Posts

Penyesalan Mendalam

Selasa, 22 Juli 2014

Penyesalan Mendalam

Baca: Mazmur 32:1-7

32:1 Dari Daud. Nyanyian pengajaran. Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!

32:2 Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu!

32:3 Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari;

32:4 sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas. Sela

32:5 Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. Sela

32:6 Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada-Mu, selagi Engkau dapat ditemui; sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya.

32:7 Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak. Sela

Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari. —Mazmur 32:3

Penyesalan Mendalam

Ketika saya sedang berbicara dengan seorang pianis yang piawai, ia menanyakan apakah saya dapat memainkan alat musik tertentu. Ketika saya menjawab, “Saya memainkan radio,” ia tertawa dan bertanya lagi apakah saya pernah ingin dapat memainkan alat musik tertentu. Dengan agak malu, saya menjawab, “Saya pernah mengambil les piano saat masih kecil, tetapi kemudian saya menyerah dan tidak melanjutkannya.” Kini, setelah dewasa, saya menyesal karena tidak melanjutkan pelajaran piano saya. Saya sangat menyukai musik dan berandai-andai bisa memainkan piano saat ini. Percakapan itu kembali mengingatkan saya bahwa hidup ini sering dibentuk oleh pilihan demi pilihan yang kita buat—dan sebagian pilihan itu kini meninggalkan penyesalan.

Ada sejumlah pilihan yang meninggalkan penyesalan yang jauh lebih serius dan menyakitkan. Raja Daud mengalaminya ketika ia memutuskan untuk berselingkuh dengan istri orang lain dan kemudian membunuh sang suami. Daud begitu dihancurkan oleh rasa bersalah yang menggelayutinya, dan ia mengatakan, “Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas” (Mzm. 32:3-4). Namun Daud menyadari serta mengakui dosanya kepada Allah dan menerima pengampunan (ay.5).

Hanya dari Allah semata kita dapat menerima anugerah pengampunan ketika pilihan-pilihan kita telah meninggalkan penyesalan yang menyakitkan. Dan hanya di dalam Dia, kita memperoleh hikmat untuk mengambil pilihan-pilihan yang lebih baik. —WEC

Bapa yang penuh belas kasih, ampuni aku untuk pilihan-pilihan
bodoh yang telah kuambil. Tolong mampukan aku untuk menjadi
lebih bijaksana dalam menentukan pilihan-pilihanku.
Ajariku indahnya hidup berharap pada anugerah-Mu.

Pengampunan Allah membebaskan kita dari belenggu penyesalan.

Tak Sengaja

Sabtu, 8 Februari 2014

Tak Sengaja

Baca: Imamat 4:1-3; Roma 3:21-26

Imamat 4:1 TUHAN berfirman kepada Musa:

4:2 “Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seseorang tidak dengan sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal yang dilarang TUHAN dan ia memang melakukan salah satu dari padanya,

4:3 maka jikalau yang berbuat dosa itu imam yang diurapi, sehingga bangsanya turut bersalah, haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN karena dosa yang telah diperbuatnya itu, seekor lembu jantan muda yang tidak bercela sebagai korban penghapus dosa.

Roma 3:21 Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi,

3:22 yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.

3:23 Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,

3:24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.

3:25 Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.

3:26 Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.

Apabila seseorang tidak dengan sengaja berbuat dosa . . . haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN . . . seekor lembu jantan muda yang tidak bercela. —Imamat 4:2-3

Tak Sengaja

Dalam perjalanan saya untuk mengantar cucu kami, Alex, pulang ke rumahnya, saya mendapati lalu lintas hari itu sangat padat dan menyulitkan. Mobil-mobil yang bergerak dengan begitu cepat telah menghalangi mobil saya untuk dapat melintasi jalur yang benar di jalan tol yang saya lalui. Saya dipaksa untuk melintasi sebuah jalur yang hanya boleh dilalui oleh mobil-mobil yang memiliki kartu tol prabayar, dan saya tidak memiliki kartu itu. Alex mengatakan kepada saya bahwa plat mobil saya akan direkam dan karcis tilangnya akan dikirimkan lewat pos ke alamat saya. Saya merasa frustrasi karena diharuskan membayar denda untuk suatu pelanggaran yang tidak sengaja saya lakukan.

