Posts

Yesus Kawan yang Sejati bagi Kita yang Lemah

Oleh Riski Winner Lorenzo

Jarum jam terus berputar dan berdetak keras. Pandanganku gelap gulita. Malam yang sunyi sepi, pukul dua dini hari, dengan pikiran yang masih berkecamuk. Aku khawatir pada hal-hal yang seharusnya tidak perlu kukhawatirkan. Pikiran-pikiran itu berhasil membuat tubuhku menjadi lelah, dan tubuh yang lelah juga berhasil mengundang sakit penyakit untuk datang. Kedatangan penyakit itu semakin menambah kekhawatiranku.

Ingin sekali aku menceritakan bebanku kepada orang-orang yang selama ini menjadi alat Tuhan untuk menolongku bertumbuh. Namun, sulit sekali rasanya bercerita karena untuk menyapa sahabat-sahabatku saja, aku merasa khawatir. Aku kesepian dan membutuhkan sahabat-sahabatku untuk mendengarkan ceritaku, namun pikiranku menahanku dan membuatku terjaga sepanjang malam.

Apakah kamu pernah mengalami kondisi seperti itu? Aku pernah mengalaminya.

Akhir-akhir ini aku sangat menikmati lagu himne berjudul “Yesus Kawan yang Sejati”. Ketika aku mendengar lagu ini sambil memejamkan mata, sepenggal liriknya membuat mataku terbuka dan bibirku tersenyum sambil mengingat masa-masa kekhawatiran yang kuceritakan di atas. Liriknya berkata:

“Yesus kawan yang setia, tidak ada tara-Nya. Ia tahu kelemahanmu; naikkan doa pada-Nya!”

Yesus kawan yang setia, tidak ada tara-Nya

Saat kita berpikir bahwa kesepian kita adalah kesepian yang paling berat di dunia, kita mungkin lupa bahwa Yesus juga pernah mengalami kesepian luar biasa dalam hidup-Nya. Saat Yesus berdoa di taman Getsemani, Ia menyatakan kesedihan-Nya kepada murid-murid-Nya dan meminta mereka untuk berjaga-jaga dengan Dia. Namun, para murid malah tertidur dan tidak mengindahkan isi hati Yesus (Matius 26:36-46). Saat Yesus ditangkap, murid-murid-Nya kabur meninggalkan Dia dan melarikan diri (Matius 26:-47-56). Saat Yesus terpaku di kayu salib, Ia bahkan sampai berkata “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46). Yesus harus mengalami kesepian yang paling menyakitkan dan merasakan ditinggalkan oleh Bapa-Nya sendiri. Kitalah yang seharusnya ditinggalkan dan juga yang seharusnya mengatakan perkataan itu, namun Yesus yang malahan mengalami hal tersebut untuk kita.

Tidak ada satu pun manusia yang mampu mengerti betapa dalamnya kesepian yang dialami oleh Yesus. Jika dibandingkan dengan kesepian yang kita alami, rasanya tidak akan sanggup untuk kita mengatakan kesepian kita ini terlalu berat ketika kita melihat pada apa yang dialami oleh Yesus. Namun, sekalipun Yesus mengalami kesepian ‘kekal’ tersebut, Ia mengalaminya demi kita untuk tidak mengalami kesepian ‘kekal’ itu. Yesus mengalami ini semua sebagai bukti kasih-Nya yaitu dengan memberikan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabat-Nya (Yohanes 15:13). Saat kita merasa tidak ada seorang pun yang menetap di dalam hidup kita, ada Yesus, Sang Sahabat Sejati, yang tidak akan pernah meninggalkan kita dan Ia bahkan mengerti bagaimana rasanya ada dalam kesepian. Ia tidak hanya mengerti kesepian kita, namun Ia juga mengalahkannya.

Ia tahu kelemahanmu; naikkan doa pada-Nya!

Saat kita berpikir bahwa pikiran kita yang berlebihan ini sulit untuk dikalahkan karena terlalu banyak kekhawatiran di dalamnya, kita mungkin lupa bahwa Yesus juga pernah mengalami hal itu. Kita mungkin berpikir bahwa begitu mudah untuk Yesus mengatakan, “jangan khawatir tentang hari esok” (Matius 6:34) tapi mungkin kita lupa bahwa Yesus adalah Allah sejati dan juga manusia sejati. Yesus tahu diri-Nya akan dihukum mati, dan pastinya, Ia tahu bahwa jalan menuju kematian-Nya itu penuh dengan siksaan yang mengerikan. Ia tahu siksaan fisik yang akan diterima-Nya, ketidaksetiaan murid-murid-Nya, bahkan harus mengalami kesepian ‘kekal’ tersebut di kayu salib. Yesus mengalami rasa gentar yang luar biasa bahkan sampai berkeringat darah (Lukas 22:44), namun Yesus tetap menghadapi-Nya sekalipun Ia tahu segala sesuatu yang akan Ia alami.

