Posts

Rencana Tuhan di Balik Retaknya Keluargaku

rencana-tuhan-di-balik-retaknya-keluargaku

Oleh Felicia

Aku dan adikku lahir di tengah keluarga yang dulunya lengkap: ada papa, mama, aku, dan adik laki-lakiku. Saat aku kelas 1 SD dan adikku masih berumur 3 tahun, kami sudah sering mendengar mama dan papa bertengkar setiap hari. Mereka berteriak, saling memaki, dan tenggalam dalam tangisan. Terkadang aku menangis saat mendengarkan semua teriakan itu, adikku yang masih kecil malah menangis lebih keras lagi.

Aku dan adikku bersekolah di sekolah Kristen, di mana gedung sekolah kami bergabung dengan gedung gereja, sehingga aku tahu tentang Sekolah Minggu yang diadakan di sana. Aku sebenarnya ingin sekali pergi ke Sekolah Minggu bersama teman-temanku. Namun, karena mama dan papa bukan orang percaya, aku tahu mereka tidak akan mau mengantarkanku ke gereja. Tapi aku terus berdoa setiap hari Minggu pagi agar Tuhan menggerakkan mama dan papa. Bukan doa yang ribet, hanya doa singkat seperti, “Tuhan, aku mau Sekolah Minggu. Tolong, Tuhan, supaya mama dan papa mau membawaku ke gereja.”

Doaku lalu dijawab oleh Tuhan ketika mama akhirnya membawa papa dan aku ke gereja, karena mama ingin mencoba segala sesuatu agar papa dapat berubah menjadi lebih baik. Membawa papa ke gereja adalah salah satu yang mama lakukan. Aku tidak mungkin ditinggalkan di rumah, makanya, aku juga ikut dibawa ke gereja. Bagiku yang waktu itu masih kecil, ini merupakan kesempatan yang aku tunggu-tunggu, yaitu ikut Sekolah Minggu.

Sejalan dengan waktu, mama dan papa memutuskan untuk berpisah saat aku kelas 3 SD dan adikku masih duduk di kelas TK-B. Untuk adikku yang masih kecil, masalah terbesarnya adalah tumbuh besar tanpa dampingan seorang ayah. Aku pun mengalami hal yang sama. Namun, karena aku sewaktu itu sudah lebih memahami situasi, aku pun mengalami trauma dan dilema yang cukup besar.

Semuanya terjadi begitu saja. Nilaiku mulai merosot, aku mulai malas belajar, teman-teman dan guru-guru bilang aku jadi muram. Seringkali aku menemukan diriku menangis sendiri tanpa sebab, terutama ketika orang-orang di sekelilingku menanyakan tentang papaku. Aku juga menjadi takut berteman dan lebih suka sendiri. Aku merasa tidak bisa dekat dengan seseorang karena aku takut disakiti dalam sebuah relasi.

Waktu pun terus berjalan. Dari saat aku kelas 3 SD dan dibawa ke Sekolah Minggu, aku tidak pernah lagi lepas dari semua kegiatan gereja. Awalnya hanya untuk mengisi kekosongan hati, hingga akhirnya aku menemukan Tuhan. Hal itu dimulai oleh seorang guru agama yang datang ke sekolahku dan mengajariku sejak aku SMP. Dialah yang membawaku ke dalam dunia pelayanan. Di tengah kekosonganku akan rasa kasih sayang, guru agamaku itu benar-benar memperhatikan dan mengenalkanku kepada kasih Kristus. Berangsur-angsur, setelah melewati proses yang panjang, aku jadi benar-benar ingin mengenal Kristus, dan tanpa sadar aku jadi suka sekali berdoa. Aku pun belajar mengadalkan Kristus dalam keseharianku dan belajar untuk mulai terbuka kepada orang-orang terdekatku. Aku akhirnya menyadari, hal pertama yang harus kulakukan untuk dapat menjadi pribadi yang lebih terbuka adalah dengan membuka diriku kepada Tuhan.

Hari ini, saat aku melihat lagi ke belakang, aku melihat seorang anak yang sejak kecil mendengarkan pertengkaran di antara orang tuanya. Aku melihat seorang anak yang tumbuh besar tanpa sosok seorang ayah. Aku melihat seorang anak yang dulunya ingin ke Sekolah Minggu karena teman. Aku melihat anak yang aktif dalam pelayanan hanya karena membutuhkan pelampiasan. Aku pun melihat seorang anak yang akhirnya bertemu dengan Yesus, menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat, menjadi sahabat-Nya, dan hidup di dalam Dia.

Aku dan adikku masih beranjak dewasa tanpa bimbingan seorang ayah, tapi kami merasakan Tuhan begitu memberkati kehidupan kami. Orang tuaku memang masih belum percaya kepada Tuhan, namun aku dan adikku masih terus mendoakan mereka. Kami melihat Tuhan mulai melembutkan hati mereka dengan mengizinkan kami melayani Tuhan, padahal sebelumnya mereka tidak memperbolehkan kami melayani. Kami sekarang melayani bersama di sebuah gereja kecil di kota Medan. Kami juga sudah mulai aktif menjadi guru Sekolah Minggu.

