Posts

Iman Nenek yang Membekas

Selasa, 19 Maret 2019

Iman Nenek yang Membekas

Baca: 2 Timotius 1:3-7

1:3 Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam.

1:4 Dan apabila aku terkenang akan air matamu yang kaucurahkan, aku ingin melihat engkau kembali supaya penuhlah kesukaanku.

1:5 Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.

1:6 Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.

1:7 Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.

Hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu. —2 Timotius 3:14

Daily Quotes ODB

Namanya panjang tetapi umurnya lebih panjang lagi: Madeline Harriet Orr Jackson Williams hidup hingga umur 101 tahun, lebih lama dari kedua suaminya. Kedua suaminya adalah pengkhotbah. Madeline adalah nenek saya, dan kami memanggilnya Momma. Saya dan saudara-saudara saya sangat dekat dengannya; kami tinggal di rumahnya sampai ia pindah mengikuti suami keduanya. Tidak terlalu jauh, karena tempat tinggalnya kurang dari 80 kilometer jauhnya dari kami. Nenek kami senang menyanyi lagu gereja, menghafal katekismus, bermain piano, dan seorang yang takut akan Allah. Imannya sangat membekas dalam diri saya dan saudara-saudara saya.

Menurut 2 Timotius 1:3-7, nenek Timotius, Lois, dan ibunya, Eunike, memiliki dampak besar atas hidup Timotius. Kehidupan dan pengajaran mereka berakar dalam Kitab Suci (ay.5; 2Tim. 3:14-16) dan akhirnya iman mereka bertumbuh dalam hati Timotius. Pengalaman dibesarkan menurut nilai-nilai Alkitab tidak hanya mendasari hubungan Timotius dengan Allah, tetapi juga sangat penting bagi keefektifannya dalam pelayanan kepada Tuhan (1:6-7).

Hari ini, seperti pada zaman Timotius, Allah memakai pria-wanita yang setia untuk meninggalkan warisan iman kepada generasi mendatang. Doa, perkataan, tindakan, dan pelayanan kita dapat dipakai Tuhan secara luar biasa, baik saat kita hidup maupun setelah kita meninggal dunia. Itulah sebabnya saya dan saudara-saudara masih melakukan hal-hal yang diajarkan Momma kepada kami. Saya berdoa agar warisan Momma tidak berhenti hanya pada kami. —Arthur Jackson

Bagaimana kamu menggunakan doa, perkataan, tindakan, dan pelayanan kamu untuk menolong orang lain bertumbuh dalam Yesus? Apa yang kelak akan kamu wariskan bagi generasi berikutnya?

Bapa Surgawi, pakailah hidup kami sebagai warisan bagi kemuliaan-Mu dan yang memperkaya sesama kami.

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 1-3; Markus 16

Kehilangan untuk Memperoleh

Minggu, 15 Januari 2017

Kehilangan untuk Memperoleh

Baca: Matius 10:37-42

10:37 Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.

10:38 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.

10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

10:40 Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.

10:41 Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar.

10:42 Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.”

Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. —Matius 10:39

Kehilangan untuk Memperoleh

Setelah menikahi tunangan saya yang berkebangsaan Inggris dan pindah ke negaranya, saya mengira bahwa saya hanya akan tinggal lima tahun di tempat yang asing itu. Saya tidak pernah membayangkan masih tinggal di negara suami saya hampir 20 tahun kemudian. Adakalanya saya merasa kehilangan setelah meninggalkan keluarga, pekerjaan, teman-teman, dan semua hal yang selama ini begitu dekat dengan saya. Namun saya menyadari, justru dengan meninggalkan cara hidup yang lama, saya memperoleh cara hidup baru yang lebih baik.

Memperoleh hidup yang dianugerahkan kepada kita ketika kita melepaskannya itulah yang dijanjikan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya. Ketika mengutus kedua belas murid untuk mewartakan kabar baik-Nya, Yesus meminta mereka untuk mengasihi Dia lebih daripada mengasihi orangtua atau anak-anak mereka (Mat. 10:37). Perkataan-Nya itu diucapkan di tengah suatu budaya yang menjunjung tinggi keluarga sebagai fondasi masyarakat. Namun Dia berjanji, apabila mereka kehilangan nyawa mereka karena Dia, mereka akan memperolehnya (ay.39).

