Posts

Perkara Besar!

Jumat, 30 Agustus 2019

Perkara Besar!

Baca: Mazmur 126

126:1 Nyanyian ziarah. Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi.

126:2 Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!”

126:3 TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.

126:4 Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb!

126:5 Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.

126:6 Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.

Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? —Roma 8:31

Perkara Besar!

Pada tanggal 9 November 1989, dunia terperangah mendengar kabar runtuhnya Tembok Berlin. Tembok yang membagi dua kota Berlin di Jerman itu akhirnya runtuh, dan kota yang sudah terbelah selama dua puluh delapan tahun pun dipersatukan kembali. Meski pusat kebahagiaan itu ada di Jerman, tetapi seluruh dunia yang menyaksikan ikut bergembira. Perkara besar telah terjadi!

Ketika bangsa Israel kembali ke tanah air mereka pada tahun 538 sm setelah hidup dalam pembuangan di negeri asing selama hampir tujuh puluh tahun, peristiwa itu juga punya arti yang sangat besar. Mazmur 126 diawali dengan melihat ke belakang, kepada pengalaman Israel yang membahagiakan itu. Peristiwa tersebut diwarnai dengan tawa, nyanyian sukacita, dan pengakuan bangsa-bangsa bahwa Allah telah melakukan perkara-perkara besar bagi umat-Nya (ay.2). Apa tanggapan orang-orang yang telah menerima belas kasihan Allah yang membebaskan mereka? Sukacita besar atas perkara besar yang Allah kerjakan (ay.3). Lebih dari itu, karya-Nya di masa lalu menjadi dasar bagi permohonan di masa kini dan pengharapan yang cerah untuk masa depan (ay.4-6).

Tidaklah sulit bagi kamu dan saya untuk mengingat-ingat perkara besar yang pernah Allah kerjakan dalam hidup kita, terutama jika kita percaya kepada Allah melalui Anak-Nya, Yesus Kristus. Penggubah himne dari abad ke-19, Fanny Crosby, mengungkapkan hal tersebut ketika ia menulis, “Tiada terukur besar hikmat-Nya; penuhlah hatiku sebab Anak-Nya” [NKB No. 3]. Ya, kemuliaan bagi Allah, atas perkara-perkara besar yang telah dikerjakan-Nya! —Arthur Jackson

WAWASAN
Mazmur 126 adalah salah satu nyanyian ziarah, judul yang terdapat dalam lima belas mazmur (120-134). Semuanya itu dikenal sebagai nyanyian-nyanyian ziarah dan kemungkinan besar dinyanyikan oleh orang Yahudi ketika mereka mendaki ke Bait Allah di Yerusalem untuk menghadiri tiga perayaan wajib (Paskah atau hari raya Roti Tidak Beragi; Pentakosta atau hari raya Tujuh Minggu; dan Tabernakel atau hari raya Pondok Daun). Peraturan tentang kewajiban ini terdapat dalam Ulangan 16:16. Para pakar Alkitab lain menafsirkan bahwa mazmur ini dinyanyikan oleh para penyanyi Lewi ketika mereka menaiki anak tangga Bait Allah. Mazmur 126 mengajak para penyembah untuk bersukacita saat mengenang bagaimana “TUHAN memulihkan keadaan Sion” (ay.1) atau Yerusalem, kemungkinan besar ketika bangsa itu kembali dari pembuangan di Babel pada zaman Ezra. —Alyson Kieda

Perkara-perkara besar apa yang pernah Allah kerjakan dalam hidupmu? Bagaimana iman dan pengharapanmu dapat semakin dikuatkan dengan mengingat-ingat perkara-perkara tersebut?

Perkara-perkara besar di masa lalu dapat membangkitkan sukacita, permohonan, dan pengharapan besar untuk masa kini dan masa depan.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 129-131; 1 Korintus 11:1-16

Setia dalam Tahanan

Senin, 22 Juli 2019

Setia dalam Tahanan

Baca: Kejadian 39:6-12,20-23

39:6 Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apapun selain dari makanannya sendiri. Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya.

39:7 Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: “Marilah tidur dengan aku.”

39:8 Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada isteri tuannya itu: “Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku,

39:9 bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?”

39:10 Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia.

39:11 Pada suatu hari masuklah Yusuf ke dalam rumah untuk melakukan pekerjaannya, sedang dari seisi rumah itu seorangpun tidak ada di rumah.

39:12 Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: “Marilah tidur dengan aku.” Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar.

39:20 Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, tempat tahanan-tahanan raja dikurung. Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana.

39:21 Tetapi TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu.

