Posts

Ritual: Bukan Cuma Tentang Praktik, tapi Juga Perspektif

Oleh Jovita Hutanto, Jakarta

Teruntuk kita yang sering merasa iman saja sudah cukup, dan bagi mereka yang sering melontarkan kalimat seperti, “Ga perlu lah melakukan ritual dan sakramen gereja, karena Tuhan kan Mahatahu dan mengerti hati kita.” Ritual memang terdengar kuno dan terkesan tidak penting. Namun, apakah se-irelevan itu adanya konsep “ritual” di zaman ini? 

Bicara agama tidak bisa terlepas dari ritual. Jika kita menelisik kembali sejarah kekristenan, pada abad 16 terjadi peristiwa besar yang kita kenal sebagai Reformasi Protestan. Salah satu alasan lahirnya reformasi yang diinisiasi oleh Martin Luther adalah karena dia menentang praktik penjualan surat indulgensi. Umat kala itu dapat membeli koin-koin yang dipercaya dapat mengurangi waktu mereka di dalam masa-masa api penyucian atau purgatorium agar bisa cepat masuk ke surga. Seiring berlalunya waktu, reformasi Protestan pun menghasilkan dinamika baru dalam wajah kekristenan di dunia dengan pemahaman-pemahaman akan ritual yang dilandaskan pada Alkitab. 

Nah, kembali pada premis di paragraf pertama: Jadi, apakah ritual itu penting? Tidak kalah sering orang Kristen Protestan dijuluki sebagai agama yang kurang menerapkan ritual-ritualnya. Beberapa pandangan ekstrem malah menggunakan alasan para reformator untuk meremehkan semua ritual kekristenan. Katanya, “Keselamatan manusia tidak bergantung pada perbuatan atau ritual yang dilakukannya.” Pernyataan ini perlu kita cerna dengan cermat dan rendah hati. Ritual atau sakramen dalam kekristenan itu penting. James K.A. Smith, seorang filsuf dan teolog, menjelaskan bahwa manusia pada hakikatnya terbentuk dari ritual-ritual yang dilakukannya. Setiap pagi, asal melek buka HP saja bisa menjadi sebuah ritual! Oleh sebab itu, ritual yang salah juga dapat merusak diri kita. 

Lalu, mengapa “ritual” itu penting? 

Pertama-tama, Smith menjabarkan konsep ritual itu sendiri dengan ritual dalam kehidupan keseharian kita. Anggap saja, kita ingin menjadi seorang pianis yang handal lalu kita latihan setiap hari. Entah kita latihan dengan hati terpaksa karena disuruh orang tua atau sepenuh hati, latihan demi latihan sedikit banyak akan membentuk keahlian kita dalam bermain piano. Seperti kata pepatah, “practice makes perfect.” Sama halnya dalam kehidupan spiritual kita, ritual (atau latihan) kerohanian yang kita lakukan pada akhirnya akan membentuk dan mengubahkan hati kita, secara sadar atau tidak sadar. Ritual kerohanian itu penting untuk melatih tubuh kita. Tuhan menciptakan manusia dengan wujud atau bentuk, di mana tubuh ini adalah wujudnya. Dengan adanya ritual konkrit (concrete practices) yang dialami oleh indera kita, tubuh ini menjadi media perantara ritual untuk menggerakkan hati atau pikiran kita. Seperti saat kita melakukan perjamuan kudus, saat kita makan roti dan minum anggur, seluruh indera dari fisik tubuh kita merasakan (memegang) langsung wujud ritual tersebut. Ini adalah ritual yang mengingatkan kita akan Tuhan Yesus yang menyerahkan diri-Nya untuk mati di atas kayu salib untuk menebus dosa kita. Saat beberapa gereja mempraktikkan berlutut saat berdoa, secara tidak sadar ritual postur berlutut ini memberikan sinyal pada hati kita untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan. Banyak ritual-ritual kecil yang dilakukan setiap minggunya di gereja, yang secara tidak sadar, mengajarkan dan mengubahkan hati dan pikiran kita secara perlahan. Oleh sebab itu, perspektifnya harus dibalik. Harus dipahami bahwa Tuhan menetapkan adanya ritual kerohanian dikarenakan itu penting untuk kita, untuk melatih tubuh kita dan mengubah pikiran kita, bukan untuk diri-Nya.

Poin kedua. Letak perbedaan yang menjadikan ritual kerohanian orang Kristen itu penting ada pada penyertaan Roh Kudus. Ritual kerohanian kita disertai oleh kehadiran Roh Kudus. Craig Dykstra menggunakan istilah habitation of the Spirit”, di mana praktik yang konkrit (ritual/sakramen) ini menjadi saluran atau media kuasa Roh Kudus untuk mengulik dan mengubahkan kita. Seperti yang beberapa kali kusebutkan di poin sebelumnya, “secara tidak sadar” memang seringkali kita tidak lagi memaknai arti dari setiap ritual ini, namun bukan berarti Roh Kudus tidak bekerja. Adanya kehadiran kuasa Roh Kudus yang unik untuk momen ritual kerohanian yang dilakukan oleh orang percaya. 

Ada kutipan yang penting: 

“Historic Christian Devotion bequeaths to us rituals and rhythms and routines that are what Craig Dykstra calls “habitations of the Spirit” – concrete practices that are conduits of the power of the Spirit and the transformative grace of God.”

“Devosi Kristiani yang bersejarah mewariskan kepada kita ritual-ritual, ritme-ritme, dan rutinitas yang disebut oleh Craig Dykstra sebagai “habitations of the Spirit” – praktik-praktik konkrit yang menjadi saluran bagi kuasa Roh dan kasih karunia Allah yang transformatif.”

Lalu, bagaimana mendamaikan konsep “ritual” dan “anugerah keselamatan”?

Ritual atau sakramen yang kita lakukan merupakan respons dari anugerah keselamatan yang kita telah dapatkan. Jadi jangan dibalik ya. Bukan karena kita melakukan ritual, maka kita dapat diselamatkan oleh Tuhan; namun karena kita sudah diselamatkan, maka kita ingin melakukan ritual tersebut sebagai tanda ucapan syukur kita kepada Tuhan. Patut diingat bahwa tidak ada pekerjaan baik manusia yang dapat membawa kita ke surga, karena keselamatan yang kita terima murni dari belas kasihan Tuhan kepada umat-Nya. Jika kita mengerti arti ritual dari sudut pandang ini, maka sesungguhnya setiap ritual kerohanian kekristenan adalah reminder bagi orang percaya akan anugerah dan kasih setia Tuhan sepanjang masa.

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Ketika Ayat yang Terasa Hebat dan Menginspirasi… Sebenarnya Berarti Lain

Oleh Leslie Koh, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: When A Great, Comforting Verse… Actually Meant Something Else

Di negaraku ada kebijakan wajib militer bagi setiap pemuda pada rentang usia tertentu. Dan, di sinilah kisahku dimulai, ketika aku meninggalkan rutinitas biasaku untuk mengabdi sebagai wajib militer. 

Di minggu-minggu pertama pelatihan militer dasar, setiap malam saking lelahnya aku akan langsung terlelap dalam hitungan menit. Aku hampir tidak bisa membaca satu atau dua ayat singkat dari Alkitab kecil yang kubawa, ataupun sekadar berdoa singkat (salah satunya supaya wamil ini cepat berlalu!). 

Suatu malam, ketika aku secara acak saja membuka Alkitab, aku menemukan Roma 8:18. Ayat ini membuatku menangis sembari juga memberi penghiburan yang sungguh aku butuhkan. “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Wow! Pikirku saat itu, pengalaman mengerikanku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang Tuhan sediakan buatku. 