Bangsa Yahudi kuno memandang pelanggaran terhadap hukum Allah dengan sangat serius, sekalipun hal itu diperbuat dengan tidak sengaja. Perjanjian Lama menyadari kemungkinan terjadinya dosa yang tidak disengaja dan menetapkan persembahan yang sesuai bagi seseorang yang melakukannya: “Apabila seseorang tidak dengan sengaja berbuat dosa . . . haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN . . . seekor lembu jantan muda yang tidak bercela” (Im. 4:2-3).

Persembahan korban dalam Perjanjian Lama tidak hanya menjadi pengingat akan adanya konsekuensi bagi dosa yang dilakukan dengan tidak disengaja. Penetapan persembahan itu diberikan dalam kerangka penantian akan karya Allah yang menganugerahkan suatu penebusan yang berlaku bahkan atas dosa-dosa yang kita lakukan tanpa kita sadari. Allah melakukannya melalui kematian Yesus yang menggantikan tempat kita. Anugerah Allah sungguh jauh lebih besar daripada yang dapat kita bayangkan! —HDF

Anugerah, anugerah, anugerah Allah,
Anugerah yang ampuni dan sucikan batin;
Anugerah, anugerah, anugerah Allah,
Anugerah yang atasi segala dosa kita. —Johnston

Anugerah berarti menerima yang tak layak kita terima. Belas kasih berarti tak menerima yang layak kita terima.

Hati Yang Tertuduh

Rabu, 5 Februari 2014

Hati Yang Tertuduh

Baca: 1 Yohanes 3:16-24

3:16 Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.

3:17 Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?

3:18 Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.

3:19 Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah,

3:20 sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu.

3:21 Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah,

3:22 dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.

3:23 Dan inilah perintah-Nya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita.

3:24 Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita.

Sebab jika kita dituduh oleh [hati kita], Allah adalah lebih besar daripada hati kita serta mengetahui segala sesuatu. —1 Yohanes 3:20

Hati Yang Tertuduh

Baru-baru ini saya membaca tentang seorang detektif swasta di AS yang biasa mengetuk pintu, menunjukkan lencananya, lalu berkata, “Saya rasa kami tak perlu memberitahukan alasan kami datang kemari.” Sering kali, tuan rumahnya akan tertegun dan berkata, “Bagaimana Anda bisa tahu?” untuk kemudian menjelaskan tentang suatu tindak kriminal di masa silam yang belum pernah terungkap. Dalam tulisannya di majalah Smithsonian, Ron Rosenbaum menyebut reaksi itu sebagai “terkuaknya kesadaran nurani, monolog batin dari hati yang tertuduh.”

Kita semua mengetahui hal-hal tentang diri sendiri yang tidak diketahui oleh siapa pun—segala kegagalan, pelanggaran, dosa kita. Meskipun kita sudah mengakuinya di hadapan Allah dan diampuni-Nya, semuanya itu dapat muncul kembali dan menuduh hati kita dengan bertubi-tubi. Yohanes, salah seorang murid terdekat Yesus, menulis tentang kasih Allah bagi kita dan panggilan untuk mengikuti perintah-Nya: “Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu” (1Yoh. 3:19-20).

Keyakinan kita kepada Allah bertumbuh dari kasih dan pengampunan yang diberikan-Nya dalam Kristus, bukan dari hasil perbuatan kita dalam hidup ini. “Demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita” (ay.24).

Allah yang mengetahui segala sesuatu tentang diri kita itu jauh lebih besar daripada segala tuduhan yang menyerang hati kita. —DCM

Di dalam Yesus Penebus,
Hukuman dosa hilanglah;
Kudapat hidup yang kudus,
Jubahku kebenaran-Nya. —Wesley
(Kidung Jemaat, No. 31b)

Orang yang menerima Kristus tidak akan pernah menerima hukuman Allah.

Pahlawan Yang Mengalahkan Dosa

Minggu, 17 November 2013

Pahlawan Yang Mengalahkan Dosa

Baca: 1 Yohanes 1

Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah. —Mazmur 51:12

Beberapa waktu yang lalu, seseorang mengajukan suatu pertanyaan yang sangat sulit kepada saya: “Berapa lama Anda bisa bertahan tanpa berbuat dosa? Seminggu, sehari, atau satu jam?” Bagaimana kita dapat menjawab pertanyaan semacam itu? Jika mau jujur, kita mungkin berkata, “Tak ada hari tanpa aku berbuat dosa.” Atau ketika kita mengingat kembali sepanjang minggu yang baru saja berlalu, mungkin kita menyadari bahwa kita belum mengakui dosa-dosa kita kepada Allah. Tentulah kita sedang membodohi diri sendiri apabila kita berkata bahwa kita tidak pernah berbuat dosa dalam pikiran maupun tindakan kita selama seminggu ini.