39:22 Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya.

39:23 Dan kepala penjara tidak mencampuri segala yang dipercayakannya kepada Yusuf, karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil.

Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana. Tetapi Tuhan menyertai Yusuf. —Kejadian 39:20-21

Setia dalam Tahanan

Haralan Popov tidak tahu apa yang akan terjadi kepada dirinya ketika bel pintu rumahnya berbunyi pada dini hari di tahun 1948. Tanpa peringatan apa pun, petugas polisi Bulgaria membawa dan menjebloskan Haralan ke penjara karena imannya. Ia harus mendekam di balik terali besi selama tiga belas tahun, dengan terus berdoa memohon kekuatan dan semangat. Meski mendapat perlakuan yang buruk, ia tahu Allah menyertainya. Haralan pun membagikan kabar baik tentang Yesus Kristus kepada para tahanan lain—dan banyak di antara mereka menjadi percaya.

Dalam Kejadian 37, Yusuf tidak tahu apa yang akan terjadi kepadanya setelah saudara-saudaranya tega menjualnya sebagai budak kepada pedagang yang lalu membawanya ke Mesir dan menjualnya kepada Potifar, seorang pejabat tinggi Mesir. Yusuf pun hidup di tengah budaya orang-orang yang mempercayai banyak dewa. Keadaan menjadi semakin buruk ketika istri Potifar berusaha merayu Yusuf. Ketika Yusuf berulang kali menolak rayuan tersebut, istri Potifar memfitnahnya, sehingga Yusuf dijebloskan ke dalam penjara (39:16-20). Namun, Allah tidak pernah meninggalkannya. Allah tidak hanya menyertai Yusuf, tetapi juga “membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya”, bahkan “melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu” (39:3,21).

Yusuf tentu pernah merasa takut. Namun, ia tetap setia dan selalu menjaga integritasnya. Allah terus menyertai Yusuf dalam perjalanannya yang sulit dan mempunyai rencana yang besar atas hidupnya. Allah juga mempunyai rencana atas hidupmu. Kuatkanlah hatimu dan berjalanlah dalam iman, dengan terus percaya bahwa Allah melihat dan mengetahui pergumulan kamu. —Estera Pirosca Escobar

WAWASAN
Kejadian 39 meliputi sepuluh tahun kehidupan Yusuf sejak ia dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya hingga dicampakkan secara tidak adil ke dalam penjara. Selama waktu tersebut, ia menjadi budak di Mesir dan pelayan di rumah Potifar. Dalam pasal ini, empat kali ditegaskan bahwa Allah sendiri menyertai Yusuf (ay.2, 3, 21, 23). —Bill Crowder

Situasi sulit apa yang pernah kamu alami—mungkin kamu pernah difitnah? Mengapa penting bagimu mempertahankan integritas dalam masa-masa sulit seperti itu?

Ya Allah, terima kasih Engkau selalu menyertaiku, bahkan ketika keadaan membuatku merasa tidak nyaman. Tolonglah aku selalu setia kepada-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 31-32; Kisah Para Rasul 23:16-35

Handlettering oleh Kent Nath

Menyelamatkan Penjahat

Selasa, 18 Juni 2019

Menyelamatkan Penjahat

Baca: Daniel 3:26-30

3:26 Lalu Nebukadnezar mendekati pintu perapian yang bernyala-nyala itu; berkatalah ia: “Sadrakh, Mesakh dan Abednego, hamba-hamba Allah yang maha tinggi, keluarlah dan datanglah ke mari!” Lalu keluarlah Sadrakh, Mesakh dan Abednego dari api itu.

3:27 Dan para wakil raja, para penguasa, para bupati dan para menteri raja datang berkumpul; mereka melihat, bahwa tubuh orang-orang ini tidak mempan oleh api itu, bahwa rambut di kepala mereka tidak hangus, jubah mereka tidak berubah apa-apa, bahkan bau kebakaranpun tidak ada pada mereka.

3:28 Berkatalah Nebukadnezar: “Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka, karena mereka tidak mau memuja dan menyembah allah manapun kecuali Allah mereka.

3:29 Sebab itu aku mengeluarkan perintah, bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa manapun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi timbunan puing, karena tidak ada allah lain yang dapat melepaskan secara demikian itu.”

3:30 Lalu raja memberikan kedudukan tinggi kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego di wilayah Babel.

Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya! —Daniel 3:28

Menyelamatkan Penjahat

Para pahlawan dari cerita-cerita komik masih tetap populer sampai sekarang. Di tahun 2017 saja, enam film pahlawan super tercatat meraih pendapatan total lebih dari empat milyar dolar AS. Mengapa orang begitu tertarik pada film-film laga seperti itu?

