Posts

6 Cara Pandang Baru Tentang Kebebasan

Penulis: Jonathan Chandranegara

cara-pandang-tentang-kebebasan

Pernahkah kamu merasa terpenjara oleh peraturan? Hak-hakmu tidak dianggap, dan kamu harus mengikuti apa dipandang baik oleh mereka yang mengaku sebagai “wakil Tuhan”. Aku pernah. Orangtuaku bisa dibilang over-protective dalam membesarkan aku. Sebagai seorang muda, aku ingin mencoba berbagai hal yang baru, punya banyak teman, terlibat dalam beragam komunitas dan kegiatan. Tetapi, tidak selalu aku mendapat lampu hijau dari orangtuaku. Sering aku bertanya-tanya, bagaimana aku bisa dewasa jika dilarang ini dan itu.

Dalam memberi nasihat, orangtuaku sering menggunakan firman Tuhan. Adakalanya aku bingung, mengapa ada begitu banyak aturan dalam firman Tuhan. Apakah Tuhan ingin mengikat kita? Anehnya, aku membaca dalam Yohanes 8:31-32, Yesus sendiri berkata kepada murid-murid-Nya, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Jelas sekali Yesus mengatakan, firman Tuhan itu akan menolong kita mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan membuat kita menjadi orang-orang yang bebas merdeka. Bila firman Tuhan itu tidak pernah salah, maka mungkin pemahamanku tentang “kebenaran” atau “kebebasan” itu yang keliru.

Berikut ini beberapa pelajaran yang mengubah cara pandangku tentang kebebasan:

1. Kebebasan itu tidak berarti hidup tanpa aturan

Ketika negara kita mengumumkan kemerdekaannya, para pendiri negara kita tidak mendirikan sebuah negara tanpa aturan. Yang mereka lakukan adalah menolak aturan negara penjajah yang dibuat untuk merugikan mereka. Mereka sendiri kemudian bersepakat untuk sama-sama tunduk di bawah aturan-aturan negara yang baru, aturan yang dibuat untuk kebaikan bangsa Indonesia. Sama halnya dengan itu, menjadi orang Kristen yang merdeka berarti kita menolak hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, kebiasaan-kebiasaan lama yang “menjajah” hidup kita, dan memilih untuk hidup menurut kebenaran kerajaan Allah. Freedom is not a FREE Kingdom.

2. Peraturan dibuat untuk membebaskan kita

Pertanyaan selanjutnya yang mungkin muncul: kok bisa aturan itu memerdekakan kita? Yang namanya peraturan kan sifatnya mengikat, kita jadi tidak bebas lagi. Nanti dulu. Bayangkan jika peraturan ditiadakan dari dunia ini. Negara mana pun “bebas” menyerang negara lainnya. Orang “bebas” mengambil milik orang lain. Tidak ada rambu-rambu apa pun di jalanan. Apakah kita akan bisa hidup dengan bebas? Dijamin, kita akan hidup dalam kekacauan, banyak kekhawatiran, dan rasa tidak aman. Peraturan menolong kita untuk bisa hidup dengan bebas dengan memastikan tidak ada manusia yang bertindak sewenang-wenang dan mencuri hak milik orang lain. Demikian pula firman Tuhan diberikan untuk memastikan kita tidak hidup menurut kecenderungan hati kita yang berdosa. Bukan untuk membuat kita sengsara, melainkan untuk menolong kita agar bisa melakukan apa yang benar.

3. Apa yang tidak bisa kita kontrol akan mengontrol kehidupan kita

Aku pernah kesal karena dilarang untuk main game lama-lama, apalagi ikut komunitas dengan hobi yang sama. Namun, pengalaman mengajarku bahwa ketika kita tidak dapat mengatur atau mengontrol hobi kita, hobi itu akan mengontrol hidup kita. Aku jadi tidak punya cukup waktu untuk menyelesaikan tugas sekolah, istirahat, dan melakukan banyak hal lainnya. Tadinya aku merasa peraturan itu menyusahkan, namun ternyata, peraturan itu dapat melindungi aku agar aku tidak diikat atau dijajah oleh hobiku.

Ada banyak hal di dunia ini yang sepertinya menawarkan kebebasan, namun sebenarnya akan membuat kita terikat atau kecanduan. Uang, seks, obat-obatan, dan sebagainya. Tuhan mau kita menaati firman-Nya agar kita tidak diikat atau dijajah oleh semua itu.