Bisa kukatakan, ayat itu masih menjadi salah satu ayat favoritku dalam Alkitab. Siapa yang tidak ingin diingatkan bahwa tidak peduli seberapa susahnya penderitaan kita saat ini, ada sesuatu yang jauh lebih baik dan menyenangkan yang sedang menanti kita?

Tapi… mungkin rasul Paulus tidak memikirkan ‘penderitaan’ seorang remaja yang secara fisik tidaklah sehat namun terus ‘dipaksa’ hingga menjadi bugar.

Kalau kamu membaca bagian selanjutnya dari Roma 8, kamu akan melihat bahwa pergumulan utama yang dihadapi oleh orang-orang Kristen di Roma adalah dampak dosa dalam kehidupan mereka. Mereka berjuang untuk menjalani hidup kudus dalam menghadapi pencobaan dan kelemahan rohani mereka, atau penderitaan yang diakibatkan dari cara hidup orang lain yang berdosa. Penderitaan mereka adalah karena iman mereka kepada Kristus. 

Mereka tidak menderita karena mereka menjalani gaya hidup yang nyaman, malas-malasan, atau karena tuntutan wajib militer di mana mereka harus melakukan push-up 8 kali, berlari sejauh 2,4km dalam waktu kurang dari 10 menit… atau berjalan lurus tanpa tersandung kaki sendiri.  

Namun demikian, aku tidak dapat menyangkal bahwa Roma 8:18 masih berbicara kepadaku dan menguatkanku hingga saat ini, meskipun pada awalnya aku memahaminya sedikit di luar konteks. Hal ini terkadang membuatku bertanya-tanya: Bukannya harusnya aku tidak mendapat penghiburan atau kekuatan di ayat ini atau ayat lain kalau aku memang tidak paham konteksnya, ya? 

Memahami Alkitab dengan benar

Sepertinya sudah menjadi hal yang biasa untuk mengatakan bahwa kita perlu menafsirkan, memahami, dan mengaplikasikan Firman Tuhan dengan benar, yaitu sesuai konteksnya. Namun, Alkitab sering kali dikutip secara salah lebih banyak dari yang kamu bayangkan. Coba cari di Google “Ayat-ayat Alkitab yang sering salah kutip” dan kamu mungkin akan terkejut dengan apa yang kamu lihat.

Sebagai contoh, Roma 8:28 – “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” – sering kali digunakan untuk menghibur seseorang yang tampaknya mengalami kesulitan, atau yang sedang mengalami masalah besar dalam hidupnya. “Jangan khawatir,” ayat ini seolah-olah mengatakan, “Tuhan akan membawa kebaikan dari situasi ini.”

Tetapi ayat ini sebenarnya dikatakan dalam konteks hidup oleh Roh. Paulus berbicara tentang kita yang sedang belajar untuk menjadi serupa dengan Yesus, dan perubahan inilah yang sedang Allah kerjakan untuk “kebaikan” kita.

Ada beberapa jebakan yang jelas terlihat ketika kita salah memahami ayat-ayat tertentu atau membacanya di luar konteks.

Misalnya, jika kita melihat Roma 8:28 sebagai janji bahwa Allah akan menyelamatkan kita dari situasi yang buruk atau mengubahnya menjadi situasi yang baik, kita mungkin akan kecewa jika Dia tidak melakukannya. Lebih buruk lagi, kita bahkan mungkin marah atau kecewa kepada-Nya, karena berpikir bahwa Dia tidak memenuhi apa yang kita harapkan.

Yeremia 29:11 mungkin memberi kita harapan (palsu) yang sama, jika kita melihatnya sebagai janji yang ditujukan untuk semua pengikut Tuhan. Kita mungkin melewatkan fakta bahwa ini adalah janji yang diberikan secara khusus kepada bangsa Israel (yang saat itu masih menderita di pengasingan karena ketidaktaatan mereka), dan mulai menyalahkan Tuhan jika hidup tidak berjalan dengan baik.

Jadi… apakah ini berarti aku tidak boleh berpegang pada ingatan tentang bagaimana Tuhan menghiburku melalui Roma 8:18?

Atau lebih buruk lagi, apakah ini berarti bahwa aku telah salah mendengar Tuhan, dan Dia sebenarnya tidak menghibur aku?

Jawabannya, aku percaya, tidak.

Firman Tuhan, Firman yang Hidup

Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Firman Tuhan itu mutlak dan lengkap. Yesus sendiri mengatakan bahwa “satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi” (Matius 5:18).

Pada saat yang sama, tidak seperti buku-buku lainnya, Firman Tuhan adalah firman yang hidup. Firman Allah bukanlah sekadar kata-kata yang dicetak di atas kertas (atau diterbitkan secara digital). Seperti yang dikatakan dalam Ibrani 4:12: “Firman Allah hidup dan kuat.”

Sebagai contoh, kita semua dipanggil untuk melayani Tuhan dan memberitakan Injil—itu adalah bagian yang mutlak. Namun, seseorang mungkin menerima dorongan khusus untuk berbicara kepada orang tertentu tentang Allah pada saat tertentu—membuktikan bahwa Firman-Nya yang hidup dapat menyentuh dan menginspirasi kita secara berbeda pada waktu yang berbeda, dalam situasi yang berbeda.

Kamu mungkin pernah memiliki pengalaman ketika ayat yang sama menyentuh atau menginspirasimu secara berbeda pada waktu yang berbeda. Aku pernah mencoret atau menstabilo ayat-ayat di Alkitabku ketika ayat itu menyentuh hatiku, tapi bertahun-tahun setelahnya ketika aku melihat hasil coretan itu aku malah bertanya, “Kok ayat ini kayaknya perlu aku stabiloin lagi ya?” 

Karena Allah berhubungan dengan kita masing-masing secara unik dan berbeda, apakah Dia akan mengizinkan kebenaran Alkitab menyentuh kita dengan cara yang berbeda dari pembacaan atau penafsiran yang biasa? Aku percaya demikian. Mungkinkah Dia menggunakan sebuah ayat untuk menghibur, menguatkan, atau menginspirasi kita, bahkan jika ayat tersebut sedikit menyimpang dari konteks aslinya? Aku juga percaya demikian.

Kebutuhan akan kebijaksanaan dan kepekaan untuk membedakan

Tidak diragukan lagi, ada risiko ketika kita memegang pemahaman ini. Itulah sebabnya beberapa orang Kristen percaya bahwa kita semua harus mengaplikasikan ayat-ayat dalam konteks yang sebenarnya. Mereka waspada terhadap gagasan bahwa Tuhan memberi kita petunjuk khusus melalui ayat tertentu, karena hal itu dapat membuat kita menyimpulkan hal-hal seperti, “Oh, Tuhan baru saja menyuruhku berganti pekerjaan, karena petunjuk dari ayat Alkitab ini,” padahal belum tentu demikian.

Dan itulah sebabnya, aku percaya, kita perlu berhati-hati ketika mengaplikasikan Alkitab pada situasi tertentu yang kita hadapi. Ketajaman atau kebijaksanaan dalam memahami suatu ayat membutuhkan hikmat ilahi dan pemahaman akan prinsip-prinsip yang menjadi inti dari dorongan Roh Kudus. Yang penting, kita harus ingat bahwa Firman Allah tidak akan pernah bertentangan dengan diri-Nya sendiri—Allah tidak akan membingungkan kita melalui Firman-Nya sendiri.

Kita juga perlu berhati-hati ketika membagikan pengalaman pribadi kita tentang Alkitab dan tentang Allah yang berbicara secara pribadi kepada kita, baik di media sosial maupun secara langsung. “Beginilah ayat X berbicara kepada aku pada saat ini” tidak selalu bisa diterjemahkan sebagai “Inilah arti ayat X bagi kita semua.”