Salah satunya, mungkin, karena ada bagian-bagian dalam cerita-cerita tersebut yang mirip dengan Kisah Agung Allah yang luar biasa. Di dalamnya ada pahlawan, penjahat, orang-orang yang butuh pertolongan, dan banyak aksi yang seru.

Dalam kisah Allah, Iblis, musuh jiwa kita, adalah penjahat terbesarnya. Namun, banyak penjahat “kecil” lain di sana. Salah satunya adalah Nebukadnezar dalam kitab Daniel. Raja adikuasa pada masanya itu memutuskan untuk menghabisi siapa pun yang tidak menyembah patung raksasanya (dan. 3:1-6). Ketika ada tiga pejabat Ibrani berani menolaknya (ay.12-18), Allah menyelamatkan mereka secara dramatis dari perapian yang menyala-nyala (ay.24-27).

Kemudian terjadilah yang tidak disangka-sangka—hati si penjahat mulai berubah. Setelah melihat peristiwa menakjubkan itu, Nebukadnezar berkata, “Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego!” (ay.28).

Namun, ia masih mengancam akan membunuh siapa pun yang menghina Allah (ay.29). Rupanya ia belum paham bahwa Allah tidak membutuhkan bantuannya. Kelak, Nebukadnezar akan belajar lebih banyak tentang Allah di pasal 4.

Kita melihat bahwa Nebukadnezar bukan hanya seorang penjahat, melainkan juga seseorang yang sedang berada dalam perjalanan rohani. Dalam kisah tentang karya penebusan Allah, pahlawan kita, Yesus Kristus, datang kepada setiap orang yang membutuhkan pertolongan—termasuk orang-orang jahat di sekitar kita. —Tim Gustafson

WAWASAN
Ada hal menarik dalam Daniel 3, yakni kontrasnya pengakuan terhadap kuasa Allah . Ketika Sadrakh, Mesakh, dan Abednego akan dilemparkan ke dalam perapian yang menyala-nyala, Nebukadnezar tidak percaya bahwa Allah mereka dapat menyelamatkan, ia berkata, “Dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?” (ay.15). Namun, ketiganya mendeklarasikan kuasa Allah dan komitmen mereka kepada-Nya dengan berani, “Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami” (ay.17). Akhirnya, ketika mereka keluar dari perapian dan berdiri di hadapan raja beserta pembesarnya tanpa terluka—“rambut di kepala mereka tidak hangus” (ay.27)—Nebukadnezar sendirilah yang dengan tegas mengakui kuasa dan kemuliaan Allah: “Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya” (ay.28). —J.R. Hudberg

Apakah kamu tahu seseorang yang perlu ditolong Allah? Apa yang bisa kamu lakukan untuk menolongnya?

Yesus berdoa bagi mereka yang menganiaya Dia. Kita pun bisa melakukannya.

Bacaan Alkitab Setahun: Nehemia 10-11; Kisah Para Rasul 4:1-22

Handlettering oleh Priska Sitepu

Seandainya

Sabtu, 19 Mei 2018

Seandainya

Baca: Daniel 3:8-18

3:8 Pada waktu itu juga tampillah beberapa orang Kasdim menuduh orang Yahudi.

3:9 Berkatalah mereka kepada raja Nebukadnezar: “Ya raja, kekallah hidup tuanku!

3:10 Tuanku raja telah mengeluarkan titah, bahwa setiap orang yang mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, harus sujud menyembah patung emas itu,

3:11 dan bahwa siapa yang tidak sujud menyembah, akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala.

3:12 Ada beberapa orang Yahudi, yang kepada mereka telah tuanku berikan pemerintahan atas wilayah Babel, yakni Sadrakh, Mesakh dan Abednego, orang-orang ini tidak mengindahkan titah tuanku, ya raja: mereka tidak memuja dewa tuanku dan tidak menyembah patung emas yang telah tuanku dirikan.”

3:13 Sesudah itu Nebukadnezar memerintahkan dalam marahnya dan geramnya untuk membawa Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadap. Setelah orang-orang itu dibawa menghadap raja,

3:14 berkatalah Nebukadnezar kepada mereka: “Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu?

3:15 Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?”

3:16 Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini.

3:17 Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja;

3:18 tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”

Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami . . . dari perapian yang menyala-nyala itu . . . tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku. —Daniel 3:17-18

Seandainya

Adakalanya masalah seakan menerjang hidup kita. Di lain kesempatan, mukjizat terjadi dalam hidup kita.

