Mengejar Sebuah Mimpi
Oleh Dikson Kardinal, Poso
Empat tahun lalu, sebelum menyelesaikan pendidikan di jenjang SMA, aku bermimpi supaya dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi meskipun kondisi ekonomi orang tuaku sulit. Aku tidak menentukan spesifik kampus mana dan jurusan apa yang akan kutekuni. Yang kucari adalah universitas yang menyediakan jalur beasiswa selama masa perkuliahan. Dalam jangka waktu yang berdekatan, kucoba mendaftar ke empat universitas yang ada di pulau Jawa.
Prosesku mencari perguruan tinggi ini kuibaratkan seseorang yang menebar mata kail di segala tempat dan menunggu kail mana yang akan dimakan oleh ikan. Logikanya, semakin banyak kail yang disebar, semakin besar kemungkinan mendapat ikan. Namun aku tahu, dalam kehidupan, menebar harapan di segala tempat belum tentu akan memberikan hasil yang sesuai mauku, tetapi yang kutahu adalah aku perlu berusaha.
Aku tidak lupa berdoa dan dalam doaku kusebutkan nama-nama universitas itu sebab besar harapanku untuk bisa melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi. Supaya waktu menunggu ini tidak terbuang percuma, aku melatih diriku dengan melakukan pekerjaan yang cukup berat secara fisik: kuli bangunan. Ketika memilih pekerjaan ini, yang terlintas dalam pikiranku hanyalah bekerja menghasilkan uang untuk melanjutkan pendidikan. Aku tidak merasa malu dengan orang-orang sekitar yang mungkin akan memandangku rendah karena pekerjaan yang kulakukan. Tekadku untuk bisa berkuliah sungguh bulat.
Setelah menanti sekitar dua bulan, akhirnya aku mendapatkan kabar. Universitas pertama memberiku tawaran bantuan pendidikan 75%; universitas kedua dan ketiga sebesar 50%; dan universitas keempat 100%. Semua informasi yang kuterima ini seolah-olah seperti mimpi buatku. Namun, meskipun aku bersukacita, ada masalah lanjutan yang harus kuhadapi: bagaimana aku bisa berangkat ke Jawa dari kampung halamanku di Sulawesi Tengah ketika harga tiket pesawat mahal? Bagaimana juga biaya hidup yang semakin tahun semakin tinggi? Aku tidak menemukan jawabannya saat itu, tetapi aku tahu bahwa aku bisa meminta pertolongan Tuhan untuk memberiku petunjuk.
Salah satu universitas itu tak cuma memberikan beasiswa, tapi juga menyediakan asrama selama studi dan tiket keberangkatan. Kurasa inilah jawaban Tuhan atas doaku, maka dengan bulat hati, pikiran yang sadar, dan tanpa paksaan, aku mengambil tawaran ini.
Selama proses perkuliahan aku mengikutinya dengan senang karena inilah yang kuharapkan sejak awal. Meskipun begitu, tidak jarang aku mengalami masa-masa sulit. Namun, satu hal yang menjadi andalanku yaitu berdoa meminta kekuatan kepada Tuhan. Sekarang aku sudah dalam masa penantian untuk wisuda. Sekarang proses studiku telah tiba di akhir, aku tinggal menunggu waktu wisuda. Selama masa ini kubaktikan diriku dengan mengabdi di satu sekolah secara sukarela supaya aku punya hati yang lebih siap saat untuk mengemban karier yang Tuhan berikan.
Pengalamanku ini menggemakan kembali firman Tuhan dari Yeremia 29:11, yang menegaskan bahwa “Aku [Tuhan] mengetahui rancangan-rancangan apa yang pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Ketika sabda ini disampaikan Allah melalui perantaraan nabi Yeremia, kerajaan Yehuda telah hancur dan orang-orangnya ditawan di Babel. Kehancuran ini disebabkan Yehuda telah melakukan apa yang jahat di mata Tuhan.
Namun, di tengah situasi pembuangan ketika seolah tak ada lagi harapan, Allah memberikan suatu janji penghiburan bahwa yang Allah inginkan bagi umat-Nya adalah rancangan damai sejahtera, bukan kecelakaan. Bagi kita yang hidup di masa kini, janji Allah bagi Yehuda ini dapat kita maknai bahwa Dia memiliki rancangan dan tujuan khusus bagi tiap kita, dan apa pun rancangan itu, tujuan-Nya adalah bagi kemuliaan-Nya (Amsal 3:6; 1 Korintus 10:31).
Tuhan telah menetapkan dan menguduskan jalan hidup kita. Dia bukan hanya sebagai Pencipta kita, tetapi juga Pemelihara dalam segala sesuatu yang kita kerjakan. Tuhan adalah Allah yang penuh kasih, yang tidak akan membiarkan kita menderita terus-menerus. Tuhan mengetahui apa yang kita butuhkan dan segala yang akan kita lakukan.
Perjalananku bisa menerima beasiswa dan studi adalah salah satu saja dari begitu banyak kebaikan-Nya dalam hidupku. Aku percaya bahwa Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatu mampu melakukan lebih banyak daripada yang kupikirkan.
Apabila hari ini ada di antara kamu yang sedang bergumul dan berjuang, kiranya kamu selalu mengingat bahwa Tuhan mengasihimu, dan karena kasih-Nya Dia akan membentukmu menjadi pribadi yang memuliakan-Nya.
Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu