Posts

Ratapan Menjadi Sukacita

Kamis, 14 Juli 2016

Ratapan Menjadi Sukacita

Baca: Yesaya 61:1-4

61:1 Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara,

61:2 untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung,

61:3 untuk mengaruniakan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar, supaya orang menyebutkan mereka “pohon tarbantin kebenaran”, “tanaman TUHAN” untuk memperlihatkan keagungan-Nya.

61:4 Mereka akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan mendirikan kembali tempat-tempat yang sejak dahulu menjadi sunyi; mereka akan membaharui kota-kota yang runtuh, tempat-tempat yang telah turun-temurun menjadi sunyi.

Ia telah mengutus aku . . . untuk mengaruniakan kepada [semua orang berkabung] perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung. —Yesaya 61:1,3

Ratapan Menjadi Sukacita

“Kami harus memberhentikanmu dari pekerjaan.” Kalimat itu membuat saya terguncang ketika sepuluh tahun lalu perusahaan tempat saya bekerja tidak lagi membutuhkan tenaga saya. Saat itu, saya sangat sedih karena merasa pekerjaan saya sebagai editor sudah menjadi identitas saya. Baru-baru ini, saya kembali merasakan kesedihan ketika proyek yang saya kerjakan secara lepas tidak lagi diperpanjang. Namun kali ini saya tidak terguncang seperti dahulu, karena dari tahun ke tahun saya telah melihat bahwa Allah itu setia dan Dia sanggup mengubah ratapan saya menjadi sukacita.

Walaupun kita hidup di dunia yang telah jatuh dalam dosa, di mana kita mengalami penderitaan dan kekecewaan, Tuhan dapat membawa kita dari keputusasaan menuju sukacita, seperti yang kita baca dalam nubuat Nabi Yesaya tentang kedatangan Yesus (Yes. 61:1- 3). Tuhan memberi kita pengharapan saat kita berputus asa; Dia menolong kita untuk mengampuni saat kita merasa tak mampu melakukannya; Dia juga mengajarkan bahwa identitas kita terletak di dalam Dia dan bukan pada pekerjaan kita. Dia memberi kita kekuatan untuk menghadapi masa depan yang belum kita ketahui. Saat kita mengenakan kain kabung dan abu, dengan lembut Dia menggantinya dengan jubah pujian.

Di tengah kehilangan yang dialami, tentu kita tidak dapat lari dari kesedihan, tetapi kita juga tidak ingin terus merasakan kepahitan dan tawar hati. Saat memikirkan kesetiaan Allah dari tahun ke tahun, kita tahu bahwa Dia mau dan mampu mengubah ratapan kita menjadi sukacita. Dia mencukupkan kasih karunia-Nya di hidup kita sekarang dan memberikan sukacita penuh di surga kelak. —Amy Boucher Pye

Allah Bapa, Engkau mengubah penderitaan Yesus di kayu salib menjadi anugerah terindah bagi kami. Kuatkanlah imanku agar aku bisa menerima kasih-Mu yang sanggup mengubahkan hidupku.

Allah dapat menumbuhkan kita di tengah kesedihan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 10-12; Kisah Para Rasul 19:1-20

Artikel Terkait:

Let Go and Let God

Bagaimanapun juga, tidak ada orang yang dengan sengaja ingin mengalami yang namanya “kehilangan”. Ini adalah sebuah kondisi yang sangat sulit untuk dilakukan. Tetapi, terkadang Tuhan menginjinkan hal itu terjadi di dalam kehidupan kita. Jika demikian, apa yang harus kita lakukan? Bagaimana sikap kita menanggapi hal ini?

Lebih dari yang Kita Butuhkan

Sabtu, 9 Juli 2016

Lebih dari yang Kita Butuhkan

Baca: 2 Petrus 1:1-10

1:1 Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.

1:2 Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu oleh pengenalan akan Allah dan akan Yesus, Tuhan kita.

1:3 Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib.

1:4 Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia.

1:5 Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan,

1:6 dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan,

1:7 dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.

1:8 Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita.

1:9 Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan.

1:10 Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung.

Kuasa ilahi [Allah] telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh. —2 Petrus 1:3

Lebih dari yang Kita Butuhkan

Di sebuah ladang di wilayah pedesaan Inggris, G. K. Chesterton tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya dan tertawa terbahak-bahak. Luapan sukacitanya terdengar sangat keras hingga mengejutkan sapi-sapi yang merumput di sekitarnya.

