Lebih mudah mana mendoakan atau mengasihi musuh? Mungkin keduanya adalah hal yang sama-sama sulit. Namun, bagiku pribadi dulu, mendoakan musuh terasa lebih mudah daripada mengasihinya. Setidaknya itu yang pernah kualami.
Ditegur, kita semua pernah mengalaminya. Ketika ditegur, kita mungkin merasa kaget, malu, sedih, menyesal, atau bahkan marah. Bila tegurannya disampaikan dengan sopan dan pengertian, mungkin kita merasa dikasihi. Namun, bila teguran yang dilayangkan ditambah dengan intonasi tinggi dan kata-kata pedas, bukan tidak mungkin akan muncul rasa tersinggung dan sakit hati yang berkepanjangan.
Bayangkan hidup tanpa adanya konflik, perbedaan pendapat, dan rasa sakit. Atau bayangkanlah jika salah satunya muncul, kita dapat menghapuskannya dan sepakat untuk tidak sepakat. Betapa bahagia dan menyenangkannya hidup kita!
Sayangnya, karena kita semua adalah makhluk berdosa dan hidup dalam dunia yang kelam, konflik pasti akan kita alami dalam kehidupan sehari-hari.
Tahun ini sudah semakin mendekati ujungnya, dan sepanjang masa ini tentunya kamu bertemu dengan beragam orang yang pendapat, cara pikir, atau opininya berbeda darimu.
Pindah ke luar kota untuk studi atau bekerja, membiasakan diri kembali setelah putus dari pacar, beradu pendapat dengan anggota keluarga sendiri, atau karena alasan-alasan lain yang kita sendiri pun bingung—kita semua pernah merasakan kesepian.
Adakalanya pergumulan dan kesesakan datang silih berganti entah itu dari diri sendiri atau dari luar. Baru-baru ini Tuhan izinkan aku mengalami masalah, sampai pada saat menuliskan renungan ini aku tersadar dan terkesima dengan Tuhanku yang menciptakan aku, bumi, dan segala makhluk. Ya, segala perkara dapat kutangggung di dalam Dia yang memberikan kekuatan kepadaku (Filipi 4:13).
Aku pernah ada dalam kondisi membandingkan diriku dengan orang lain. Dan orang itu adalah teman terdekatku! Aku merasa temanku itu lebih baik dalam banyak hal, terutama pelayanan yang dia kerjakan. Kami dilayani dalam kelompok pemuridan yang sama, tetapi dia jauh lebih dahulu terpanggil dan mengembangkan pelayanannya di luar kota Surabaya.
Teman yang bersedia mendengar curhat, merelakan bahunya untuk bersandar, dan mengerti tetesan air mata. Dalam hidup ini, kita membutuhkan dan perlu menjadi teman seperti itu.