Posts

4 Pergumulan yang Mungkin Dihadapi oleh Pendeta Gerejamu Lebih Daripada yang Kamu Pikirkan

Oleh Jacob Ng*, Singapura
Artikel asli dalam bahasa Inggris: 4 Ways Your Pastor Might Be Struggling More Than You Think

*Jacob adalah seorang hamba Tuhan di Redemption Hill Church, Singapura, juga seorang suami bagi Yvonne, dan ayah bagi Jed dan Justus. Jacob kagum dan bersyukur bahwa Tuhan melayakkannya mengemban tanggung jawab ini. Dia berjuang untuk mengasihi Tuhan dengan cara menikmati dan mengucap syukur atas setiap anugerah yang Tuhan berikan kepadanya setiap hari.

Ketika berita mengenai bunuh diri pendeta Andrew Stoecklein dari Gereja Inland Hills di Amerika merebak, seorang temanku mengirimiku pesan. Dia merasa khawatir akan keadaanku. Dalam pesan itu, dia mengapresiasi kerjaku dan bertanya bagaimana kabarku. Apa yang temanku lakukan ini kupikir adalah tindakan yang baik, yang dipicu oleh rasa kaget yang juga dialami oleh banyak orang lainnya di dunia. Bagaimana mungkin seorang pendeta yang terlihat “baik-baik saja”, ternyata merasa sangat tertekan akibat beban pelayanan pastoral dan pergumulan pribadinya hingga dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Kita hidup di zaman yang menjunjung celebrity culture, di mana kita semua memiliki kecenderungan untuk memberi perhatian lebih kepada orang-orang yang bertalenta, yang dikenal baik, dan yang punya pengaruh. Di dalam konteks gereja, orang-orang Kristen pun melakukan hal itu. Kita menghormati pemimpin yang berdedikasi dan berbakat, tetapi rasa hormat ini seringkali berkembang menjadi gambaran-gambaran yang tidak realistis. Kenyataannya adalah, pendeta merupakan manusia yang tak sempurna—lemah, dan bisa berbuat salah seperti manusia umumnya.

Injil yang disampaikan oleh para pendeta adalah juga Injil yang mereka butuhkan dan andalkan setiap harinya. Tidak peduli seberapa lama kita menjadi orang Kristen, setiap kita—pendeta atau bukan—selalu membutuhkan dukungan dari sesama anggota tubuh Kristus hingga tiba harinya ketika kita memasuki kemuliaan Tuhan.

Kamu mungkin terkejut, tetapi inilah empat kemungkinan yang mungkin pendetamu sedang gumulkan lebih dari apa yang kamu pikirkan.

1. Kebanggaan dan kepercayaan pada diri sendiri

Banyak pendeta bergumul dengan ekspektasi yang diberikan oleh orang-orang yang mengaguminya—dan mereka berusaha keras untuk memenuhi semua ekspektasi tersebut. Jika dilihat lebih dalam, mungkin mereka melakukan itu karena digerakkan oleh kebutuhan akan penerimaan, atau takut mengecewakan orang lain. Sayangnya, para pendeta bisa sulit menyadarinya karena pergumulan yang menimbulkan rasa gelisah itu berakar pada harga diri dan kepercayaan pada diri sendiri. Suatu tindakan yang awalnya dimulai dari keinginan tulus untuk melayani gereja tanpa pamrih, seiring berjalannya waktu dapat berubah menjadi hal yang digunakan untuk menilai diri sendiri. Beban dari pemikiran “semuanya bergantung padaku” bisa sangat menghancurkan.

Sebagai anggota gereja, adalah penting bagi kita untuk melihat pendeta kita sebagai orang yang “memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efesus 4:12-13). Meskipun bukan hal yang salah untuk menghargai dan menghormati pendeta, kita harus memiliki pemahaman bahwa pelayanan mereka bukan untuk menuntun kita kepada mereka, tetapi kepada Kristus.

2. Pernikahan dan keluarga

Suatu kali, ada seseorang mengutarakan pendapatnya kepada istriku. Katanya, betapa diberkatinya istriku karena menikahi seorang pendeta. Kami berdua lalu tertawa. Aku berpikir, andai saja mereka mengetahui kekurangan-kekurangan kami dan bagaimana kami bergumul dalam masalah-masalah pernikahan sehari-hari seperti halnya yang orang lain juga alami.

