Posts

Raksasa di Kanaan

Sabtu, 20 Agustus 2016

Raksasa di Kanaan

Baca: Bilangan 13:25-14:9

13:25 Sesudah lewat empat puluh hari pulanglah mereka dari pengintaian negeri itu,

13:26 dan langsung datang kepada Musa, Harun dan segenap umat Israel di Kadesh, di padang gurun Paran. Mereka membawa pulang kabar kepada keduanya dan kepada segenap umat itu dan memperlihatkan kepada sekaliannya hasil negeri itu.

13:27 Mereka menceritakan kepadanya: “Kami sudah masuk ke negeri, ke mana kausuruh kami, dan memang negeri itu berlimpah-limpah susu dan madunya, dan inilah hasilnya.

13:28 Hanya, bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana.

13:29 Orang Amalek diam di Tanah Negeb, orang Het, orang Yebus dan orang Amori diam di pegunungan, orang Kanaan diam sepanjang laut dan sepanjang tepi sungai Yordan.”

13:30 Kemudian Kaleb mencoba menenteramkan hati bangsa itu di hadapan Musa, katanya: “Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!”

13:31 Tetapi orang-orang yang pergi ke sana bersama-sama dengan dia berkata: “Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita.”

13:32 Juga mereka menyampaikan kepada orang Israel kabar busuk tentang negeri yang diintai mereka, dengan berkata: “Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya.

13:33 Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami.”

14:1 Lalu segenap umat itu mengeluarkan suara nyaring dan bangsa itu menangis pada malam itu.

14:2 Bersungut-sungutlah semua orang Israel kepada Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada mereka: “Ah, sekiranya kami mati di tanah Mesir, atau di padang gurun ini!

14:3 Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih baik kami pulang ke Mesir?”

14:4 Dan mereka berkata seorang kepada yang lain: “Baiklah kita mengangkat seorang pemimpin, lalu pulang ke Mesir.”

14:5 Lalu sujudlah Musa dan Harun di depan mata seluruh jemaah Israel yang berkumpul di situ.

14:6 Tetapi Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune, yang termasuk orang-orang yang telah mengintai negeri itu, mengoyakkan pakaiannya,

14:7 dan berkata kepada segenap umat Israel: “Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya.

14:8 Jika TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.

14:9 Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut kepada mereka.”

Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya! —Bilangan 13:30

Raksasa di Kanaan

Setelah bermukim di dekat Gunung Sinai selama dua tahun, bangsa Israel bersiap-siap memasuki Kanaan—tanah yang Allah janjikan kepada mereka. Allah menginstruksikan mereka untuk mengirim 12 pengintai untuk menyelidiki tanah itu dan penduduknya. Ketika para pengintai melihat kekuatan orang Kanaan dan besarnya kota-kota di sana, 10 dari mereka berkata, “Kita takkan menang!” Hanya dua pengintai yang berkata, “Kita pasti menang!” Apa yang membedakan?

Ketika kesepuluh pengintai membandingkan orang Kanaan yang berperawakan raksasa dengan diri mereka, orang Kanaan terlihat sangatlah besar. Sementara itu, dua pengintai lainnya—Kaleb dan Yosua—membandingkan raksasa-raksasa itu dengan Allah, sehingga raksasa itu pun terlihat sangat kecil. “Tuhan menyertai kita,” kata keduanya. ”Janganlah takut kepada mereka” (Bil. 14:9).

Ketidakpercayaan membuat kita tidak pernah lepas dari kesulitan, bagaikan kota yang tak tertembus dan raksasa yang mustahil ditaklukkan. Akibatnya, kita selalu berkutat dalam masalah itu, mengkhawatirkannya, dan berusaha melawannya dengan kekuatan kita yang tidak seberapa.

Berbeda dengan iman. Meski tak pernah menganggap sepele bahaya dan kesulitan dari situasi apa pun, iman mengalihkan fokus kita dari kesulitan yang ada dan membuat kita memandang Allah dan mengandalkan kuasa serta kehadiran-Nya yang tidak terlihat.

“Raksasa-raksasa” apa yang sedang kamu hadapi? Apakah itu berupa kebiasaan buruk yang menjeratmu? Godaan yang tak kuasa kamu tolak? Pernikahan yang sulit? Anak yang kecanduan narkoba? Jika membandingkan diri dengan masalah yang ada, kita akan selalu ciut dan merasa kalah. Namun sebaliknya, iman mengalihkan pandangan kita dari besarnya masalah yang ada kepada kebesaran Allah yang Mahakuasa dan Mahahadir. —David Roper

Ya Tuhan, saat “raksasa-raksasa” dalam hidupku mulai membuatku takut dan mencoba untuk menelanku, tolonglah aku untuk mempercayai-Mu.

