Posts

Ketika Hidup Terasa Berat

Jumat, 14 Februari 2020

Ketika Hidup Terasa Berat

Baca: Mazmur 16

16:1 Miktam. Dari Daud. Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung.

16:2 Aku berkata kepada TUHAN: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!”

16:3 Orang-orang kudus yang ada di tanah ini, merekalah orang mulia yang selalu menjadi kesukaanku.

16:4 Bertambah besar kesedihan orang-orang yang mengikuti allah lain; aku tidak akan ikut mempersembahkan korban curahan mereka yang dari darah, juga tidak akan menyebut-nyebut nama mereka di bibirku.

16:5 Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.

16:6 Tali pengukur jatuh bagiku di tempat-tempat yang permai; ya, milik pusakaku menyenangkan hatiku.

16:7 Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku.

16:8 Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.

16:9 Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram;

16:10 sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.

16:11 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.

Aku berkata kepada Tuhan: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!”—Mazmur 16:2

Ketika Hidup Terasa Berat

Karena lelah fisik, mental, dan emosional, saya memilih meringkuk di kursi malas. Kami sekeluarga telah mengikuti pimpinan Tuhan dan pindah dari California ke Wisconsin. Setibanya kami di sana, mobil kami rusak sehingga kami tidak punya kendaraan selama dua bulan. Sementara itu, mobilitas suami saya yang terbatas setelah menjalani operasi punggung dan sakit kronis yang saya derita ternyata menyulitkan kami membongkar kembali barang-barang pindahan. Kami pun menemukan masalah pada rumah kuno yang akan kami tempati, yang memakan biaya cukup tinggi. Anjing kami yang sudah tua juga memiliki masalah kesehatan. Meskipun anak anjing kami yang baru membawa kegembiraan yang sangat besar, tetapi membesarkan anak anjing yang sedang lincah-lincahnya tidaklah semudah yang kami bayangkan. Saya mulai mengeluh. Bagaimana saya bisa memiliki iman yang tak tergoyahkan, sementara jalan yang harus saya lewati begitu sulit, terjal, dan berliku?

Ketika saya berdoa, Allah mengingatkan saya kepada pemazmur yang dapat memuji Allah tanpa tergantung pada keadaannya. Daud mencurahkan segenap perasaannya dengan sangat terbuka dan mencari perlindungan dalam hadirat Allah (Mzm. 16:1). Dengan mengakui Allah sebagai pemelihara dan pelindung (ay.5-6), ia memuji-Nya dan mengikuti nasihat-Nya (ay.7). Daud menegaskan bahwa ia “tidak goyah” karena ia “senantiasa memandang kepada Tuhan” (ay.8). Jiwanya bersorak-sorak dan ia pun diam dengan tenteram dalam hadirat Allah (ay.9-11).

Kita juga bisa bersukacita dengan menyadari bahwa damai sejahtera kita tidaklah tergantung pada keadaan yang ada. Ketika kita mengucap syukur kepada Allah kita yang tidak pernah berubah, hadirat-Nya akan semakin meneguhkan iman kita.—Xochitl Dixon

WAWASAN
Beberapa mazmur Daud memiliki dua tingkatan. Yang pertama ditulis berdasarkan pengalaman emosional Daud sendiri, yang baik maupun buruk. Dan yang kedua, berbicara tentang Anak Daud yang paling unggul (Yesus) dan apa yang akan Dia alami di bumi dalam inkarnasi-Nya. Ini terlihat dengan jelas di Mazmur 22, ketika pengalaman penderitaan dan penganiayaan Daud dengan sempurna menggambarkan penyaliban Kristus kelak—Daud bahkan mengatakan bahwa lawan-lawannya menusuk tangan dan kakinya (ay.17).
Hal serupa muncul dalam Mazmur 16:8-11, yang dikutip oleh Petrus dalam Kisah Para Rasul 2:25-28 sebagai bagian dari khotbahnya di hari Pentakosta. Petrus mengatakan bahwa kata-kata Daud merujuk kepada kebangkitan Yesus. Ini adalah gambaran yang mengagumkan dari inspirasi ilahi dalam Alkitab. Meski Daud tidak dapat mengetahui implikasi kata-katanya di masa depan, tetapi kita yang melihat ke belakang dapat mengetahuinya dengan jelas.—Bill Crowder

Bagaimana perbuatan mengucap syukur kepada Allah atas karakter-Nya yang tidak berubah dan keajaiban karya-Nya dapat menguatkan imanmu dalam situasi sulit? Keadaan apa yang perlu kamu serahkan dalam tangan Allah yang layak dipercaya?