Aku pernah berbincang dengan cukup banyak pendeta dan dari sinilah aku tahu bahwa memimpin sebuah gereja bisa jadi lebih mudah daripada mengurus keluarga kita sendiri dengan baik. Aku bisa menggunakan kemampuan aktif mendengarku dengan baik ketika seseorang menghampiriku di kantor gereja, tetapi di ujung hari aku berjuang untuk melakukan hal yang sama kepada istriku. Meskipun aku yakin 100 persen dalam hatiku bahwa istri dan anak-anakku adalah orang yang paling kusayangi, tindakanku seringkali menunjukkan hal yang sebaliknya. Contohnya, pernah terjadi masa-masa di mana aku mengorbankan waktuku untuk keluarga demi pelayanan. Bahkan, ketika aku secara fisik sedang berada dengan keluargaku, pikiranku bisa saja berada di planet lain.

Selama beberapa tahun belakangan, aku bersyukur atas istriku yang menerimaku pada masa-masa terburukku, yang bahkan masa itu tidak aku sadari. Kami telah menangis, berdoa, mengungkapkan isi hati, bertobat dari dosa-dosa, dan menaruh iman kami pada Kristus lagi dan lagi sembari berusaha mengatasi masalah-masalah kami. Kami memberikan kesaksian tentang kasih Allah yang setia menjaga pernikahan kami dalam anugerah-Nya, dan kami akan terus bergantung pada kasih itu.

Alih-alih berasumsi bahwa pendeta kita dan keluarganya “baik-baik saja”, mungkin kita bisa meluangkan waktu kita untuk memberikan semangat dan mengingatkan pendeta kita untuk memprioritaskan dan mengasihi keluarganya dengan baik.

Mungkin, kita juga harus mengambil inisiatif untuk menuntun kehidupan anak-anak pendeta kita kepada Kristus dengan perbuatan dan perkataan kita. Pendeta kita dan keluarganya membutuhkan anugerah, kasih, dukungan, dan bantuan yang sama seperti anggota jemaat lain di dalam gereja kita.

3. Kelelahan emosional

Kebanyakan pengkhotbah lebih bisa mengajarkan kebenaran daripada melakukannya. Contohnya, “serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya” (1 Petrus 5:7), adalah contoh klasik. Kekhawatiran dan beban emosionalku seringkali masih menempel dalam diriku meskipun aku sudah berusaha keras untuk menyerahkannya pada Tuhan.

Di usiaku yang ke-37 tahun, aku masih merasa sehat dan kuat secara fisik. Yang membuatku lelah sebenarnya bukanlah kelelahan fisik, tapi keletihan secara emosional yang datang dari penggembalaan dan berkhotbah. Aku bergumul mencari kata-kata apa yang tepat untuk menguatkan mereka yang mengalami penderitaan yang sulit dibayangkan, menanggung beban mereka yang bergumul dengan rasa kehancuran yang mendalam, menenangkan diriku untuk merespons dengan santun kepada mereka yang sulit dan seringkali menyakiti hati orang (baik disengaja maupun tidak), dan merenungkan kembali kesalahan-kesalahan apa yang telah kubuat. Pada suatu hari yang penuh tantangan, aku bisa merasa sangat terbebani oleh gelombang emosi dan pikiran yang membuatku kesulitan untuk melakukan atau mendoakan sesuatu. Ketika aku berkata bahwa Tuhan memilih mereka yang lemah dan tidak mengerti sepertiku untuk melakukan pekerjaan-Nya, aku benar-benar mengatakannya dari lubuk hatiku.

Setelah semua perkataanku ini, mohon jangan berhenti datang kepada kami (para pendeta) dengan beban-beban kalian! Mengasihi dan mengurus jemaat dengan baik adalah beban yang semua pendeta tanggung dengan senang hati. Namun, ingatkanlah kami untuk beristirahat dengan baik, dan berpengertian ketika kami sedang tidak dapat dijangkau.