Kita tidak perlu pindah ke luar negeri untuk memperoleh hidup di dalam Kristus. Melalui pelayanan dan komitmen—seperti para murid yang pergi mewartakan kabar baik tentang Kerajaan Allah—kita akan mengalami bahwa kita memperoleh lebih banyak daripada yang kita lepaskan. Semua itu adalah karena besarnya kasih yang dicurahkan Tuhan kepada kita. Kasih-Nya memang tidak tergantung pada seberapa banyak pelayanan kita, tetapi kita akan memperoleh makna, kepuasan, dan kebahagiaan sejati apabila kita menyerahkan diri sepenuhnya demi melayani sesama. —Amy Boucher Pye

Memandang salib Rajaku yang mati untuk dunia, kurasa hancur congkakku dan harta hilang harganya. Isaac Watts (Kidung Jemaat, No. 169)

Setiap kehilangan meninggalkan ruang yang hanya bisa diisi dengan kehadiran Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 36-38; Matius 10:21-42

Artikel Terkait:

Ketika Kita Kehilangan, Satu Hal Inilah yang Membuat Kita Bertahan

Hidup itu seperti uap, yang sebentar ada kemudian tiada. Gambaran yang diberikan firman Tuhan tentang hidup manusia yang singkat ini sangat tepat. Beberapa orang menjadi tua, mereka akan segera tiada. Beberapa orang masih muda, namun siapa yang tahu sampai kapan mereka hidup? Baca kisah selengkapnya di dalam artikel ini.

Pelajaran untuk Si Kecil

Sabtu, 23 Januari 2016

Pelajaran untuk Si Kecil

Baca: Amsal 22:1-16

22:1 Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.

22:2 Orang kaya dan orang miskin bertemu; yang membuat mereka semua ialah TUHAN.

22:3 Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka.

22:4 Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.

22:5 Duri dan perangkap ada di jalan orang yang serong hatinya; siapa ingin memelihara diri menjauhi orang itu.

22:6 Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.

22:7 Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi.

22:8 Orang yang menabur kecurangan akan menuai bencana, dan tongkat amarahnya akan habis binasa.

22:9 Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin.

22:10 Usirlah si pencemooh, maka lenyaplah pertengkaran, dan akan berhentilah perbantahan dan cemooh.

22:11 Orang yang mencintai kesucian hati dan yang manis bicaranya menjadi sahabat raja.

22:12 Mata TUHAN menjaga pengetahuan, tetapi Ia membatalkan perkataan si pengkhianat.

22:13 Si pemalas berkata: “Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan.”

22:14 Mulut perempuan jalang adalah lobang yang dalam; orang yang dimurkai TUHAN akan terperosok ke dalamnya.

22:15 Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya.

22:16 Orang yang menindas orang lemah untuk menguntungkan diri atau memberi hadiah kepada orang kaya, hanya merugikan diri saja.

Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya. —Amsal 22:6

Pelajaran untuk Si Kecil

Ketika putri kecil saya menceritakan masalah yang sedang dihadapinya di ruang makan sekolah, saya langsung bertanyatanya bagaimana saya bisa menyelesaikan masalah itu untuknya. Namun kemudian muncul pemikiran lain. Mungkin Allah telah mengizinkan putri saya mengalami masalah itu agar ia bisa melihat-Nya berkarya dan mengenal-Nya dengan lebih baik. Alih-alih secepat mungkin menolong putri saya, saya memutuskan untuk berdoa bersamanya. Masalah itu lalu beres tanpa bantuan saya sedikit pun!

Situasi itu menunjukkan kepada buah hati saya bahwa Allah peduli kepadanya, bahwa Dia mendengarkan ketika ia berdoa, dan bahwa Dia menjawab doa-doanya. Alkitab mengatakan bahwa ada sesuatu yang signifikan tentang mempelajari hal-hal tersebut sejak dini. Jika kita “[mendidik] orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Ams. 22:6). Ketika kita mendidik anak-anak dengan kesadaran akan Yesus dan kuasa-Nya, kita sedang memberi mereka tempat untuk bernaung kembali saat suatu hari mereka tersesat serta landasan bagi pertum-buhan rohani mereka di sepanjang hidup mereka.

Pikirkan bagaimana kamu bisa menumbuhkan iman dalam diri seorang anak. Tunjukkan rancangan Allah dalam alam, ceritakan kisah tentang cara Dia dalam menolongmu, atau ajaklah si kecil untuk bersamamu bersyukur kepada Allah ketika segala sesuatu berjalan baik-baik saja. Allah dapat bekerja melalui dirimu untuk menyerukan kebaikan-Nya dari generasi ke generasi. —Jennifer Benson Schuldt

Ya Allahku, aku berdoa agar Engkau membangkitkan orang-orang percaya di generasi berikutnya. Tunjukkan bagaimana aku bisa mendorong anak-anak muda untuk mempercayai-Mu.

