Posts

Dua Peser Nomor Satu

Oleh Fandri Entiman Nae, Kotamobagu

“Kita bisa memberi tanpa mengasihi, tapi kita tidak bisa mengasihi tanpa memberi.”

Pepatah itu tepat “menembak jantung” si tukang pamer. Ia memang sering memberi banyak hal kepada banyak orang lalu menyebarkan kegiatannya itu ke mana-mana. Sebenarnya dokumentasi tidak selalu buruk, tapi orang ini, si tukang pamer, sengaja mengunggah kegiatan-kegiatan “bantuan sosial” yang ia lakukan agar dilihat orang dan ia menerima pujian. Setidaknya, itulah motivasi utamanya. Ia tidak memberi karena Ia mengasihi. Ia ingin pamer.

Pepatah yang sama juga “menembus dada” si dia yang hanya memberi “barang-barang sisanya” untuk orang lain. Menyisihkan sesuatu untuk orang lain dan membagikannya tidak selalu buruk, tapi orang ini punya ratusan pasang sepatu bagus yang tidak sempat ia pakai sekalipun selama enam tahun terakhir. Namun yang ia lakukan adalah sengaja mengambil sepatu sobek yang bagian depannya menganga bagai mulut buaya lapar, tidak layak pakai, dan itulah yang ia berikan kepada seorang tua miskin yang berjalan tanpa alas kaki.

Dua contoh sosok di atas adalah sebuah ilustrasi, sekaligus kenyataan bahwa memberi ternyata bisa menyakiti hati Tuhan.

Dua ribu tahun lalu ada seorang janda miskin yang tidak mendapat banyak perhatian, berdiri di depan kotak persembahan. Ia kalah mempesona dibanding orang-orang yang sebelumnya ada di sana. Mereka berpenampilan menarik dan memberikan uang dalam jumlah yang besar. Ia lusuh dan hanya memberi dua peser saja (Markus 12:41-44).

Dalam perumpamaan yang dicatat oleh Lewi itu, upah yang disepakati para pekerja adalah 1 dinar untuk sehari. Satu peser sama dengan 1/128 dinar. Dengan kata lain, wanita itu seperti memasukan uang receh di kotak persembahan itu. Pantas saja tidak ada yang memerhatikan, kecuali Yesus, anak si tukang kayu. Tindakan Yesus menjadi sebuah pengingat, bahwa hal-hal kecil, segala sesuatu yang dianggap sepele oleh dunia bisa menjadi “fokus utama” Tuhan.

Lagipula jangan lupa, menjadi seorang janda pada abad pertama dalam budaya itu bukan sesuatu yang mudah. Lowongan kerja tidak seterbuka hari-hari ini, apalagi untuk seorang perempuan yang telah ditinggal sang suami sepertinya.

Jadi, dapat dipastikan dua peser yang ia berikan itu adalah apa yang ia cari dengan susah payah. Orang akan berpikir, “Jika ia cukup ‘waras’, seharusnya simpan itu untuk kebutuhannya”. Ternyata ia “gila”. Namun itulah yang malah membuatnya memikat hati Sang Juruselamat.

Yesus memanggil Petrus dan yang lainnya. Sangat mungkin Ia mengejutkan mereka pada saat Ia memuji tindakan wanita itu. Bukannya kuantitas tidak penting, tetapi apa yang dapat disanjung dari kuantitas tanpa kualitas?

Jika kita mau mencoba jujur, berapa banyak dari antara kita yang mau menukar 1 buah jam Rolex asli dengan 10 buah yang palsu?

Wanita itu memberi recehan dengan kualitas tinggi. Jika ini adalah kejuaraan balap motor, ia telah meninggalkan para pesaingnya sejauh 4 putaran, padahal mereka telah melempar koin dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Sayangnya, mereka tidak sadar hasil penilaian dari tindakan mereka itu akan ditentukan oleh Juri yang tidak bisa dibohongi. Ia yang melihat jauh ke dalam isi hati manusia, Yesus dari Nazaret.

Suatu hal yang mengagumkan adalah janda ini mengajarkan kepada kita akan apa artinya “berkorban” dan “beriman”.

Ia tahu bahwa Tuhan yang ia sembah jauh lebih penting dari dirinya sendiri, dan ia mau memberi apa yang ada padanya untuk Tuhannya itu. Ini sama sekali tidak berarti Tuhan membutuhkan sesuatu dari manusia, seakan-akan Ia kekuarangan sesuatu. Ia tentu cukup pada diri-Nya sendiri. Meskipun ada begitu banyak orang yang haus akan pengakuan, Yesus secara terus terang malah melontarkan apresiasi-Nya kepada janda ini karena Yesus melihat bagaimana seorang yang dianggap kecil menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidupnya.