Seorang teman yang dewasa secara rohani akan memahami pentingnya bagaimana Roh Kudus mendorong kita melalui ayat tertentu atau memberi kita wawasan pribadi tentang kebenaran tertentu. Namun, seseorang yang kurang dewasa, mungkin percaya bahwa inilah yang dimaksud oleh ayat tersebut, dan menerapkannya pada dirinya sendiri.

Menjaga keseimbangan

Kamu mungkin berpikir, “Ngapain sih yang kayak begini dipusingin banget?” Apakah kita harus menanggapi segala sesuatu dengan sangat serius, sehingga kita perlu kroscek berkali-kali bahkan ketika kita dalam situasi santai membagikan ayat Alkitab kepada teman yang membutuhkan?

Tentu saja, kita dapat mengambil tindakan yang lebay, dan lupa bahwa Firman Tuhan adalah firman yang hidup yang dapat menyentuh hati dan kehidupan dengan cara yang tidak dapat kita bayangkan.

Namun, mungkin kita dapat memohon hikmat Ilahi sebelum memahami suatu ayat, dan setidaknya berhenti sejenak sebelum menekan tombol “kirim” atau “posting” untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah ini yang sebenarnya dikatakan Alkitab kepada semua pembaca? Atau hanya buat aku? 

Bagaimanapun juga, sama seperti kita ingin teman-teman kita merasa terhibur dan terinspirasi, kita juga ingin teman-teman kita mendapatkan pengenalan yang lebih dalam akan Allah dan Firman-Nya.

Jadi, mengapa tidak membagikan sebuah ayat yang dapat mereka pegang dan ambil hikmahnya, bukan hanya untuk saat itu saja, tetapi juga untuk seumur hidup mereka?

Mengapa tidak menolong mereka untuk menumbuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang Firman Tuhan, sehingga mereka dapat melihat Alkitab sebagai sumber kebenaran yang kekal dan luar biasa, dan bukan hanya sebagai kata-kata motivasi?

Bagaimana dengan ayat-ayat penghiburan dan motivasi yang telah kamu soroti dalam Alkitabmu atau kamu tuliskan dalam jurnal?

Jika kamu merasa terhibur atau dikuatkan oleh ayat-ayat tersebut, maka aku percaya bahwa Allah memang memaksudkan ayat-ayat itu untukmu. Namun, saat kamu membacanya lagi dengan perspektif yang baru, kamu harus tetap mengingat konteks aslinya, dan mempertimbangkan gambaran yang lebih besar yang diungkapkan Firman Tuhan kepada kita. (Dan pikirkanlah dengan matang apakah akan meneruskannya kepada teman atau tidak).

Dan itulah mengapa aku menyimpan Roma 8:18 untuk diriku sendiri selama bertahun-tahun, sampai sekarang. Aku tahu untuk apa Paulus memaksudkannya ketika dia menulisnya, tetapi untuk makna khususnya, aku tahu itu untukku.

Beberapa hal yang dapat kamu lakukan

Tidak yakin bagaimana atau di mana harus mulai memeriksa konteks ayat favoritmu? Cobalah tafsiran-tafsiran dan sumber-sumber Alkitab online ini. Ini tidak lengkap, tetapi kamu bisa mendapatkan gambarannya.(Versi yang lebih komprehensif umumnya tersedia dalam bahasa Inggris). 

https://www.studylight.org/commentary.html

www.gotquestions.org

Kamu juga dapat membaca berbagai versi dari ayat yang sama, untuk membantumu mengumpulkan gagasan yang lebih komprehensif tentang apa yang mungkin dimaksud oleh suatu ayat.

Meskipun Alkitab memberikan kita ayat-ayat motivasi, sejatinya Alkitab lebih dari itu. Alkitab adalah sebuah kisah pengharapan yang kekal, yang diceritakan melalui kehidupan, kematian, dan kebangkitan Juruselamat yang ingin memberi kita penghiburan, kekuatan, dan pengharapan yang sejati—bukan hanya dalam keputusan atau situasi tertentu, tetapi juga dalam kehidupan yang akan datang.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagaimana Mendengar Suara Tuhan di Zaman Sekarang?

Oleh Andrew Koay
Artikel asli dalam bahasa Inggris: How I Discovered The Key To Hearing God’s Voice

“Tuhan bilang sama aku…”

Selama aku hidup sebagai orang Kristen, aku sering mendengar orang-orang di sekitarku mengucapkan kata-kata di atas. Mereka akan bersaksi tentang bagaimana Tuhan secara dramatis telah mengubah jalan hidup mereka melalui suara yang dapat didengar. Teman-teman sebayaku pun suka berdiskusi tentang bagaimana mereka sering mendengar Tuhan berbicara dan mengarahkan mereka pada keputusan sehari-hari.

Secara pribadi, aku tidak pernah mengalami pengalaman rohani yang sedekat itu dengan-Nya. Jujur, aku cemburu. Jika Pencipta alam semesta berbicara dengan teman-temanku, aku juga ingin ikut serta dalam percakapan itu.

Kebingungan soal mendengar suara Tuhan sebenarnya bukanlah hal baru, malah dalam pendapatku sendiri kita memang perlu bisa mendengar suara-Nya. Seperti teman-temanku yang tampaknya membuat banyak keputusan—entah yang penting atau remeh—berdasar suara Tuhan, bagaimana kita bisa tahu keputusan kita tepat atau tidak kalau kita tidak dengar suara-Nya?

Apa aku salah pilih jurusan kuliah sehingga pilihan karierku pun salah?
Apakah cara berpakaianku salah?
Apakah aku melewatkan penunjuk Ilahi?

Aku sangat ingin punya pengalaman seperti teman-temanku. Untuk meraihnya, aku membaca buku-buku, menghabiskan waktu sendiri di ruangan yang gelap, juga menerima tantangan dari seorang pendeta untuk percaya Yesus dengan harapan supaya aku bisa mendengar suara Tuhan secara langsung.

Sampai tibalah aku pada suatu momen. Waktu itu aku baru mulai kuliah dan ikut persekutuan Kristen di kampus. Setelah beberapa waktu, salah satu staf yang bernama Joel mengajakku bertemu dan membaca Alkitab di saat jam makan.

Siapa sangka. Di situlah aku akhirnya mendengar Tuhan berbicara kepadaku dengan jelas dan pasti. Tidak ada keraguan bahwa itu bukanlah Dia.

Selama ini aku tidak menyadarinya… bahwa kunci untuk mendengar suara-Nya telah ada di depanku sepanjang waktuku hidup. Hari itu, saat Joel dan aku membuka Alkitab, kami membaca surat Paulus untuk jemaat Kolose. Kata-kata yang ada di sana bukan sekadar tulisan… tetapi melaluinya Allah yang hidup berbicara kepada kita.

Kami mempelajari Alkitab secara mendalam, berpikir keras tentang apa yang Paulus coba sampaikan kepada jemaat Kolose, dan bagaimana tiap ayat dalam surat itu mendukung tujuan ini—untuk mengingatkan mereka akan kuasa Kristus dan kecukupan kita ada dalam Dia, dan meyakinkan mereka bahwa tidak ada hal lain yang dibutuhkan seorang Kristen untuk menjadi benar di hadapan-Nya. Dua ribu tahun yang lalu, Tuhan berbicara melalui Paulus kepada jemaat Kolose, dan ketika kami berusaha untuk memahami apa yang Dia katakan saat itu, Dia juga sedang berbicara tentang pesan yang sama kepada kami.

Aku menyadari bahwa mendengar Tuhan berbicara berarti membuka firman-Nya dan melihat apa yang ditulis-Nya untuk kita.

Dulu ketika aku berusaha keras untuk mendengar Tuhan berbicara, secara tidak sadar aku menurunkan Alkitab ke tingkat yang lebih rendah. Aku menganggap sabda firman-Nya seperti suara-suara lahiriah lain yang mudah ditangkap telinga. Aku bingung dengan kata-kata temanku dulu yang bilang ‘mendengar suara Tuhan’ sehingga aku lupa bahwa suara-Nya dapat didengar melalui Alkitab.

