Remukkanku ‘Tuk Memandang-Mu
Oleh: Ruth Lidya Panggabean
Kalau kaki yang patah adalah tindakan kasih-Mu
untuk menghentikan lariku yang semakin jauh dari panggilan,
Kalau hati yang hancur adalah satu-satunya cara
untuk membuatku berbalik kepada-Mu dan berlutut meratapi segala pelanggaran,
Kalau impian yang runtuh dimaksudkan
supaya aku menyerahkan segenap detail hidup dan rancangan masa depan,
Kalau segala sesuatu yang hilang bertujuan
untuk melepaskanku dari hal-hal yang membuat Tuhan berada di prioritas kesekian,
Kalau aku sendiri tak mampu mematikan ke-aku-anku
sehingga Engkaulah yang berinisiatif mematikannya,
maka lakukanlah ya, Tuhan,
meski itu berarti aku akan diremukkan hingga ke titik yang paling rendah.
Lakukanlah itu,
untuk menundukkan kepalaku,
menyingkapkan kelemahanku,
dan membuatku mengingat betapa miskin aku di hadapan-Mu.
Lakukanlah itu, supaya dari titik terendahku,
aku menemukan kedalaman anugerah-Mu,
dan beroleh kekuatan pula
untuk memandang ke atas, kepada wajah-Mu
Engkau tahu ya Tuhan, jalan sempit itu sangat layak ditempuh,
walau dengan merangkak atau tertatih,
karena penyertaan-Mu telah tersedia di sepanjang perjalanan,
dan ujungnya pasti membawaku sampai ke garis akhir pertandingan
Engkau tahu ya Tuhan, tungku perapian itu bukan akhir dari segalanya,
walau akan membakar semua yang terlihat berharga,
karena melaluinya hatiku akan dimurnikan seperti emas
dan beroleh puji-pujian dari Sang Raja kekal.
Engkau tahu ya Tuhan, cawan pahit itu harus direguk sampai habis,
walau begitu mencekat dan membuat lidahku kelu,
karena derita dan airmata sesaat ini takkan sebanding sama sekali
dengan kemuliaan yang akan dinyatakan oleh Bapa nanti
Oh, atas kasih karunia Sang Juruselamat
yang sudah lebih dulu menunjukan apa artinya menjadi taat,
jatuhkanlah juga biji gandum-Mu ini ke dalam tanah
dan izinkanlah ia mati,
supaya kemudian ia menerima hidup itu kembali:
hidup yang baru, yang kekal, yang menang, dan bahkan berbuah;
hidup yang menjadikan Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Raja,
tanpa menyisakan secuilpun ke-aku-an di dalamnya.
*Ditulis dalam masa-masa brokennes yang sedang dialami penulis, terinspirasi dari doa seorang temannya, “break me down to look You up, God!”