makin besar kapasitas seorang pengajar untuk mempengaruhi kehidupan orang lain, makin besar pula tanggung jawabnya di hadapan Tuhan. Sebab itu, Yakobus berkata, pada guru harus memiliki kesadaran untuk berhati-hati dengan apa yang ia katakan.

Yakobus kemudian melanjutkan bahwa peringatannya itu juga berlaku untuk kita semua.

Perhatikan lidahmu (ucapanmu), karena apa yang keluar dari lidahmu berkuasa mendatangkan kebaikan.

Jika kamu adalah seorang warga perkotaan, mungkin kamu tidak pernah melihat seekor kuda dari dekat. Izinkan aku yang tumbuh besar di desa ini memberitahumu bahwa kuda-kuda itu sangat besar, jauh lebih besar daripada yang kamu bayangkan. Namun, seorang anak perempuan berusia empat tahun bisa belajar menunggangi dan mengendalikan kuda-kuda itu—tanpa takut digigit—semua karena adanya “tali kekang”. Tali kekang bisa terbuat dari bahan kulit atau logam yang dipasang di sela gigi kuda dan berfungsi sebagai kemudi. Bila kamu bisa mengendalikan tali kekang, kamu mengendalikan si kuda sepenuhnya, tak peduli berapa ukuran postur tubuhmu.

Demikian pula dengan sebuah kapal. Sebesar apapun kapalnya atau sekeras apapun angin yang bertiup, jika kita bisa mengendalikan kemudi kapal yang kecil, kita mengendalikan keseluruhan kapal itu.

Hal yang sama berlaku juga untuk lidah. “Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar”. Tubuh kita cenderung mengikuti pimpinan lidah. Jadi, jika kamu bisa mengendalikan lidahmu, kamu pasti akan bisa mengendalikan dirimu sepenuhnya.

Yakobus meyakinkan kita dalam ayat 2 bahwa tidak seorang pun di antara kita yang sempurna, kita semua pernah bersalah, terutama dengan ucapan kita. Namun, bayangkanlah jika kamu tidak pernah mengatakan sesuatu yang salah! Betapa hebatnya jika perkataanmu selalu menyemangati, selalu mendorong orang untuk maju, selalu penuh kasih, selalu baik. Bayangkan dampak positif yang bisa kamu berikan di dunia ini! Kamu akan seperti Yesus.

Sayangnya, meski Yakobus memberikan kita gambaran yang begitu baiknya, lidah lebih sering dipakai untuk membual dan mengatakan hal yang jahat.

Perhatikanlah lidahmu (ucapanmu) karena apa yang keluar dari lidahmu berkuasa melakukan kejahatan

Bulan Januari 2001, seorang pengemudi yang melintasi jalan raya kota San Diego membuang sebuah puntung rokok dari jendela mobilnya. Api kecil dari puntung rokok itu kemudian membakar lebih dari 4.000 hektar hutan, melalap habis 16 rumah dan menghanguskan 64 kendaraan.

Semua berawal dari api yang kecil.

Lidah juga demikian; kecil tetapi bisa dahsyat merusak. Yakobus menyebutnya sebagai dunia kejahatan; perkataan yang diucapkan sembarangan bisa menyebabkan kerusakan dahsyat. Ayat 6 berkata bahwa di antara semua anggota tubuh, lidah memiliki kapasitas untuk merusak seluruh tubuh. Meski semua anggota tubuh lain sudah dikendalikan, bila lidahmu mengeluarkan hal yang jahat, seluruh tubuhmu ikut serta dalam kejahatan itu.

Sulit membaca bagian ini tanpa merasa tertampar. Minggu ini saja aku bisa melihat sebuah situasi yang sebenarnya bisa menjadi lebih baik jika aku dapat mengendalikan lidahku.

Jelas bahwa Yakobus sedang berbicara secara metaforis. Bukan berarti lidah kita bisa berdiri sendiri dan begitu jahatnya, lalu kita hanyalah korban dari perbuatannya. Kebenarannya adalah “yang diucapkan mulut, meluap dari hati” (Lukas 6:45). Lidah kita mengeluarkan hal yang jahat karena hati kita dipenuhi hal yang jahat. Ucapan kita menunjukkan kondisi kita yang menyedihkan dan penuh dosa di hadapan Tuhan, menunjukkan betapa kita membutuhkan Yesus untuk datang dan mengubahkan kita.

Berita baiknya, sebagaimana yang akan kita temukan dalam bagian-bagian Alkitab yang lain: itulah tujuan kedatangan Yesus. Dia datang untuk mengubahkan hidup kita. —James Bunyan, Inggris

Handlettering oleh Septianto Nugroho

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Pikirkan orang paling rohani yang kamu kenal. Seberapa bisa mereka mengendalikan lidah atau ucapan mereka?

