Posts

5 Hal dalam Dirimu yang Harus Selalu Kamu Upgrade

Oleh Joshua

Memasuki usia dewasa, dunia terasa bergerak begitu cepat. Kita melihat orang-orang berlomba untuk terus bergerak supaya tidak tertinggal, sehingga menciptakan persaingan yang ketat. Apakah kamu merasakannya juga?

Ikut dalam “persaingan” itu supaya kita menjadi seorang yang kompeten dan bertumbuh justru adalah hal yang baik. Tetapi, jika kita membaca tulisan-tulisan Salomo, dia memberikan kita satu pertanyaan: apakah arti dari semua pengejaran itu? Salomo dalam Pengkhotbah 1:2 menyebutkan bahwa segalanya adalah “…kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.” Salomo tidak asal menulis, karena dia telah membuktikannya. Salomo berusaha mengembangkan diri dengan mengejar pencapaian duniawi–istri, kekayaan, jabatan, dan pekerjaan-pekerjaan besar (Pengkhotbah 2:1-11), mencari dan mengembangkan hikmat serta pengetahuan (Pengkhotbah 2:12-16), hingga berujung pada perasaan membenci hidup, segalanya sia-sia karena berujung pada kematian (Pengkhotbah 2:17-18).

Jika kita membaca kitab Pengkhotbah tanpa memahami maksud sepenuhnya, pastilah kita akan putus asa dan kehilangan semangat untuk terus mengembangkan diri. Namun, jika kita melihat maksud utama dari Salomo, kita akan menemukan bahwa segala sesuatunya tidak akan menjadi sia-sia ketika kita menyadari semuanya adalah dari Allah. Kita mengembangkan diri untuk mempermuliakan nama-Nya dan kita menikmatinya di dalam Allah saja (Pengkhotbah 2:24-26).

Jadi, bagian apa sajakah dalam diri kita yang perlu kita latih dan upgrade?

1. Iman

“Hendaklah Saudara berakar di dalam Dia dan memperoleh kekuatan dari Dia. Berusahalah agar terus-menerus tumbuh di dalam Tuhan, dan menjadi kuat serta bersemangat dalam kebenaran yang telah diajarkan kepada Saudara. Semoga hidup Saudara berlimpah-limpah dengan sukacita dan rasa syukur atas segala yang telah dilakukan-Nya” (Kolose 2:7 FAYH).

Bertumbuh dalam iman hanya bisa kita lakukan jika kita memilih untuk terus berakar dalam firman-Nya. Caranya sederhana, mulai dari merenungkan firman setiap hari dan belajar untuk selalu mengambil setiap prinsip kebenaran-Nya sebagai prinsip hidup kita. Tetapi, perlu juga diingat bahwa pertumbuhan iman turut melibatkan dukungan dari saudara-saudari seiman. Kita bisa ambil bagian dengan mengikuti ibadah komunal atau persekutuan di gereja masing-masing dan dikuatkan melalui sharing, juga pelayanan dari rekan-rekan seiman.

2. Pengetahuan

“Hati orang berpengertian mencari pengetahuan, tetapi mulut orang bebal sibuk dengan kebodohan” (Amsal 15:14).

Jika kita membaca kitab Amsal secara keseluruhan kita akan menemukan bagaimana hikmat dan pengetahuan tidak dapat dipisahkan. Seseorang yang berhikmat, akan tergerak untuk belajar dan mengembangkan pengetahuannya, bahkan dituliskan bahwa pengetahuan lebih berharga daripada emas perak dan hal lainnya (Amsal 20:15, 24:5). Kita dapat mengembangkan pengetahuan kita dengan berani mencoba dan mempelajari hal-hal baru di usia kita saat ini, mengikuti berbagai seminar, webinar, atau membaca buku dan banyak hal lainnya.

3. Soft-skills

“Orang cerdik bertindak dengan pengetahuan, tetapi orang bebal membeberkan kebodohan” (Amsal 13:16).

Pengetahuan teori yang kita raih harus kita kombinasikan dengan keterampilan. Sekarang ini kita dapat dengan mudah mengetahui apa yang jadi bakat kita lalu berusaha mengembangkannya. Kita bisa ikut tes minat, tes bakat, juga mengambil kursus untuk mempertajamnya. Kita juga dapat mengembangkan setiap keterampilan dengan menekuni bidang yang kita sukai dan terus belajar dari orang-orang yang lebih ahli.

4. Relasi

“Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang” (Amsal 13:20).

Mungkin beberapa di antara kita berada di circle pertemanan yang membuat kita tidak berkembang, menjadi lebih santai dan tidak termotivasi untuk mengembangkan diri. Lantas, bukan berarti kita harus meninggalkan mereka dan mencari circle lain. Sebaliknya, kita harus mengembangkan relasi kita, menambah kenalan-kenalan baru yang kelak memotivasi kita dalam mengembangkan diri. Kita dapat tetap bergaul dengan circle yang dianggap tidak membuat kita berkembang dan berusaha memberikan mereka pengertian dan menggerakkan untuk bertumbuh dan berkembang bersama.

5. Karakter

“Sebab semua orang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya” (Roma 8:29a).

Karakter kita haruslah mencerminkan karakter Kristus. Tetapi, tentulah ini bukan hal mudah untuk kita wujudkan. Sebagai manusia yang telah jatuh dalam dosa, kita jauh dari sempurna. Namun, ketika kita peka dan mau belajar, kita dapat menjadikan setiap pengalaman entah itu baik atau buruk sebagai kesempatan untuk mengasah karakter kita.

Ketika kita menyadari bahwa hidup kita adalah milik Allah (1 Kor. 3:23), maka kita akan menyadari bahwa segala sesuatunya bukan tentang kita, melainkan tentang Dia. Apabila kita mengembangkan setiap potensi dan karunia yang Ia telah berikan pun, itu demi kemuliaan-Nya dan tidak ada hal yang sia-sia. Pengembangan diri bukan berfokus kepada hasil, melainkan prosesnya. Artinya, ketika kita berkomitmen untuk mau mengembangkan diri, kita harus siap untuk menjalani proses itu bersama Tuhan—proses seumur hidup kita. Mari kita merayakan kasih sayang dan anugerah-Nya dengan mau diproses, berproses, dan memproses sesama kita sehingga menjadi generasi-generasi yang mempermuliakan Tuhan lewat talenta-talenta yang telah Ia berikan.

5 Hal yang Bertumbuh Ketika Aku Memberi Diri Melayani

Oleh Abyasat Tandirura, Toraja

Aku pernah merasa tidak layak untuk melayani Tuhan karena dosa-dosaku. Namun, aku bersyukur karena Yesus telah mati untuk menebus dosa-dosaku dan bangkit untuk memberiku jaminan akan hidup kekal. Ketika segala dosaku telah diampuni-Nya, aku rindu untuk memberikan yang terbaik sebagai ungkapan syukurku.

Salah satu pemberian terbaik yang bisa kulakukan adalah dengan memberi diriku melayani di gereja. Aku melayani sebagai pengiring nyanyian jemaat atau pemain musik. Sambil terus melayani dan belajar firman-Nya, ada lima hal dalam diriku yang bertumbuh:

1. Aku bertumbuh di dalam sukacita

Awalnya sulit bagiku untuk duduk di hadapan jemaat sambil mengiringi sejumlah nyanyian. Aku merasa kemampuanku tidaklah sehebat teman-teman pengiring lainnya. Akan tetapi, lewat seorang temanku, Tuhan menegurku bahwa yang dicari oleh-Nya bukanlah performa, melainkan sikap hati yang mau sungguh-sungguh melayani.