Alkitab berisikan kata-kata yang diilhamii oleh Allah. Meskipun Alkitab ditulis oleh manusia, Tuhanlah yang melakukan pekerjaan itu dan berbicara melalui penulisnya. Artinya, ketika Paulus menulis kepada jemaat Kolose untuk mengingatkan mereka akan suatu kebenaran, Allahlah yang berbicara melalui Paulus kepada mereka, dan Tuhan yang sama juga sedang berbicara melalui firman kepada kita hari ini.

Kebenaran inilah yang memberiku kepastian tentang imanku. Sepanjang upayaku untuk mencari tahu bagaimana mendengar suara-Nya, ada banyak waktu ketika aku berpikir bahwa akhirnya aku mungkin mendengar Dia berbicara. Aku sering membayangkan kalau nanti aku pasti bisa mendengar suara Tuhan secara audibel dan aku menjawab, “Apa, Tuhan? Apakah Engkau mau aku pergi ke restoran itu hari ini?”

Meski suara seperti itu sering dianggap sebagai suara Tuhan, aku tak bisa sungguh yakin jika itu adalah Tuhan yang berbicara. Namun, saat aku membaca dan mempelajari Alkitab, aku bisa yakin 100 persen bahwa itulah sabda Sang Pencipta alam semesta buatku. Keyakinan inilah yang menjadi dasar iman kita. Dengan firman-Nya kita bisa punya keteguhan hati untuk membuat keputusan sulit sembari yakin bahwa tindakan kita berkenan pada-Nya.

Alkitab itu kaya, tetapi kita hanya akan menemukan kekayaan yang akan membuat iman kita bertumbuh jika kita bersedia menggalinya. Aku tidak pernah bisa menanyakan apakah Tuhan ingin saya melakukan sesuatu karena saya dapat membacanya dengan jelas di dalam Alkitab. Kita yang hidup pada zaman kini mungkin tak akan mendengar suara Tuhan menjawab kita dengan menggelegar ketika kita bertanya boleh tidak melakukan ini dan itu… tetapi kita selalu menemukan jawabannya dari apa yang kita baca di Alkitab. Hubunganku dengan Tuhan pun tak cuma bergantung pada pengalaman pribadi, tetapi berakar pada keyakinan bahwa Roh Kudus yang bekerja dalam hatiku melalui firman yang kubaca.

Aku yakin meskipun komunikasi dengan Tuhan di luar Alkitab mungkin ada, itu tidak dapat menggantikan—atau bahkan sama pentingnya dengan—cara Tuhan berbicara pada kita melalui Alkitab. Seperti yang dikatakan John Piper, seorang teolog Kristen, “Ada sesuatu yang sangat salah ketika kata-kata yang kita dengar di luar Kitab Suci lebih kuat dan lebih berpengaruh pada kita daripada firman Allah yang diilhami-Nya.” Lagipula, jika kita bertanya-tanya apa yang ingin Tuhan katakan pada kita, bukankah seharusnya kita mulai dengan apa yang telah dengan sengaja Dia berikan untuk jadi petunjuk kita?

Aku mungkin tidak punya petunjuk khusus tentang kehidupan sehari-hariku seperti yang mungkin dimiliki teman-temanku. Tetapi dengan mendengar apa yang Tuhan katakan melalui Alkitab, aku jadi lebih akrab dengan karakter-Nya, dan ini melengkapiku untuk membuat keputusan sehari-hari yang aku tahu akan sejalan dengan apa yang Dia perintahkan untuk kita lakukan.

Misalnya, ketika memutuskan kalau aku harus mengambil pekerjaan part-time sementara masih kuliah, aku mempertimbangkan apa yang Dia katakan kepada orang-orang Tesalonika dalam 1 Tesalonika 4:11-12, untuk bertanggung jawab dan tidak menjadi beban bagi orang lain dalam Gereja. Namun, aku juga mempertimbangkan apa misi para murid—untuk menyebarkan Injil dan mendorong sesama dalam Kristus. Apakah dengan memiliki pekerjaan paruh waktu masih memungkinkanku untuk mencapai hal-hal tersebut?

Jadi, hari ini aku tidak lagi iri atau menginginkan pengalaman yang teman-temanku miliki, karena aku tahu bahwa tiap hari ketika aku membuka Alkitab, Tuhan berbicara padaku. Tidak dapat disangkal, jelas, dan menakjubkan. Aku tahu pasti bahwa ini adalah firman Tuhan yang hidup, yang memegang alam semesta di telapak tangan-Nya.

Tetap di Jalur yang Benar

Rabu, 5 Februari 2020

Tetap di Jalur yang Benar

Baca: 1 Yohanes 2:18-27

2:18 Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir.

2:19 Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.

2:20 Tetapi kamu telah beroleh pengurapan dari Yang Kudus, dan dengan demikian kamu semua mengetahuinya.

2:21 Aku menulis kepadamu, bukan karena kamu tidak mengetahui kebenaran, tetapi justru karena kamu mengetahuinya dan karena kamu juga mengetahui, bahwa tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran.

2:22 Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak.

2:23 Sebab barangsiapa menyangkal Anak, ia juga tidak memiliki Bapa. Barangsiapa mengaku Anak, ia juga memiliki Bapa.

2:24 Dan kamu, apa yang telah kamu dengar dari mulanya, itu harus tetap tinggal di dalam kamu. Jika apa yang telah kamu dengar dari mulanya itu tetap tinggal di dalam kamu, maka kamu akan tetap tinggal di dalam Anak dan di dalam Bapa.

2:25 Dan inilah janji yang telah dijanjikan-Nya sendiri kepada kita, yaitu hidup yang kekal.

2:26 Semua itu kutulis kepadamu, yaitu mengenai orang-orang yang berusaha menyesatkan kamu.

2:27 Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah kamu terima dari pada-Nya. Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain. Tetapi sebagaimana pengurapan-Nya mengajar kamu tentang segala sesuatu—dan pengajaran-Nya itu benar, tidak dusta—dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu, demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia.

Sebab Roh-Nya mengajar kalian tentang segala sesuatu; dan apa yang diajarkan-Nya itu benar, bukan dusta.—1 Yohanes 2:27 BIS

Tetap di Jalur yang Benar

Pelari buta tercepat dunia, David Brown dari Tim Paralimpik AS, mengakui bahwa prestasinya merupakan buah pertolongan Tuhan, nasihat ibunya di masa lalu (yang suka berkata “jangan berpangku tangan”) dan gemblengan pelatih larinya—mantan pelari cepat Jerome Avery. Avery yang terhubung dengan Brown lewat seutas tali yang mengikat jari-jari mereka telah menuntun Brown kepada kemenangan lewat kata-kata dan sentuhan yang diberikannya.

“Yang terpenting adalah mendengarkan isyarat darinya,” kata Brown, yang berkata bahwa ia bisa lari “jauh menyimpang” di lomba lari 200 meter yang jalurnya menikung. “Setiap hari, kami melatih berbagai strategi lomba,” ujar Brown. “Kami saling berkomunikasi—tidak hanya dengan isyarat verbal, tetapi juga fisik.”

Dalam perlombaan hidup ini, kita pun dianugerahi Penuntun Ilahi. Roh Kudus, Penolong kita, menuntun setiap langkah kita ketika kita mengikuti-Nya. “Saya tulis ini kepadamu mengenai orang-orang yang sedang berusaha menipu kalian,” tulis Yohanes (1Yoh. 2:26 BIS). “Tetapi mengenai kalian sendiri, Kristus telah mencurahkan Roh-Nya padamu. Dan selama Roh-Nya ada padamu, tidak perlu ada orang lain mengajar kalian. Sebab Roh-Nya mengajar kalian tentang segala sesuatu” (ay.27 BIS).