Ketahuilah bahwa pendetamu tidak selalu memiliki semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sulit dalam hidup. Mengertilah juga bahwa dia tidak akan bisa memenuhi semua ekspektasimu. Terakadang, dia mungkin membutuhkan satu sampai dua hari untuk membalas email atau pesanmu. Pada saat kamu melihat pendetamu mengalami kesulitan dalam menjalani pelayanannya, pemberian terbaik yang bisa kamu berikan bisa jadi adalah untuk tetap yakin bahwa pendetamu sedang berusaha sebaik mungkin. Dia bukan sedang tidak peduli.

4. Kondisi kesehatan mental

Menurut Institut Kesehatan Mental Singapura, sekitar 5,8 persen orang dewasa di Singapura menderita penyakit bernama Gangguan Depresi Mayor pada suatu masa dalam hidupnya. Gereja-gereja di Singapura (dan di tempat-tempat lainnya di seluruh dunia) terlihat kurang memperlengkapi dirinya untuk mengerti dan menolong mereka yang mengalami masalah kesehatan mental yang serius. Aku tidak berkata bahwa gereja bertanggung jawab untuk memberikan pengobatan dan penyembuhan. Tapi, kita perlu memiliki pemahaman mendasar tentang masalah penting ini untuk menyadari gejala-gejala yang timbul untuk kemudian kita dapat memberikan bimbingan tentang di mana kita dapat mencari pertolongan yang tepat.

Beberapa gereja yang hiper-spiritual mungkin akan langsung menghubungkan gejala-gejala ini dengan kuasa Iblis. Dan, gereja-gereja yang sangat konservatif mungkin akan menjauhkan diri dari psikolog, psikiater, dan penggunaan obat. Kesenjangan ini, digabungkan dengan ketiga poinku sebelumnya, bisa menjadi alasan mengapa beberapa pendeta mungkin saja secara diam-diam mengalami pergumulan kesehatan mental, seperti depresi dan gangguan kegelisahan, yang dapat terjadi tanpa disadari oleh gereja selama bertahun-tahun. Biasanya gangguan kesehatan mental ini baru terdeteksi ketika masalah besar atau tragis terjadi. Aku berdoa agar gereja kita dapat bertumbuh dalam pengertian dan penerapan teologi Injil yang baik untuk menghadapi masalah-masalah rumit kehidupan di dalam dunia kita yang rusak ini.

Di gereja kami, kami bekerjasama dengan sebuah pelayanan konseling Kristen dan secara berkala mengundang para pemimpin dan jemaat untuk mengikuti kelas online yang mereka adakan. Pelayanan konseling tersebut menawarkan cara-cara praktis yang memiliki dasar yang baik secara teologis untuk membantu kami memenuhi kebutuhan terkait konseling. Jika gerejamu memiliki akses pada hal-hal ini, aku mendorongmu untuk memperlengkapi dirimu dan belajar lebih lagi tentang bagaimana kita dapat memberikan dukungan terbaik untuk satu sama lain dalam menghadapi berbagai tantangan yang kita temui dalam hidup.

Penutup

Jika aku terkesan seperti orang yang sedang mengeluh tentang gereja atau pekerjaanku sebagai pendeta, itu adalah hal yang tidak benar. Aku mencintai pekerjaanku sebagai pendeta. Aku merasa diberikan keistimewaan bahwa Tuhan memanggilku untuk menjalani panggilan memberitakan berita terbaik yang pernah ada—berita tentang Penebus yang datang untuk menyelamatkanku dari diriku dan memulihkan kebobrokan dunia ini. Itulah obat yang terbaik dan abadi untuk menyembuhkan segala masalah kita.

Untuk mengasihi dan memperhatikan pendeta kita dengan baik, kita tidak boleh berasumsi bahwa kita mengerti sepenuhnya seberapa besar dosa-dosa telah mempengaruhi kita. Dosa bukan hanya mempengaruhi tindakan atau sikap, tapi juga mempengaruhi hati dan kasih kita. Asumsi salah inilah yang dapat membutakan orang yang memiliki karunia rohani sekalipun.

Maka itu, pendeta membutuhkan kasih, doa, dan dukunganmu. Mereka perlu diingatkan terus menerus untuk mencari kelegaan dan harapan di dalam Kristus saja. Mereka perlu ditunjukkan kepada Kabar Baik yang mereka sampaikan berulang kali.