Lambat laun, saat aku menyadari hal itu, aku bisa merasakan sukacita dalam pelayananku. Aku melayani bukan untuk mendapatkan pengakuan dari manusia, melainkan untuk menyenangkan hati Tuhan. Dan, Tuhan mau aku melayani dengan bersukacita, sebab Dia sendirilah yang melayakkanku dengan sukacita.

“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Filipi 4:4).

2. Aku bertumbuh dalam kerendahan hati

Para murid pernah bertengkar tentang siapa yang terbesar di antara mereka. Dalam pelayanan, pertengkaran seperti itu seringkali tidak terelakkan. Kita merasa telah melakukan sesuatu hingga kita pun berpikir kita layak untuk memperoleh imbalan.

Aku belajar untuk merendahkan hatiku dalam melayani. Kuakui itu sulit. Saat jemaat melihat pelayananku baik, iringan musikku disukai, terkadang aku tergoda untuk merasa bangga dan menganggap semuanya itu layak kudapatkan karena usahaku sendiri. Aku lupa bahwa segala pujian dan kemuliaan hanyalah bagi Tuhan.

Yakobus 4:6 berkata, “Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.”

Sekarang aku berfokus kepada Sang Raja yan kulayani. Tuhan Yesus telah menjadi teladan yang sempurna dalam melayani. Dia mengosongkan diri-Nya dan menjadi hamba yang taat sampai mati di kayu salib. Seorang pelayan yang rendah hati disukai Tuhan.

3. Aku bertumbuh dalam ketulusan

Memberi diri melayani adalah sesuatu yang mulia. Tapi, kadang di balik pelayanan kita ada motivasi lain yang menyertainya.

Melayani Tuhan sejatinya memberikan yang terbaik bagi Tuhan, entah kita mendapatkan upah atau tidak. Namun, satu hal yang pasti adalah dalam melayani-Nya, Tuhan selalu mencukupkan segala kebutuhan kita. Bukan banyak sedikit pelayanan yang kita lakukan yang Tuhan lihat, tetapi Tuhan melihat ketulusan hati kita.

Di awal pelayananku di gereja, aku mendapatkan upah sebagai apresiasi dari jemaat. Namun kemudian aku bertekad untuk tidak menerimanya. Dengan sukacita aku mengembalikan upah itu sebagai ungkapan syukurku. Setiap kali aku mengingat pengorbanan Kristus dan memandang pada salib, aku merasa tidak pantas untuk diupah dalam pelayanan.

4. Aku bertumbuh dalam kesabaran

Aku pernah dikritik oleh seorang anggota jemaat. Katanya iringan musik yang kumainkan tidak bagus. Selain itu tata ibadah atau liturgi yang kuatur untuk kebaktian hari Minggu juga tak luput dari kritikan. Jujur, aku sempat berkecil hati dan patah semangat. Aku merasa pelayananku tidak dihargai, padahal aku sudah latihan berkali-kali dan melakukan persiapan yang maksimal.

Tapi, apa yang kualami itu benar-benar membentuk karakterku untuk bersabar dalam pelayanan. Aku butuh waktu yang lama untuk belajar memahami kritikan-kritikan dari anggota jemaat. Aku merenungkan setiap kata yang kuterima, hingga suatu hari aku ingat akan kisah pelayanan Yesus yang pernah ditolak di tempat asalnya, di Nazaret di saat Dia mengajar dalam rumah ibadat (Matius 13:53-58; Markus 6:1-6; Lukas 4:16-30).

Yesus pernah ditolak dan tidak dihargai, tetapi Yesus tetap bersemangat melanjutkn pelayanan-Nya. Aku pun harus tetap bersemangat dan bersukacita melanjutkan pelayananku. Aku tidak perlu sakit hati ketika ada orang yang mengkritikku, sebab tujuan pelayananku adalah untuk Tuhan. Kritik itu menjadi pendorongku untuk mengintrospeksi diri dan meningkatkan kemampuan bermain musikku. Aku berlatih lebih tekun lagi dan belajar kepada pemusik lain yang lebih berpengalaman.

“Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan” (Amsal 14:29).

5. Aku bertumbuh dalam kesetiaan

Kadang masih sulit buatku untuk membagi waktu antara persiapan melayani dan pekerjaanku. Tapi, aku selalu berjuang untuk melakukan pelayananku secara maksimal.

Pernah suatu ketika aku dikecewakan oleh teman sepelayananku. Namun, aku belajar untuk mengampuni mereka dan tetap bertahan dalam pelayananku. Melayani tidaklah mudah, tetapi ketika kita memberi diri melayani-Nya, Tuhan sendiri yang akan menguatkan dan menyertai kita.

AKu bersyukur sebab dalam keterbatasanku, Tuhan menyambutku sebagai pekerja dalam bait-Nya. Melewati beragam proses, Tuhan membuatku bertumbuh. Tuhan mengajarkanku, memprosesku lewat tangan kasih-Nya. Sembari menjalankan dan menikmati pelayananku, aku juga terus bersemangat menjalankan disiplin rohani setiap hari.

Aku berdoa, kiranya siapapun yang memberi diri untuk melayani dalam pekerjaan Tuhan siap diproses.

Terpujilah nama Tuhan.

Baca Juga:

Menghadapi Sisi Gelap Pelayanan dalam Terang Tuhan

Melayani Tuhan bukan jaminan bebas dari depresi, pun bukan pelarian darinya. Ada momen-momen penuh pergumulan dan gelap. Melalui tulisan ini, kuharap pengalamanku menolongmu untuk melihat terang-Nya.

Bieber, Seorang Believer

Penulis: Leslie Koh, Singapura
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: Bieber, The Believer

Bieber-the-Believer

Kamu pastinya tahu siapa Bieber, seorang penyanyi sekaligus pencipta lagu asal Kanada.

Seorang bintang, idola banyak remaja, yang terkenal bukan saja karena lagu-lagunya sangat populer, tetapi juga karena kelakuannya yang penuh kontroversi. Orang-orang yang mengkritik Bieber mungkin sama banyaknya dengan orang-orang yang mengaguminya (buat yang belum tahu, para penggemar fanatik Bieber menyebut diri mereka “beliebers”).

Tetapi, apakah kamu tahu kalau Bieber juga adalah seorang “believer” alias orang percaya?

Ya, kamu tidak salah baca. Justin Bieber adalah seorang Kristen. Majalah Complex baru-baru ini mengutip pernyataan Bieber tentang imannya di dalam Tuhan, cintanya kepada Yesus, dan keinginannya untuk membagikan Injil. “Aku mengasihi Yesus secara pribadi. Dialah keselamatanku,” tuturnya kepada wartawan. “Aku ingin membagikan apa yang sedang kualami, apa yang sedang kurasakan…”

Jika kamu adalah seorang unbelieber (bukan penggemar Bieber), mungkin kamu akan merasa skeptis dengan berita ini. Bieber? Pemuda yang sering bermasalah dengan polisi karena tingkahnya yang kurang ajar, menyetir sambil mabuk, seenaknya merusak fasilitas umum, dan tidak bisa mengendalikan kemarahannya?

Benar sekali. Apapun pendapat kita tentang Bieber, pemuda ini cukup konsisten dengan pernyataannya sebagai seorang Kristen. Tahun 2010, ia telah mulai bicara tentang imannya kepada Tuhan. Ia juga mengaku berdoa dan membaca Alkitab secara teratur. Dalam wawancara terakhirnya dengan majalah Complex, ia bicara sedikit lebih banyak tentang imannya dan apa artinya menjadi seorang Kristen.

Mungkin sulit bagi para unbelieber untuk mempercayai bahwa Bieber adalah seorang believer (maaf harus mengatakan ini). Banyak yang bertanya-tanya apakah ia telah menjadi teladan yang baik bagi jutaan penggemarnya. Perilaku dan gaya hidup Bieber bisa dianggap sebagai sesuatu yang kontroversial, setidaknya bagi sebagian orang.