Bukankah janda itu telah merisikokan hidupnya dengan persembahan itu? Coba pikirkan, apa yang akan ia makan besok? Dengan apa ia akan bertahan hidup tanpa sepeserpun di kantongnya? Dan yang mengejutkan adalah, baginya itu urusan belakangan, Tuhan nomor satu! Jika Tuhan telah memeliharanya, maka Tuhan akan tetap memeliharanya. Sudah pasti kita tidak boleh menelan kisah ini mentah-mentah dan secara membabi buta membuat oversimplifikasi pada semua keadaan. Kisah ini tidak mendorong kita menjadi bodoh dan menolak kebijaksanaan yang Tuhan karuniakan kepada kita. Maksudku adalah, cerita tentang janda ini sedang mengajak kita untuk menempatkan Tuhan di tempat yang tidak boleh diganggu, tempat tertinggi di hati kita.

Di era modern seperti ini, memang benar kita butuh uang. Di masa yang sangat tidak menentu ini, tidak bisa dipungkiri, tabungan dapat sangat menolong. Namun yang menyedihkan adalah ketika banyak dari kita, atas nama “kebutuhan”, memberikan hal yang “asal-asalan” untuk Tuhan yang telah memberikan “segala-galanya” untuk kita.

Sebenarnya ini bukan hanya melulu tentang uang. Silakan hitung sendiri, berapa banyak waktu yang kita pakai untuk berdoa dan membaca Firman Tuhan dalam seminggu?

Bukankah begitu sering kita menikmati sepanjang hari dengan terus memuaskan segala keinginan kita, lalu menyisihkan 2 menit terakhir untuk berdoa sebelum tidur? Tidak jarang, dalam dua menit terakhir yang kritis itu, mata kita sudah dalam kondisi setengah tertutup bersama mulut yang menguap-nguap setengah sadar. Beberapa orang bahkan tidak sempat mengakhiri doanya dengan “amin” karena ketiduran saat sedang berdoa, lalu bangun di pagi hari dengan mengucapkan “amin” untuk melunasi utang semalam.

Banyak sekali dari kita yang tidak merasa bersalah jika datang terlambat ke gereja. Namun saat bertemu orang yang kita anggap penting, satu jam sebelum orang itu tiba, kita sudah dengan penampilan paling rapi, seakan-akan orang itu lebih tinggi dari Yang Mahatinggi.

Tidak sedikit dari kita yang menyanyi dengan baik hanya ketika kita mengikuti perlombaan “nyanyi lagu rohani antar gereja”. Namun, saat bernyanyi dalam pertemuan ibadah biasa, tanpa juri, tanpa hadiah, menyanyi dengan moto “asal mulut terbuka saja”.

Kita bisa saja menambah deretan daftar panjang tentang segala bentuk kegagalan kita dalam memperlakukan Tuhan dan menyesali diri. Namun kurasa, tulisan sederhana ini, tindakan luar biasa si janda miskin itu, sedikit banyak telah kembali mengingatkan kita bahwa Tuhan ingin yang terbaik dari kita. Ia mau milik terbaik kita: baik pemikiran, waktu, tenaga, maupun seluruh hidup kita. Bukankah Dia sudah lebih dulu memberikan apa yang paling kita butuhkan? Diri-Nya sendiri dikorbankan untuk jaminan keselamatan yang tidak akan pernah mampu dibayar dengan seluruh pencapaian yang kita punya. Kasihilah Dia dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi (Matius 22:37).

Sekali lagi, berhikmatlah, tetapi Tuhan nomor satu!

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Tubuh yang Disayang

Hal-hal yang tiap hari kita lakukan—yang mungkin kita anggap remeh—nyatanya juga dapat memuliakan Tuhan.

Makan makanan sehat, istirahat secukupnya, olahraga dengan tepat merupakan segelintir cara kita menjaga pola hidup sehat. Tapi kalau makan aja kita masih nunda, terus istirahat kalau ada waktu, dan olahraga pas lagi pengen doang, sama aja bohong: tidak ada hasil yang dicapai.

Punya pola hidup sehat berarti punya pola hidup yang disiplin. Latihan konsistennya gak cuma sekali-dua kali atau pas kita pengen doang, tapi seterusnya, hingga jadi bagian yang gak terpisahkan dalam kehidupan kita sehari-hari. 

Nah, apa cara yang tepat agar kita bisa punya pola hidup sehat?

Yuk, simak di Podcast KaMu: “Investasi yang Sering Terabaikan: Merawat Tubuh” bersama dr. Lydia Tantoso, Sp.Pd, FINASIM. Klik di sini.

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Kekayaan Sejati

Selasa, 27 September 2016

Kekayaan Sejati

Baca: Lukas 12:22-34

12:22 Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.

12:23 Sebab hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian.

12:24 Perhatikanlah burung-burung gagak yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mempunyai gudang atau lumbung, namun demikian diberi makan oleh Allah. Betapa jauhnya kamu melebihi burung-burung itu!

12:25 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta pada jalan hidupnya?

12:26 Jadi, jikalau kamu tidak sanggup membuat barang yang paling kecil, mengapa kamu kuatir akan hal-hal lain?

12:27 Perhatikanlah bunga bakung, yang tidak memintal dan tidak menenun, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.

12:28 Jadi, jika rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api demikian didandani Allah, terlebih lagi kamu, hai orang yang kurang percaya!

12:29 Jadi, janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu makan atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu.

12:30 Semua itu dicari bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu tahu, bahwa kamu memang memerlukan semuanya itu.

12:31 Tetapi carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu.

12:32 Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu.

12:33 Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat.

12:34 Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”

Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. —Lukas 12:34

Kekayaan Sejati

Pada ibadah penghiburan untuk mengenang ayah dari seorang teman, seseorang berkata kepada teman saya itu: “Sebelum bertemu ayahmu, aku belum pernah mengenal seseorang yang merasa begitu senang saat menolong orang lain.” Ayahnya mengambil bagian dalam membangun kerajaan Allah dengan melayani sesama, membawa sukacita dan kasih, serta menjadi sahabat bagi orang-orang asing. Ketika meninggal dunia, beliau meninggalkan warisan kasih yang indah. Sebaliknya, bibi dari teman saya itu—saudari tertua dari sang ayah— memandang harta miliknya sebagai warisan. Ia menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya dengan mengkhawatirkan siapa yang akan menjadi pewaris dari harta pusaka dan buku-buku langkanya.

Dalam pengajaran dan teladan yang diberikan Yesus, Dia memperingatkan para pengikut-Nya untuk tidak menimbun harta, melainkan membagikannya kepada orang miskin dan lebih menghargai harta surgawi yang tidak akan berkarat dan rusak. Yesus berkata, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Luk. 12:34).

Kita mungkin berpikir bahwa harta yang kita miliki memberikan makna bagi hidup kita. Namun ketika gawai (gadget) terbaru kita rusak atau kita kehilangan barang yang berharga, kita baru menyadari bahwa hanya hubungan kita dengan Tuhan yang dapat memberi kepuasan dan yang akan bertahan selamanya. Demikian juga kasih dan perhatian kita kepada sesama tidak akan pernah layu dan memudar.

Mintalah kepada Tuhan agar Dia menolong kita untuk melihat dengan jelas hal-hal apa yang kita hargai, menunjukkan di mana hati kita berada, dan menolong kita untuk mencari kerajaan Allah di atas segalanya (12:31). —Amy Boucher Pye

Apa yang kamu hargai? Bacalah kisah tentang manna di padang gurun dalam Keluaran 16. Perhatikan bagaimana kisah tersebut berhubungan dengan perkataan Yesus kepada orang banyak di Lukas 12.

Keadaan hati kita terlihat nyata dari apa yang kita hargai.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 3-4; Galatia 6

Artikel Terkait:

5 Hal yang Menolongku Lepas dari Kecanduan Bermain Game

Setiap hari, Charles menghabiskan berjam-jam waktunya untuk bermain sebuah game ponsel. Setelah sebulan, dia menyadari ada sesuatu yang salah dan memutuskan untuk berhenti bermain game itu sama sekali. Berikut 5 hal yang menolongnya lepas dari kecanduan bermain game. Semoga dapat menolongmu juga.

Yang Terbaik

Minggu, 7 Juni 2015

Yang Terbaik

Baca: Lukas 10:38-42

10:38 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya.

10:39 Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,

10:40 sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.”