Padahal beberapa menit sebelumnya, sang penulis dan pembela iman Kristen itu merasa murung. Sore itu, ia sedang mengitari perbukitan sambil menggambar sketsa di atas kertas cokelat dengan menggunakan kapur berwarna. Namun ia kecewa karena tidak mempunyai kapur putih, yang menurutnya sangat penting untuk karya Seninya itu. Tidak lama kemudian, ia mulai tertawa ketika menyadari bahwa tanah yang diinjaknya adalah batu kapur berpori—sumber alam yang menghasilkan kapur putih. Ia pun mengambil sebongkah kecil batu itu dan menggunakannya untuk menggambar.

Seperti Chesterton, yang menyadari bahwa ia sedang duduk di atas gunung kapur yang sangat besar, orang percaya memiliki sumber daya rohani yang tak terbatas dari Allah dan yang dapat digunakan setiap waktu. “Kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia” (2Ptr. 1:3).

Mungkin kamu merasa sedang kekurangan sejumlah elemen penting yang dibutuhkan untuk menjalani hidup saleh, seperti iman, kasih karunia, atau hikmat. Jika kamu mengenal Kristus, kamu memiliki segala sesuatu yang kamu butuhkan, bahkan lebih daripada itu. Melalui Yesus, kamu memiliki akses kepada Bapa, yang dengan penuh kasih menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan orang percaya. —Jennifer Benson Schuldt

Ya Tuhan, ampunilah aku karena telah mengabaikan kuasa-Mu dan mencoba hidup dengan kekuatanku sendiri. Aku tak sanggup melakukannya. Terima kasih karena Engkau menyediakan segala sesuatu yang kubutuhkan.

Allah memiliki kuasa yang tak terbatas.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 38-40; Kisah Para Rasul 16:1-21

Artikel Terkait:

Ibu, Terima Kasih untuk Teladanmu yang Luar Biasa

“Ibuku adalah salah satu wanita paling luar biasa yang pernah aku tahu. Setelah ayahku meninggal pada tahun 2011, ia tetap berjuang demi ketiga anaknya.”
Baca kesaksian Charlotte selengkapnya di dalam artikel ini.

Namaku Dipanggil

Kamis, 30 Juni 2016

Namaku Dipanggil

Baca: Yohanes 10:1-11

10:1 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok;

10:2 tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba.

10:3 Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar.

10:4 Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.

10:5 Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.”

10:6 Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.

10:7 Maka kata Yesus sekali lagi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu.

10:8 Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka.

10:9 Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.

10:10 Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.

10:11 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;

Ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. —Yohanes 10:3

Namaku Dipanggil

Pertama kalinya saya bertemu dengan sekelompok mahasiswa baru di mata kuliah penulisan yang saya ajar, saya sudah tahu nama mereka masing-masing. Saya sudah meluangkan waktu untuk mempelajari nama dan foto mereka dari daftar kehadiran di kelas, sehingga ketika mereka masuk kelas, saya bisa menegur mereka, “Halo, Jessica,” atau “Selamat datang, Trevor.” Saya melakukannya karena saya tahu betapa berartinya ketika seseorang mengenal dan memanggil nama kita.

Namun untuk benar-benar mengenal seseorang, kita perlu tahu lebih dari sekadar namanya. Dalam Yohanes 10, kita dapat merasakan kehangatan dan perhatian yang dimiliki Yesus, Gembala yang Baik, terhadap kita. Kita membaca di sana bahwa Dia “memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya” (ay.3). Dia bahkan tahu lebih dari sekadar nama kita. Dia tahu pikiran, kerinduan, ketakutan, kesalahan, dan kebutuhan kita yang terdalam. Karena Dia tahu kebutuhan kita yang terdalam, Dia memberi kita hidup kekal yang kita butuhkan dengan cara menyerahkan diri-Nya sendiri. Itulah yang dikatakan-Nya di ayat 11, Dia “memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.”