Penilaian yang sangat bisa diterima.

Namun, pikirkanlah hal ini. Kita semua adalah orang-orang berdosa yang layak dimurkai Tuhan. Hanya oleh kasih karunia-Nya, kita diampuni, ditebus oleh Kristus, sehingga kita dapat menjadi bagian dari kerajaan-Nya dan memiliki pengharapan akan keselamatan. Meski demikian, pada saat ini hidup kita masih jauh dari sempurna. Kita sedang berada dalam proses pembentukan, pengudusan dari Tuhan, dan proses ini akan berlangsung seumur hidup kita. Entah kita adalah seorang artis atau menjalani kehidupan normal sebagai seorang remaja-pemuda pada umumnya, Tuhan sedang terus berkarya dalam kehidupan kita, menjadikan kita makin serupa Kristus setiap hari.

Diri kita yang lama—natur daging kita yang cenderung suka berbuat dosa—punya kehendak yang berlawanan dengan kehendak Roh Kudus, yang bekerja di dalam kita untuk mengubah kita menjadi makin serupa Kristus. Seperti yang diratapi Paulus, hal ini menyebabkan kita kerap melakukan apa yang seharusnya tidak kita lakukan dan tidak melakukan apa yang seharusnya kita lakukan (Roma 7:14-25).

“Kita sadar bahwa kita semua tidak sempurna, sebab itu kita perlu datang kepada Tuhan dan minta pertolongan-Nya.” Tebak siapa yang mengatakannya.

Betul sekali. Bieber yang mengatakannya. Pernyataannya kali ini sungguh benar, bukan? Bisa dibilang, kita semua sedang berada dalam perjalanan iman dan proses pengudusan yang sama.

Ada hal lain yang dapat kita renungkan. Tuhan menghendaki semua orang datang kepada-Nya dan diselamatkan. Termasuk aku, kamu, teman-teman kita …. tak terkecuali para artis. Jadi, mungkin kita harus belajar melihat dunia ini dari sudut pandang Tuhan, dan melihat sesama kita dengan hati Tuhan. Kita ikut bersukacita ketika mendengar ada orang yang berbalik kepada Tuhan. Kita berdoa agar mereka dapat terus bertumbuh dalam iman dan mengalami transformasi hidup.

Entah kamu adalah seorang “belieber” atau bukan, mari kita membangun sikap hati seorang “believer” sejati.

Photo credit: NRK P3 / Foter / CC BY-NC-SA

Bukan Lagi Aku, Melainkan Kristus

Penulis: Abyasat Tandirura
Ilustrator: Galih Reza Suseno

Bukan-Aku-Melainkan-Kristus

Menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi adalah keputusan terbesar dan terpenting yang pernah aku buat dalam hidupku, karena aku yakin, hanya di dalam Yesus saja aku beroleh keselamatan dan hidup yang kekal (Kisah Para Rasul 4:12, Yohanes 3:16). Akan tetapi, dalam menjalani hidup sehari-hari aku sadar bahwa aku tidak lebih baik dari orang lain. Sering aku bertanya pada diri sendiri, apakah aku benar-benar telah menjadi pengikut-Nya?

Salah satu contoh sederhana, aku tahu bahwa ketika aku menyebut Yesus sebagai Tuhan, itu artinya Yesus harus menjadi pusat dari seluruh hidupku, baik itu dalam pikiran, tutur kata, dan perbuatanku. Yesus harus menjadi yang terutama dalam hidupku. Namun, kenyataannya, susah untuk menomorsatukan Tuhan dalam hidup setiap hari. Seringkali, kemalasan mengalahkan niatku untuk bersaat teduh di pagi hari. Sibuk, buru-buru, tidak sempat. Ada saja alasan yang membuatku sulit meluangkan waktu untuk berbicara dengan Tuhan dalam doa secara teratur. Aku bahkan sempat malu jika kelihatan sedang berdoa di tempat umum.