10:41 Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,

10:42 tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”

Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya. —Lukas 10:39

Yang Terbaik

Dalam suatu kebaktian gereja, saya melihat seorang bayi yang ada beberapa baris di depan saya. Bayi itu melongok dari balik pundak ayahnya, matanya penuh keingintahuan sembari ia memandangi orang-orang yang sedang berbakti. Ia tersenyum pada beberapa orang, mengiler, dan menggigiti jari-jarinya yang gemuk, tetapi tidak berhasil menemukan ibu jarinya. Lama-kelamaan, suara sang pendeta yang sedang berkhotbah tidak lagi saya perhatikan karena mata saya berulang kali tertuju kepada si bayi yang lucu itu.

Pengalih perhatian datang dalam berbagai bentuk dan ukuran. Bagi Marta, gangguan itu berupa keinginannya melayani Kristus dengan memasak dan membersihkan rumah daripada mendengarkan-Nya dan berbicara dengan-Nya. Namun Maria tidak mau perhatiannya teralihkan. “Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya” (Luk. 10:39). Pada saat Marta menggerutu karena Maria tidak membantunya, Yesus berkata, “Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya” (ay.42).

Kata-kata Yesus mengingatkan kita bahwa hubungan kita dengan-Nya jauh lebih penting daripada semua hal baik yang dapat memikat perhatian kita untuk sementara waktu. Ada yang mengatakan bahwa sesuatu yang baik adalah penghalang bagi hal-hal yang terbaik. Bagi pengikut Kristus, yang terbaik dalam hidup ini adalah untuk mengenal Kristus dan berjalan bersama-Nya. —Jennifer Benson Schuldt

Menurutmu, apa saja yang mengalihkan perhatian Marta? Apakah ia ingin dilihat sebagai tuan rumah yang baik? Ataukah ia cemburu terhadap Maria? Sikap apa saja yang membuatmu gagal mengutamakan Yesus?

Tuhan, ajar aku untuk mengenal-Mu, karena dengan demikian aku akan belajar mengasihi-Mu lebih dari segalanya.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 28–29; Yohanes 17

Segala Sesuatu Ada Masanya

Selasa, 3 Maret 2015

Segala Sesuatu Ada Masanya

Baca: Pengkhotbah 3:1-13

3:1 Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.

3:2 Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;

3:3 ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun;

3:4 ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;

3:5 ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk;

3:6 ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;

3:7 ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;

3:8 ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.

3:9 Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah?

3:10 Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya.

3:11 Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.

3:12 Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka.

3:13 Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah.

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. —Pengkhotbah 3:1

Segala Sesuatu Ada Masanya

Kamu mungkin pernah kesulitan untuk menolak tanggung jawab baru yang ditawarkan kepadamu, terutama jika hal itu bertujuan baik dan langsung memberi manfaat kepada orang lain. Kita mungkin memiliki alasan kuat untuk memilih-milih pekerjaan mana yang kita prioritaskan. Namun terkadang, setelah menolak untuk terlibat lebih jauh, kita bisa jadi merasa bersalah atau berpikir bahwa kita telah undur dalam perjalanan iman kita.

Namun menurut Pengkhotbah 3:1-8, berhikmat berarti menyadari bahwa segala sesuatu di hidup ini memiliki masanya sendiri, baik dalam aktivitas manusia maupun di alam. “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya” (3:1).

Mungkin kamu akan menikah atau sedang menantikan anakmu yang pertama. Mungkin kamu baru lulus sekolah dan memasuki dunia kerja, atau baru saja pensiun dari suatu pekerjaan penuh waktu. Dalam perpindahan dari satu masa ke masa berikutnya, prioritas kita pun berubah. Kita mungkin perlu mengesampingkan apa yang pernah kita lakukan di masa lalu dan menyalurkan energi kita untuk hal-hal lain.

Ketika hidup membawa perubahan dalam keadaan dan kewajiban kita, kita harus secara bertanggung jawab dan bijaksana membedakan komitmen apa saja yang akan kita ambil, dengan berusaha dalam apa pun yang kita lakukan untuk melakukan “semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1Kor. 10:31). Amsal 3:6 menjanjikan bahwa ketika kita mengakui Dia dalam segala sesuatu yang kita lakukan, Dia akan membimbing kita ke jalan yang harus kita tempuh. —Poh Fang Chia

Bapa Surgawi, beriku hikmat-Mu untuk mengetahui prioritas yang perlu kuambil dalam masa hidupku saat ini. Bimbingku dalam segala yang kulakukan. Kerinduanku hanyalah untuk menghormati-Mu melalui pilihan dan jalan hidupku.

Pengabdian hidup kepada Kristus merupakan panggilan yang menantang kita hari demi hari.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 28-30; Markus 8:22-38

Pejalan Kaki Tercepat Dunia

Sabtu, 21 Juni 2014

Pejalan Kaki Tercepat Dunia

Baca: Lukas 10:38-42

10:38 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya.

10:39 Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya,

10:40 sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku."

10:41 Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,

10:42 tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya."

Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya. —Lukas 10:39

Pejalan Kaki Tercepat Dunia

Menurut sebuah penelitian yang mengukur laju kehidupan dari berbagai kota di 32 negara, orang yang hidupnya paling tergesa-gesa adalah yang tinggal di Singapura. Warga Singapura menempuh jarak 18 meter dalam waktu 10.55 detik. Itu lebih cepat daripada warga New York yang memerlukan waktu 12.00 detik dan 31.60 detik bagi mereka yang tinggal di kota Blantyre, di Malawi, Afrika.

Namun di mana pun kamui tinggal, penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecepatan berjalan manusia telah mengalami peningkatan rata-rata 10 persen dalam 20 tahun terakhir. Apabila kecepatan berjalan menjadi indikasi dari laju kehidupan, maka artinya kita pasti lebih sibuk daripada waktu-waktu sebelumnya.

Apakah kamu terjebak dalam hiruk-pikuk kehidupan yang sibuk? Berdiamlah sejenak dan renungkanlah perkataan Yesus kepada Marta: “Engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya” (Luk. 10:41-42).

Perhatikan kata-kata Yesus yang lembut. Dia tidak menegur Marta karena niatnya untuk menjadi tuan rumah yang baik, melainkan hanya mengingatkan Marta pada prioritasnya. Marta telah membiarkan apa yang baik melampaui kadar yang seharusnya. Akibatnya, ia begitu sibuk sampai-sampai tidak punya waktu untuk duduk dekat kaki Yesus.

Dalam keinginan kita untuk berbuat baik bagi Tuhan, marilah kita tetap mengingat hal terpenting yang selayaknya kita perhatikan, yakni menikmati waktu bersama Juruselamat kita. —PFC

‘Ku dibimbing-Nya dengan Firman-Nya,
Dia bisik, “Kau milik-Ku!”
Suka tak terp’ri kami alami,
Di dalam taman itu. —Miles
(Pujian Bagi Sang Raja No. 979)

Kerinduan Yesus untuk bersekutu dengan kita jauh melebihi kerinduan kita bersekutu dengan-Nya.

Hari-Hari Yang Terbatas

Senin, 11 Februari 2013

Hari-Hari Yang Terbatas

Baca: Mazmur 90:7-17

Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. —Mazmur 90:12

Setelah terkena dampak dari bencana angin ribut yang dahsyat, seorang pria berdiri di luar untuk melihat apa yang tersisa dari rumahnya. Di antara reruntuhan rumahnya itu tersebar perhiasan milik istrinya dan barang-barang koleksi berharga miliknya sendiri. Namun ia tidak berniat masuk ke rumahnya yang hampir runtuh itu hanya untuk mengumpulkan kembali barang-barang tersebut. “Usaha mencarinya tidak sepadan dengan risikonya,” katanya.

Di masa krisis, kepekaan kita terhadap apa yang benar-benar penting dalam hidup ini sering kali menjadi lebih kuat.

Dalam Mazmur 90, “Doa Musa”, hamba Allah ini memandang kehidupan dari awal hingga akhirnya. Dengan mengingat betapa singkatnya masa hidup manusia (ay.4-6) dan betapa nyatanya murka Allah yang pantas ditunjukkan-Nya (ay.7-11), Musa memohon diberikan pengertian oleh Allah: “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (ay.12).

Musa melanjutkan mazmur ini dengan memohon kasih Allah: “Sayangilah hamba-hamba-Mu. Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu” (ay.13-14). Lalu ia menutupnya dengan suatu doa untuk masa depan: “Kiranya kemurahan TUHAN, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu” (ay.17).

Hari-hari kita yang terbatas dan singkatnya masa hidup mengarahkan kita untuk menerima kasih Allah yang kekal dan, seperti Musa, untuk belajar memusatkan perhatian pada hal-hal yang terpenting. —DCM

Agunglah Allah yang kita sembah!
Mulianya Putra-Nya yang kita puji!
Cerahnya masa depan yang kita jelang—
Hari-hari yang penuh kasih dan kekal! —Maynard

Hari-hari kita yang terbatas mengarahkan kita pada kasih Allah yang kekal.