Allah mengetahui isi hati kita dan tahu apakah kita memang peka terhadap teguran dari Roh Kudus. Jika kita benar-benar mengenal diri sendiri, kita akan menghayati 1 Yohanes 1:8, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada dalam kita.” Tentulah kita tidak ingin mengalami apa yang dikatakan oleh ayat 10, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, . . . firman-Nya tidak ada di dalam kita.”

Mungkin inilah pertanyaan yang lebih menguatkan iman kita: “Bagaimanakah Allah menanggapi pengakuan dosa kita dan kebutuhan kita untuk diampuni?” Jawabannya: “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita” (ay.9). Yesus telah menuntaskan masalah dosa itu bagi kita dengan mati menggantikan kita dan bangkit kembali. Itulah sebabnya Dia dapat membuat hati kita menjadi tahir (Mzm. 51:12). Perkataan seorang teman saya yang masih muda ini sungguh benar, “Yesus adalah pahlawan yang mengalahkan dosa kita.” —AMC

Tak seorang pun dapat berkata
Ia tak perlu diampuni dosanya,
Karena semua harus menghadap Kristus
Dengan iman untuk hidup baru. —Branon

Pengampunan Kristus membuka lembaran hidup baru.

Menghadapi Masa Lalu Kita

Minggu, 13 Oktober 2013

Menghadapi Masa Lalu Kita

Baca: Kisah Para Rasul 9:20-30

Saulus mencoba menggabungkan diri kepada murid-murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak dapat percaya, bahwa ia juga seorang murid. —Kisah Para Rasul 9:26

Chuck Colson, pendiri Prison Fellowship (Persekutuan Penjara), menghabiskan 40 tahun hidupnya membantu orang-orang menerima dan memahami kabar baik tentang Yesus Kristus. Ketika ia meninggal pada bulan April 2012, judul artikel pada sebuah surat kabar berbunyi “Charles Colson, ‘kaki tangan’ Nixon yang licik, meninggal pada usia 80 tahun”. Sungguh mencengangkan melihat seorang pria yang telah begitu diubahkan oleh iman masih saja dikenal dari hal-hal yang dilakukannya sebagai seorang pembantu presiden yang zalim berpuluh-puluh tahun sebelum ia mengenal Sang Juruselamat.

Pertobatan Rasul Paulus dan masa-masa awal hidupnya sebagai saksi Kristus disambut dengan keraguan dan rasa takut. Ketika ia mulai berkhotbah bahwa Yesus adalah Anak Allah, orang banyak berkata, “Bukankah dia ini yang di Yerusalem mau membinasakan barangsiapa yang memanggil nama Yesus ini? Dan bukankah ia datang ke sini dengan maksud untuk menangkap dan membawa mereka ke hadapan imam-imam kepala?” (Kis. 9:21). Selanjutnya, ketika Paulus pergi ke Yerusalem dan berusaha bergabung dengan para murid, mereka takut kepadanya (ay.26). Bertahun-tahun kemudian, Paulus tak pernah melupakan masa lalunya, dan justru menyaksikannya sebagai bukti kasih karunia Allah (1Tim. 1:13-14).

Seperti Paulus, kita tidak perlu memamerkan kegagalan kita atau berpura-pura bahwa hal tersebut tidak terjadi. Sebaliknya, kita dapat mengucap syukur kepada Tuhan karena melalui kasih dan kuasa-Nya, masa lalu kita sudah diampuni, hidup kita sekarang diubah, dan masa depan kita dipenuhi dengan pengharapan akan segala sesuatu yang telah disediakan-Nya untuk kita. —DCM

Diubahkan oleh rahmat Ilahi,
Kemuliaan hanyalah bagi-Mu;
Kepada kehendak-Mu yang kudus, oh Tuhan,
Kini kami tunduk sepenuhnya. —Burroughs

Hanya Yesus yang dapat mengubah hidup kita.

Prinsip Pelepasan

Sabtu, 27 Juli 2013

Prinsip Pelepasan

Baca: Kejadian 50:15-21; Yohanes 8:31-36

“Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.” —Yohanes 8:36

Dalam bukunya yang berjudul Throw Out Fifty Things (Buang 50 Hal Ini), Gail Blanke menuliskan 4 “Prinsip Pelepasan” yang berguna untuk menolong pembacanya menyingkirkan berbagai sampah dari hidup mereka. Prinsip pertama menyatakan, “Jika hal itu . . . membebanimu, menghalangimu, atau membuatmu merasa tidak nyaman dengan dirimu sendiri; buanglah, berikanlah, juallah, lepaskanlah hal itu, dan lanjutkanlah hidupmu.”