Sebagai pengikut Kristus, aku tahu bahwa aku harus meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama dan mulai bertumbuh serupa Kristus. Namun terus terang, menjadi serupa Kristus itu tidak mudah. Sulit sekali untuk merendahkan hati dan membangun sikap mengampuni saat orang lain menyakitiku. Rasanya hampir mustahil menanggalkan sikap “suka marah-marah” yang sudah begitu lama ada dalam diriku. Menyontek adalah jalan pintas yang jauh lebih menarik daripada bertekun untuk belajar secara teratur dan memohon hikmat dari Tuhan. Berfokus pada diri sendiri dan semua pergumulan pribadiku jauh lebih mudah daripada memperhatikan kepentingan orang lain, apalagi mendoakan mereka.

Aku mulai mengerti mengapa Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Lukas 9:23). Memiliki identitas sebagai seorang Kristen saja ternyata tidak menjamin seseorang menjadi seorang pengikut Kristus sejati. Adakalanya, keakuan kita menggeser Tuhan dari takhta-Nya dalam hidup kita. Kita hanya menganggap-Nya sebagai “tamu” yang datang sewaktu-waktu, bukan “Raja” yang berhak mengendalikan hidup kita sepanjang waktu.

Alkitab memberitahukan bahwa Yesus Kristus mati dan bangkit untuk menjadikan kita sebagai ciptaan yang baru (2 Korintus 5:17). Itu berarti meninggalkan cara hidup kita yang lama dan memulai pola hidup baru. Kita tidak lagi dikuasai oleh keinginan daging kita, tetapi oleh Yesus. Menyangkal diri dan memikul salib setiap hari berarti bersedia meninggalkan zona nyaman kita agar dapat mengikut Yesus. Kita berkata “tidak” pada kehendak pribadi agar dapat berkata “ya” pada kehendak Yesus. Kita berani dan konsisten menerapkan kebenaran yang sudah kita tahu, sekalipun risikonya kita mungkin harus “menderita” seperti Yesus.

Bagiku pribadi, ini adalah proses seumur hidup. Setiap hari adalah perjuangan iman untuk memusatkan diri pada Kristus. Setiap hari adalah proses jatuh bangun untuk sungguh-sungguh mengikut Dia. Kita pasti akan gagal jika hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Namun, kita bersyukur ada Roh Kudus yang menyertai dan menolong setiap orang yang percaya kepada Kristus. Bersama Rasul Paulus, kita bisa berkata, “Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:20).

 
Untuk direnungkan lebih lanjut
Kebenaran apa yang sebenarnya sudah kamu tahu, tetapi tidak pernah atau sangat jarang kamu lakukan hingga hari ini? Apa yang membuatmu sulit melakukannya?

Keluar dari Zona Nyaman

Oleh: Sukma Sari

Tidak ada kenyamanan di zona pertumbuhan, tidak ada pertumbuhan di zona nyaman

Kalimat ini mengingatkanku pada mutiara. Perhiasan yang indah itu tidaklah terbentuk dalam situasi yang nyaman. Sebaliknya, butiran-butiran mutiara itu terbentuk oleh lapisan-lapisan mineral yang dikeluarkan tiram ketika ada tamu tak diundang (pasir, misalnya) yang masuk ke dalam cangkangnya dan menyebabkan iritasi.

Aku juga punya cangkang pribadi yang indah dan nyaman. Dunia kecilku sendiri. Sebagai anak tunggal dalam keluarga, selama 19 tahun aku telah membangun dunia kecil yang terdiri dari aku, daku, dan diriku. Aku tidak punya saudara kandung, hanya punya orangtua yang selalu sibuk. Aku tidak perlu berbagi apapun dengan siapapun. Aku senang dengan dunia kecilku, dan aku ingin duniaku selalu seperti itu!

