Posts

Jika Semuanya Mudah Kuraih

Oleh Jesica Rundupadang

Beberapa minggu terakhir ini, aku kadang berbicara dengan diriku sendiri. Aku kembali memikirkan segala sesuatu yang telah lewat. Aku berandai-andai… “Jika saja…”

“Jika saja, aku betul-betul mempergunakan waktu yang ada sebaik mungkin.”

“Jika saja, aku aku tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang terbuka lebar.”

“Tapi, jika saja aku tidak melewati proses ini.”

Ada begitu banyak pertanyaan di dalam benakku, tapi aku bersyukur dapat memikirkan hal ini bahkan di saat-saat aku juga senantiasa menanti dan berharap. Begitu banyak momen yang telah terlewat dan aku semakin hari semakin menaruh pengharapanku pada Kristus Yesus.

Jika seandainya saja aku langsung bisa mendapatkan pekerjaan yang kuinginkan setelah lulus kuliah. Aku berpikir jika semua berjalan mudah, kemungkinan besar aku akan sombong dengan membangga-banggakan diriku sendiri. Aku merasa aku dapat mencapai apa yang kumau. Karena jujur saja, setelah lulus SMP dan ingin masuk ke SMA favorit di kotaku, aku diterima dan yang tidak lulus terpaksa harus pergi mendaftar ke sekolah lain. Selepas itu, aku mendaftar di salah satu perguruan tinggi negeri, dan aku pun diterima jalur SBMPTN. Aku memudahkan segala hal, mengatakan dalam hati bahwa aku bisa mencapai semuanya bahkan tanpa usaha yang keras sekalipun.

Namun, kurasa Tuhan menegurku lewat proses yang kujalani saat ini. Aku yang awalnya berpikir mencari pekerjaan adalah hal yang mudah, semudah setiap penerimaan yang kudapat, ternyata tidak. Setelah lewat 1 tahun lebih, aku baru mendapatkan pekerjaan sebagai tenaga kontrak di sebuah instansi pemerintah dan pernah hampir menjadi karyawan pada sebuah perusahaan di Kalimantan, namun karena aku bersikeras tidak mau melanjutkan akhirnya aku pulang ke kotaku.

Dalam benakku, aku harus bisa mencari pekerjaan tanpa bantuan orang lain. Aku harus mandiri. Saat itulah, rekrutmen CPNS terbuka dan aku belajar dengan sungguh dan lolos hingga tahap SKB, meskipun rencana Tuhan berbeda dengan yang kuingini.

Sedih ada. Tapi diberi kesempatan sejauh itu, aku sangat bersyukur.

Di hari-hari penantian dan juga mencari pekerjaan, aku kembali mengenang masa-masa yang lampau. Jika saja Tuhan selalu meloloskanku untuk memenuhi keinginanku, aku tidak akan paham akan rasanya berjuang dengan sebaik mungkin, aku tidak akan paham akan rasanya penolakan, aku tidak akan paham akan rasanya kekecewaan. Karena dari rasa-rasa pahit inilah aku belajar untuk lebih berusaha dan sungguh menaruh pengharapan hanya kepada Yesus.

Meskipun saat ini aku belum mengerti akan sesuatu di balik ini semua. Satu yang kupercaya, tangan Tuhan yang membawaku sejauh ini, tidak akan meninggalkanku. Bahkan saat rasa khawatir mulai datang, ada bisikan dalam hatiku… “Tenang, semua indah pada waktu-Nya.”

Di tengah-tengah penantianku, aku tetap menyuarakan kepada kalian semua yang mungkin ada dalam masalah yang sama untuk terus berpegang teguh pada Tuhan. Aku juga ingin membagikan ayat firman yang tetap menguatkan, kiranya ini pun dapat menguatkan kalian.

Di balik setiap air matamu, Tuhan terus memprosesmu. Mungkin sekarang kamu hanya seekor ulat, besok akan jadi kupu-kupu. Setiap orang punya proses berbeda. Berhenti membandingkan dirimu dengan pencapaian orang lain.

Matius 6:26: “Lihatlah burung di udara. Mereka tidak menanam, tidak menuai, dan tidak juga mengumpulkan hasil tanamannya di dalam lumbung. Meskipun begitu Bapamu yang di surga memelihara mereka! Bukankah kalian jauh lebih berharga daripada burung?”

Bapa dan Lappy

Oleh Maria Felicia Budijono, Surakarta

Lappy, demikian aku menyebut laptopku. Benda ini sudah setia menemaniku selama lebih dari tujuh tahun. Aku ingat, pertama kali aku mendapatkan lappy adalah ketika aku sedang menyelesaikan skripsiku dulu. Setelah skripsiku selesai dan aku lulus kuliah, lappy masih setia menemaniku mengerjakan berbagai tugas dan pekerjaan yang harus kuselesaikan setiap harinya.