Dosa telah memisahkan kita dari Allah. Maka Yesus, Gembala yang Baik, menjadi Anak Domba yang berkorban dan menanggung dosa kita atas diri-Nya sendiri. Dengan memberikan nyawa-Nya bagi kita dan kemudian dibangkitkan kembali, Dia telah menebus kita. Alhasil, ketika kita menerima karunia keselamatan dari-Nya melalui iman, kita tidak lagi terpisah dari Allah.

Bersyukurlah kepada Yesus! Dia mengenal namamu dan sangat tahu kebutuhanmu! —Dave Branon

Ya Tuhan, aku bersyukur Engkau mengenal namaku dan sangat tahu apa yang kubutuhkan. Terima kasih Engkau telah mati bagi dosa-dosaku dan bangkit dari kubur untuk mengalahkan maut dan memberiku hidup kekal bersama-Mu.

Pengenalan Allah atas diri kita sungguh tak terbatas.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 17-19; Kisah Para Rasul 10:1-23

Artikel Terkait:

#Selfie

Fenomena selfie mungkin sudah tidak seheboh saat pertama kali muncul. Tetapi bukan berarti selfie hilang dari peredaran. Saat ini selfie bahkan bisa dibilang menjadi bagian dari gaya hidup banyak orang. Mengapa? Mungkinkah itu karena selfie bisa memuaskan kerinduan hati kita untuk menampilkan sisi terbaik diri kita?

Yuk baca pengamatan menarik Karen tentang ‪#‎selfie‬, harga diri, serta apa yang harus kita waspadai dari selfie.

Tempat Berpijak yang Kukuh

Sabtu, 25 Juni 2016

Tempat Berpijak yang Kukuh

Baca: Mazmur 40:2-6

40:2 Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong.

40:3 Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa; Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu, menetapkan langkahku,

40:4 Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita. Banyak orang akan melihatnya dan menjadi takut, lalu percaya kepada TUHAN.

40:5 Berbahagialah orang, yang menaruh kepercayaannya pada TUHAN, yang tidak berpaling kepada orang-orang yang angkuh, atau kepada orang-orang yang telah menyimpang kepada kebohongan!

40:6 Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya TUHAN, Allahku, perbuatan-Mu yang ajaib dan maksud-Mu untuk kami. Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau! Aku mau memberitakan dan mengatakannya, tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung.

Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa; Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu, menetapkan langkahku. —Mazmur 40:3

Tempat Berpijak yang Kukuh

Daerah tepian sungai yang bersejarah di Savannah, Georgia, Amerika Serikat, ditutupi oleh batu-batu yang tidak sama besar. Penduduk setempat mengatakan bahwa berabad-abad lalu, batu-batu tersebut digunakan sebagai pemberat bagi kapal-kapal yang bersejarah di Savannah, Georgia, menyeberangi Samudera Atlantik. Setelah kargo selesai dimuat di Georgia, batu-batu pemberat itu tidak lagi dibutuhkan dan kemudian digunakan untuk melapisi jalan-jalan di dekat dermaga. Batu-batu tersebut telah menyelesaikan tugas utamanya, yaitu menstabilkan kapal yang sedang melewati perairan yang berbahaya.

Hari-hari yang kita jalani dapat terasa seperti mengarungi lautan yang bergelora. Bagaikan kapal di masa lalu, kita membutuhkan kestabilan untuk membantu kita berjalan melewati segala badai kehidupan. Daud juga menghadapi bahaya dalam hidupnya, dan ia memuji karakter Allah yang memberikannya kestabilan setelah masamasa berat yang telah dilaluinya. Daud menyerukan, “Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa; Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu, menetapkan langkahku” (Mzm. 40:3). Hidup Daud diwarnai dengan beragam konflik, kegagalan diri, dan perselisihan dalam keluarga, tetapi Allah telah memberinya tempat berpijak yang kukuh. Maka Daud pun melantunkan nyanyian “untuk memuji Allah” (ay.4).