Tidak ada satupun dari kita yang tidak berdosa. Hanya Yesus sajalah, Sang Pahlawan yang tak berdosa. Pendetamu bisa saja mengisahkan kisah tentang Ysus dengan sangat baik, namun dia harus benar-benar “memegang” kisah itu dalam lubuk hatinya.

Artikel diterjemahkan oleh Arie Yanuardi

Baca Juga:

Bagaimana Aku Bisa Melayani dengan Sikap Hati yang Benar?

Pada suatu waktu, aku pernah melayani di tujuh pelayanan dan menghadiri lima rapat gereja dalam satu akhir pekan. Aku tidak sedang berusaha menunjukkanmu betapa sucinya aku. Justru, aku sedang memberitahumu betapa konyolnya aku.

Ketika Pemimpin Gereja Kita Jatuh, Inilah yang Dapat Kita Lakukan

ketika-pemimpin-gereja-kita-jatuh

Oleh Kezia Lewis, Thailand
Artikel Asli dalam Bahasa Inggris: When Our Church Leaders Fail

Akhir-akhir ini, berita tentang kegagalan moral para pemimpin gereja semakin banyak terdengar. Kita mendengar para pendeta yang melakukan penipuan, menggelapkan uang gereja, atau terlibat di dalam skandal seputar pornografi atau hubungan tidak sehat di luar pernikahan.

Ketika kita mendengar berita-berita seperti itu, seringkali kita “menyalibkan” para pemimpin ini. Kalau kita ada di dalam gereja-gereja tempat mereka melayani, kita mungkin menyangkal mereka, atau mengkritik mereka di depan seluruh dunia. Kita terluka, dan reaksi alami kita adalah membalas luka tersebut. Seperti seorang teman pernah berkata, “Orang yang terluka akan melukai orang lain.” Karena para pemimpin ini telah jatuh dan mengecewakan kita, kita merasa benar untuk menghukum mereka atas rasa sakit yang telah mereka perbuat kepada kita.

Namun mungkin, ada cara-cara yang lebih baik untuk meresponi kekecewaan kita.

Tunjukkan Kasih kepada Mereka

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13:34-35)

Ketika para pemimpin gereja jatuh, kita seharusnya menunjukkan kasih kepada mereka. Kita tidak membenarkan dosa-dosa mereka; kita juga tidak melindungi mereka dari konsekuensi-konsekuensi dari tindakan mereka. Tapi kita tidak perlu menginjak-injak mereka, atau membuat mereka terlihat lebih buruk.

Bagaimana kita dapat mengaplikasikan hal ini? Dengan tidak menggosipi mereka. Kita dapat mulai dari rumah, dengan menunjukkan kasih persaudaraan kepada keluarga kita. Ketika hal-hal yang buruk seperti ini terjadi, kita cenderung untuk bergunjing dan ingin tahu lebih jauh tentang “kekurangan” para pemimpin gereja ini. Atau, mungkin kita berkumpul di dalam sebuah kelompok di dalam gereja atau komsel dan mengatakan bahwa kita ingin mendoakan mereka, namun akhirnya malah mengatakan hal-hal yang buruk tentang mereka.

Ketika kita melakukan hal buruk tersebut di depan anak-anak, sebenarnya kita seperti memberitahu mereka bahwa kita boleh-boleh saja menjelek-jelekkan saudara-saudara seiman kita. Kita menggambarkan mereka seperti penjahat yang selalu merencanakan malapetaka bagi gereja kita, seolah-olah mereka adalah monster. Kita melupakan hal-hal baik yang telah mereka lakukan dan hanya mengingat kesalahan-kesalahan mereka. Kita mengubur mereka hidup-hidup di dalam dosa-dosa mereka—dan lupa siapa diri mereka di dalam Tuhan.

Berdoa untuk Mereka

Para pemimpin gereja lebih mudah diserang secara spiritual karena mereka ada di garis depan. Sang musuh akan melakukan segala cara untuk menjatuhkan mereka, karena dia tahu bahwa ketika dia dapat menghancurkan seorang pemimpin di dalam gereja Tuhan, dia dapat melemahkan orang-orang yang dipimpin sang pemimpin tersebut. Ketika seorang pemimpin gereja jatuh, kita bahkan dapat kehilangan saudara-saudari kita di dalam Kristus, yang meninggalkan Tuhan dan gereja-Nya secara total.