Terima kasih, Bapa, karena Engkau sudah menjadi Allah bagi kami!

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 15-16; Matius 27:1-26

Handlettering oleh Novia Jonatan

Kasih Seluas Kasih Allah

Selasa, 4 Februari 2020

Kasih Seluas Kasih Allah

Baca: Matius 5:43-48

5:43 Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.

5:44 Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.

5:45 Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.

5:46 Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?

5:47 Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?

5:48 Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”

Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?—Matius 5:46

Kasih Seluas Kasih Allah

Saya pernah mengunjungi pemukiman kumuh di Santo Domingo, Republik Dominika. Rumah-rumah di sana terbuat dari seng, dengan kabel listrik bergelantungan di atasnya. Di sana saya berkesempatan mewawancarai sejumlah keluarga dan mendengar bagaimana gereja-gereja membantu mereka mengatasi masalah pengangguran, narkoba, dan kejahatan.

Di suatu lorong, saya menaiki tangga reyot menuju suatu ruang kecil untuk mewawancarai seorang ibu dan anaknya. Namun, seseorang tergopoh-gopoh datang dan berkata, “Cepat, kita harus menyingkir dari sini.” Ternyata seorang ketua geng bersenjatakan golok sedang mengumpulkan massa untuk menyerang kami.

Kami tidak menemui masalah di pemukiman kedua yang kami kunjungi. Saya baru tahu alasannya belakangan. Saat saya mengunjungi satu demi satu rumah di sana, seorang ketua geng berdiri di luar menjaga kami. Anak perempuan ketua geng itu dipelihara dan disekolahkan oleh gereja, dan karena jemaat gereja merawatnya dengan baik, ayah anak itu pun menjaga kami.

Dalam khotbah-Nya di bukit, Yesus menyajikan standar kasih yang tidak tertandingi. Kasih seperti ini tidak hanya merangkul mereka yang “layak” tetapi juga mereka yang tidak layak (Mat. 5:43-45). Kasih itu tidak hanya menjangkau keluarga dan sahabat, tetapi juga menjamah mereka yang tidak akan atau tidak dapat membalas kasih kita (ay.46-47). Itulah kasih seluas kasih Allah (ay.48)—kasih yang memberkati semua orang.

Ketika jemaat di Santo Domingo menghidupi kasih ini, lingkungan mereka pun mulai berubah. Hati yang keras mulai melembut dan mau mendukung pekerjaan Tuhan. Itulah yang terjadi ketika kasih seluas kasih Allah hadir di tengah-tengah mereka.—Sheridan Voysey

WAWASAN
Salah satu hukum nasional yang paling awal dari Israel memerintahkan mereka untuk memperlakukan musuh-musuh dengan murah hati dan hormat (Keluaran 23:4-5). Dalam Matius 5:43-48, Yesus memperjelas perintah itu. Bila kita mengasihi musuh, kita meniru kemurahan hati dan kebaikan Allah Bapa terhadap seluruh umat manusia, termasuk kepada mereka yang jahat (ay.45). Mirip dengan itu, Paulus juga mengajar kita untuk tidak “membalas kejahatan dengan kejahatan” (Roma 12:17). Sebaliknya, kita diajar untuk “[mengalahkan] kejahatan dengan kebaikan” (ay.21). Kita bisa melakukannya karena kita percaya bahwa Allah yang akan menuntut pembalasan (ay.19).—K.T. Sim

Bagaimana kamu menggambarkan perbedaan antara kasih manusia dan kasih Allah? Siapa yang ingin kamu berkati hari ini tetapi tidak dapat membalas kebaikanmu?