Setiap manusia pasti akan merasakan ketakutan yang luar biasa ketika ia mengetahui hal buruk akan menimpanya. Yesus turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat dosa seperti kita (Ibrani 4:15). Kristus pernah mengalami hal-hal yang lebih mengerikan, Ia mengalami pergumulan-pergumulan yang juga kita lalui. Ia mengerti setiap kelemahan kita, namun Ia juga telah mengalahkannya. Ia berdiri bersama kita bahkan saat kita harus melewati kesulitan-kesulitan dan titik-titik terendah dalam hidup kita.

Jika kita mulai mengalami pikiran yang berlebihan dan mulai merasakan kesepian yang mencekam, ingatlah kebenaran ini: Yesus Kristus adalah Raja Damai yang sanggup memberikan ketenangan pada pikiran kita yang penuh rasa cemas ini. Yesus Kristus juga adalah Sahabat Sejati yang selalu menetap di dalam hidup kita saat sahabat-sahabat kita di dunia ini tidak menetap bersama kita. Ia tidak akan membiarkan kita kehilangan harapan saat kita datang, berserah, dan berpegang teguh kepada-Nya.

Yesus kawan yang sejati bagi kita yang lemah.
Tiap hal boleh dibawa dalam doa pada-Nya.
O, betapa kita susah dan percuma berlelah,
Bila kurang pasrah diri dalam doa pada-Nya.
Jika oleh pencobaan kacau-balau hidupmu,
jangan kau berputus asa; pada Tuhan berseru!
Yesus Kawan yang setia, tidak ada tara-Nya.
Ia tahu kelemahanmu; naikkan doa pada-Nya!


Kamu diberkati oleh artikel ini?

Yuk, jadi berkat dengan mendukung pelayanan WarungSateKaMu!


Baca Juga:

Suka dan Luka Mengenal Diri Sendiri

Terluka secara emosi bukanlah proses yang menyenangkan, tetapi lewat cara inilah Tuhan membentuk dan menyingkapkan hal-hal baru tentang diriku sendiri.

Menang Mengatasi Kesepian

Oleh Riski Winner Lorenzo, Jakarta

Aku bersyukur Tuhan membawaku menikmati kampus yang dipakai-Nya untuk menolongku bertumbuh dan aku percaya tidak ada satu pun yang kebetulan di muka bumi ini. Aku bersyukur Tuhan memberikan anggota tubuh Kristus yang giat menjangkau, bahkan menjangkauku sejak SMA. Aku bertemu dengan komunitas yang sangat menolongku. Aku dikelilingi oleh kakak-kakak rohani yang membimbingku agar setiap harinya aku berjuang untuk hidup kudus dan menjadi bagian dalam anggota tubuh Kristus yang menolong dan menguatkan satu dengan yang lain.

Namun, sesuatu yang berbeda terjadi ketika aku menapaki kehidupan perkuliahanku. Aku bertemu dengan banyak wajah baru dari berbagai latar belakang dan ideologi yang berbeda. Awalnya, aku merasa asyik karena lingkungan baru yang beragam ini memperkaya cara pandangku akan orang-orang di sekelilingku. Namun lama kelamaan, semua terasa asing dan mereka mulai menawariku untuk memiliki cara hidup yang melupakan Tuhan dan meninggalkan kekudusan. Tawaran tersebut semakin kuat, sehingga aku merasa ada di garis yang membatasi kedua pilihan yang kualami saat itu. Tawaran-tawaran yang membuatku harus menghancurkan keimananku seperti merokok, minum-minum, dan lainnya.

Aku ketakutan dan dilema sejadi-jadinya. Aku sangat membutuhkan anggota tubuh Kristus lain untuk menolongku di saat-saat ini, seperti yang mereka telah lakukan untukku di masa-masa sebelumnya. Aku membutuhkan saudara-saudara rohaniku yang lain yang selalu bersamaku di saat aku merasa terpuruk dan bergumul atas kehidupanku, tapi mereka semua menghilang. Dunia kampus membuat kami melupakan satu dengan yang lainnya sepertinya. Mereka memiliki kesibukan sendiri dan aku merasa tidak enak untuk menghubungi mereka duluan. Aku merasa pergumulanku terlalu remeh di hadapan mereka.