Jadi kita harus mendoakan para pemimpin gereja kita—selalu. Dan ketika mereka jatuh, kita seharusnya mendoakan mereka lebih lagi. Jangan biarkan sang musuh menang dan jangan masuk ke dalam taktiknya; jangan kita serahkan para pemimpin kita kepada sang musuh ketika mereka tersandung. Sebaliknya, kita dapat mengangkat mereka kembali kepada Yesus.

Para pendeta dan pemimpin gereja adalah sesama manusia sama seperti kita: mereka juga memiliki pergumulan-pergumulan di dalam hidup mereka, dan mereka juga menghadapi berbagai pencobaan sama seperti kita. Sama seperti keputusan-keputusan kita tidak menunjukkan siapa diri kita sesungguhnya, keputusan-keputusan yang buruk tidaklah menjadi identitas para pemimpin gereja kita—indetitas sejati kita ada di dalam Yesus. Benar, kita dapat membuat kesalahan dan dapat membuat keputusan-keputusan yang buruk, tapi kesalahan-kesalahan bisa jadi sebuah awal dari hubungan yang lebih erat dengan Yesus. Marilah berdoa agar kiranya hal itu yang terjadi bagi para pemimpin kita juga.

Ada di Samping Mereka

Ketika para pemimpin gereja kita jatuh, kita perlu hadir bagi mereka sebagai saudara-saudari yang juga pernah terjatuh. Ini adalah sebuah cara menunjukkan kasih bagi mereka. Kita dapat mendatangi mereka, berdoa bersama mereka, dan menolong mereka untuk pulih dari segala kekacauan sehingga mereka dapat bangkit kembali. Jangan menyingkirkan mereka dari hidup kita atau gereja kita, karena di saat-saat seperti ini, mereka membutuhkan Yesus lebih daripada segalanya.

Seorang teman pernah berkata kepadaku: “Suamimu bukanlah Tuhan. Dia akan membuat kekacauan dan dia akan menyakitimu, sama seperti kamu juga akan membuat kekacauan dan menyakitinya juga. Bagaimanapun juga, dia adalah manusia.” Nasihat ini telah memberikanku kekuatan untuk lebih berbelas kasih kepada suamiku, sama seperti dia yang juga telah berbelas kasih kepadaku. Hubungan kami bersama dengan Yesus membuat kami dan hubungan kami menjadi kuat; Yesus adalah satu-satunya Pribadi yang sempurna dan tidak bercela.

Aku percaya kita juga dapat mengaplikasikan hal ini bagi para pemimpin gereja kita. Mudah bagi kita untuk melihat mereka sebagai orang-orang yang tidak dapat jatuh dan orang-orang yang sempurna—kita tidak menyangka mereka dapat membuat kesalahan, dan kita lupa bahwa mereka bukan Tuhan. Kita lupa bahwa mereka adalah orang-orang yang cacat dan mereka akan membuat kesalahan, bagaimanapun juga mereka adalah manusia.

Maka ketika mereka membuat kesalahan, janganlah terkejut dan menahan-nahan kasih kita. Daripada lari dari mereka seakan mereka terlalu kotor, hampirilah mereka dan angkatlah mereka kepada Yesus. Lihatlah diri kita sendiri dan ingatlah bahwa kita juga tidak lebih bersih, namun Yesus mau berkorban bagi kita.

Yesus mengasihi para pemimpin gereja kita bahkan ketika mereka jatuh; Dia akan mengampuni mereka dan ada untuk mereka di masa-masa tergelap dalam hidup mereka. Kita juga dapat melakukan hal yang sama.

Baca Juga:

Karena Perubahan Ini, Doa-Doaku Begitu Cepat Dijawab Tuhan

“Dalam berdoa tidak jarang kita menyatakan undangan kepada Tuhan untuk datang dan berkarya dalam hidup kita. … Belakangan sebuah kesadaran menyentakku. Di balik kalimat yang tampaknya penuh kerendahan hati dan penyerahan diri itu, aku sedang menempatkan Tuhan pada posisi pembantu, bukan pemilik hidupku.”

Bagaimana Claudya mengubah doa-doanya? Temukan kesaksiannya di dalam artikel ini.