Posts

Hidup Tanpa Roti

Rabu, 9 Oktober 2013

Hidup Tanpa Roti

Baca: Yohanes 6:25-35

Akulah roti hidup. —Yohanes 6:48

Di dalam budaya-budaya yang berlimpah dengan pilihan makanan, roti tidak lagi menjadi unsur penting dari menu makanan. Jadi karena berbagai alasan, ada sebagian orang yang memilih untuk tidak mengkonsumsi roti. Namun di abad pertama, roti dipandang sebagai bahan makanan pokok yang sangat penting. Makan tanpa roti adalah sesuatu yang tidak lazim.

Suatu hari sekelompok orang mencari Yesus karena Dia telah melakukan mukjizat dengan melipatgandakan roti (Yoh. 6:11,26). Mereka meminta-Nya untuk mempertunjukkan suatu tanda mukjizat seperti manna dari surga yang disediakan Allah bagi umat-Nya di padang gurun (6:30-31; Kel. 16:4). Ketika Yesus berkata bahwa Dia adalah “roti yang benar dari sorga” (Yoh. 6:32), orang-orang itu tidak memahami perkataan-Nya. Yang mereka inginkan adalah roti jasmani untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Namun Yesus berkata bahwa Dia telah diutus untuk menjadi roti rohani mereka; Dia akan menyediakan kebutuhan jiwa mereka hari demi hari. Jika dengan iman, mereka sungguh-sungguh menerima dan mempercayai firman dan hidup-Nya di dalam jiwa mereka, mereka akan mengalami kepuasan yang kekal (ay.35).

Yesus tidak ingin menjadi semacam bahan makanan alternatif dalam menu hidup kita; Dia ingin menjadi bahan pokok yang utama dalam kehidupan kita, makanan kita yang “terpenting”. Seperti halnya orang-orang Yahudi di abad pertama yang tidak bisa membayangkan hidup tanpa roti jasmani, janganlah kita berusaha menjalani hidup tanpa Yesus, roti rohani kita! —MLW

Untuk Direnungkan Lebih Lanjut
Apa sajakah yang bisa Anda lakukan untuk
mengizinkan Yesus, Sang Roti Hidup, dan firman-Nya
memuaskan kelaparan jiwa Anda hari ini?

Hanya roti rohani yang mengenyangkan kelaparan jiwa.

Iman Setengah Hati

Kamis, 7 Maret 2013

Iman Setengah Hati

Baca: Filipi 4:10-20

Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus. —Filipi 4:19

Ketika sekawanan kupu-kupu menetas di Frederik Meijer Gardens di Grand Rapids, Michigan, mereka menetas di dalam suatu taman tropis yang telah disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Suhunya sempurna. Kelembabannya sempurna. Makanannya mengandung komposisi kalori dan gizi yang seimbang untuk menjaga mereka tetap sehat. Mereka tak perlu terbang ke tempat lain. Namun tetap saja ada sejumlah kupu-kupu yang melihat indahnya langit biru di luar ruang kaca, kemudian menghabiskan hari-harinya dengan terbang mendekat ke langit-langit kaca dan menjauh dari persediaan makanan yang berlimpah.

Saya ingin berkata pada kawanan kupu-kupu itu, “Tidakkah kalian tahu bahwa segala yang kalian perlukan ada di dalam ruang kaca? Keadaan di luar itu dingin dan keras. Kalian akan mati dalam hitungan menit jika kalian mendapatkan yang kalian inginkan.”

Saya bertanya-tanya apakah itu merupakan pesan Allah bagi saya. Jadi saya pun bertanya kepada diri sendiri: Apakah aku begitu menginginkan hal-hal yang akan merusak hidupku? Apakah aku menggunakan tenagaku untuk meraih apa yang tidak aku butuhkan dan perlukan? Apakah aku mengabaikan pemeliharaan Allah yang melimpah karena aku membayangkan sesuatu yang tak dapat kucapai itu jauh lebih baik? Apakah selama ini aku menjalani imanku dengan setengah hati?

Allah memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan-Nya (Flp. 4:19). Alih-alih mengejar sesuatu yang tidak kita miliki, marilah kita membuka hati untuk menerima semua yang telah diberikan-Nya kepada kita dengan penuh syukur. —JAL

Semua yang kuperlu ada dalam Yesus;
Dia puaskan, sukacita Dia berikan;
Hidupku takkan berarti tanpa-Nya,
Semua kutemukan dalam Yesus. —Loes

Pemeliharaan Allah selalu mencukupkan kebutuhan kita.

Cara Hidup Yang “Mudah”

Sabtu, 9 Juni 2012

Cara Hidup Yang

Baca: 1 Tesalonika 3

Supaya jangan ada orang yang goyang imannya krena kesusahan-kesusahan ini. Kamu sendiri tahu, bahwa kita ditentukan untuk itu. —1 Tesalonika 3:3

Apakah banyak orangtua berusaha terlalu keras utuk membahagiakan anak-anaknya? Apakah sikap itu justru membawa hasil yang tak membahagiakan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mula-mula diajukan kepada Lori Gottlieb, penulis suatu artikel yang membahas tentang hidup kaum dewasa muda yang tak bahagia. Kesimpulannya: Ya. Para orangtua yang tidak membiarkan anak-anaknya mengalami kegagalan atau kesedihan telah memberi anak-anak itu pandangan yang keliru tentang dunia dan tidak mempersiapkan mereka untuk menghadapi kerasnya kenyataan hidup sebagai orang dewasa. Akibatnya, mereka kini merasa hampa dan gelisah.

Sejumlah orang Kristen mengharapkan Tuhan menjadi seperti orangtua yang akan menghindarkan mereka dari segala kesedihan dan kekecewaan. Akan tetapi, Tuhan bukanlah Bapa yang seperti itu. Dengan penuh kasih, Dia mengizinkan anak-anak-Nya mengalami penderitaan (Yes. 43:2; 1 Tes. 3:3).

Ketika perjalanan kita didasari pada keyakinan yang keliru bahwa hidup yang mudah akan membawa kebahagiaan, kita akan jatuh kelelahan dalam usaha menghidupi keyakinan kita yang keliru itu. Namun ketika menghadapi kenyataan bahwa hidup memang sulit, kita dapat mencurahkan hidup kita untuk membangun suatu hidup yang baik dan saleh. Hidup yang demikian menguatkan kita pada masa-masa ketika kesulitan melanda hidup.

Allah menghendaki supaya kita kudus, bukan hanya bahagia (1 Tes. 3:13). Dan ketika kita kudus, kemungkinan besar kita akan sungguh merasa bahagia dan puas. —JAL

Haruskah aku terangkat ke langit
Didukung oleh beragam kemudahan,
Sementara yang lain berjuang demi upah,
Dan berlayar melalui lautan darah? —Watts

Seseorang yang puas telah belajar untuk menerima pengalaman yang pahit dengan yang manis.