Menurut saya, Prinsip Pelepasan ini juga bisa diterapkan dalam kehidupan rohani: Kita tak perlu terus-menerus terjerat dengan dosa masa lalu. Saudara-saudara Yusuf bergumul dengan hal tersebut. Bertahun-tahun setelah menjual Yusuf sebagai budak, mereka masih mengingat sikap mereka yang kejam dan kini mereka takut Yusuf akan membalas dendam (Kej. 50:15). Jadi mereka mengirim pesan kepada Yusuf dan memohon pengampunannya (ay.16-17). Mereka tetap merasa bersalah meski Yusuf telah berbuat baik dan meyakinkan mereka (45:4-15).

Banyak dari kita yang terus-menerus terjerat dengan berbagai kesalahan kita di masa lalu, meski orang-orang yang pernah kita lukai telah mengampuni dan berbuat baik kepada kita. Meski demikian, kemerdekaan sejati terjadi ketika kita mengakui kesalahan kita kepada Allah. Dia mengampuni kesalahan kita (1Yoh. 1:9) dan kita dijauhkan darinya (Mzm. 103:12). Seperti yang dituliskan di sebuah ayat, Dia membuang segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut! (Mik. 7:19). Karena inilah, kita bisa mengingatkan diri sendiri bahwa Sang Anak telah memerdekakan kita, dan kita pun benar-benar merdeka (Yoh. 8:36). —JBS

Hari yang bahagia saat Yesus menemukanku
Saat tangan-Nya yang kuat merengkuhku;
Saat dibuang-Nya dosaku ke laut terdalam,
Kini jiwaku penuh sukacita dan kemenangan. —Reitz

Harga kemerdekaan kita dari dosa telah dibayar dengan darah Yesus.

Bangkit Kembali

Senin, 1 Juli 2013

Bangkit Kembali

Baca: 1 Yohanes 1:5-2:2

Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. —1 Yohanes 1:9

Pada 18 Januari 2012, rekor kemenangan terpanjang dalam sejarah olahraga antar kampus di Amerika Serikat—252 kemenangan beruntun—terpatahkan saat Trinity College kalah dalam suatu pertandingan squash melawan Yale. Pagi berikutnya setelah kekalahan pertama dalam 14 tahun tersebut, pelatih Trinity, Paul Assaiante, menerima e-mail dari seorang teman yang merupakan seorang pelatih football ternama. Temannya itu menulis, “Ini kesempatanmu untuk bangkit kembali.” Sepuluh hari kemudian, giliran tim yang dilatih sang teman tersebut menerima kekalahan di salah satu pertandingan terakbar, yakni final NFL Super Bowl. Setiap dari kita pasti pernah menghadapi kekalahan di dalam hidup ini.

Perasaan gagal dalam suatu pertandingan olahraga mencerminkan kuatnya perasaan kita yang menyalahkan diri sendiri setelah mengalami kejatuhan rohani. Bagaimana kita bisa bangkit dari kejatuhan setelah kita mengecewakan Tuhan, sesama, dan juga diri kita sendiri? Rasul Yohanes menulis, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1Yoh. 1:8-9). Allah mengampuni kita karena Yesus Kristus telah membayar harga untuk dosa-dosa kita (2:2).

Pengampunan Allah membuat kita bebas untuk memulai suatu awal yang baru dan untuk memusatkan perhatian kita pada kesempatan yang ada di masa kini daripada kekalahan di masa lalu. Dia dengan setia menyucikan kita sehingga kita bisa memulai lagi dengan hati yang murni. Hari ini, Allah mengundang dan memampukan kita untuk bangkit kembali. —DCM

Saat kau pernah percaya kepada Yesus dan menaati jalan-Nya,
Saat kau pernah dituntun tangan-Nya hari demi hari,
Namun kini langkahmu menyimpang ke jalan lain,
Kembalilah lagi dari awal. —Kroll

Daripada hidup dalam bayang-bayang masa lalu, berjalanlah dalam terang masa kini dan harapan akan masa depan.