Saat kesulitan datang, kita juga dapat memandang Allah kita yang Mahakuasa, karena hanya Dia yang bisa memberikan kestabilan. Pemeliharaan-Nya yang setia menggugah kita untuk berseru bersama Daud, “Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya Tuhan, Allahku, perbuatan-Mu yang ajaib dan maksud-Mu untuk kami” (ay.6). —Bill Crowder

Tiada lain landasanku, hanyalah pada darah-Mu; Tiada lain harapanku, ‘ku bersandarkan nama-Mu. Kristuslah Batu Karangku, di atas Dia ‘ku teguh; Landasan lain hancur luluh. —Edward Mote [Nyanyikanlah Kidung Baru, No.120]

Ketika dunia di sekitar kita runtuh, Kristuslah Batu Karang yang teguh, tempat kita berpijak.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 3-4; Kisah Para Rasul 7:44-60

Artikel Terkait:

Berusaha Menjadi Seorang yang Hebat

Apakah kamu bercita-cita menjadi seorang yang hebat, namun hingga hari ini merasa belum ada hal yg bisa kamu banggakan dari hidupmu? Seorang teman dari Beijing juga mempunyai pengalaman serupa. Yuk baca kisah lengkapnya di dalam artikel ini.

Kehadiran-Nya yang Penuh Kasih

Jumat, 24 Juni 2016

Kehadiran-Nya yang Penuh Kasih

Baca: Ibrani 13:1-6

13:1 Peliharalah kasih persaudaraan!

13:2 Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.

13:3 Ingatlah akan orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman. Dan ingatlah akan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang, karena kamu sendiri juga masih hidup di dunia ini.

13:4 Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.

13:5 Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”

13:6 Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: “Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?”

Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau. —Ibrani 13:5

Kehadiran-Nya yang Penuh Kasih

Kami sangat sedih ketika mengetahui bahwa teman dekat kami, Cindy, didiagnosa mengidap penyakit kanker. Sebagai pribadi yang sangat bersemangat, hidup Cindy telah memberkati siapa saja yang bertemu dengannya. Saya dan istri senang sekali ketika ia ketika mengetahui bahwa teman dekat kami, sempat dinyatakan bebas kanker, tetapi beberapa bulan kemudian kankernya muncul lagi dalam kondisi yang lebih ganas. Kami sempat berpikir bahwa ia masih terlalu muda untuk meninggal dunia. Suaminya menceritakan kepada saya tentang waktu-waktu terakhir sebelum Cindy dipanggil Tuhan. Dalam keadaannya yang lemah dan sulit bicara, Cindy sempat berbisik kepada suaminya, “Tetaplah di dekatku.” Yang Cindy inginkan melebihi apa pun dalam masa-masa kekelaman tersebut adalah kehadiran suaminya yang penuh kasih.

Penulis kitab Ibrani menghibur para pembacanya dengan mengutip Ulangan 31:6, di mana Allah mengatakan kepada umat-Nya: “Aku sekalikali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibr. 13:5). Di masa-masa paling kelam dalam hidup kita, jaminan kehadiran-Nya yang penuh kasih memberi kita keyakinan bahwa kita tidak sendiri. Dia memberi kita anugerah untuk bertahan, hikmat untuk menyadari bahwa Dia terus berkarya, dan jaminan bahwa Kristus “turut merasakan kelemahan-kelemahan kita” (Ibr. 4:15).

Marilah kita sama-sama mengalami berkat dari kehadiran-Nya yang penuh kasih, sehingga dengan yakin kita dapat berkata, “Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut” (Ibr. 13:6). —Joe Stowell

Tuhan, terima kasih karena Engkau berjanji tidak akan pernah meninggalkanku. Kiranya realitas kehadiran-Mu yang selalu menopangku terus membuat hatiku dipenuhi penghiburan, keyakinan, dan keberanian.

Kehadiran Allah mendatangkan damai sejahtera.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 1-2; Kisah Para Rasul 7:22-43

Artikel Terkait:

Mazmur di Tengah Meja Operasi

Adakah Mazmur yang memiliki arti istimewa bagimu? Mazmur 103 punya tempat khusus di hati Basar. Mazmur itu mengingatkannya akan siapa Pribadi yang ia imani di tengah situasi yang serba tak menentu. Temukan kisah lengkapnya di dalam artikel ini.

Lokasi Terpencil

Rabu, 22 Juni 2016

Lokasi Terpencil

Baca: Markus 8:1-13

8:1 Pada waktu itu ada pula orang banyak di situ yang besar jumlahnya, dan karena mereka tidak mempunyai makanan, Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata:

8:2 “Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan.

8:3 Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh.”

8:4 Murid-murid-Nya menjawab: “Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?”

8:5 Yesus bertanya kepada mereka: “Berapa roti ada padamu?” Jawab mereka: “Tujuh.”