Yohanes menekankan sekali hikmat ini kepada orang-orang percaya di zamannya yang menghadapi “antikristus” yang menyangkal Bapa dan Anak sebagai Mesias (ay.22). Pada zaman sekarang, kita juga bertemu dengan pihak-pihak yang menyangkal Yesus. Namun, Roh Kudus, Penolong kita, akan menuntun kita dalam mengikuti Yesus. Kita dapat mempercayai tuntunan-Nya yang mengajarkan kebenaran, sehingga kita dapat tetap berada di jalur yang benar.—Patricia Raybon

WAWASAN
Yohanes adalah salah satu murid Yesus yang pertama (bersama Andreas; lihat Yohanes 1:35-40). Para ahli teologi percaya bahwa ia satu-satunya dari sebelas murid Yesus yang tidak mati sebagai martir. Kebanyakan ahli juga setuju bahwa penulisan kitab-kitabnya (Injil Yohanes; surat 1, 2, 3 Yohanes; dan Wahyu) dilakukan pada akhir hidupnya—mungkin pada tahun 80–90 M. Yohanes tidak pernah menyebutkan namanya dalam kitab Injilnya, tetapi biasanya menyebutkan dirinya sebagai “seorang di antara murid Yesus” (Yohanes 13:23), “seorang murid lain” (18:15), atau “murid yang lain” (20:2,4). Namun, paling sering ia menyebut dirinya sebagai “murid yang dikasihi Yesus” (13:23; 19:26; 20:2; 21:7; 21:20).—Bill Crowder

Apakah hatimu selaras dengan tuntunan Roh Kudus? Bagaimana kamu bisa mendengar lebih baik saat Dia menuntun, mengingatkan, dan mengarahkanmu?

Ya Allah, selaraskan hati kami dengan tuntunan Roh Kudus-Mu agar kami dapat terus berlari menuju kebenaran-Mu dan bukan kepada dusta.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 36-38; Matius 23:1-22

Handlettering oleh Ariella Easterlita

Api Kudus

Senin, 3 Februari 2020

Api Kudus

Baca: Lukas 3:15-18

3:15 Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias,

3:16 Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.

3:17 Alat penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya dan untuk mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan.”

3:18 Dengan banyak nasihat lain Yohanes memberitakan Injil kepada orang banyak.

Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. —Lukas 3:16

Api Kudus

Setelah bertahun-tahun mengalami kekeringan, kebakaran hutan di California Selatan membuat sebagian warga merasa kejadian tersebut merupakan perbuatan Allah. Kesan menakutkan itu semakin menjadi-jadi ketika sumber berita mulai menyebut kebakaran tersebut dengan istilah “Holy Fire” atau Api (Kebakaran) Kudus. Banyak pihak yang tidak mengenal daerah itu tidak tahu bahwa sebutan tersebut sebenarnya mengacu pada nama daerah terdampak yang bernama Lembah Holy Jim. Namun, siapakah Holy Jim? Menurut legenda setempat, ia adalah seorang peternak lebah dari abad ke-19 yang tidak peduli pada agama dan suka marah-marah, sehingga tetangga-tetangganya justru memberinya julukan ironis tersebut.

Sebutan baptisan “Roh Kudus dan . . . api” yang diberikan Yohanes Pembaptis juga mempunyai latar belakang tersendiri (Luk. 3:16). Kemungkinan besar yang dipikirkan Yohanes ketika menyebut tentang api itu adalah gambaran Mesias dan api pemurnian yang akan datang dalam nubuat Nabi Maleakhi (3:1-3; 4:1). Kata-kata Maleakhi dan Yohanes Pembaptis baru menjadi kenyataan setelah Roh Allah datang seperti angin dan api ke atas para pengikut Yesus (Kis. 2:1-4).

Api yang dinubuatkan Yohanes Pembaptis tidaklah seperti yang diperkirakan. Sebagai karya sejati dari Allah, api itu memberikan keberanian untuk mengabarkan seorang Mesias dan api pemurnian yang lain. Oleh Roh Yesus, api itu menyingkapkan dan melahap habis usaha-usaha manusiawi yang sia-sia—dan memberi tempat bagi kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri dari Roh Kudus (lihat Gal. 5:22-23). Itulah yang ingin Allah kerjakan dalam diri kita.—Mart DeHaan

WAWASAN
Api muncul dalam Alkitab secara harfiah dan kiasan. Sebagai sumber cahaya dan panas, api digunakan untuk menggambarkan bahaya dan konsekuensi dosa (Amsal 6:27-28; Yesaya 9:18) dan untuk menggambarkan Allah (Ulangan 4:24). Dia berbicara kepada Musa dari dalam semak duri yang menyala tetapi tidak dimakan api (Keluaran 3:2) dan menggambarkan diri-Nya sebagai api yang menghanguskan yang murka terhadap kejahatan dan memurnikan apa yang ingin Dia pelihara (Ulangan 4:24-26; 1 Petrus 1:7). Allah menyertai umat-Nya melewati api yang sesungguhnya seperti ketika umat-Nya dipersekusi (Daniel 3:19-22) dan juga api kiasan dari penghakiman yang memurnikan (1 Korintus 3:11-15).—Mart DeHaan

Bagaimana selama ini hidup kamu telah dipengaruhi oleh karya Roh Kudus? Apa artinya bagimu untuk mengejar kekudusan hidup di hadapan Allah?

Bapa Surgawi, gantikanlah ketakutan kami akan Roh Kudus-Mu dengan kasih, sukacita, dan damai sejahtera yang jauh lebih berharga daripada pilihan kami yang sia-sia.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 31-33; Matius 22:1-22

“Cuma Tempat Kerja”?

Sabtu, 28 September 2019

“Cuma Tempat Kerja”?

Baca: Efesus 1:15-23

1:15 Karena itu, setelah aku mendengar tentang imanmu dalam Tuhan Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus,

1:16 akupun tidak berhenti mengucap syukur karena kamu. Dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku,

1:17 dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar.

1:18 Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus,

1:19 dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya,

1:20 yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga,

1:21 jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang.

1:22 Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada.

1:23 Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.

[Kiranya] Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya. —Efesus 1:18

“Cuma Tempat Kerja”?

Saya melayangkan pandangan ke perbukitan hijau di Lancashire, wilayah utara Inggris, dan memperhatikan pagar-pagar batu yang memagari padang tempat domba-domba merumput di sana. Awan putih berarak melintasi langit yang cerah, dan saya menghirup napas dalam-dalam sambil menikmati pemandangan indah yang terhampar di depan mata. Saat saya menceritakan kekaguman saya terhadap pemandangan indah tersebut kepada seorang wanita yang bekerja di pusat retret yang saya kunjungi, ia berkata, “Tahukah kamu, dahulu saya tidak pernah memperhatikan hal itu sebelum para tamu menyebutkannya. Kami sudah bertahun-tahun tinggal di sini; dan ketika dahulu kami bertani, padang hijau itu cuma tempat kerja bagi kami!”

Kita bisa dengan mudah melewatkan anugerah di depan mata kita, terutama keindahan yang sudah menjadi bagian hidup kita sehari-hari. Kita juga bisa dengan mudah melewatkan karya Allah yang indah di dalam dan di sekitar kita setiap hari. Namun, sebagai orang percaya, kita dapat meminta Roh Kudus membuka mata rohani kita agar kita dapat mengerti cara Dia bekerja, seperti yang ditulis Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus. Paulus memohon agar Allah memberikan mereka hikmat dan wahyu untuk lebih mengenal Dia (Ef. 1:17). Ia berdoa agar hati mereka diterangi supaya mereka mengerti pengharapan dari Allah, masa depan yang Dia janjikan, serta kuasa-Nya (ay.18-19).

