Posts

Demi Perubahan Hidup, Aku Berani Ambil Keputusan Besar

Oleh Sarah Callen
Artikel asli dalam bahasa Inggris: How A Month With God Changed My Life

Beberapa bulan terakhir rasanya seperti penuh badai bagiku. Di bulan Agustus, aku merasa Tuhan memintaku untuk menjadikan bulan Septemberku sebagai momen Sabat–waktu khusus untuk berhenti dan beristirahat. Aku terpikir untuk berhenti kerja, berhenti menyusun planning, agar aku bisa meluangkan waktu berkualitas dengan Tuhan tanpa gangguan apa pun.

Di pekerjaanku, aku bisa bekerja sampai 14 jam sehari. Keputusan berhenti ini mengubah jam kerjaku menjadi 0 jam sehari. Buatku yang workaholic, perubahan drastis ini akan menyulitkan dan mengejutkanku. Aku terus meminta petunjuk supaya aku yakin, seperti ketika Allah meyakinkan Sarah.

Di dalam Alkitab, ada pola tentang bagaimana Tuhan memanggil orang-orang pilihan-Nya untuk “keluar” agar mereka fokus pada-Nya. Bangsa Israel berjalan di padang gurun selama 40 tahun, menjumpai Tuhan dan belajar menanggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang bisa membahayakan mereka. Yesus pun secara teratur meluangkan waktunya dalam kesunyian dan berdoa bersama Bapa. Sepanjang waktu yang kutentukan sebagai Sabat, aku terpaku pada beberapa ayat di Yeremia 29, yang ditulis untuk umat Tuhan yang sedang ditawan.

“Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN” (Yeremia 29:12-14a)

Ungkapan “dengan segenap hati” itu selalu menyentakku setiap kali aku membacanya. Aku sungguh ahli jika mencari Tuhan dengan ‘sebagian’ hatiku, tetapi jika seluruhnya kuserahkan, itu jadi cerita yang berbeda. Aku tahu Tuhan memanggilku ‘keluar’ dari rutinitasku supaya aku bisa mencari Dia sepenuh hati, dan aku tahu aku harus membuat beberapa perubahan.

Memangkas Kebisingan

Salah satu perubahan yang kulakukan adalah: aku memutuskan berhenti jadi subscribers sejumlah podcast. Aku perlu mengendalikan suara-suara manakah yang kuizinkan masuk ke dalam pikiranku dan membentuk hidupku.

Selama bertahun-tahun, aku mendengar berbagai podcast soal politik dan aku sangat menikmatinya, tapi di sisi lain aku pun merasa muak. Seiring waktu, podcast yang awalnya seru dan mendidik berubah menjadi ajang saling menuding dan menjatuhkan pihak lain, sehingga jika kudengarkan lebih lanjut bisa berdampak negatif buatku.

Meskipun aku tahu podcast itu memberiku dampak negatif, berhenti jadi subscribersnya ternyata sulit. Sebagian diriku masih ingin terikat pada rutinitasku. Aku juga tidak ingin kehilangan suara-suara yang sudah akrab kudengar. Loyalitasku pada acara podcast ini mungkin jadi penyebab, tapi kusadari ada yang lebih dari itu:

Aku tidak ingin melepaskan sesuatu yang sudah kugenggam erat. Aku tidak ingin berkorban. Aku ingin lebih mengenal Tuhan lebih erat dan akrab, mendengar-Nya lebih jelas daripada sebelumnya. Tapi, aku tidak mau menciptakan ruang untuk mendengar suara-Nya. Aku ingin Dia bekerja, sedangkan aku cuma menerima.

Menjumpai yang Lebih Baik

Di bulan September, aku melakukan yang terbaik untuk bulan yang kuanggap Sabat. Aku belajar lebih bijak menggunakan uangku, tidak lagi boros untuk sekadar jajan. Aku memilih untuk percaya pada pemeliharaan-Nya daripada mengkhawatirkan diriku sendiri.

Kutunda dulu pekerjaan-pekerjaan yang menyita waktuku supaya aku bisa bersandar pada firman-Nya. Aku belajar merasa cukup dengan kehadiran Tuhan saja, bukan semata mencari berkat-berkat-Nya. Aku harus menguji, apakah aku beriman dengan murni atau transaksional alias mengharapkan imbalan. Kusadari aku terlalu egois, yang kupikirkan cuma diriku sendiri.

Tuhan seperti memberiku cermin. Dia menunjukkanku area-area mana di hidupku di mana aku membiarkan rasa malu dan gila kerja menguasaiku, menaruh percayaku pada zona nyaman yang kubuat sendiri, yang kuyakini itulah yang berkenan buat Tuhan.

Sekarang, aku sadar bahwa tugasku adalah aku perlu percaya pada Tuhan melebihi aku percaya pada diriku sendiri. Aku memilih untuk berserah.

Bagi seorang workaholic yang terlalu berlebihan dalam bekerja, keputusan menikmati Sabat akhirnya menunjukkanku bahwa Tuhan jauh lebih hebat dari diriku sendiri. Segala upayaku dalam bekerja tidak memiliki makna jika aku tidak memiliki relasi dengan-Nya. Momen-momen ketika aku melepaskan diri dari apa yang menjeratku, jadi pembelajaran yang meneguhkanku bahwa identitasku datang dari apa yang Tuhan katakan tentangku, bukan dari apa yang aku lakukan. Tuhan telah menyingkap dan menyembuhkan bagian-bagian hatiku yang terluka, yang tidak percaya, yang keras. Aku telah mencari Dia, dan Dia pun selalu hadir.

Tuhan selalu bisa kita jumpai saat kita ingin berelasi dengan-Nya.

Apa yang Tuhan katakan padamu dalam situasimu yang sekarang? Apa yang telah Dia bisikkan ke hatimu? Aku berdoa agar kita bijak mengelola waktu kita, memangkas hal-hal apa yang membisingkan telinga dan hati kita, serta memberi ruang bagi-Nya untuk berbicara kepada kita.

Apa pun langkahmu selanjutnya, aku berdoa agar Dia memenuhimu dengan keteguhan hati dan kamu memutuskan untuk selalu mengikut dan taat pada rencana-Nya.