2. Dalam hal apa lidahmu memiliki kapasitas untuk “menodai seluruh tubuh”? Apakah itu dengan bergosip, melontarkan guyonan cabul, menjadi atasan/pasangan/oposisi yang kasar bicaranya, selalu memberi komentar negatif, atau berbohong?

3. Bagaimana kamu bisa mempraktikkan sikap yang sebaliknya di sepanjang minggu ini?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

James Bunyan, Inggris | James Bunyan adalah seorang yang tidak bisa diam; dia suka pergi traveling, menulis, dan berolahraga apapun kecuali bermain fresbee. James tinggal di Twickenham (London), di mana dia juga bekerja sebagai staf untuk The Christian Union, sebuah gerakan misi untuk mahasiswa. James menikah dengan sahabat karibnya, Lois.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus

Apakah Pencobaan Datang dari Allah?

Hari ke-6 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Berbahagia dalam Pencobaan

Baca: Yakobus 1:16-18

1:16 Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah sesat!

1:17 Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.

1:18 Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya.

Apakah Pencobaan Datang dari Allah?

Dua minggu setelah Natal, dengan penuh semangat aku membuka sepucuk surat dari ibuku dan tertawa geli saat menemukan di dalamnya sebuah ucapan terima kasih yang ditulis rapi dengan tangan. Ibuku selalu mengingatkanku tentang pentingnya perilaku yang baik, dan ucapan terima kasihnya yang tulus itu menjadi pesan pengingat juga bagiku untuk mengirimkan beberapa ucapan terima kasih menjelang perayaan Natal. Belajar dari teladan ibu, aku lalu menyimpan suratnya, kemudian duduk dan mulai menulis beberapa ucapan terima kasih.

Ucapan terima kasih ibuku adalah sebuah pengingat yang baik untuk merayakan pemberian-pemberian yang baik. Yakobus memberitahu kita bahwa setiap pemberian yang baik dan anugerah yang sempurna datang dari Tuhan (ayat 17).

Mengakui berkat-berkat yang kita terima dan menyatakan rasa terima kasih sangatlah penting saat kita berada di tengah ujian dan pencobaan atau dengan kata lain berada di tengah situasi yang paling sulit. Umat Kristen Yahudi pada zaman Yakobus tampaknya juga sedang menghadapi situasi yang sangat sulit. Adakalanya, mereka mungkin mempertanyakan kebaikan Tuhan. Apakah ujian dan pencobaan ini datang dari tangan-Nya?

Namun, Yakobus dengan lembut mengingatkan kita bahwa bukan hanya Tuhan tidak pernah mencobai kita untuk melakukan apa yang salah (ayat 13), Dia juga tidak pernah memberi kita hadiah yang jelek atau jahat. Pencobaan di dunia ini adalah hasil dari keberdosaan kita, dari dunia yang tidak sempurna, dan dari Setan, si penipu.

Tuhan adalah sumber dari segala sesuatu yang baik. Dia tidak seperti bayangan yang bisa berubah-ubah; Dia konsisten dan setia (ayat 17). Jangan biarkan apapun juga menggoyahkan keyakinan kita akan hal ini.

Seakan-akan masih ada orang yang perlu diyakinkan, Yakobus melanjutkan suratnya dengan mengingatkan pembaca akan contoh terbesar dari anugerah Tuhan yang baik, yaitu anugerah keselamatan yang memerdekakan kita dari dosa (ayat 18). Inilah anugerah terbesar Tuhan bagi kita.

“Dalam dunia kamu menderita,” kata Yesus. Namun, tahukah kamu apa yang dikatakan Yesus selanjutnya? “… tetapi kuatkanlah hatimu. Aku telah mengalahkan dunia.” (Yohanes 16:33). Ini juga anugerah Tuhan yang tak kalah baiknya—jaminan bahwa Juruselamat kita telah menaklukkan dunia.

Hari ini, mari mulai mencermati setiap pemberian Tuhan yang baik dan anugerah-Nya yang sempurna di dalam hidup kita.

Mungkin, tidak ada salahnya kita menulis sebuah ucapan terima kasih untuk Tuhan.—Karen Pimpo, Amerika Serikat

Handlettering oleh Septianto Nugroho

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Kapan kamu paling tergoda untuk meragukan kebaikan Tuhan?

2. Harapan seperti apa yang diberikan Yakobus pasal 1 ini kepada mereka yang menghadapi ujian dan pencobaan?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Karen Pimpo, Amerika Serikat | Karen tinggal di Michigan, Amerika Serikat, tempat di mana banyak orang mengeluh tentang cuacanya, tapi suka dengan lingkungannya. Ketika masih kecil, Karen ingin menjadi seorang pustakawan. Sekarang, tidak banyak yang berubah. Di samping buku-buku, dia juga suka mendengarkan dan bermain musik. Dia bernyanyi dan menulis untuk membantu mengurai simpul di kepalanya, dan dengan bercerita, itu menolong kita menyadari bahwa kita tidak sendirian.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus