Posts

Pergumulanku Melawan Pikiran-pikiran Negatif

Oleh Kim Cheung
Artikel asli dalam bahasa Inggris: My Daily Struggle Against Negative Thoughts

Aku pernah berada di suatu masa ketika emosiku seperti roller coaster. Emosiku bisa naik begitu tinggi dan terjatuh begitu kelam hanya dalam satu hari.

Di hari-hari biasa, ketika aku bangun disambut dengan mentari pagi yang cerah dan hangat, mood-ku pun bagus. Aku merasa hidupku keren dan cerah. Aku bahkan membeli sekuntum bunga untuk menghiasi kamarku. Namun, perasaan bahagia ini tidak bertahan lama. Di siang hari, aku merasa down dan menganggap hidupku tidak berarti dan melelahkan. Tanyakanlah padaku alasan mengapa aku bisa berubah drastis, aku sendiri pun tidak tahu jawabannya. Bisa jadi hanya karena hal kecil yang membuatku frustrasi, atau ketidakberdayaanku mengendalikan perasaan hari itu.

Perasaan yang berubah-ubah itu pernah aku alami hampir setiap hari. Perasaan dan pikiran negatif itu menghujaniku seperti badai, meninggalkanku lemah dan tak berdaya. Kupikir aku bisa begitu karena badanku lelah, jadi aku mencoba tidur lebih awal. Jika aku tidak bisa tidur, aku coba mengobrol dengan temanku. Tapi, obrolan itu bukannya menguatkan, malah membuatku dan temanku sama-sama merasa depresi.

Hal paling buruk yang terjadi akibat ketidakstabilan emosi ini adalah aku jadi sulit berkonsentrasi pada firman Tuhan. Di momen seperti itu, aku menyerah membaca Alkitab. Paling-paling aku hanya meminta temanku untuk mendoakanku. Seringkali aku pun merasa bersalah.

“Bukankah kamu bisa menemukan sukacitamu di dalam Tuhan? Kok kamu masih saja merasa tertekan?”

Aku pun menegur diriku sendiri. “Lihat dirimu! Kamu begini karena kehidupan rohanimu tidak baik!” Kalimat-kalimat ini bukannya menolongku, malah membuatku terjebak makin dalam di pusaran pikiran-pikiran negatif.

Kondisi seperti ini adalah pekerjaan Iblis yang menyerangku di titik terendahku. Kondisi ini juga seperti sebuah siklus yang akan terus terulang dan membuatku lemah tak berdaya seperti seekor domba yang menanti disembelih.

Suatu hari, aku memutuskan sudah cukup aku berkubang dalam kondisi seperti ini. Jelas bagiku bahwa Tuhan memberitahuku untuk percaya dan bersandar kepada-Nya. Firman-Nya mengatakan kita harus mengenakan senjata Allah, barulah kita bisa berdiri teguh melawan serangan-serangan si jahat (Efesus 6:10-11). Aku memutuskan untuk tidak menjadi korban dari mengasihani diri sendiri. Aku mau mengenakan pedang Roh dan melawan balik (Efesus 6:17). Inilah beberapa hal praktis yang telah menolongku:

Meraih kemenangan dengan doa

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Filipi 4:6-7).

Ayat ini menguatkanku dan menolongku untuk berani berkomitmen. Aku tidak akan menghindari doa. Aku tidak akan bersembunyi dari pikiran-pikiran pesimisku atau menyangkali bahwa aku mengalaminya, melainkan aku akan mengakui bahwa keenggananku untuk berdoa itu dikarenakan perasaan-perasaanku sendiri dan aku perlu pertolongan Roh Kudus untuk menenangkan hatiku. Ketika perasaan-perasaan negatif menggangguku, aku memanggil nama Yesus dan mengusir semua perasaan negatif itu keluar dari hatiku.

Aku secara pribadi mendapati doa-doa itu begitu menolong. Tuhan memberiku penghiburan dan damai sejahtera. Aku juga akhirnya bisa menyadari bahwa ketika aku merasa sulit berdoa, itu karena aku memanggul sendiri semua bebanku, aku tidak meletakkannya di hadapan Tuhan. Aku belajar bahwa di tengah masa-masa sulit, satu hal yang kita perlu minta adalah supaya Tuhan mengubahkan hati kita.

Merenungkan firman Tuhan

Setelah Roh Kudus melenyapakn semua pikiran negatif dari dalam diriku, aku memerlukan sesuatu untuk mengisi hatiku. Aku membutuhkan firman Tuhan untuk mengisi tiap relung hatiku.

Aku mulai membaca Alkitab, meluangkan waktu untuk merenungkannya. Aku ingin firman-Nya tertanam kuat dalam hatiku.

Filipi 4:13 mengatakan segala perkara dapat ditanggung di dalam Kristus yang memberi kekuatan kepadanya. Dalam Wahyu 21:3-4, Yohanes mengingatkan kita tentang surga dan bumi yang baru yang kelak akan menyambut kita: “Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: ‘Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata merek, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”

Membaca ayat-ayat itu memberiku penghiburan yang luar baisa. Melalui merenungkan firman Tuhan, aku bisa mengerti maksud-maksud Tuhan lebih jelas dan aku bisa berdiri lebih teguh dalam kebenaran.

Memiliki waktu teratur bersama Tuhan

Aku percaya persekutuan pribadi dengan Tuhan setiap hari itu penting dan tidak boleh diabaikan. Kita perlu menetapkan suatu waktu yang rutin setiap hari untuk membaca Alkitab.

Aku mengakuki kalau aku bukan orang yang bisa bangun pagi. Jadi, aku menjadikan waktu di malam hariku untuk membaca firman Tuhan. Belakangan ini, aku juga melatih diriku untuk lebih jain berdoa. Aku menggunakan sebuah buku kecil sebagai catatan doaku. Aku juga mendoakan orang-orang lain secara personal.

Memiliki waktu yang rutin dan teratur bersama Tuhan setiap hari telah menolongku untuk bertumbuh secara rohani. Waktu-waktuku bersama-Nya telah mengajariku bahwa hanya ketika kita memiliki relasi yang intim dan personal dengan Tuhan, kita bisa melawan setiap godaan dan tidak terjerat dalam pikiran atau perasaan yang negatif.

Jika kamu mendapati dirimu seperti aku yang dulu, aku mau menantangmu untuk tidak takut karena Yesus telah terlebih dulu mengalahkan segalanya—bahkan kematian—untuk kita. Jagalah dirimu dari tipu daya Iblis dan kenakanlah senjata Allah untuk melawannya.

Kiranya kita belajar untuk selalu bersandar kepada-Nya dan menjadi kuat di dalam Tuhan.

Baca Juga:

Apakah Orang Kristen Dapat Mengalami Gangguan Mental?

Kita perlu menyadari bahwa orang-orang Kristen yang mengalami gangguan mental adalah riil. Begitu pula dengan iman mereka kepada Yesus Kristus.

Berhenti Memikirkan Hal-hal Negatif

Oleh Riley Sands
Artikel asli dalam bahasa Inggris: I Stopped Letting Negativity Rule My Thoughts

Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus (2 Korintus 10:5).

Semuanya dimulai dari ketika lamaran kerjaku ditolak untuk kedua kalinya.

Aku melamar di dua tempat—satu di penerbit buku dan satunya lagi di universitas tempatku belajar untuk gelar S-2ku. Karena sebelumnya aku pernah bekerja di perusahaan penerbitan, kupikir aku punya peluang lebih besar daripada pelamar lainnya. Tapi nyatanya, aku ditolak.

Di minggu-minggu selanjutnya, aku masih merasa tidak percaya. Tapi rasa kecewaku berkurang ketika aku mendengar kabar kalau aku diterima wawancara di tempat kedua. Jika aku lolos, nanti aku akan bekerja sebagai asisten penelitian di universitasku, dan aku sangat menginginkannya. Tapi, dua hari setelah wawancara, hasilnya aku tidak diterima juga

Setelah dua kali ditolak, aku merasa terguncang dan berusaha sekerasnya untuk menerima kenyataan ini. Pertanyaan-pertanyaan seperti, “Bagaimana ini bisa terjadi?” dan “Kenapa Tuhan tidak memberiku pekerjaan ini?” terus berputar-putar di pikiranku seperti kaset rusak. Malam itu, bukannya memikirkan tentang betapa baiknya Tuhan kepadaku selama ini (Ulangan 2:7), aku malah terus memikirkan penolakan kerjaku dan mulai meragukan kebaikan-Nya.

Pikiran negatifku akhirnya berubah menjadi suara yang tidak terhitung banyaknya, dan benakku dengan cepat dipenuhi dengan kalimat-kalimat yang menghakimi diriku sendiri.

“Kamu mengacaukan wawancaranya!”

“Kamu punya bertahun-tahun pengalaman bekerja dan masih tidak bisa mendapat pekerjaan yang baik!”

“Orang-orang akan melihat bahwa kamu adalah sebuah kegagalan.”