8:6 Lalu Ia menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagi-bagikan, dan mereka memberikannya kepada orang banyak.

8:7 Mereka juga mempunyai beberapa ikan, dan sesudah mengucap berkat atasnya, Ia menyuruh supaya ikan itu juga dibagi-bagikan.

8:8 Dan mereka makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, sebanyak tujuh bakul.

8:9 Mereka itu ada kira-kira empat ribu orang. Lalu Yesus menyuruh mereka pulang.

8:10 Ia segera naik ke perahu dengan murid-murid-Nya dan bertolak ke daerah Dalmanuta.

8:11 Lalu muncullah orang-orang Farisi dan bersoal jawab dengan Yesus. Untuk mencobai Dia mereka meminta dari pada-Nya suatu tanda dari sorga.

8:12 Maka mengeluhlah Ia dalam hati-Nya dan berkata: “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.”

8:13 Ia meninggalkan mereka; Ia naik pula ke perahu dan bertolak ke seberang.

Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus. —Filipi 4:19

Lokasi Terpencil

Pulau Tristan da Cunha terkenal karena lokasinya yang terpencil. Pulau itu merupakan pulau berpenghuni paling terpencil di dunia, dengan penduduk sebanyak 288 orang. Pulau tersebut terletak di Lautan Atlantik Selatan, 2.816 km jauhnya dari Afrika Selatan sebagai daratan yang paling dekat. Siapa saja yang mau mengunjunginya harus menempuh perjalanan dengan kapal selama 7 hari karena pulau tersebut tidak mempunyai lapangan udara.

Yesus dan para murid-Nya sedang berada di daerah yang lumayan terpencil ketika Dia melakukan mukjizat dengan memberi makan ribuan orang yang sedang lapar. Sebelum melakukan mukjizat-Nya, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh” (Mrk. 8:2-3). Karena sedang berada di pedesaan di mana makanan tidak mudah tersedia, mereka harus bergantung sepenuhnya kepada Yesus. Mereka tidak dapat berharap kepada yang lain.

Terkadang Allah mengizinkan kita berada di tempat-tempat yang terpencil di mana hanya Dialah satu-satunya sumber pertolongan kita. Kesanggupan-Nya untuk memenuhi kebutuhan kita tidaklah dibatasi oleh keadaan kita. Bila Allah dapat menciptakan dunia dari apa yang tidak ada menjadi ada, tentulah Dia sanggup memenuhi segala kebutuhan kita—bagaimana pun keadaan kita—menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus (Flp. 4:19). —Jennifer Benson Schuldt

Ya Allah, terima kasih untuk segala sesuatu yang telah Engkau sediakan melalui Anak-Mu, Yesus Kristus. Engkau tahu apa saja kebutuhanku. Yakinkanlah aku akan kasih-Mu dan kuasa-Mu.

Kita dapat mempercayai Allah untuk mengerjakan apa yang tidak sanggup kita kerjakan.

Bacaan Alkitab Setahun: Ester 6-8; Kisah Para Rasul 6

Artikel Terkait:

Bagaikan Air Sirami Tanah Gersang

Berjalan bersama Tuhan seringkali terasa tidak mudah. Apa yang terlihat di depan mata, terdengar di telinga, dan muncul dalam hati, lebih sering menyurutkan semangat. Namun, Tuhan selalu punya cara untuk menyegarkan ingatan kita akan janji firman-Nya. Yuk baca kesaksian Melisa tentang perjalanan hidupnya bersama Tuhan.

Seperti Domba

Kamis, 26 Mei 2016

Seperti Domba

Baca: Yesaya 53:1-6

53:1 Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan?

53:2 Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya.

53:3 Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.

53:4 Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.

53:5 Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

53:6 Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.

Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri. —Yesaya 53:6

Seperti Domba

Ketika tinggal bersama kakek di Ghana bagian utara, salah satu tugas saya sehari-hari adalah memelihara domba. Setiap pagi saya membawa sekawanan domba ke padang rumput dan membawa mereka kembali di sore hari. Itulah pertama kalinya saya menyadari betapa keras kepalanya domba itu. Contohnya, jika domba melihat ada lahan pertanian, seketika itu juga naluri domba itu menggerakkannya masuk ke lahan tersebut. Tindakan domba-domba itu sempat beberapa kali membuat saya bermasalah dengan sejumlah petani.