Saat ketakutan menyerang, lawanlah dengan iman.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 105-106; 1 Korintus 3

Artikel Terkait:

Melawan Cuek, Raksasa Penumpul Jiwa

Sebelum menginjakkan kaki ke tanah Jawa, aku tidak banyak memikirkan tentang orang lain di sekitarku. Cuek. Seperti kebanyakan orang, aku punya banyak mimpi yang ingin kucapai, mana ada waktu mengurusi orang lain? Namun, suatu hari, Tuhan membukakan mataku tentang siapa sesungguhnya aku di hadapan-Nya. Bagaimana kisah selanjutnya? Baca selengkapnya di dalam artikel ini.

Tanpa Takut

Kamis, 11 Agustus 2016

Tanpa Takut

Baca: Lukas 2:8-20

2:8 Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam.

2:9 Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan.

2:10 Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa:

2:11 Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.

2:12 Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”

2:13 Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya:

2:14 “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”

2:15 Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke sorga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: “Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.”

2:16 Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan.

2:17 Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu.

2:18 Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka.

2:19 Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.

2:20 Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.

Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut.” —Lukas 2:10

Tanpa Takut

Di dalam Alkitab, hampir setiap kali seorang malaikat muncul, kata-kata pertama yang diucapkannya adalah, “Jangan takut” (Dan. 10:12,19; Mat. 28:5; Why. 1:17). Itu tidak mengherankan, karena ketika kekuatan supernatural bersinggungan dengan planet Bumi, hal tersebut biasanya membuat manusia yang menyaksikannya tersungkur dengan wajah ke tanah dan merasakan ketakutan yang amat hebat. Namun Lukas menceritakan tentang Allah yang hadir di Bumi dalam rupa yang tidak menakutkan. Di dalam Yesus, yang lahir di kandang dan dibaringkan dalam palungan, Allah akhirnya menempuh pendekatan yang tidak membuat kita takut. Adakah yang lebih tidak menakutkan daripada seorang bayi yang baru lahir?

Orang-orang yang skeptis dan kebingungan terus mengintai Yesus di sepanjang pelayanan-Nya. Bagaimana mungkin seorang bayi di Betlehem, anak tukang kayu, adalah Mesias dari Allah? Akan tetapi sekelompok gembala di padang tidak meragukan jati diri Yesus, karena mereka telah mendengar kabar baik itu langsung dari sejumlah besar malaikat (Luk. 2:8-14).

Mengapa Allah mengambil rupa manusia? Alkitab memberikan banyak alasan, ada alasan yang sangat teologis dan ada yang sangat praktis; tetapi kita dapat menemukan satu petunjuk dari peristiwa Yesus mengajar para rabi di masa remaja-Nya (Luk. 2:46). Untuk pertama kalinya, manusia biasa dapat melakukan perbincangan dan perdebatan dengan Allah dalam wujud yang kelihatan. Yesus dapat berbicara dengan siapa saja—dengan orangtua-Nya, seorang rabi, seorang janda miskin—tanpa harus terlebih dahulu mengucapkan, “Jangan takut.”

Di dalam Yesus, Allah datang mendekat kepada kita. —Philip Yancey

Aku merasa tak layak, ya Tuhan, karena Engkau bersedia datang kepadaku. Namun aku sangat bersyukur. Terima kasih, ya Tuhan.

Allah yang berinkarnasi mengenyahkan ketakutan. —F. B. Meyer

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 81-83; Roma 11:19-36

Artikel Terkait:

Tuhan Akan Menuntun Kita Melalui Kabut Kehidupan

Janji Tuhan buat kita anak-anak-Nya bukanlah jalan yang mulus tanpa lobang ataupun kerikil. Janji Tuhan kepada kita adalah bahwa “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Roma 8:28).

Bebas dari Rasa Takut

Sabtu, 23 Juli 2016

Bebas dari Rasa Takut

Baca: Mazmur 34:2-12

34:2 Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku.

34:3 Karena TUHAN jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.

34:4 Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!

34:5 Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku.

34:6 Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu.

34:7 Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya.

34:8 Malaikat TUHAN berkemah di sekeliling orang-orang yang takut akan Dia, lalu meluputkan mereka.

34:9 Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!

34:10 Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!

34:11 Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatupun yang baik.

34:12 Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu!

Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. —Mazmur 34:5

Bebas dari Rasa Takut

Ketakutan diam-diam menyelinap ke dalam hati saya. Saya dibuatnya tidak berdaya dan putus asa. Rasa takut merenggut kedamaian dan konsentrasi saya. Apa yang saya takutkan? Saya mengkhawatirkan keselamatan keluarga saya atau kesehatan orang-orang yang saya kasihi. Saya dibuat panik ketika kehilangan pekerjaan atau hubungan keluarga yang rusak. Ketakutan membuat saya melihat diri sendiri dan merasakan bahwa adakalanya hati saya sulit untuk beriman.

Ketika ketakutan dan kekhawatiran seperti itu melanda, alangkah baiknya membaca doa Daud dalam Mazmur 34: “Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku” (ay.5). Bagaimana cara Allah melepaskan kita dari segala kegentaran kita? Firman Tuhan berkata, “Tujukanlah pandangan [kita] kepada-Nya” (ay.6). Ketika pandangan kita terfokus kepada-Nya, ketakutan kita pun memudar, dan kita percaya bahwa Dia memegang kendali. Kemudian Daud menyebutkan sejenis ketakutan yang berbeda—bukan ketakutan yang melumpuhkan, melainkan yang membangkitkan rasa hormat dan kekaguman mendalam kepada Pribadi yang mengelilingi dan meluputkan kita (ay.8). Kita dapat berlindung kepada Tuhan karena Dia itu baik (ay.9).

Mengagumi kebaikan Allah akan menolong kita untuk memandang ketakutan kita dengan benar. Ketika kita mengingat siapakah Allah dan betapa besar kasih-Nya kepada kita, kita dapat merasa tenang di dalam damai sejahtera-Nya. Daud menyimpulkan, “Sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!” (ay.10). Alangkah indahnya mengalami bahwa dalam takut akan Tuhan, kita dapat dibebaskan dari segala ketakutan kita. —Keila Ochoa

Tuhan, aku menyadari segala kekhawatiran dan ketakutanku, dan aku menyerahkan semuanya ke dalam tangan-Mu. Beriku kedamaian saat aku menghadapi hari ini.

Mintalah kepada Allah untuk membebaskanmu dari rasa takut.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 33-34; Kisah Para Rasul 24

Artikel Terkait:

Skripsi dan Iman

Bagi para mahasiswa tingkat akhir, skripsi biasanya menjadi momok. Akan tetapi, siapa sangka skripsi justru membuat iman bertumbuh? Yuk baca kesaksian Teresia selengkapnya di dalam artikel ini.

Dia Mengerti

Rabu, 20 Juli 2016

Dia Mengerti

Baca: Mazmur 27:1-8

27:1 Dari Daud. TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?

27:2 Ketika penjahat-penjahat menyerang aku untuk memakan dagingku, yakni semua lawanku dan musuhku, mereka sendirilah yang tergelincir dan jatuh.

27:3 Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itupun aku tetap percaya.

27:4 Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya.

27:5 Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di kemah-Nya, Ia mengangkat aku ke atas gunung batu.

27:6 Maka sekarang tegaklah kepalaku, mengatasi musuhku sekeliling aku; dalam kemah-Nya aku mau mempersembahkan korban dengan sorak-sorai; aku mau menyanyi dan bermazmur bagi TUHAN.

27:7 Dengarlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku!

27:8 Hatiku mengikuti firman-Mu: “Carilah wajah-Ku”; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN.

Tuhan adalah terangku dan keselamatanku. —Mazmur 27:1

Dia Mengerti

Sebagian anak kecil sulit tidur di malam hari. Walaupun ada banyak alasan untuk masalah itu, putri saya menyebutkan salah satu alasannya ketika saya hendak meninggalkan kamar tidurnya pada suatu malam. “Aku takut gelap,” katanya. Saya berusaha meredakan rasa takutnya, tetapi akhirnya saya tetap membiarkan lampu kecil menyala di kamarnya agar ia yakin bahwa kamarnya bebas dari monster yang menakutkan.

Saya tidak memikirkan lagi ketakutan yang dihadapi putri saya itu sampai beberapa Minggu kemudian suami saya bermalam di kota lain dalam perjalanan dinasnya. Setelah berbaring di tempat tidur, saya merasakan kegelapan begitu menyelimuti saya. Lalu saya mendengar suatu bunyi yang halus hingga saya harus turun untuk memeriksanya. Ternyata itu bukan apa-apa, tetapi akhirnya saya bisa memahami ketakutan putri saya ketika saya mengalami sendiri kegelapan itu.