Selama masa itu, aku bersyukur karena lappy tidak pernah rusak. Tapi, belakangan ini lappy mulai lemot dan muncul beberapa masalah. Aku lalu meminta tolong adikku yang adalah seorang programmer untuk mencoba mencari tahu masalah di balik kondisi laptopku ini. Adikku mencoba meng-install ulang lappy. Tapi, tetap saja lemot-nya tidak berkurang dan ini cukup menggangguku untuk menyelesaikan pekerjaanku.

“Kak, sepertinya laptop ini benar-benar minta pensiun deh. Tapi, coba nanti aku periksa lagi,” kata adikku.

Hatiku terasa berat. Aku lalu berdoa pada Tuhan, “Apakah aku benar-benar membutuhkan laptop baru?” Aku masih berharap lappy akan kembali bekerja seperti sedia kala, atau setidaknya ia tetap bisa kugunakan meski kinerjanya lambat. Tapi, akhirnya lappy benar-benar rusak dan aku tidak dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaanku.

“Tuhan, bagaimana ini? Sepertinya aku benar-benar butuh laptop pengganti, tapi bujetnya dari mana? Caranya gimana?” Sambil berdoa, aku berpikir mencari-cari cara bagaimana nantinya aku bisa mendapatkan laptop baru di tengah kondisi keuanganku yang sedang terbatas.

Namun, hati kecilku berbisik, “Kalau memang Tuhan menghendaki, pasti ada jalan keluar.” Aku mengubah sedikit isi doaku, dari yang tadinya bertanya-tanya akan bagaimana caraku mendapatkan laptop baru menjadi doa yang berisikan penyerahan diri. Aku percaya apapun kelak jawaban Tuhan, itu adalah yang terbaik darinya.

Aku lalu menghampiri adikku dan memberitahunya kalau laptopku sudah tidak bisa digunakan. Aku sempat berpikir kalau nanti lappy kujual tukar tambah saja dengan laptop yang baru. Namun adikku menolak usulku itu.

“Kak, wah, parah itu. Udah nggak usah dipakai lappynya. Sudah faktor U (usia). Gini aja, aku ada laptop yang jarang aku pakai. Bentar aku lihat dulu dan perbaiki sedikit ya, nanti bawa saja dan pakai,” kata adikku.

Aku kaget. Hatiku meluap dengan ucapan syukur kepada Tuhan atas jawaban doa yang Dia berikan kepadaku. Tuhan mengetahui apa yang kubutuhkan. Tuhan tidak memberikanku laptop baru, tapi Dia memberikanku sebuah laptop lama yang dimiliki adikku, yang tentunya dapat kugunakan untuk mengerjakan pekerjaanku.

Peristiwa ini mengingatkanku akan bacaan saat teduh yang kurenungkan beberapa hari belakangan. Dalam buku pendalaman Alkitab pribadiku, terdapat bahan saat teduh yang terambil dari buku “Lady in Waiting”. Kubuka jurnalku, dan ternyata di sana aku pernah menuliskan sebuah kalimat: “Jika Allah mempedulikan kebutuhan-kebutuhanku secara fisik (makanan, minuman, barang, dll), dan kalau Allah juga sudah memenuhi kebutuhanku yang terbesar, yaitu KESELAMATAN melalui salib, mana mungkin Allah tidak memedulikan kebutuhan dan doaku yang lainnya?”

Aku punya beberapa pokok doa yang kunaikkan pada Tuhan. Selama aku mendoakannya, aku belajar untuk menanti jawaban dari-Nya dengan tetap mendekatkan diriku pada Tuhan. Aku pun belajar untuk teguh beriman bahwa apapun jawaban Tuhan atas setiap doaku, itu adalah jawaban yang sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya. Dan, apapun jawaban doaku kelak, itu adalah yang terbaik dan terindah yang Tuhan berikan.

Aku bersyukur, jawaban yang Tuhan berikan dari rusaknya lappy mengajariku untuk menghidupi dan mengalami ayat yang menjadi hafalanku beberapa hari belakangan ini:

“…Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian…”
(Yesaya 64:4).

Tuhan, Bapa kita, adalah Tuhan yang selalu peduli akan setiap detail kehidupan kita. Biarlah iman kita semasa kita menantikan jawaban doa dari-Nya menjadi suatu hal yang menyenangkan hati Tuhan.

Soli Deo Gloria.

Baca Juga:

3 Hal yang Dilakukan Orang Majus untuk Menyambut Yesus. Sudahkah Kita Juga Melakukannya?

Jika bicara tentang orang Majus, mungkin ada sebagian orang yang berdebat mengenai kapan waktu pasti kedatangan mereka. Tapi, terlepas dari kapan waktu kedatangannya, ada tiga hal menarik dari orang Majus yang bisa kita renungkan.