Bukankah ajaib bagaimana Tuhan membimbing kehidupan kami? Sekarang setelah kukenang segalanya kembali, aku mulai berpikir, jikalau saja keadaan keluargaku dulu masih baik-baik saja, kalau saja mama dan papa tidak bertengkar, mungkin kami masih belum menemukan Tuhan hingga hari ini. Mungkin kami akan berlari-lari di tempat-tempat ibadah lain di kota kami, tidak mengenal Kristus.

Sekarang kami mengerti mengapa Tuhan menempatkan kami di lingkungan seperti ini dan kami yakin Tuhan pasti punya rencana yang indah untuk kami.

Bagi siapa pun yang membaca tulisan ini, bagaimana pun beratnya masa lalumu, atau sekelam apa pun keluargamu, ingatlah bahwa Tuhan punya rencana untuk hidupmu dan Dia bekerja dengan cara yang mungkin tidak kamu mengerti. Tapi satu yang pasti, Tuhan akan membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya.

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.” (Pengkhotbah 3:11)

Baca Juga:

Pacarku Tidak Seiman, dan Tuhan Mengingatkanku dengan Cara yang Tidak Terduga Ini

Baca kesaksian Noni selengkapnya dalam artikel ini.

Saat Aku Menyadari Tidak Semua Impian Dapat Menjadi Kenyataan

Oleh: Sukma Sari

The Day I Realized Not Every Dream Would Come True

Pernahkah kamu memiliki banyak keinginan, harapan, dan cita-cita?
Pernahkah kamu menuliskan hal-hal yang kamu impikan tercapai pada titik tertentu dalam hidupmu?
Pernahkah kamu mendapati bahwa sebagian impianmu tidak akan pernah menjadi kenyataan, dan sebagian harapanmu mustahil untuk diwujudkan?

Aku pernah.

Aku memiliki banyak keinginan, banyak cita-cita. Dulu, aku rajin menuliskan setiap impian dan keinginanku. Namun, suatu hari, aku mendapati bahwa apa yang kuimpikan tidak bisa kucapai pada tenggat waktu yang sudah aku tentukan. Perasaan marah dan kecewa berkecamuk di dalam diriku. Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa Dia mengizinkan aku gagal mencapai apa yang aku inginkan. Aku tahu tak seharusnya aku mempertanyakan Tuhan, tetapi saat itu kekecewaan begitu menguasaiku. Kondisiku bisa dibilang sangat buruk.

Hingga pada suatu malam sebelum tidur, aku membaca postingan teman di salah satu media sosial. Sepotong refrain dari lagu berjudul Trust His Heart, yang berbunyi:

God is too wise, to be mistaken
God is too good, to be unkind
So when you don’t understand, when you don’t see His plan
When you can’t trace His hand
Trust His Heart

Dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti:

Allah begitu bijak, tak mungkin salah
Allah begitu baik, tak mungkin jahat
Saat kau tak mengerti, (saat kau) tak paham rencana-Nya,
(saat kau) tak melihat tangan-Nya,
Percaya hati-Nya.

Syair itu membuatku merenungkan apa yang kualami. Benar bahwa banyak impianku yang tidak menjadi kenyataan, namun aku telah melupakan sejumlah fakta yang penting. Aku lupa bahwa ada satu Pribadi yang selalu bekerja di balik layar. Aku lupa bahwa setelah aku diselamatkan, hidup yang kujalani sekarang ini bukanlah milikku sepenuhnya. Bukan aku yang memegang kendali penuh atas hidupku. Aku lupa bahwa meskipun aku memiliki pensil dan kertas, Allah memiliki alat tulis yang lengkap!

Allah tidak hanya berbicara melalui lagu itu, tetapi juga melalui Firman-Nya. Dia menolongku untuk memahami dengan jelas bahwa Dialah sesungguhnya yang memegang kendali penuh atas hidupku. Dia berfirman dalam Yeremia 29:11, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Aku tersadar bahwa aku telah bersikap seperti seorang anak kecil yang menuntut semua keinginannya harus terpenuhi dan doanya dijawab segera begitu ia memintanya. Aku tidak sedang hidup sebagai seorang hamba yang mengenal dan percaya kepada Tuannya, Allah yang memegang kendali penuh atas hidupku.

Sobat, tidaklah salah jika kita punya banyak impian dan keinginan. Tetapi, janganlah kita pernah lupa bahwa kita memiliki Allah yang berdaulat, yang memegang kendali atas segala sesuatu. Kita boleh saja memegang pensil dan menulis semua impian dan keinginan kita, tetapi ingatlah bahwa Allah memegang penghapusnya. Izinkan Dia menghapus keinginan-keinginan kita yang tidak benar, dan menuliskan rencana-Nya yang lebih baik dalam hidup kita. Dan, perhatikanlah bagaimana Dia bekerja di balik layar hidup kita masing-masing.

Ketika kamu merasa keadaan di sekelilingmu tidak berjalan sesuai dengan keinginanmu, jangan takut! Allah, Sang Pencipta sedang dan akan terus bekerja menggenapi rencana-Nya di dalam dan melalui dirimu.

Komik: Hadiah

Ilustrasi oleh Jeremiah Wirawan

Kadang Tuhan mungkin mengambil sesuatu yang berharga bagi kita, namun percayalah rencana-Nya adalah yang terbaik untuk kita.

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.” (Roma 8:28)