Posts

3 Tips Supaya Kamu Tidak Jatuh di Lubang yang Sama

Oleh Jenni, Bandung

Hidup dalam pertobatan tidak semudah membicarakannya. Seringkali ketika hari ini kita berkomitmen untuk bertobat kita akan mengalami tantangan yang semakin besar. Tak jarang kita jatuh lagi dan lagi sehingga kita pun ingin menyerah saja.

Namun, itu memang harga yang harus dibayar untuk hidup dalam pertobatan. Kita pasti mengalami proses jatuh dan bangun. Buatku sendiri yang sampai saat ini masih berjuang hidup dalam pertobatan, aku kadang memaklumi kebiasaan-kebiasaan burukku yang membuat aku jadi mempertanyakan komitmen pertobatanku.

Tapi, syukur kepada Tuhan bahwa aku tidak ditinggalkan sendirian. Ada empat hal yang terus kulatih setiap hari:

1. Terus menyelidiki diri sendiri

Efesus 5:15-16 berbunyi, “karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.”

Ayat ini mengingatkanku untuk mengambil waktu sejenak dan memperhatikan caraku hidup. Bagaimana dan mengapa aku melakukan sesuatu. Aku pun menemukan sebuah kebiasaan yang, tidak tampak berbahaya, tetapi cukup perlu diperhatikan.

Karena kesibukan yang menyita waktu, aku memilih belanja online agar menghemat waktu. Biasanya, setelah mendapatkan produk yang diperlukan aku tidak akan langsung menutup aplikasi. Aku berpikir untuk melihat-lihat produk lain. Ya, siapa tahu kapan-kapan aku perlu. Maka, dengan niat demikian aku pun melanjutkan berselancar di aplikasi belanja online.

Kukira, aku sedang survey membandingkan produk terbaik dari sekian banyak toko. Ternyata, pengendalian diriku lemah. Alhasil, niatanku berubah menjadi cuci mata. Efesus 5:15-16 membantuku menemukan bahwa selama ini aku telah tertipu dengan pola pikirku sendiri.

Berbelanja online tidaklah salah dan berdosa, tetapi ketika aku membiarkan diriku dikuasai oleh hawa nafsu impulsif untuk membeli barang tanpa mempertimbangkannya, bisa jadi aku sedang membiarkan diriku terjebak dalam dosa yang lebih dalam. Bukan tidak mungkin jika kebiasaan ini kuteruskan aku akan menghabiskan lebih banyak uang yang jumlahnya lebih besar dari pengeluaranku.

2. Lihat manfaat dari segala sesuatu

1 Korintus 10:23 berbunyi, “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.

Firman ini mengingatkanku bahwa tidak semua yang terlihat aman itu berguna dan membangun. Perlu kebijaksanaan dalam memutuskan untuk melakukan sesuatu. Contohnya, dengan belanja online aku bisa dengan mudah menemukan produk yang mungkin akan sulit ditemukan jika belum tahu tempatnya. Sebenarnya, jika digunakan dengan tepat, manfaatnya besar. Akan tetapi jika digunakan dengan sebaliknya, maka lebih banyak kerugiannya.

Waktu yang aku gunakan untuk cuci mata sebenarnya bisa aku gunakan untuk hal lain yang berguna dan membangun. 1 Korintus 10:23 menuntunku untuk mempertanyakan manfaat dan kegunaan segala sesuatu. Memang, tidak semua hal jelas-jelas terlihat merugikan atau buruk. Namun, tidak semua hal berguna. Ayat ini mengajarkanku untuk melakukan yang benar.

3.  Apakah pengalaman orang lain cukup? Atau haruskah aku mengalami sendiri?

Pada Amsal 8:33 dituliskan, “Dengarkanlah didikan, maka kamu menjadi bijak, janganlah mengabaikannya.”

Orang bijak belajar dari pengalaman orang lain. Terkadang, saat dilanda galau memilih produk yang hendak dibeli, aku akan meminta saran pada salah satu teman yang kuanggap paham seluk beluk belanja online. Sayangnya, tidak semua sarannya aku sukai. 

Temanku menyarankan bahwa beberapa produk sebaiknya tidak dibeli online karena, risiko yang menanti cukup besar. Akan tetapi, saking magernya, aku menolak dan tetap check-out. Sayang disayang, perkataan temanku itu ternyata benar adanya. Andaikan saat itu aku tidak mengabaikan saran dan lebih mengendalikan diri, aku tidak akan merugi materi.

Jika salah belanja saja bisa membuatku merasa rugi, bayangkanlah jika itu terjadi pada skala atau kasus yang lebih besar. Semisal, bicara soal pasangan hidup. Firman Tuhan mengingatkan kita untuk mengambil yang sepadan, tetapi kita nekat jalani saja meskipun sudah jelas-jelas si dia tidak sepadan seperti berbeda visi, suka melakukan kekerasan, boros, dan sebagainya. Jika kita terus melanjutkan dan mengabaikan nasihat, bisa jadi kita sedang membawa diri kita untuk terjatuh.

Lalu, harus bagaimana?

Dalam Efesus 4:17-32 berisi tentang pesan Paulus untuk meninggalkan kehidupan lama dan menjadi manusia baru. Pertobatan akan membaharui kita dalam roh dan pikiran. 

Sampai di titik ini, aku menyadari bahwa pengendalian diri yang buruk adalah PR besarku. Karena kelemahan ini, aku terus kembali melakukan hal yang merugikan. Sebenarnya kebiasaanku yang gemar berselancar di aplikasi belanja online tidak hanya membuang kuota internet saja, melainkan hal yang lebih berharga, yaitu waktu. Uang bisa dicari dan kuota bisa dibeli, tapi, waktu? Tidak akan bisa kembali.

Tuhan Yesus sudah menebus jiwa kita agar bisa bersama-Nya kelak. Sekarang, saat masih di dunia, kita tak lagi hidup di bawah Taurat, tapi kasih karunia. Dengan anugerah yang besar, maka waktu yang tepat untuk melatih diri untuk meninggalkan kebiasaan buruk adalah saat ini. Sekarang juga.

Pertobatan memiliki hubungan erat dengan mengubah dan melatih pola pikir baru. Jatuh bangun adalah bagian dari pertobatan. Sambil terus meminta pertolongan dan tuntunan Tuhan, yuk melatih diri untuk meninggalkan semua kebiasaan buruk dan dosa yang mengikat. Dengan kekuatan dan belas kasih dari Tuhan, kita akan dimampukan dan menjadi pribadi versi terbaik.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Sharing: Bagaimana Pengalamanmu Mengenal Tuhan Yesus Pertama Kali?

Bagaimana pengalamanmu mengenal Tuhan Yesus pertama kali? Bagikan cerita kamu di dalam kolom komentar. Kiranya sharingmu dapat memberkati sobat muda lainnya.