Kita mempengaruhi generasi mendatang dengan hidup bagi Kristus di masa sekarang.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 7-8; Matius 15:1-20

Mengucapkan Selamat Tinggal

Kamis, 14 Januari 2016

Mengucapkan Selamat Tinggal

Baca: Lukas 9:57-62

9:57 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.”

9:58 Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.”

9:59 Lalu Ia berkata kepada seorang lain: “Ikutlah Aku!” Tetapi orang itu berkata: “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.”

9:60 Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.”

9:61 Dan seorang lain lagi berkata: “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.”

9:62 Tetapi Yesus berkata: “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”

Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah. —Lukas 9:62

Mengucapkan Selamat Tinggal

Tidak mudah mengucapkan “selamat tinggal” pada keluarga dan teman, pada lokasi favorit yang telah mendapat tempat di hati, atau pada pekerjaan atau mata pencaharian tertentu.

Di Lukas 9:57-62, Tuhan kita menjabarkan harga yang harus dibayar untuk menjadi murid-Nya. Ada seseorang yang mau menjadi pengikut-Nya berkata kepada Yesus, “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.” Yesus berkata, “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah” (ay.61-62). Apakah Tuhan meminta para pengikut-Nya mengucapkan selamat tinggal pada segala sesuatu dan siapa saja yang berharga bagi mereka?

Dalam bahasa Mandarin, tidak ada kata yang persis bisa digunakan secara langsung untuk menerjemahkan kata goodbye dalam bahasa Inggris. Dua aksara Tionghoa yang digunakan untuk menerjemahkan kata tersebut sebenarnya mengandung arti “sampai jumpa lagi”. Menjadi seorang murid Kristus mungkin menyebabkan beberapa orang akan menolak kita. Namun, hal itu tidak berarti kita mengucapkan “selamat tinggal” kepada siapa saja dan kemudian melupakan semua jalinan hubungan kita dengan mereka. Mengucapkan “selamat tinggal” berarti Allah menghendaki kita untuk mengikut Dia sesuai ketentuan-Nya, yakni dengan segenap hati. Barulah kemudian kita akan memandang setiap orang dengan cara pandang yang benar.

Allah menghendaki yang terbaik untuk kita, tetapi kita pun harus mengizinkan Dia untuk menjadi yang utama di atas segalanya. —C. P. Hia

Ya Tuhanku, aku ingin mengikut Engkau dengan segenap hati. Tolonglah aku untuk tidak mementingkan apa pun dan siapa pun lebih daripada Engkau.

Mengikut Yesus akan mengubah cara pandang kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 33-35; Matius 10:1-20

Apa yang Kita Lakukan

Jumat, 5 Juni 2015

Apa yang Kita Lakukan

Baca: Filipi 3:7-17

3:7 Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.

3:8 Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,

3:9 dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.

3:10 Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya,

3:11 supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.

3:12 Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus.

3:13 Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,

3:14 dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.

3:15 Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu.

3:16 Tetapi baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai kita lanjutkan menurut jalan yang telah kita tempuh.

3:17 Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu.

Ini yang kulakukan . . . [aku] berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. —Filipi 3:13-14

Apa yang Kita Lakukan

Untuk mengenang mendiang Roger Ebert—kritikus film peraih Anugerah Pulitzer—seorang rekan wartawan menuliskan: “Dengan segala ketenarannya, penghargaan yang diterimanya, dan status selebritasnya, wawancara eksklusifnya, dan kedekatannya dengan para tokoh film, Ebert tak pernah lupa akan esensi dari apa yang kami lakukan, yaitu mengulas film. Dan ia mengulas film dengan semangat yang menular dan pemikiran yang tajam” (Dennis King, The Oklahoman).

Rasul Paulus tidak pernah melupakan esensi dari panggilan dan tugas yang dipercayakan Allah atas dirinya. Fokus dan antusiasme menjadi ciri dari persekutuannya dengan Kristus. Baik ketika bertukar pendapat dengan para filsuf di Atena, atau ketika didera karam kapal di laut Mediterania, atau ketika dibelenggu bersama seorang prajurit Romawi di penjara, Paulus tetap berfokus pada panggilannya untuk “mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya” dan mengajar tentang nama Yesus (Flp. 3:10).