Tuhan Yesus, curahkanlah kasih-Mu kepadaku agar aku juga dapat mencurahkannya kepada orang lain—bahkan kepada mereka yang tidak dapat membalas kebaikanku.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 34-35; Matius 22:23-46

Perhatian Penuh

Sabtu, 1 Februari 2020

Perhatian Penuh

Baca: 1 Tesalonika 5:12-28

5:12 Kami minta kepadamu, saudara-saudara, supaya kamu menghormati mereka yang bekerja keras di antara kamu, yang memimpin kamu dalam Tuhan dan yang menegor kamu;

5:13 dan supaya kamu sungguh-sungguh menjunjung mereka dalam kasih karena pekerjaan mereka. Hiduplah selalu dalam damai seorang dengan yang lain.

5:14 Kami juga menasihati kamu, saudara-saudara, tegorlah mereka yang hidup dengan tidak tertib, hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka yang lemah, sabarlah terhadap semua orang.

5:15 Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang.

5:16 Bersukacitalah senantiasa.

5:17 Tetaplah berdoa.

5:18 Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.

5:19 Janganlah padamkan Roh,

5:20 dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat.

5:21 Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.

5:22 Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan.

5:23 Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.

5:24 Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya.

5:25 Saudara-saudara, doakanlah kami.

5:26 Sampaikanlah salam kami kepada semua saudara dengan cium yang kudus.

5:27 Demi nama Tuhan aku minta dengan sangat kepadamu, supaya surat ini dibacakan kepada semua saudara.

5:28 Kasih karunia Yesus Kristus, Tuhan kita, menyertai kamu!

Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal. —1 Tesalonika 5:16-18

Perhatian Penuh

Dewasa ini, teknologi seakan terus-menerus menuntut perhatian kita. Internet sebagai “keajaiban” modern memberikan kapasitas luar biasa bagi kita untuk mengakses berbagai hal yang ada di dunia ini dengan ujung jari kita. Namun, bagi banyak orang, akses terus-menerus semacam itu bukanlah tanpa risiko.

Penulis Linda Stone menciptakan istilah “perhatian parsial berkesinambungan” untuk menjelaskan dorongan manusia modern yang selalu ingin tahu apa yang terjadi “di luar sana” supaya tidak ketinggalan berita. Benar-benar resep untuk mengalami kecemasan kronis!

Meski Rasul Paulus juga bergumul dengan kecemasan karena alasan yang berbeda, ia tahu bahwa jiwa kita dirancang untuk menemukan kedamaian di dalam Allah. Itulah sebabnya, dalam suratnya kepada para petobat baru yang telah menderita penganiayaan (1Tes. 2:14), Paulus mengakhirinya dengan mendorong mereka: “Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal” (5:16-18).

Berdoa secara “tetap” terdengar sangat sulit dilakukan. Namun pikirkan, seberapa sering kita terdorong untuk memeriksa telepon kita? Bagaimana jika kita menggantikannya menjadi dorongan untuk berbicara kepada Allah?

Yang lebih penting lagi, bagaimana jika kita belajar menggantikan keinginan untuk selalu mengetahui kabar terbaru dengan perhentian untuk berdoa di dalam hadirat Allah secara terus-menerus? Dengan bersandar kepada Roh Kristus, kita dapat belajar memberikan perhatian penuh secara terus-menerus kepada Bapa Surgawi dalam perjalanan hidup kita dari hari ke hari.—Adam Holz

WAWASAN
Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika adalah salah satu suratnya yang paling pribadi dan hangat—dan sudah seharusnya demikian. Ia sendiri yang merintis gereja di Tesalonika dan mengenal akrab orang-orang di sana. Perkenalannya dengan kota di Yunani itu terjadi pada perjalanan misinya yang kedua, di antara perhentiannya di Filipi dan Atena (lihat Kisah Para Rasul 17:1-9). Meski relatif singkat (ay.2), tetapi waktunya di Tesalonika dipenuhi tantangan dan kontroversi. Terjadi kerusuhan yang berujung pada penyerangan terhadap seseorang bernama Yason, seorang yang baru percaya, dan Paulus dan Silas diminta untuk pergi ke Berea. Kesusahan bersama ini telah mengikat tali persaudaraan di antara mereka—dan menjelaskan mengapa surat ini menunjukkan relasi yang sangat akrab.—Bill Crowder

Bagaimana dampak teknologi terhadap imanmu, baik negatif maupun positif? Apa yang dapat menolongmu semakin memiliki fokus yang penuh kepada Allah?