Adakalanya ketika saya kelelahan akibat kepanasan dan sedang berteduh di bawah pohon, saya melihat domba-domba itu lari berpencar menuju semak-semak dan mengarah ke lereng perbukitan. Saya harus mengejar domba-domba itu dan akibatnya kaki saya tergores oleh semak belukar. Saya mengalami kesulitan untuk mengarahkan domba-domba tersebut agar terhindar dari bahaya dan masalah, terutama ketika perampok sesekali datang menyerang dan mencuri domba yang tersesat.

Karena itu, saya cukup memahami perkataan Yesaya, “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri” (53:6). Kita tersesat dalam berbagai hal: mengingini dan melakukan apa yang tidak menyenangkan Tuhan, melukai sesama dengan tindakan kita, dan mengabaikan waktu bersama Tuhan dan firman-Nya karena kita terlalu sibuk atau kurang tertarik. Kita bersikap seperti domba di padang tadi.

Kita patut bersyukur karena mempunyai Gembala Baik yang rela menyerahkan nyawa-Nya untuk kita (Yoh. 10:11) dan menanggung kesengsaraan dan dosa-dosa kita (Yes. 53:4-6). Sebagai Gembala, Dia memanggil kita kembali ke padang rumput yang aman sehingga kita dapat mengikuti-Nya dengan lebih sungguh. —Lawrence Darmani

Gembala jiwaku, aku memang sering tersesat. Aku bersyukur karena Engkau selalu mencari dan membawaku kembali kepada-Mu.

Apabila kamu ingin Tuhan memimpin, bersedialah untuk mengikuti-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 28-29; Yohanes 9:24-41

Artikel Terkait:

Ketika Aku Bersedia untuk Diproses Tuhan

Kehausan akan kasih seorang papa membawa pemuda ini kemudian terlibat dalam hubungan homoseksual. Namun, Tuhan tidak pernah lepas tangan dari kehidupannya. Bagaimana Tuhan memproses kehidupannya? Temukan kesaksiannya di dalam artikel ini.

Tak Perlu Khawatir

Selasa, 24 Mei 2016

Tak Perlu Khawatir

Baca: Markus 4:35-5:1

4:35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.”

4:36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.

4:37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.

4:38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”

4:39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.

4:40 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”

4:41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?”

5:1 Lalu sampailah mereka di seberang danau, di daerah orang Gerasa.

Marilah kita bertolak ke seberang. —Markus 4:35

Tak Perlu Khawatir

Suatu penerbangan yang semula nyaman tiba-tiba mulai mengalami guncangan. Suara pilot terdengar menyela layanan bagi penumpang dan meminta penumpang untuk memasang sabuk keselamatan mereka. Tidak lama kemudian pesawat itu mulai meluncur dan terguncang seperti kapal di tengah samudera yang dihempas angin kencang. Sementara para penumpang yang lain berusaha sebaik mungkin menghadapi guncangan tersebut, seorang gadis kecil terlihat duduk dengan tenang di tengah semua itu sambil membaca bukunya. Setelah pesawat mendarat, ada yang bertanya mengapa ia bisa begitu tenang. Gadis itu menjawab, “Ayahku pilotnya dan ia sudah berjanji akan mengantarku selamat sampai tujuan.”

Meskipun murid-murid Yesus adalah nelayan yang berpengalaman, mereka sangat ketakutan ketika badai besar mengancam akan menenggelamkan perahu mereka. Mereka telah mengikuti perintah Yesus, tetapi mengapa badai bisa terjadi? (Mrk. 4:35-38). Yesus bersama mereka tetapi Dia tertidur di buritan perahu. Hari itu, mereka belajar bahwa tidak benar apabila kita melakukan perintah Tuhan, badai tidak akan melanda hidup kita. Namun karena Yesus bersama mereka, mereka juga belajar bahwa badai takkan menghentikan kita untuk mencapai tujuan yang dikehendaki-Nya (5:1).