Semua perasaan berkumpul jadi satu: keinginan untuk ditolong namun aku ketakutan untuk meminta tolong. Keseharianku saat itu dipenuhi perasaan tertekan karena aku merasa tidak memiliki seorang pun yang bersama denganku. Aku menjadi sangat takut dan perasaan campur aduk ini membuatku semakin terjatuh pada kecemasan akan hal-hal yang seharusnya tidak perlu aku khawatirkan. Aku sangat kesepian bahkan sekalipun aku tahu aku memiliki keluarga, tetapi kedengarannya mereka bahkan tidak bisa mengerti aku.

Tetapi karena kasih karunia Tuhan yang berlimpah-limpah, pada hari Minggu saat aku bergereja, Tuhan menjawab semuanya. Ada satu lagu yang Tuhan pakai untuk menyentuhku yang berjudul ‘Yesus Kekuatan’. Di dalam lagu tersebut sepenggal liriknya menyatakan, “Kau yang pedulikan seluruh hidupku, walau lewati lembah aku tak ditinggalkan, Yesus kekuatan di hidupku.”

Aku menangis sejadi-jadinya saat menyanyikan lagu ini. Bahkan saat tidak ada seorang pun bersama denganku, aku lupa kalau aku punya Yesus, Sahabat yang sejati. Aku bahkan diingatkan, bukankah Yesus Kristus bahkan mengalami kesepian yang lebih parah jika dibandingkan dengan apa yang aku alami? Bukankah Dia bahkan ditinggalkan oleh murid-murid-Nya sepanjang jalan salib-Nya? Bukankah Kristus adalah Gembala yang sejati yang selalu besertaku sekalipun aku berada di lembah kekelaman (Mazmur 23:4)? Bagaimana bisa aku lupa akan hal ini? Tuhan menjawab segalanya tepat pada waktu-Nya dan aku tahu Tuhan bahkan memakai tetesan air mata untuk mengajariku memandang kepada-Nya.

Aku belajar bahwa Yesus Kristus bukan hanya selalu ada buatku dan mengerti kondisiku, namun Yesus Kristus bahkan sudah mengalahkan sesuatu yang kita sebut sebagai ‘kesepian’ lewat karya-Nya di kayu salib. Dia memberikan diri-Nya untuk menanggung dosa-dosa kita sehingga kita tidak mengalami ‘kesepian’ kekal. Bukankah hal ini, keindahan Kristus ini yang seharusnya kuingat? Kenapa aku bisa lupa?

Aku sangat belajar kalau relasiku tidak akan pernah membuatku puas, hanya Kristus yang sanggup. Sebaik apapun orang lain berusaha untuk mengerti aku, tidak akan ada yang seperti Yesus. Di saat aku berada pada titik hidup yang paling rendah, di saat semua orang meninggalkanku, hanya satu yang menetap yaitu Yesus Kristus.

Tuhan benar-benar menolongku mengatasi perasaanku. Lewat setiap firman-Nya yang hidup, Dia hadir menjawab pergumulanku. Bahkan lewat lagu, Dia juga berbicara. Dia menunjukkan betapa rapuhnya aku dan hanya Dia yang selalu ada di sana.

Sekarang aku terus menerus belajar untuk memandang pada Kristus. Terkadang perasaan kesepian itu bisa saja muncul, tapi Kristus selalu menang atas setiap kesepian yang datang kepadaku itu. Aku sadar saudara-saudara seimanku adalah orang-orang yang terbatas dan tidak bisa selalu bersama denganku, namun Kristus tidak terbatas dan Dia selalu ada di sana. Bahkan dari pergumulan ini, aku juga belajar untuk menceritakannya pada saudara seiman lain. Aku belajar untuk terbuka dan membuka diri untuk ditolong. Aku juga belajar untuk memberikan diriku dengan mengusahakan segala cara agar bisa menolong anggota tubuh Kristus lain yang saat ini mungkin sedang mengalami pergumulan. Aku belajar untuk mendengarkan mereka dan berdoa dengan mereka. Ini semua hanya karena Allah, yang mengambil rupa manusia, menjadi Sahabat untuk kita.

“Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku” (Mazmur 23:1-4 TB).

Baca Juga:

Mengupas Mitos Femininitas

Sebagai wanita, dari kecil kita akrab dengan teguran “Anak perempuan nggak boleh…” lalu beranjak remaja, “Eh kamu sudah gadis, nggak boleh….” Kita hidup dalam sebuah konstruksi realitas, apapun gender dan jenis kelamin kita