4. Makin besar ketaatan kita, makin besar pula kebebasan yang dapat kita raih

Aku pernah membaca tentang kisah hidup seorang petugas kebersihan yang kemudian menjadi seorang pemimpin perusahaan besar. Seorang pemimpin tentunya memiliki kebebasan yang jauh lebih besar daripada seorang petugas kebersihan. Namun, ada proses yang panjang sebelum kebebasan itu ia raih. Ia melakukan semua tugasnya secara bertanggung jawab, mengikuti semua aturan yang ada, dan bahkan memberikan hal terbaik yang bisa ia lakukan, lebih dari yang diminta. Kebebasan itu tidak akan ia nikmati bila ia hanya mau hidup sesuka hatinya sendiri.

Firman Tuhan diberikan untuk kebaikan kita. Makin kita taat, makin kita menerapkan kebenaran-Nya dalam hidup kita, makin leluasa pula kita menjalani hidup yang berhasil di mata Tuhan. Pemazmur berkata, “Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. …hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar” (Mazmur 19:8-12).

5. Kita benar-benar bebas bukan saat kita dapat melakukan apa saja yang kita sukai, melainkan saat kita dapat melakukan apa yang seharusnya kita lakukan

Umumnya orang berpikir bebas itu berarti bisa melakukan apa yang kita suka. Tetapi, sebenarnya kita baru benar-benar bebas jika kita dapat melakukan apa yang seharusnya kita lakukan. Mengapa? Karena dosa sudah merusak selera kita terhadap kebenaran. Apa yang kita sukai, belum tentu benar. Misalnya saja, kita suka belanja tanpa punya perencanaan. Sepertinya kita “bebas”, bisa memakai uang menurut keinginan hati kita. Padahal sebenarnya, tanpa disadari, kita sedang diperbudak oleh nafsu kita. Akibatnya, kita mungkin jadi menunggak uang kuliah, tidak punya cadangan uang saat sakit, tidak bisa membantu keluarga atau sahabat yang ditimpa musibah, dan sebagainya. Sebaliknya, ketika kita melakukan apa yang seharusnya kita lakukan dengan uang kita, yaitu menggunakannya secara bertanggung jawab (merencanakan penggunaannya dengan bijak, membayar kewajiban kita pada waktunya, bahkan menyisihkan sebagian untuk ditabung), kita akan punya banyak kebebasan. Kita bisa memberi persembahan dengan setia dan sukacita, kita bisa membeli apa yang kita butuhkan pada waktunya, bahkan kita bisa membantu keluarga dan orang-orang yang membutuhkan.

Rasul Paulus sangat menyadari bahwa tanpa pertolongan Tuhan, ia tidak akan mampu melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Ia ingin melakukan apa yang baik di mata Tuhan, tetapi sebagai manusia berdosa, ia justru lebih sering melakukan yang sebaliknya (lihat Roma 7:18-20). Kita semua membutuhkan firman Tuhan untuk menolong kita melakukan apa yang benar, yang seharusnya kita lakukan, sebagai anak-anak Tuhan.

6. Kita benar-benar bebas bukan dengan menuntut hak-hak kita, melainkan dengan menyerahkan hak-hak kita ke tangan yang tepat.

Seringkali kita mungkin berpikir bahwa bebas merdeka itu artinya bisa menuntut semua hak kita. Hak untuk melakukan apa yang kita mau, hak untuk bermain sepuas hati, hak untuk bergaul dengan semua orang, hak untuk menang, dan sebagainya. Padahal, saat kita sibuk menuntut “hak-hak kita”, kita malah akan banyak tertekan, penuh rasa kesal dan jengkel karena merasa hak-hak kita tidak dipenuhi. Akhirnya, kita malah tidak bisa bebas melakukan apa yang seharusnya kita lakukan. Menuntut “hak-hak kita” justru dapat menghilangkan semangat kita, menghambat hubungan kita dengan Tuhan, menghalangi proses pendewasaan kita, dan mengikat kita dari kebebasan yang sebenarnya.

Kita perlu menyadari bahwa yang punya kuasa untuk mengendalikan hidup ini adalah Tuhan, bukan kita. Ketika kita menyerahkan hak-hak kita ke tangan Tuhan, kita dapat menjalani hari-hari kita dengan penuh kelegaan. Tidak masalah bila keinginan kita belum terpenuhi. Tidak masalah bila kita belum berhasil. Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi anak-anak-Nya pada waktu-Nya (Pengkhotbah 3:11; 1 Petrus 5:6). Kebenaran firman Tuhan ini akan menolong kita untuk tidak diperbudak oleh pemikiran-pemikiran yang keliru. Kita dapat selalu bangkit dan terus bersemangat melakukan apa yang benar karena kita tahu Tuhan sedang membentuk kita dalam setiap proses yang Dia izinkan kita alami.

Untuk direnungkan lebih lanjut:
Apa makna kebebasan sejati bagimu? Apakah saat ini kamu sedang mengalaminya?