Tiga pemuda yang berada dalam pembuangan di Babel dihadapkan dengan raja yang menakutkan dari negeri itu. Dalam keadaan itu, mereka dengan berani menyatakan bahwa apa pun yang terjadi, mereka tidak akan menyembah patung emas raksasa yang menjulang di depan mereka. Bersama-sama mereka menyatakan, “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan . . . menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu” (Dan. 3:17-18).

Ketiga pemuda itu—Sadrakh, Mesakh, Abednego—akhirnya dilemparkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. Namun, Allah secara ajaib melepaskan mereka sehingga tak sehelai pun rambut mereka yang hangus dan pakaian mereka pun tidak berubah, bahkan bau kebakaran pun tidak ada (ay.19-27). Mereka sudah siap menghadapi kematian tetapi kepercayaan mereka kepada Allah tetap tidak tergoyahkan—bahkan “seandainya” Allah tidak menyelamatkan mereka.

Allah ingin kita terus bergantung kepada-Nya—bahkan seandainya orang yang kita kasihi tidak mengalami kesembuhan, bahkan seandainya kita kehilangan pekerjaan, bahkan seandainya kita dianiaya. Terkadang Allah menyelamatkan kita dari marabahaya dalam hidup ini, tetapi adakalanya juga tidak. Namun, kita dapat memegang teguh kebenaran ini: “Allah [kita] yang [kita] puja sanggup,” dan Dia mengasihi serta menyertai kita di setiap pencobaan, di setiap seandainya. —Alyson Kieda

Tuhan, kami mengasihi-Mu! Berilah kami iman yang tak tergoyahkan—dan kekuatan serta pengharapan hari demi hari—untuk situasi apa pun yang kami hadapi.

Allah sanggup.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 7-9; Yohanes 6:22-44

Kekuatan dalam Penderitaan

Minggu, 8 April 2018

Kekuatan dalam Penderitaan

Baca: 1 Petrus 2:11-23

2:11 Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa.

2:12 Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka.

2:13 Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi,

2:14 maupun kepada wali-wali yang diutusnya untuk menghukum orang-orang yang berbuat jahat dan menghormati orang-orang yang berbuat baik.

2:15 Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh.

2:16 Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.

2:17 Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!

2:18 Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis.

2:19 Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung.

2:20 Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah.

2:21 Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.

2:22 Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.

2:23 Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.

Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. —1 Petrus 2:21

Kekuatan dalam Penderitaan

Ketika Sammy yang berumur 18 tahun menerima Yesus sebagai Juruselamat, keluarga menolaknya karena secara turun-temurun mereka menganut kepercayaan yang berbeda. Namun, Sammy diterima oleh jemaat Tuhan yang memberikan dorongan dan bantuan keuangan untuk pendidikannya. Lalu saat kesaksian Sammy diterbitkan di suatu majalah, penganiayaan yang dialaminya semakin meningkat.

Meski demikian, Sammy tidak pernah lalai menemui keluarganya. Ia mengunjungi mereka kapan pun ia bisa dan berbicara dengan ayahnya, meskipun saudara-saudaranya ngotot menghalanginya ikut dalam urusan keluarga. Saat ayahnya sakit, Sammy mengabaikan hinaan keluarganya dan memperhatikan ayahnya, sambil mendoakannya segera sembuh. Ketika Allah menyembuhkan ayah Sammy, keluarga pun mulai menerimanya. Seiring berjalannya waktu, kesaksian Sammy yang penuh kasih melembutkan perlakuan mereka terhadapnya—dan beberapa anggota keluarganya mulai terbuka untuk mendengar tentang Yesus.

Keputusan kita untuk mengikut Kristus mungkin menimbulkan kesulitan bagi kita. Petrus menuliskan, “Adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung” (1Ptr. 2:19 bis). Saat mengalami ketidak-nyamanan atau penderitaan karena iman kita, kita rela menanggungnya karena “Kristuspun telah menderita untuk [kita] dan telah meninggalkan teladan bagi [kita], supaya [kita] mengikuti jejak-Nya” (ay.21).

Bahkan saat orang mengejek Yesus, “Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil (ay.23). Yesus adalah teladan kita dalam penderitaan. Kita dapat berpaling kepada-Nya untuk menerima kekuatan. —Lawrence Darmani

Tuhan Yesus, tolong aku meneladani-Mu dalam sikap dan penderitaanku bagi-Mu.

Saat kita menderita bagi Yesus, Dia menyertai kita dalam menghadapinya.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 10-12; Lukas 9:37-62