Senandung yang Mencapai Sorga: Rest in Love Melitha Sidabutar
Sebuah obituari oleh Cristal Tarigan, NTT
8 April 2024, bisakah kusebut tanggal ini sebagai salah satu hari duka bagi banyak orang Kristen di Indonesia? Sampai aku mengetik tulisan ini pun, air mataku belum bisa kutahan karena mengingat dan mengenang sosok Melitha Sidabutar. Aku belum pernah berjumpa secara langsung dengannya, tapi aku menyayanginya dan merasa dekat karena setiap kesaksian yang dia bagikan, lagu-lagu yang dia ciptakan, semuanya telah mengambil tempat di hatiku.
Melitha Sidabutar adalah sosok penyanyi rohani yang memulai kiprahnya di dunia tarik suara lewat kontes-kontes pencarian bakat. Namun, dunianya tidak berlabuh di sana. Melitha menggunakan taleta suaranya untuk menyanyi bagi Tuhan lewat lagu-lagu rohani. Usianya pun masih muda. Dia dilahirkan pada tahun 2001, sehingga pada tahun ini usianya barulah menginjak 23 tahun. Seperempat abad pun belum!
Selama beberapa tahun terakhir, lagu-lagunya kumasukkan dalam playlist musikku begitu memberkati dan membuatku merasa lebih dekat dengan Tuhan. Kepergian Melitha yang mendadak mengingatkan kembali akan kepergian Melisha, saudari kembarnya yang telah berpulang lebih dulu menjelang ulang tahunnya yang ke-20 pada 8 Desember 2020. Media sosial pun riuh. Banyak komentar yang menuliskan kata-kata penghiburan. Salah satu yang paling mengena di hati adalah: “Melitha dan Melisa bersama para malaikat sudah bernyanyi di surga bersama-sama memuji Tuhan”, demikian tulisan warganet.
Kematian dan hidup berjarak begitu dekat
Menyukai kisah dan lagu-lagu Melitha, aku sedih, rasanya juga belum percaya. Juga muncul beberapa pertanyaan di pikiranku: Tuhan panggil Melitha yang begitu memberkati banyak orang, di usia yang muda, ketika dia sedang mengerjakan pelayanannya. Kenapa? Apakah Tuhan tidak sayang? Mengapa harus pula kedua saudara kembar ini? Kenapa Tuhan tidak biarkan saja salah satunya panjang umur dan terus menjadi kesaksian yang hidup untuk nama-Nya sendiri?
Pertanyaan itu memantul dalam relung-relung hatiku. Lalu, aku sejenak mengingat bahwa meskipun ajal seringkali datang mendadak, segala sesuatu tetaplah ada dalam kendali-Nya. Allah yang maha mengetahui kapan masa segala sesuatu dari segala sesuatu.
“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.” (Pengkhotbah 3:1).
Aku sadar bahwa Melitha, aku, pun kita semua adalah buatan Tuhan, ciptaan-Nya. Kita tidak memiliki kuasa untuk menentukan kapan masa terbit dan terbenam hidup kita. Bahkan sejengkal masa ke depan, tak ada yang tahu dan sanggup menjamin! Namun, mengapa Tuhan terkadang memanggil anaknya begitu cepat? Bukankah kepergian yang terlalu mendadak akan menggoreskan banyak luka bagi yang ditinggalkan?
Tahun 2022 lalu, aku juga kehilangan orang yang sangat kukasihi, dan orang pertama dalam garis keturunan keluargaku yang aku rasakan sosok kepergiannya. Dia adalah kakekku dari pihak bapak. Memang beliau wafat bukan di usia muda, tapi aku yakin bahwa baik muda ataupun tua, dukacita selalu memberikan rasa sakit. Kami begitu kehilangan, kesepian, bahkan kadang-kadang seperti tidak sadar bahwa mereka sudah tiada.
Ketika kehilangan kakekku, aku sedih sekali karena aku dekat dengannya. Tapi, beberapa hari setelah kematiannya, aku mengalami perjalanan iman yang membuatku mengucap syukur. Penghiburan yang kudengar dan iman yang kupunya membuatku yakin akan kehidupan kekal yang sudah dia miliki. Aku diteguhkan bahwa kematian bukanlah sesuatu yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Kematian merupakan jalan untuk bertemu dengan Bapa dan tinggal selamanya dalam persekutuan kasih-Nya yang tidak berkesudahan. Kehidupan kita di dunia ibarat seorang musafir, hanya sementara.
Pada Yohanes 15:19 tertulis, “Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.”
Ayat ini menyadarkanku tentang betapa pentingnya mengerti keberadaan kita saat ini hanyalah sementara. Yang menjadikan tiap nafas kita berarti bukan seberapa lama kita hidup, tapi tentang bagaimana kita hidup untuk memenuhi panggilan-Nya—taat melayani-Nya, dan berbuah lewat seluruh kesaksian hidup kita. Kesehatan dan panjang umur adalah baik, tapi memang umur hanyalah angka yang tak pernah kita tahu akan berhenti di mana.
Ketika dukacita datang, inilah perenungan yang kudapat:
1. Kematian memang menyedihkan tapi lewat kematian dan kebangkitan Kristus, kita memiliki keyakinan akan hidup kekal
Inilah pengharapan bagi kita bahwa kelak kita akan dibangkitkan sama seperti Kristus dan hidup dalam persekutuan kekal bersama para kudus.
2. Hidup bukan sekadar kesempatan untuk melayani, tetapi melayani adalah keharusan kita dalam hidup
Lewat kehidupan Melitha, kita dapat belajar bagaimana mempergunakan setiap waktu yang ada untuk melayani Tuhan sepenuh hati kita. Bersaksi buat Tuhan lewat seluruh aspek hidup, karena kita tidak tahu bilamana waktu-Nya Tuhan tiba.
3. Tuhan berkenan atas sikap kerendahan hati dan ketulusan
Apabila dua sikap ini ada dalam diri kita, maka setiap karya yang kita lakukan bisa jadi pesan yang lembut sekaligus kuat untuk memberkati orang lain.
Sekalipun aku tidak mengenal Melitha secara pribadi, tapi dengan begitu banyaknya orang yang hari ini berduka, aku tahu Melitha telah melakukan pelayanannya dari hatinya yang terdalam.
4. Belajar taat untuk mengakhiri pertandingan dengan baik
Tuhan melihat proses hidup kita. Kita percaya bahwa kepada setiap orang yg mengakhiri pertandingan dengan baik, akan diberikan mahkota kehidupan. Seandainya saat ini kita bisa melihat rekam jejak hidup kita, sudahkah kita berproses dengan setia di hadapan-Nya?
Tuhanlah yang memberi, Tuhan jugalah yang mengambil. Turut berdukacita sedalam-dalamnya untuk seluruh keluarga besar Melitha Sidabutar, beristirahatlah dalam lautan cinta yang tak pernah usai, rest in love.
Terimakasih Mel, lewat hidupmu kami saat ini belajar bahwa sekalipun ragamu telah mati, tetapi karya dan teladanmu dapat dipakai Tuhan untuk menghidupkan semangat-semangat yang padam dan membawa mereka mereguk hidup yang sejati di dalam Kristus, Tuhan kita.