Roh Kristus yang dikaruniakan Allah dapat membawa kita menyadari karya-Nya di dalam dan melalui diri kita. Bersama Dia, apa yang dahulu kita anggap “cuma tempat kerja” kini kita pahami sebagai tempat yang memancarkan terang dan kemuliaan-Nya. —Amy Boucher Pye

WAWASAN
Doa Paulus dalam pasal pertama surat Efesus (ay.15-23) selaras dengan doanya pada pasal 3 (3:14-21). Bersama-sama, kedua doa tersebut menyatakan bagaimana merasakan kasih, kuasa, dan rencana Allah yang menakjubkan, tak terlukiskan, serta akbar. Doa-doa itu mengingatkan kita bahwa pertumbuhan dalam kasih dan rencana Allah yang tak terbatas membutuhkan lebih dari keinginan dan kemampuan kita sendiri (1:17-19; 3:14-21). “Pengetahuan” yang demikian adalah suatu anugerah dan bukti bahwa Roh Kudus ada bersama kita, di dalam kita. Kedua doa itu memberi kita alasan untuk mendekat kepada Allah secara aktif. Perkataan yang terkandung di dalamnya juga memberi pemahaman tentang apa yang harus dilakukan untuk melawan musuh rohani kita, yaitu dengan mendekat dan bergantung pada Roh Kudus (1:15-17; 6:18). —Mart DeHaan

Di mana kamu melihat karya Allah di sekitarmu? Bagaimana melihat dengan mata rohani dapat membantu kamu?

Ya Yesus, terangilah hidupku, dan bukalah mata serta hatiku agar aku lebih menghayati kebaikan dan anugerah-Mu. Aku ingin menerima kasih-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 5-6; Efesus 1

Handlettering oleh Naomi Prajogo Djuanda

Background photo credit: Setiawan Jati

Mati dan Bangkit Setiap Hari

Oleh Jefferson, Singapura.

Tema WarungSaTeKaMu bulan ini adalah “Memelihara Tubuh Kristus”. Cakupan tema ini termasuk luas, tapi dalam tulisan ini aku ingin membahas satu aspek dari kehidupan komunal Kristen yang menurutku jarang disentuh, yaitu kebangkitan rohani (revival). Aku pernah membagikan perenunganku terhadap topik ini sebelumnya dalam rapat panitia acara penyambutan pemuda/i baru di gerejaku yang acaranya kebetulan berpuncak pada Kebaktian Kebangkitan Rohani (KKR). Bertepatan dengan peringatan satu tahun setelah KKR itu dilaksanakan, aku ingin meninjau kembali pemikiranku saat itu dan melihat bagaimana pandanganku terhadap kebangkitan rohani mungkin telah berubah.

Mari kita mulai dengan menilik satu perikop di surat Efesus yang menjadi fokus pembahasan kita.

Sebuah Doa untuk Gereja yang “Sangat Baik” Kondisinya

Aku [Paulus] berdoa supaya Ia [Allah Bapa], menurut kekayaan kemuliaan-Nya, meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih. Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, 19dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah.”

Efesus ‭3:16-19‬‬‬ TB

Karena aku baru mengetahui bahwa aku akan membagikan renungan hanya beberapa jam sebelum rapat berlangsung, aku tidak mempelajari latar belakang perikop dan surat Efesus dengan saksama. Sebaliknya, dengan tergesa-gesa aku membaca bagian-bagian sebelumnya dan dengan keliru menyimpulkan terjadinya konflik antara jemaat Yahudi dengan non-Yahudi di Efesus. Aku menafsirkan demikian dari penjelasan Paulus tentang pengalaman pertobatan setiap orang percaya oleh kasih karunia melalui iman (2:1-10), kesatuan semua orang percaya dari segala suku, abad, dan tempat di bawah Kristus (2:11-22), dan misteri Injil (yaitu lewat kematian dan kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus juga menebus kaum non-Yahudi; 3:1-13).

Namun, setelah membaca surat Efesus dengan teliti, aku menemukan bahwa tidak ada konflik sama sekali antara jemaat Efesus yang Yahudi dan non-Yahudi. Malahan, ketika biasanya surat rasul ditulis untuk menjawab isu-isu tertentu (contohnya 1 dan 2 Korintus), jemaat Efesus adalah satu dari sedikit yang tidak mempunyai permasalahan sama sekali. Fakta ini membingungkanku. Mengapa Paulus mendoakan terjadinya kebangkitan rohani di antara suatu jemaat yang kondisinya sangat baik? Sebelum kembali ke pertanyaan itu dan menjelaskan mengapa aku menyebut doa di atas sebagai doa untuk kebangkitan rohani, mari kita pahami dulu alur perikop ini.

Menanggapi kebenaran-kebenaran luhur dalam bagian-bagian sebelumnya, Paulus memulai doanya di ayat 16 dengan meminta kepada Allah Bapa supaya Roh Kudus dalam hati (“batin”) setiap anggota jemaat Efesus (“kamu” di sini dalam bahasa Yunani bersifat jamak) menguatkan dan meneguhkan mereka dengan kuasa-Nya seturut dengan anugerah-Nya (“kekayaan kemuliaan-Nya”). Apa tujuan dari permohonan ini? Supaya Kristus sang Anak tinggal di dalam hati mereka lewat iman yang dimampukan oleh Roh, sehingga mereka dapat berakar dan berdasar di dalam kasih-Nya (ayat 17). Permintaan itu tidak berhenti di sana. Paulus lalu berdoa supaya melalui peristiwa-peristiwa ini jemaat Efesus dimampukan untuk bersama-sama memahami “betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus” yang “melampaui segala pengetahuan” itu, yang memimpin mereka untuk “dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (ayat 18-19). Dengan kata lain, Paulus berdoa supaya jemaat Efesus dapat semakin mengenal Tuhan dan Juruselamat mereka yang mulia sebagaimana mestinya secara pribadi dan intim sehingga kepenuhan Allah nyata dalam kehidupan mereka. Perikop ini adalah sebuah permohonan kepada Tuhan agar serangkaian sebab akibat terjadi di antara jemaat Efesus, satu permintaan dibangun di atas yang lain.

Yang menarik dari bagian ini adalah jenis kata kerja yang dipakai Paulus dalam setiap permohonannya (“meneguhkan”, “diam”, “memahami”, “mengenal”, “dipenuhi”), yaitu aorist. Dalam bahasa Yunani, jenis kata kerja ini menandakan suatu tindakan yang dimulai pada suatu titik di masa lalu dan berlanjut ke masa depan tanpa adanya titik akhir. Untuk suatu gereja dalam kondisi baik (dalam artian mereka tidak memiliki masalah genting yang perlu dibahas oleh pemimpin gereja setingkat rasul dalam surat mereka), mengapa Paulus mendoakan dengan penuh semangat dan tanpa malu-malu supaya hal-hal besar tersebut terjadi terus-menerus di antara jemaat Efesus?

Sebuah Doa Terbesar untuk Kebangkitan Rohani

Kurasa Paulus ingin mengingatkan mereka tentang bahaya dari kelonggaran rohani. Kita dapat menelusuri jejak maksud ini dalam bagian-bagian berikutnya. Sebagai contoh, tepat setelah perikop ini, Paulus menasihati jemaat Efesus untuk “hidup sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu” (4:1). Mengapa Paulus terkesan begitu serius dan mendesak? Karena kalau mereka tidak hidup sebagai orang-orang yang berpadanan dengan panggilan mereka, orang-orang percaya di Efesus bisa dengan tanpa sadar mengikuti ajaran-ajaran palsu di sekitar mereka (4:14). Mungkin selama ini mereka bertumbuh dengan baik dan pesat sebagai murid-murid Kristus, tetapi kalau mereka tidak terus mengingatkan diri bahwa mereka sedang berada dalam peperangan rohani, mereka akan kalah. Paulus menggunakan gambaran yang sangat nyata dalam nasihat terakhir di surat Efesus untuk mendeskripsikan medan peperangan yang mereka hadapi: bukan musuh-musuh yang fisik, melainkan “melawan pemerintah-pemerintah,… penguasa- penguasa,… penghulu-penghulu dunia yang gelap ini,… roh-roh jahat di udara”‬ ‭(6:12‬).