Meski badai yang kita hadapi hari ini mungkin dampak dari suatu peristiwa tragis, atau karena kehilangan pekerjaan, atau ujian-ujian lainnya, kita bisa meyakini bahwa masih ada harapan bagi kita. Juruselamat kita sanggup mengatasi badai, dan Dia akan mengantar kita selamat sampai tujuan. —C. P. Hia

Badai apa yang sedang kamu hadapi hari ini? Mungkin kamu kehilangan orang yang kamu kasihi atau sedang mengidap penyakit yang berat. Mungkin kamu mengalami kesulitan menemukan pekerjaan. Mintalah kepada Tuhan untuk menguatkan imanmu dan mengantarmu tiba di tujuan dengan aman.

Jika Yesus menjadi sauh, kita tak perlu takut menghadapi badai.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 22-24; Yohanes 8:28-59

Artikel Terkait:

Penyertaan Tuhan

Pada tanggal 7 Juli 2011 lalu, aku kabur dari rumahku karena Papa ingin membunuh aku, kakak, dan mamaku dengan cara membakar rumah kami. Kami putus asa dan sakit hati. Sepertinya hidup ini sungguh menyakitkan. Tapi TUHAN menunjukkan penyertaan-Nya. Temukan kesaksiannya di dalam artikel ini.

Selalu dalam Pemeliharaan-Nya

Minggu, 15 Mei 2016

Selalu dalam Pemeliharaan-Nya

Baca: Mazmur 139:1-18

139:1 Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku;

139:2 Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh.

139:3 Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi.

139:4 Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN.

139:5 Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku.

139:6 Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.

139:7 Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?

139:8 Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau.

139:9 Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut,

139:10 juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku.

139:11 Jika aku berkata: “Biarlah kegelapan saja melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam,”

139:12 maka kegelapanpun tidak menggelapkan bagi-Mu, dan malam menjadi terang seperti siang; kegelapan sama seperti terang.

139:13 Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.

139:14 Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.

139:15 Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah;

139:16 mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.

139:17 Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!

139:18 Jika aku mau menghitungnya, itu lebih banyak dari pada pasir. Apabila aku berhenti, masih saja aku bersama-sama Engkau.

Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. —Mazmur 139:2

Selalu dalam Pemeliharaan-Nya

Scott Pelley, seorang wartawan veteran, tidak pernah pergi bertugas tanpa membawa perangkat-perangkat yang penting untuk pekerjaannya—radio gelombang pendek, kamera, koper yang tahan banting, komputer laptop, telepon, dan alat suar darurat yang dapat menentukan lokasi dan berfungsi di mana saja. “Saya hanya perlu menarik antenanya, menekan dua tombol, dan perangkat ini segera mengirim sinyal pada sebuah satelit yang terhubung ke Badan Nasional Kelautan dan Atmosfer,” kata Pelley. “Alat ini memberi tahu mereka tentang siapa saya dan di mana saya berada. Tergantung di negara mana saya berada, mereka bisa mengirimkan regu penyelamat” (sumber: AARP The Magazine). Pelley tidak pernah merasa perlu menggunakan alat suar itu, tetapi ia tak pernah bepergian tanpa alat tersebut.

Namun dalam hubungan kita dengan Allah, kita tidak memerlukan radio, telepon, atau perangkat suar darurat. Segenting apa pun keadaan yang kita hadapi, Allah sudah tahu siapa kita dan bagaimana keadaan kita. Pemazmur mensyukuri kenyataan itu dengan menuliskan, “Engkau menyelidiki dan mengenal aku. . . . Segala jalanku Kaumaklumi” (Mzm. 139:1-3). Kebutuhan kita tidak pernah tersembunyi dari Allah, dan kita tidak pernah lepas dari pemeliharaan-Nya.

Hari ini, kita dapat mengatakan dengan yakin, “Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku” (ay.9-10).

Tuhan tahu siapa kita, bagaimana keadaan kita, dan apa yang kita butuhkan. Kita selalu ada dalam pemeliharaan-Nya. —David McCasland

Ya Tuhan, kami memuji-Mu karena kasih-Mu yang tak berkesudahan dan pemeliharaan-Mu yang tak pernah gagal.

Kita selalu berada dalam pemeliharaan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 22-23; Yohanes 4:31-54

Artikel Terkait:

Sebab Tuhan Baik

Sebuah kesaksian sederhana dari Priscila Stevanni tentang pengalamannya saat berjualan nasi uduk yang memberikannya sebuah pelajaran berharga tentang pemeliharaan Tuhan.