Dalam surat yang ditulisnya dari penjara itu, Paulus berkata, “Aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (3:13-14). Apa pun keadaan yang dialaminya, Paulus terus mengarahkan dirinya untuk maju dalam panggilannya sebagai seorang murid Kristus.

Kiranya kita senantiasa mengingat esensi dan ciri dari panggilan kita dan tugas panggilan kita sebagai pengikut Yesus. —David McCasland

Bapa Surgawi, kiranya aku selalu bersedia melakukan apa yang bisa kulakukan dengan segala yang kupunya, di mana pun aku berada.

Kesungguhan Rasul Paulus hanya pada satu hal, yaitu dalam persekutuannya dengan Yesus Kristus. —Oswald Chambers

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 23–24; Yohanes 15

Photo credit: warein.holgado / Photo / CC BY-NC-SA

Merendahkan Diri

Sabtu, 26 April 2014

Merendahkan Diri

Baca: 2 Tawarikh 12:1-8

12:1 Rehabeam beserta seluruh Israel meninggalkan hukum TUHAN, ketika kerajaannya menjadi kokoh dan kekuasaannya menjadi teguh.

12:2 Tetapi pada tahun kelima zaman raja Rehabeam, majulah Sisak, raja Mesir, menyerang Yerusalem–karena mereka berubah setia terhadap TUHAN–

12:3 dengan seribu dua ratus kereta dan enam puluh ribu orang berkuda, sedang rakyat yang mengikutinya dari Mesir, yakni orang Libia, orang Suki dan orang Etiopia, tidak terhitung banyaknya.

12:4 Ia merebut kota-kota benteng yang di Yehuda, bahkan mendekati Yerusalem.

12:5 Nabi Semaya datang kepada Rehabeam dan pemimpin-pemimpin Yehuda yang berkumpul di Yerusalem berhubung dengan ancaman Sisak, dan berkata kepada mereka: “Beginilah firman TUHAN: Kamu telah meninggalkan Aku, oleh sebab itu Akupun meninggalkan kamu juga dalam kuasa Sisak.”

12:6 Maka pemimpin-pemimpin Israel dan raja merendahkan diri dan berkata: “Tuhanlah yang benar!”

12:7 Ketika TUHAN melihat bahwa mereka merendahkan diri, datanglah firman TUHAN kepada Semaya, bunyinya: “Mereka telah merendahkan diri, oleh sebab itu Aku tidak akan memusnahkan mereka. Aku segera akan meluputkan mereka dan kehangatan murka-Ku tidak akan dicurahkan atas Yerusalem dengan perantaraan Sisak.

12:8 Tetapi mereka akan menjadi hamba-hambanya, supaya mereka tahu membedakan antara mengabdi kepada-Ku dan mengabdi kepada kerajaan-kerajaan duniawi.”

Dan umat-Ku . . . merendahkan diri, berdoa . . . lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka. —2 Tawarikh 7:14

Merendahkan Diri

Sebuah video dimulai dengan menampilkan Daisy, seekor anak anjing yang takut untuk turun dari anak tangga teratas. Walaupun di bawah orang-orang terus memanggil dan menyorakinya, Daisy tetap tidak berani untuk turun. Daisy ingin sekali bergabung dengan orang-orang di bawah itu, tetapi rasa takut membuatnya enggan untuk menapaki anak tangga. Lalu Simon, seekor anjing yang lebih besar, datang untuk menolong. Simon berlari menaiki anak tangga itu, lalu turun lagi, dengan maksud supaya Daisy melihat betapa mudah caranya naik-turun. Daisy masih merasa tidak yakin. Simon kembali naik-turun tangga itu, tetapi kali ini dengan lebih pelan. Namun Daisy masih terlalu takut untuk mencoba. Sekali lagi Simon naik dan menunjukkan caranya. Akhirnya Daisy berani melangkahkan kaki belakangnya mengikuti kaki depannya. Dan Simon tetap mendampingi Daisy sampai berhasil. Semua orang pun bersorak gembira!

Sungguh suatu ilustrasi yang indah tentang pemuridan. Kita memberikan banyak waktu mengajar orang lain cara untuk berjalan maju, tetapi hal yang lebih penting dipelajari, dan yang lebih sulit, adalah cara untuk “turun”. Kita membaca di sepanjang Kitab Suci bahwa Allah menghendaki kita untuk merendahkan diri. Karena bangsa Yehuda rela merendahkan diri, Tuhan berkata, “Oleh sebab itu Aku tidak akan memusnahkan mereka” (2Taw. 12:7).