Terima kasih, Bapa, karena Engkau mengundang kami masuk ke dalam hubungan dengan-Mu, dan lewat hubungan itu, Engkau rindu mendengar seruan yang kami naikkan terus-menerus.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 27-28; Matius 21:1-22

Handlettering oleh Febronia

Mengakhiri Iri Hati

Jumat, 21 Juni 2019

Mengakhiri Iri Hati

Baca: Roma 6:11-14

6:11 Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.

6:12 Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.

6:13 Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.

6:14 Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.

Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri. —Galatia 6:4

Mengakhiri Iri Hati

Seniman Perancis terkenal, Edgar Degas, dikenang di seluruh dunia karena lukisan-lukisan penari baletnya. Namun tidak banyak orang tahu bahwa ternyata ia iri hati kepada rekan seniman dan pelukis andal saingannya, Édouard Manet. Kata Degas tentang Manet, “Setiap hal yang ia lakukan pasti langsung sukses, sementara aku harus bersusah payah, tetapi tetap tidak pernah berhasil.”

Iri hati adalah emosi yang mengherankan—dicatat oleh Rasul Paulus sebagai salah satu sifat terburuk, sama buruknya dengan “rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan” (Rm. 1:29). Paulus menuliskan iri hati datang dari pemikiran yang rusak—karena orang menyembah berhala daripada menyembah Allah (ay.28).

Penulis Christina Fox mengatakan bahwa iri hati berkembang di antara orang percaya “karena hati kita telah berbalik dari kekasih sejati kita.” Ketika kita merasa iri hati, ia berkata, “kita mengejar kesenangan duniawi yang lebih rendah nilainya daripada melihat kepada Yesus. Intinya, kita lupa milik siapa kita sesungguhnya.”

Syukurlah, iri hati dapat diobati. Dengan berpaling kembali kepada Tuhan. “Serahkanlah dirimu kepada Allah,” tulis Paulus (Rm. 6:13)—terutama pekerjaan dan kehidupanmu. Dalam suratnya yang lain, Paulus menulis, “Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain” (Gal. 6:4).

Bersyukurlah kepada Tuhan atas berkat-berkat-Nya—bukan hanya berkat materi, melainkan juga kasih karunia-Nya yang memerdekakan. Saat kita melihat segala karunia yang Allah berikan bagi kita, kita akan kembali mengalami kepuasan. —Patricia Raybon

WAWASAN
Dalam Roma 6, Paulus menyatakan bahwa sebagai orang percaya, manusia lama kita sudah disalibkan bersama Kristus, dan sekarang kita “mati bagi dosa” serta “hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus” (ay.6-7, 11). Kalau begitu, mengapa kita masih berbuat dosa? Memang, kita masih rentan terhadap dosa dan harus berjaga-jaga melawannya, tetapi dosa tak lagi berkuasa atas kita (ay.14). Dengan mati dan bangkit bersama Yesus, orang percaya menerima kerinduan baru untuk hidup bagi Allah dan membuang cara hidup yang lama. Meski hal ini membutuhkan niat dari pihak kita, Roh Kudus yang tinggal dalam kitalah yang memimpin dan mengubahkan sehingga kita semakin serupa dengan Kristus (Yohanes 16:13; 2 Korintus 3:18). —Alyson Kieda

Apa saja talenta, karunia rohani, dan berkat yang telah Allah berikan bagimu, tetapi yang lupa kamu hargai? Ketika memikirkan semua itu, bagaimana perasaan kamu ketika berpaling kembali kepada Allah Sang Pemberi dan mensyukurinya?

Bacaan Alkitab Setahun: Ester 3-5; Kisah Para Rasul 5:22-42

Handlettering oleh Claudia Rachel