Ketika aku mulai kuliah, aku menemukan bahwa kehidupan ternyata jauh lebih besar daripada dunia kecilku. Aku bertemu dengan orang-orang yang beda pandangan hidupnya, beda cara berpikirnya, beda kebiasaannya, beda gaya-hidupnya, dan aku sangat tidak nyaman dengan semua itu. Aku tidak mengerti mengapa orang tidak bisa melihat apa yang kulihat atau melakukan apa yang kulakukan, tetapi, mengapa aku harus memusingkan diri dengan pendapat mereka? Jadi, aku memutuskan untuk mulai membatasi interaksiku dengan orang lain. Lagipula kata “berbagi” itu tidak ada dalam kamusku.

Namun, pada masa itu juga, Tuhan membawaku mengenal anugerah keselamatan-Nya di dalam Yesus Kristus. Di sanalah titik balik dalam hidupku. Menjadi seorang pemimpin kelompok kecil di kampus memaksaku untuk keluar dari cangkangku. Aku harus bertemu secara teratur dengan anggota kelompokku, baik itu kakak tingkat maupun adik tingkat. Aku harus berbagi hidup dengan mereka, mendengarkan mereka, dan berusaha memahami mereka. Sungguh tidak mudah. Rasanya dunia yang telah kubangun dengan hati-hati selama 19 tahun kini hancur berantakan. Sebagai contoh, dalam dunia kecilku dulu, aku tidak pernah berpikir bisa mengasihi orang yang tidak sependapat denganku atau orang yang telah menyakitiku dengan perkataan dan perbuatan mereka. Tetapi, dalam Matius 22:39, Yesus memberi perintah: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.

Hari ini, setelah sekian tahun berlalu, aku sungguh bersyukur Tuhan telah menarikku keluar dari dunia kecilku. Masa-masa tidak nyaman itu telah mempersiapkanku untuk masuk ke dalam dunia kerja, di mana aku harus berinteraksi dengan banyak orang yang jauh dari sempurna (termasuk diriku). Aku harus berbagi hidup dengan mereka. Bisa dibilang setiap hari, aku harus menghadapi beragam orang dengan visi, kepentingan, dan sikap yang berbeda-beda. Betapa aku senantiasa diingatkan untuk selalu bergantung dan belajar dari Juruselamatku yang Mahakasih.

Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu,” seru nabi Yesaya sembari mengakui dosa-dosanya dan dosa-dosa bangsanya di hadapan Allah (Yesaya 64:8). Sebelum menjadi bejana yang indah dan berguna, tanah liat harus melewati serangkaian proses pembentukan. Pertama-tama, pembuat bejana akan membersihkan tanah liat dari segala macam kotoran yang melekat. Setelah itu, ia akan menekannya berulang-ulang sampai lembut dan mudah dibentuk. Ia lalu akan memanaskan tanah liat yang sudah dibentuk pada suhu tinggi. Semua proses ini samasekali tidak menyenangkan, tetapi jika tidak dilakukan, tanah liat akan tetap menjadi tanah liat, dan tidak akan berubah menjadi bejana yang indah. Proses serupa juga kualami dalam zona pertumbuhanku.

Apakah kamu merasa Allah sedang menarikmu keluar dari cangkang pribadimu? Mungkin Dia telah menunjukkan beberapa area dalam hidupmu yang perlu kamu perbaiki. Mungkin Dia sedang menunjukkan beberapa kebiasaan yang perlu kamu latih sebagai persiapan untuk babak hidupmu selanjutnya. Percayalah pada pimpinan-Nya, meski sepertinya mustahil mengubah cara hidupmu selama ini. Sang Pembuat bejana tahu keindahan karya-Nya setelah nanti selesai dibentuk.