Berulang kali, Allah menunjukkan kerelaan-Nya merendahkan diri dengan turun menjumpai umat-Nya (Kel. 3:7-8; 19:10-12; Mi. 1:3). Pada akhirnya Allah mengutus Yesus, yang di sepanjang hidup-Nya mengajarkan kerendahan diri yang patut kita ikuti (Flp. 2:5-11). —JAL

Makin serupa Yesus, Tuhanku,
Inilah sungguh kerinduanku;
Makin bersabar, lembut dan merendah,
Makin setia dan rajin bekerja. —Gabriel
(Nyanyikanlah Kidung Baru, No. 138)

Seseorang tidak akan pernah belajar apa pun, jika ia tidak belajar merendahkan diri terlebih dahulu.

Ulasan Buku: Not A Fan

Oleh: Juni Liem

sampul-notafan
 
Judul: Not A Fan
Penulis: Kyle Idleman
Tebal: 239 Halaman
Edisi Indonesia diterbitkan oleh: Literatur Perkantas Jatim

 

Mungkin kita sering terkagum-kagum ketika mendengar tentang apa yang telah Tuhan lakukan, terkagum-kagum ketika melihat karya ciptaan-Nya. Mungkin kita sudah sekian lama mengaku percaya kepada Allah dan mengikuti-Nya. Tetapi permisi tanya, adakah kita mengikuti-Nya karena kagum dengan apa yang Dia lakukan, atau karena benar-benar ingin mengikuti-Nya, mengikuti teladan-Nya, dan melakukan apa yang Dia mau kita lakukan?

Mengikuti Kristus tidaklah semudah kedengarannya. Ada begitu banyak orang yang awalnya mau mengikuti Yesus, tetapi akhirnya mundur ketika mendengar apa yang Yesus minta. (Mat. 19 – Orang Muda yang Kaya; Luk. 9). Seringkali ketika kita mengaku “mengikut” Kristus, kita sesungguhnya tidak benar-benar “mengikut” Dia. Kita tidak melakukannya sepenuh hati, ada saja hal yang tidak mau kita tinggalkan. Padahal, Tuhan ingin kita mengikuti Dia seutuhnya…tidak setengah-setengah.

Dengan tulisan yang sederhana dan mudah dimengerti, Kyle Idleman, melalui bukunya yang berjudul Not A Fan, berupaya membangunkan setiap orang yang mengaku dirinya Kristen untuk kembali memikirkan kembali apakah mereka benar-benar mengikuti Tuhan atau hanya sekedar kagum dengan apa yang Tuhan kerjakan. Buku ini dibagi dalam tiga bagian besar. Bagian pertama mendorong pembaca untuk mendiagnosa diri dengan jujur apakah selama ini menjadi sekadar “penggemar” Kristus, atau pengikut-Nya yang sejati. Bagian kedua mengupas undangan mengikut Yesus dari Alkitab dalam versi lengkapnya (seringkali kita mendengar versi yang sudah diedit sana-sini). Bagian ketiga membawa pembaca untuk memikirkan konsekuensi praktis dari komitmen mengikut Yesus dalam kehidupan sehari-hari.

Tak hanya sarat dengan kupasan ayat-ayat Alkitab yang bernas, tulisan Kyle terasa hidup dengan kehadiran kisah-kisah nyata yang inspiratif tentang mereka yang bergumul dalam perjalanan mengikut Kristus. Dengan jitu, Kyle juga menyodorkan sejumlah pertanyaan yang mengajak para pembaca untuk jujur melihat relasinya dengan Tuhan selama ini.

Kyle mengambil langkah berani untuk tidak menulis hal-hal “manis yang dapat memuaskan mata pembaca, tetapi dengan gamblang menulis banyak hal yang tidak mengenakan untuk dibaca, hal-hal yang memaksa kita untuk dengan jujur memeriksa diri ketika kita serius hendak menjadi pengikut Kristus dan bukan hanya sekadar penggemar. Kejujurannya bertutur itulah yang menjadikan buku ini layak dibaca oleh setiap orang yang ingin bertumbuh sebagai seorang Kristen yang otentik.

Tetangga Dan Pagar

Minggu, 12 Januari 2014

Tetangga Dan Pagar

Baca: Kisah Para Rasul 2:41-47

2:41 Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.

2:42 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.

2:43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.

2:44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,

2:45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.

2:46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,

2:47 sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.

Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu. —Kisah Para Rasul 2:44

Tetangga Dan Pagar

Pagar samping halaman rumah kami mulai terlihat rusak dan usang, maka saya dan suami saya, Carl, memutuskan untuk mencopotnya sebelum roboh. Tidak sulit untuk mencopot pagar yang rusak itu. Jadi pada suatu siang kami dapat melakukannya dengan cepat. Beberapa minggu kemudian ketika Carl sedang menyapu halaman, seorang wanita yang sedang mengajak anjingnya berjalan-jalan sempat berhenti untuk memberikan pendapatnya: “Halamanmu kelihatan jauh lebih baik tanpa pagar. Lagipula, aku tak menyukai pagar.” Ia menjelaskan bahwa ia menyukai adanya suatu “kebersamaan” dan tiadanya penghalang antarsesama.

Walaupun ada beberapa alasan yang baik untuk membuat pagar rumah, tetapi memisahkan diri dari tetangga kita bukanlah salah satu alasannya. Jadi saya memahami hasrat tetangga kami untuk menikmati suatu kebersamaan. Gereja tempat saya beribadah memiliki kelompok-kelompok yang bertemu sekali dalam seminggu untuk membangun hubungan dan menguatkan satu sama lain dalam menapaki perjalanan iman bersama Allah. Gereja mula-mula berkumpul bersama tiap hari di Bait Allah (Kis. 2:42,46). Mereka menjadi sehati sepikir pada saat mereka bersekutu dan berdoa. Ketika mereka mengalami pergumulan, mereka memiliki sahabat yang akan menguatkan mereka kembali (lih. Pkh. 4:10).

Hubungan yang terjalin dalam suatu persekutuan orang percaya merupakan hal yang sangat penting dalam perjalanan iman kita. Satu cara yang dipilih Allah untuk menunjukkan kasih-Nya kepada kita adalah melalui terjalinnya hubungan dengan sesama. —AMC

Alangkah indahnya,
Serikat beriman,
Cerminan kasih Tuhannya,
Di dalam surga terang. —Fawcett
(Kidung Jemaat, No. 448)

Kita semua membutuhkan persekutuan rohani untuk saling membangun dan menguatkan iman.

Kostum Atau Seragam?

Kamis, 12 Desember 2013

Kostum Atau Seragam?

Baca: Roma 13:11-14

Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya. —Roma 13:14

Eunice McGarrahan pernah memberikan ceramah yang luar biasa tentang hal pemuridan Kristen. Ia berkata, “Kostum adalah sesuatu yang Anda kenakan untuk berpura-pura menjadi seperti sosok yang Anda kenakan. Sedangkan seragam akan mengingatkan Anda pada jati diri Anda yang sebenarnya sesuai apa yang Anda kenakan.”

Perkataannya itu mengingatkan saya akan hari pertama saya dalam pelatihan dasar militer Amerika Serikat. Pada saat itu masing-masing dari kami diberi sebuah kotak dan diperintahkan untuk memasukkan semua pakaian sipil kami ke dalamnya. Kotak itu kemudian dikirim ke alamat rumah kami. Sejak saat itu, setiap hari kami mengenakan seragam yang mengingatkan bahwa kami telah memasuki masa-masa pelatihan penuh disiplin yang dirancang untuk mengubah sikap dan perilaku kami.

“Marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan,” kata Rasul Paulus kepada para murid Yesus di Roma, “dan mengenakan perlengkapan senjata terang” (Rm. 13:12). Selanjutnya Dia memerintahkan mereka, “Kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya” (ay.14). Tujuan dari tindakan “menanggalkan” dan “mengenakan” adalah untuk memiliki suatu jati diri yang baru dan hidup yang diubahkan (ay.13).

Saat kita memilih untuk mengikut Kristus sebagai Tuhan kita, Dia mulai membentuk kita untuk semakin menyerupai Dia dari hari ke hari. Ini bukanlah sikap berpura-pura menjadi sosok yang lain, tetapi proses yang menjadikan diri kita semakin matang di dalam Kristus. —DCM

‘Ku mau serupa, Tuhan yang mulia,
Inilah doa harapanku.
Rela buangkan semua hartaku,
‘Tuk mendapatkan Yesus Kristus. —Chisholm
(Kidung Puji-Pujian Kristen, No. 291)

Menjadi murid Kristus itu cuma-cuma . . . tetapi akan menuntut seluruh hidup Anda. —Dietrich Bonhoeffer