Tetapi ”panggilan“ seperti apa yang telah diberikan kepada jemaat Efesus (dan setiap orang percaya) yang perlu dipadankan dalam kehidupan? Efesus 2 mengajarkan bahwa kita dipanggil untuk berharap kepada keselamatan yang diberikan dalam Kristus oleh kasih karunia melalui iman (ayat 1-10) dan untuk dipersatukan dengan orang percaya lainnya di dalam-Nya (ayat 11-22). Terlebih lagi, Tuhan Yesus dalam Amanat Agung-Nya (Mat. 28:18-20) memanggil kita untuk membawa orang lain kepada pengharapan yang sama yang kita miliki dalam Dia. Bagaimana caranya? Kita harus pertama-tama menjadi seperti Dia, dipenuhi oleh kasih dan kepenuhan-Nya. Bagaimana caranya? Dengan mengenal siapa Dia: Tuhan dan Juruselamat yang kemuliaan dan keagungan-Nya tidak dapat diukur standar manusia. Lagi, bagaimana caranya? Kristus harus tinggal di dalam kita dulu. Tetapi, oleh karena keberdosaan kita, secara natur kita adalah seteru Allah (Rm. 8:7). Untuk terakhir kalinya, jadi bagaimana caranya? Melalui pekerjaan Roh Kudus yang memampukan kita untuk percaya kepada Kristus. Bisa kamu lihat benang merahnya? Dalam Efesus 3:16-19, Paulus berdoa agar Tuhan terus-menerus membangkitkan kita dari kecenderungan kita kepada kematian rohani dan membukakan mata kita untuk mampu melihat Kristus sebagaimana mestinya: “sang Kepala dari segala yang ada” (1:22), yang telah bangkit dari antara orang mati dan sekarang duduk di sebelah kanan Allah Bapa di surga (1:20). Demikianlah kita mendapatkan sebuah doa terbesar untuk kebangkitan rohani yang kita juga dapat ucapkan sendiri.

Menghidupi Kebangkitan Rohani

Kehidupan Kristen adalah sebuah perjalanan ziarah penuh perjuangan untuk terus melihat dan mengenal Kristus dan kasih-Nya di tengah-tengah ombang-ambing “rupa-rupa angin pengajaran” dan “permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan”‬ ‭(Efesus 4:14‬). Karena kita masih hidup dalam dunia yang berdosa, secara alamiah kita akan cenderung berfokus pada berhala-berhala dunia, bukannya pada Yesus. Di sinilah kita melihat manfaat dari sarana-sarana kebangkitan rohani seperti KKR. Sarana-sarana tersebut layaknya defibrillator ilahi yang Tuhan gunakan untuk membangkitkan mereka yang selama ini tanpa sadar berjalan sebagai mayat hidup, baik yang belum percaya maupun yang sudah percaya kepada Kristus. Analogi ini juga menunjukkan bahwa kita yang hidup dalam dosa tidak dapat menghidupkan diri sendiri; kita hanya bisa beriman kepada Allah yang “menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus” (Efesus 2:5).

Dalam renunganku tahun lalu, aku melanjutkan dengan menjelaskan lebih lanjut tentang KKR, sebuah sarana kebangkitan rohani yang umumnya diselenggarakan gereja untuk peristiwa-peristiwa khusus seperti perayaan Natal dan Paskah. Kali ini, aku ingin menutup dengan sebuah aplikasi praktis yang kita bisa langsung jalankan: mengalami kebangkitan rohani setiap kali bangun pagi. Bagaimana caranya? Melalui disiplin-disiplin rohani mendasar iman Kristen, yaitu saat teduh dan doa.

Belakangan ini aku semakin menyadari betapa pentingnya momen ketika aku beranjak bangun dari kasur setiap pagi. Saat kita bangun pagi adalah momen kita paling rentan terhadap panah-panah api si jahat. Ketika kita belum sepenuhnya sadar, perasaan dan pikiran sudah dilanda dengan berbagai kegelisahan akan berbagai hal, baik pekerjaan yang harus kita kerjakan hari itu, kekhawatiran tentang masa depan, maupun masalah yang belum selesai di kantor/sekolah. Hari kita pun dimulai dengan kepungan tanpa ampun dan suara terompet yang menulikan telinga dari musuh tepat ketika fajar mulai menyingsing. Menghadapi situasi seperti ini, kita dihadapkan dengan dua pilihan: dibutakan oleh keegoisan diri yang dengan arogan berpikir bahwa alam semesta berputar di sekeliling kita, atau dengan tenang mendengarkan strategi perang dari sang Raja.

Dari ilustrasiku di atas, kita melihat pentingnya saat teduh dan doa dalam kebangkitan rohani kita sehari-hari. Alih-alih dibingungkan dan tergoda oleh daya tarik berhala-berhala dunia dan gambaran palsu Kristus yang hati kita yang berdosa ciptakan, Allah dalam kasih karunia-Nya membangkitkan kita yang mati dalam dosa dan memampukan kita untuk melihat Kristus sebagaimana mestinya sehingga kita dapat hidup dalam terang-Nya. Lewat saat teduh kita dimampukan untuk melihat keindahan Kristus yang tersembunyi dalam segala sesuatu dan memahami kehendak-Nya bagi kita untuk hari itu, sementara doa menjadi sarana komunikasi dengan Tuhan dalam menyatakan segala ketakutan kita dan menyerahkan diri untuk mematuhi kehendak-Nya. Disiplin-disiplin rohani ini ibarat rapat strategi sebelum perang (yang memberikan kita senjata tempur dalam bentuk pedang Roh) dan walkie-talkie yang terus menghubungkan kita dengan Panglima Tertinggi di tengah panasnya pertempuran.

Puji Tuhan, aku dimampukan untuk terus mempraktikkan kedua disiplin rohani ini sejak aku pindah ke Singapura. Tuhan terutama memakai kata-kata Charles Spurgeon, seorang pengkhotbah Inggris abad ke-19, untuk mendorongku terus berdisiplin: “Cara terbaik untuk hidup tanpa segala ketakutan terhadap kematian adalah dengan mati setiap pagi sebelum meninggalkan kamar tidur.” Karena diriku yang lama sudah mati dalam dosa, yang sekarang hidup di dalamku adalah Kristus, sang “Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:20). Sudah 5 tahun lebih sejak aku melakukan disiplin “mati” dan dibangkitkan dalam Kristus setiap pagi, dan walaupun tidak setiap hari aku berhasil benar-benar “mati”, kasih karunia Allah selalu cukup dalam memenangkan peperangan rohaniku setiap harinya. Ada banyak keputusan dan lompatan iman penting yang kurasa tidak akan kubuat kalau Kristus tidak benar-benar hidup di dalam aku sejak pagi hari, kalau Tuhan tidak mencelikkan mataku yang buta terlebih dahulu untuk melihat kemuliaan dan keindahan Yesus Kristus dalam segala hal.