Dengan bercucuran air mata, aku berusaha untuk menyingkirkan semua pikiran itu. Tapi aku tidak berhasil. Malah, kalimat-kalimat itu terdengar makin kencang dan menusuk hatiku. Puncak dari semua pikiran buruk itu adalah pikiran buruk lainnya yang berkata: “Kamu tidak berguna” dan “Kamu tidak berhak mendapat kasih Tuhan”.

Aku tahu ada yang tidak beres dengan diriku sendiri. Ketakutan mulai menyelimutiku. Aku kemudian sadar, jika aku tetap membiarkan pikiran-pikiran buruk itu menghantuiku dan aku mengasihani diri sendiri secara berlebihan, itu adalah tindakan yang dapat membuatku semakin terpuruk.

Aku mengambil keputusan bahwa aku tidak akan mengasihani diriku sediri secara berlebihan.

Pikiran-pikiran negatif dalam diriku sebenarnya tidak lahir dalam semalam. Pikiran negatif itu tidak muncul hanya karena aku gagal mendapatkan pekerjaanya. Jika kuselidiki kembali perjalanan hidupku, aku mendapati pikiran-pikiran negatif itu berkembang dalam jangka waktu yang lama.

Ketika aku masih kecil, aku pernah menghadapi banyak penolakan dan kekecewaan, yang membuatku berpikir kalau diriku ini tidak cukup baik. Tahun demi tahun, aku pun menyadari bahwa semua pengalaman burukku ini memudahkan pikiranku untuk dipenuhi dengan pikiran negatif—dan itu membuatku sadar bahwa aku harus benar-benar berusaha untuk memikirkan hal-hal yang baik.

Roma 8:5 berkata, “Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh.” Aku sadar akan pikiranku yang berdosa, dan hal itu membuatku bertobat. Dengan kekuatan baru, aku melawan kata-kata buruk di pikiranku itu dan membaca Alkitab agar aku bisa mengisi pikiranku dengan janji-janji Tuhan.

Aku membaca janji ini: “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” (2 Timotius 1:7), dan mengingatkan diriku bahwa lewat kekuatan dari Tuhan, aku bisa melawan pikiran-pikiran buruk.

Selain itu, surat dari Paulus kepada jemaat di Filipi juga menjadi senjata yang ampuh ketika aku mulai tergoda untuk berpikir hal-hal yang buruk.

“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu”(Filipi 4:8).

Ketika aku menghidupi ayat-ayat ini dalam pikiranku, suara-suara negatif dalam pikiranku berhenti dan ada kedamaian Tuhan yang menyertaiku. Ketika aku bertekad menanggalkan pikiran burukku dan mulai memikirkan janji-Nya, aku membaharui kembali komitmenku untuk mengarahkan diriku tunduk pada Tuhan.

Meski demikian, itu tidak berarti kalau pikiran negatif tidak pernah lagi menghampiriku. Kadang, ketika aku berpikir tentang masa depanku, pikiran negatif ini datang menghampiri. Namun bedanya, sekarang aku tahu bagaimana untuk merespons pikiran buruk itu dengan lebih baik—aku menahan semua pikiran itu dan mengingatkanku sendiri akan kebenaran Tuhan. Memang tidak pernah mudah untuk melakukannya karena hal itu membutuhkan banyak kedisiplinan agar emosiku tidak menguasaiku.

Aku ingat bahwa kita sebagai orang Kristen “lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita” (Roma 8:37). Dan meskipun pikiran negatif dapat membuat kita berpikir bahwa Tuhan telah meninggalkan kita di masa-masa sulit, kebenarannya adalah Ia selalu ada bersama kita setiap saat (Yesaya 41:10). Beralih kepada Firman-Nya membantu untuk menenggelamkan suara-suara berisik di otak kita.

Hari ini, aku masih melamar untuk pekerjaan lain. Prosesnya lebih lama dari yang kukira, tapi aku telah menjadi lebih percaya diri dan memilih untuk tidak membiarkan pikiran negatif mengakar di pikiranku. Aku sekarang sedang belajar untuk merasa bahagia dalam prosesnya, karena aku tahu Tuhan tahu apa yang aku perlukan dalam perjalanan hidupku yang selanjutnya.

Baca Juga:

Jadilah Padaku Seperti yang Tuhan Ingini

Di balik kalimat dan lirik “Jadilah padaku seperti yang Kau ingini” itu, mengimaninya tak semudah mengucapkannya. Tidak mudah untuk meminta Tuhan melakukan apa yang jadi kehendak-Nya ketika aku sendiri punya kehendak yang ingin dipenuhi.