Tidak ada kenyamanan di dalam zona pertumbuhan, tetapi anugerah Tuhan akan memampukan kita untuk terus bertumbuh makin serupa dengan-Nya. Ketika kita menemui banyak tantangan dalam perjalanan pertumbuhan kita, mari ingatkan diri selalu: “Jangan menyerah! Sabar! Tuhan belum selesai membentuk diri kita!”

Tuhan, Aku Ingin Seperti Dia!

Oleh: Christin Siahaan

When-I-Wanted-to-Be-Like-Her

Orang itu keren banget! Punya banyak talenta, berprestasi, populer, dan sangat menyenangkan. Betapa aku ingin seperti dia! Pernahkah pemikiran semacam ini muncul dalam benakmu? Awalnya kamu hanya mengamati seseorang, entah itu teman baikmu atau kenalan biasa, kemudian kamu mulai mengaguminya, lalu tanpa disadari, rasa cemburu sudah menguasai hatimu.

Saat aktif melayani di kampus, seorang teman pernah membagikan pengalamannya dalam kelompok doa. Dengan sangat bersemangat ia menceritakan sahabat doanya yang baru (agar mudah, sebut saja namanya Joy), katanya: “Orang itu benar-benar hidup kudus!” Ia bukan sedang bercanda atau menyindir sikap religius Joy. Dari nadanya aku tahu ia benar-benar mengagumi sahabat yang kehidupan doanya patut diteladani itu. Aku tidak mengenal Joy secara dekat, meski ia satu fakultas denganku, tetapi aku tahu bahwa Joy sangat aktif dalam pelayanan, dan tampaknya selalu haus untuk belajar tentang Tuhan. Mendengarkan pujian tulus yang ditujukan kepadanya, rasa cemburu tiba-tiba menyelinap di benakku, “Ah Tuhan, aku juga ingin seperti dia!”

Perasaan cemburu itu membawaku memeriksa kembali hubunganku dengan Tuhan. Memang harus diakui, meski aku juga adalah seorang aktivis di kampus, aku jarang meluangkan waktu bersama dengan Tuhan. Dalam banyak hal, aku bahkan masih sering tidak taat pada firman Tuhan. Dengan sikap yang demikian, bagaimana mungkin aku bisa memiliki kedekatan hubungan dengan Tuhan seperti yang dimiliki Joy?

Tuhan mengingatkan aku pada Rasul Paulus. Ada banyak orang yang sudah lebih dulu mengikut Yesus, bahkan menjadi para rasul-Nya. Akan tetapi, Paulus tidak memusingkan dirinya dengan bagaimana ia dapat menyaingi pelayanan rasul-rasul lain, atau bagaimana ia dapat lebih dihargai oleh orang-orang yang ia layani. Sebaliknya, Paulus menetapkan hatinya untuk mengenal Kristus dan untuk hidup makin serupa dengan-Nya (Filipi 3:10). Ia mengerjakan bagiannya untuk taat dan setia, Tuhan yang mengurus hasilnya, membuat kehidupan dan pelayanannya menjadi berkat bagi banyak orang.

Teladan Rasul Paulus mengingatkan aku bahwa pada akhirnya, yang terpenting adalah penilaian Tuhan atas hidup kita. Ketika kita melihat kehidupan orang lain yang sepertinya lebih baik, jangan biarkan rasa cemburu dan iri hati menguasai kita, membuat kita bertanya mengapa Tuhan tidak membiarkan kita sukses seperti mereka. Tuhan tidak pernah menuntut kita untuk mengejar keserupaan dengan orang lain. Dia memanggil kita untuk menjadi serupa dengan Kristus. Sebab itu, kita dapat merayakan proses pertumbuhan dan keberhasilan-keberhasilan orang lain sembari terus bertekun dalam proses pertumbuhan kita sendiri, dengan keyakinan bahwa Tuhan bekerja dengan cara yang berbeda-beda dalam kehidupan setiap orang, untuk kebaikan kita. Dia sedang membentuk hidup kita agar dapat mempermuliakan-Nya di mana pun Dia menempatkan kita.