Menghidupi Kebangkitan Rohani Bersama

Sebagai penutup, bisakah kamu menduga kaitan aplikasi praktis ini dengan “memelihara tubuh Kristus”? Kalau kamu belum sadar, Paulus dalam doanya tidak pernah meminta kepada Tuhan supaya kita memahami dalamnya kasih Kristus sendirian. Sebaliknya, Paulus memohon agar setiap kita dapat mengenal dan mengasihi Kristus “bersama-sama dengan segala orang kudus” (Efesus 3:18a). Kamu tidak bisa mengenal kemuliaan Kristus yang tak dapat diukur sendirian; kamu membutuhkan perspektif dan pengalaman orang lain untuk dapat melihat batasan lain dari lebarnya, panjangnya, tingginya, dan dalamnya kasih Kristus (Efesus 3:18b). Bertekunlah dalam kelompok pemuridan kalau kamu punya, dan kalau kamu belum punya, bergabung dan bertekunlah di sana.

Semoga perenunganku ini dapat membantumu melihat kebangkitan rohani dari perspektif yang lain dan mengaplikasikannya dalam kehidupanmu sehari-sehari. Aku berdoa supaya setiap kita terus bertumbuh “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efesus 4:13).

Tuhan Yesus memberkati, Soli Deo gloria.

Baca Juga:

Ditelantarkan… Tapi Tidak Dilupakan

Kisah hidupku dimulai dengan ditelantarkan. Aku tidak tahu siapa kedua orang tuaku, pun mengapa aku dilahirkan. Tetapi, Tuhan merajut kisah hidupku.

Sampah Menjadi Harta

Jumat, 2 Agustus 2019

Sampah Menjadi Harta

Baca: 2 Korintus 4:5-7

4:5 Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus.

4:6 Sebab Allah yang telah berfirman: “Dari dalam gelap akan terbit terang!”, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.

4:7 Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.

Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. —2 Korintus 4:7

Sampah Menjadi Harta

Rumah tukang sampah itu terletak di puncak sebuah jalan terjal di kawasan kumuh Bogota. Tidak ada yang istimewa dengan rumah itu. Namun, rumah yang tampak sederhana di ibu kota Kolombia tersebut merupakan perpustakaan gratis dengan koleksi 25.000 buku—buku-buku bekas yang dikumpulkan oleh Jose Alberto Gutierrez untuk dibagi dengan anak-anak miskin di lingkungan tempat tinggalnya.

Anak-anak menyesaki rumah tersebut setiap akhir pekan selama perpustakaan dibuka. Mereka yang mondar-mandir, dari satu ruangan ke ruangan lain yang penuh sesak oleh buku, menganggap rumah sederhana tersebut lebih dari sekadar kediaman Pak Jose—tetapi sebagai rumah dengan harta yang tak ternilai.

Hal yang sama juga berlaku bagi pengikut Kristus. Kita semua terbuat dari tanah liat yang sederhana—penuh retak dan sangat mudah pecah. Namun, kita dipercaya oleh Allah untuk menjadi kediaman bagi Roh-Nya yang penuh kuasa, yang memampukan kita untuk membawa kabar baik tentang Kristus kepada dunia yang terluka dan rusak oleh dosa. Tugas yang sangat besar bagi orang biasa yang rapuh seperti kita.

“Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami”(2kor. 4:7), kata Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus. Mereka datang dari berbagai wilayah di kawasan itu, jadi banyak dari mereka yang mungkin tergoda untuk memberitakan diri sendiri (ay.5).

Sebaliknya, kata Paulus, kita patut bercerita kepada sesama tentang Pribadi mulia yang berdiam dalam diri kita. Hanya Dia, Sang Mahakuasa, yang sanggup mengubah hidup kita yang biasa-biasa saja menjadi harta yang tak ternilai. —Patricia Raybon

WAWASAN
Gaya tulisan Paulus biasanya berupa kalimat-kalimat yang sangat panjang sehingga kita kadang kesulitan menangkap seluruh kaitannya dari awal sampai akhir. Dalam bacaan hari ini, ia menulis tentang terang Allah yang bersinar dalam hati kita dan bahwa Dialah yang membuat terang itu bercahaya (2 Korintus 4:6). Tujuannya supaya kita dapat melihat kemuliaan-Nya pada wajah Yesus. Apakah terang itu, dan bagaimana Allah membuatnya bersinar di dalam kita? Pada bacaan ini, Paulus tidak menjelaskannya secara spesifik. Namun, pada ayat sebelumnya (ay.4), ia mengatakan bahwa terang itu adalah cahaya Injil. Allah mewahyukan Injil (kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus) kepada kita. —J.R. Hudberg

Apa artinya memiliki Roh Kudus sebagai harta yang berdiam dalam dirimu? Apakah kamu terhibur saat mengetahui bahwa Dia akan memampukan kita untuk membagikan kabar baik?

Yesus, penuhi hidupku yang biasa ini dengan kuasa Roh-Mu yang luar biasa.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 60-62; Roma 5

Dalam Kelemahan Kita

Rabu, 19 Juni 2019

Dalam Kelemahan Kita

Baca: Roma 8:1-2,10-17

8:1 Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.

8:2 Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.

8:10 Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran.

8:11 Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.

8:12 Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging.

8:13 Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.

8:14 Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.

8:15 Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!”

8:16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.

8:17 Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.

Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita. —Roma 8:26

Dalam Kelemahan Kita

Anne Sheafe Miller meninggal dunia pada tahun 1999 dalam usia 90 tahun, tetapi ia pernah hampir kehilangan nyawanya pada tahun 1942 setelah menderita septicemia (keracunan darah) dari peristiwa keguguran yang dialaminya. Pada saat itu semua perawatan yang diberikan tidak membuahkan hasil. Saat salah seorang pasien di rumah sakit yang merawat Anne bercerita tentang seorang ilmuwan kenalannya yang sedang meneliti obat baru yang sangat manjur, dokter yang menangani Anne mendesak pemerintah untuk memberikan sedikit dari obat baru itu kepada Anne. Hanya dalam satu hari, suhu tubuhnya kembali normal! Obat bernama penisilin itu telah menyelamatkan nyawa Anne.

Sejak kejatuhannya ke dalam dosa, seluruh umat manusia menjadi bobrok secara rohani karena dosa (Rm. 5:12). Hanya kematian dan kebangkitan Yesus serta kuasa Roh Kudus yang sanggup memulihkan kita (8:1-2). Roh Kudus memampukan kita menikmati kehidupan yang berlimpah di dunia dan untuk selamanya di dalam hadirat Allah (ay.3-10). “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu” (ay.11).

Ketika watak dosa mengancam untuk menguras semangat hidupmu, pandanglah sumber keselamatanmu, Yesus Kristus, dan kiranya kamu dikuatkan oleh kuasa Roh-Nya (ay.11-17). “Roh membantu kita dalam kelemahan kita” dan “sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus” (ay.26-27). —Ruth O’Reilly-Smith

WAWASAN
Dalam kekaisaran Romawi abad pertama, surat Paulus kepada jemaat Roma adalah pernyataan publik yang berani dan berbahaya. Ia menulis kepada para pengikut Yesus yang tinggal dalam ibukota kerajaan, menyatakan ketaatan terhadap Kristus melebihi Kaisar (1:7). Paulus menjelaskan bagaimana kebangkitan Anak Allah telah mengalahkan maut (ps.1-5)—suatu kabar yang lebih baik daripada kemenangan militer Roma. Untuk memperoleh kehidupan kekal, ia menawarkan jalan masuk kepada identitas baru dalam Kristus (ps.6), kebebasan dari kegagalan dari hidup berdasarkan Taurat (ps.7), dan satu jalan untuk hidup selamanya dalam Roh dan kasih Allah (ps.8). —Mart DeHaan

Pada bagian apa kamu perlu mengalami Kristus dan kuasa Roh Kudus? Bagaimana kamu bisa lebih peka terhadap kehadiran dan karya Roh Kudus?

Bapa di surga, terima kasih untuk Anak-Mu yang Kau karuniakan dan kuasa Roh Kudus yang memampukanku menikmati kehidupan sejati di dalam-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Nehemia 12-13; Kisah Para Rasul 4:23-37

Handlettering oleh Septianto Nugroho