Yesus memahami masalah dan ketakutan kita, karena Dia pernah hidup di bumi sebagai manusia dan menghadapi masalah yang serupa dengan yang kita hadapi. “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan” (Yes. 53:3). Ketika kita menceritakan pergumulan kita kepada-Nya, Dia tidak akan mengabaikan kita, menganggap remeh perasaan kita, atau meminta kita untuk tidak memikirkannya. Dia bisa merasakan penderitaan kita. Ketika kita yakin bahwa Yesus mengerti, lenyaplah kesunyian yang kerap menyertai penderitaan kita. Di sepanjang masa-masa kelam yang kita alami, Dia menjadi terang dan keselamatan kita. —Jennifer Benson Schuldt

Ya Yesus, aku percaya bahwa Engkau mendengar doa-doaku dan Engkau mengerti keadaanku. Engkaulah Pribadi yang mampu menerangi kegelapanku.

Yesuslah terang kita dalam kegelapan malam.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 26-28; Kisah Para Rasul 22

Artikel Terkait:

Susahnya Mencintai Ayahku

Bagaimana hubunganmu dengan ayah? Shawn sangat kesulitan mencintai ayahnya, hingga ia kemudian menyadari bahwa ia sendiri telah membiarkan kemarahan menguasai hatinya, dan membuatnya kehilangan momen-momen berharga bersama sang ayah. Yuk baca cerita lengkapnya di dalam artikel berikut.

Apakah Kamu Takut Gelap?

Oleh: Phoebe C.
(artikel asli dalam Bahasa Inggris: Are You Afraid of The Dark?)

Are-You-Afraid-of-the-Dark

Jujur saja, aku takut gelap. Aku tidak menyadari hal ini sebelumnya. Namun, belakangan aku mendapati bahwa ketika malam menjelang, aku merasa ada sesuatu (dan itu bukan anjingku) yang pelan-pelan mendekatiku dan hendak menyerangku.

Ketika akhirnya aku berhenti menyangkal perasaan itu dan berusaha menghadapinya dengan akal sehat, aku menemukan bahwa rasa takut tersebut berkaitan dengan beberapa potongan kelam dalam perjalanan hidupku. Aku tersadar bahwa mungkin yang kutakuti sebenarnya bukanlah kegelapan, tetapi sesuatu yang tidak kuketahui.

Apakah kamu pernah merasakan hal yang sama? Mungkin kamu pernah terbangun pada jam tiga dini hari mencemaskan tentang masa depan. Mungkin kamu bertanya, “Apa yang akan aku lakukan setelah lulus kuliah?” “Apa sebenarnya yang harus aku lakukan dengan hidupku?” “Akan jadi apa hidupku sepuluh tahun ke depan?”

Dalam Kejadian pasal 37-45, kita melihat bagaimana Allah menyertai Yusuf melewati peristiwa-peristiwa terburuk dalam hidupnya, mengubah tragedi menjadi kesempatan yang luar biasa. Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya ke Mesir, dijebloskan ke dalam penjara, namun pada akhirnya diangkat menjadi perdana menteri—sebuah posisi yang sempurna untuk menolong keluarganya melewati masa kelaparan.

Sebagai seorang pemuda yang menderita dalam perbudakan di negeri asing, Yusuf mungkin bertanya-tanya apakah Allah akan campur tangan. Hari-hari yang ia lalui mungkin terasa sangat menakutkan, karena ia tidak tahu masa depan seperti apa yang sedang menantinya. Namun kemudian, Yusuf menjadi orang yang jauh lebih dewasa, bijaksana, dan berkuasa. Ketika ia menengok kembali perjalanan hidupnya yang sarat dengan berbagai pengalaman yang sulit dan menakutkan, Yusuf tentulah menyadari betapa Allah telah menjaga dan memelihara hidupnya senantiasa.

Kisah Yusuf sangat menghibur dan menyemangatiku; aku melihat bagaimana Allah menunjukkan kuasa-Nya secara luar biasa dalam kehidupan anak-anak-Nya. Perlahan, aku belajar untuk melihat kehidupan seperti sebuah petualangan mendaki gunung bersama Allah, dan Dia menuntunku langkah demi langkah. Adakalanya pijakanku goyah dan aku kehilangan keseimbangan; adakalanya pemandangan yang kulihat sangat menakjubkan; adakalanya muncul kabut yang mengaburkan pandanganku dan aku tidak bisa melihat jalan di hadapanku. Namun, dalam semua situasi itu, aku tahu bahwa Allah akan selalu menuntun perjalananku. Dan, hal itu membuat ketidakpastian menjadi sesuatu yang (anehnya) menggairahkan.

Jika kamu sedang mengalami situasi yang serupa, pertanyaanku untukmu adalah: Daripada membiarkan rasa takut menguasaimu, maukah kamu membiarkan Allah membawamu ke dalam sebuah petualangan? Aku jamin, hidupmu tak akan pernah sama lagi!