Surat Dari C. S. Lewis

Senin, 10 Juni 2013

Surat Dari C. S. Lewis

Baca: 1 Yohanes 2:9-17

Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah diampuni oleh karena nama-Nya. —1 Yohanes 2:12

Pada September 1961, Harvey Karlsen, seorang siswa sekolah menengah atas di Brooklyn, New York, menulis surat kepada C. S. Lewis di Inggris. Harvey telah membaca buku Lewis yang berjudul The Screwtape Letters (Surat-Surat Screwtape) dan bertanya kepada sang penulis, “Ketika Anda menulis buku ini, apakah Iblis memberi Anda masalah, dan jika ya, apa yang Anda lakukan untuk mengatasinya?”

Tiga minggu kemudian, Lewis menuliskan surat balasan yang menegaskan bahwa ia masih menghadapi banyak cobaan. Dalam menghadapinya, ia berkata, “Mungkin . . . yang paling penting adalah untuk terus maju; tidak menjadi putus asa seberapa pun seringnya kita kalah terhadap pencobaan, tetapi selalu berusaha bangkit kembali dan memohon pengampunan.”

Surat-surat Yohanes dalam Perjanjian Baru penuh dengan dorongan untuk bertekun dalam pencobaan. “Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah diampuni oleh karena nama-Nya. Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu telah mengenal Dia, yang ada dari mulanya. Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu telah mengalahkan yang jahat” (1Yoh. 2:12-13).

Berapapun usia atau pengalaman kita, kita semua tengah menghadapi pertempuran rohani. “Dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya” (ay.17).

Marilah kita berpegang kepada Allah dan terus maju! —DCM

Tuhan, aku merasa berkecil hati saat aku lagi-lagi menyerah
kepada tipu daya Iblis. Namun aku bersyukur, Kristus telah
membayar dosaku di kayu salib. Tolong aku mengakui dosaku
dan terus mengandalkan-Mu untuk pertumbuhan imanku.

Untuk berkuasa atas pencobaan, biarkan Kristus berkuasa atasmu.

Pak, Maafkan Saya

Kamis, 16 Mei 2013

Pak, Maafkan Saya

Baca: Matius 5:21-26

Pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu. —Matius 5:24

Ketika saya dan Ewing, menantu saya, menonton langsung pertandingan olahraga, kami bukan saja memperhatikan pertandingan tetapi juga orang di sekitar kami.

Satu di antara mereka menunjukkan sisi buruk dan sisi baik dari kemanusiaan. Pria ini kelihatannya lupa di mana tempat duduknya. Ketika sedang mencarinya, ia berdiri tepat di depan kami dan menghalangi pandangan ke arah lapangan pertandingan. Seseorang yang duduk di depan kami juga ikut terhalang, jadi ia berkata kepada pria tadi, “Bisakah Anda bergeser? Kami tak bisa melihat.”

Pria yang mencari tempat duduknya tersebut dengan sinis menjawab, “Sayang sekali kalau begitu.” Permintaan kedua kembali dibalas dengan nada yang lebih keras. Akhirnya pria itu pun berlalu. Apa yang terjadi selanjutnya sangat mengejutkan. Ia kembali dan berkata kepada orang yang ia kasari tadi, “Pak, maafkan saya. Tadi saya kesal karena tak menemukan tempat duduk saya.” Mereka saling berjabat tangan dan masalah tersebut pun berakhir baik-baik.

Interaksi itu membuat saya berpikir. Ketika kita berjuang menjalani kehidupan ini, ada beragam situasi yang dapat membuat kita frustrasi dan menyebabkan kita bersikap yang tidak sepatutnya sebagai seorang Kristen kepada orang lain. Bila itu terjadi, kita harus meminta Allah supaya Dia memberi kita keberanian untuk meminta maaf kepada orang-orang yang telah kita lukai. Menurut Yesus, ibadah kita bergantung akan hal itu (Mat. 5:23-24).

Kita menghormati Allah ketika kita mengutamakan perdamaian dengan sesama. Setelah kita berdamai, barulah kita dapat sepenuhnya menikmati persekutuan dengan Bapa sorgawi kita. —JDB

Tidaklah mudah, Ya Tuhan, untuk merendahkan hati kami
dan meminta maaf kepada orang lain. Namun Engkau ingin kami
mengusahakan perdamaian dengan sesama sebelum kami beribadah.
Tolonglah kami untuk dapat meminta maaf ketika diperlukan.

Pengakuan dosa adalah tanah subur tempat benih pengampunan akan berkembang.