Posts

Warisan Abadi

Senin, 2 September 2019

Warisan Abadi

Baca: Kejadian 4:1-2

4:1 Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain; maka kata perempuan itu: “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN.”

4:2 Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani.

Kata [Hawa]: “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan Tuhan.” —Kejadian 4:1

Warisan Abadi

Thomas Edison menemukan bola lampu listrik yang pertama. Jonas Salk mengembangkan vaksin polio yang efektif. Amy Carmichael menciptakan banyak lagu pujian yang kita nyanyikan dalam kebaktian gereja. Bagaimana denganmu? Untuk apa kamu hadir di dunia? Bagaimana kamu akan memakai hidupmu?

Kejadian 4 bercerita tentang Hawa yang mengandung dan melahirkan Kain. Saat memegang Kain untuk pertama kalinya, Hawa berkata, “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan Tuhan” (ay.1). Dalam upaya untuk menjelaskan perasaan mengejutkan dari pengalaman melahirkan yang pertama kali terjadi dalam sejarah, Hawa menggunakan frasa yang mengungkapkan betapa ia sangat bergantung kepada pertolongan Allah yang berdaulat: “Dengan pertolongan Tuhan.” Akhirnya, melalui keturunan Hawa, Allah menyediakan keselamatan bagi umat-Nya melalui seorang Anak Laki-Laki yang lain (Yoh. 3:16). Sungguh suatu warisan yang agung!

Menjadi orangtua hanyalah satu dari sekian banyak cara seseorang dapat memberikan kontribusi yang abadi bagi dunia ini. Mungkin kontribusi akan timbul dari tulisan, rajutan, atau lukisan yang kamu hasilkan. Mungkin kamu bisa menjadi teladan bagi seseorang yang membutuhkan bimbingan rohani, atau bisa saja dampak hidupmu baru dirasakan dalam bentuk yang tidak pernah kamu perkirakan setelah kamu meninggal dunia. Dampak itu bisa berupa karya yang kamu tinggalkan atau reputasimu yang penuh integritas dalam berbisnis. Apa pun itu, akankah kamu, seperti Hawa, menyatakan ketergantunganmu kepada Allah? Dengan pertolongan Tuhan, apa yang akan kamu lakukan untuk memuliakan-Nya? —ElIsa Morgan

WAWASAN
Kejadian 4:1-2 menyatakan penggenapan firman pada awal kitab. Dalam Kejadian 1:28, Allah memberkati Adam dan Hawa, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu.” Hawa kemudian melahirkan Kain dan Habel, itu membuktikan bahwa berkat atas mereka masih tetap berlaku.
Penggenapan kedua berhubungan dengan janji Allah tentang Juruselamat dalam Kejadian 3:15. Allah berfirman kepada ular, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.“ Allah menyatakan janji itu bahkan sebelum ada keturunan manusia untuk menggenapinya. Anak-anak Adam dan Hawa pada akhirnya memungkinkan lahirnya keturunan yang dijanjikan, yaitu Yesus. —J.R. Hudberg

Bagaimana kamu ingin dikenang setelah meninggalkan dunia ini? Bagaimana kamu akan mencari pertolongan Allah untuk mewujudkannya?

Ya Allah, kiranya aku selalu bergantung kepada-Mu dalam segala hal, karena hanya oleh pertolongan-Mu aku dapat meneruskan warisan abadi.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 137-139; 1 Korintus 13

Warisan Iman

Kamis, 8 Agustus 2019

Warisan Iman

Baca: 2 Timotius 1:5-14

1:5 Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.

1:6 Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.

1:7 Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.

1:8 Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah.

1:9 Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman

1:10 dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa.

1:11 Untuk Injil inilah aku telah ditetapkan sebagai pemberita, sebagai rasul dan sebagai guru.

1:12 Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.

1:13 Peganglah segala sesuatu yang telah engkau dengar dari padaku sebagai contoh ajaran yang sehat dan lakukanlah itu dalam iman dan kasih dalam Kristus Yesus.

1:14 Peliharalah harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya kepada kita, oleh Roh Kudus yang diam di dalam kita.

Aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike. —2 Timotius 1:5

Warisan Iman

Jauh sebelum Billy Graham memutuskan untuk beriman kepada Kristus di usia enam belas tahun, kedua orangtuanya sudah setia mengikut Tuhan Yesus. Masing-masing dari mereka beriman saat bertumbuh dalam keluarga yang sudah percaya kepada Yesus. Setelah menikah, orangtua Billy meneruskan warisan iman itu dengan terus membimbing anak-anak mereka di dalam Tuhan, dengan bersama berdoa, membaca Alkitab, dan setia beribadah di gereja. Teguhnya dasar yang diletakkan oleh orangtua Graham dalam hidup Billy menjadi bagian dari cara Allah membawanya beriman dan kemudian menerima panggilan sebagai penginjil.

Timotius, salah seorang anak muda yang dididik Rasul Paulus, juga merasakan manfaat dari adanya fondasi spiritual yang teguh. Paulus menulis, “Imanmu yang tulus ikhlas, . . . pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike.” Warisan iman itu membantu menyiapkan dan mengarahkan hati Timotius untuk beriman kepada Kristus.

Sekarang Paulus mendorong Timotius untuk meneruskan tradisi iman (ay.5), untuk “mengobarkan karunia Allah” yang ada pada dirinya melalui Roh Kudus, yang “membangkitkan kekuatan” (ay.6-7). Dengan kuasa Roh, Timotius dimampukan untuk bersaksi dan menderita demi Injil tanpa rasa malu (ay.8). Warisan rohani yang kuat memang tidak menjamin bahwa kita akan beriman, tetapi teladan dan bimbingan orang lain dapat membantu menyiapkan jalan kepada iman. Setelah kita menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat, Roh Kudus akan membimbing kita dalam pelayanan, dalam menjalani hidup bagi-Nya, dan juga dalam menolong pertumbuhan iman sesama. —Alyson Kieda

WAWASAN
Pada surat kedua Paulus untuk Timotius, terdapat beberapa perkataan terakhir menjelang ajalnya. Dalam keadaan dipenjara di Roma karena memberitakan Injil dan menyatakan bahwa bukan Kaisar melainkan Yesus adalah Tuhan, Paulus sedang menantikan waktu eksekusinya yang sudah dekat (2 Timotius 1:8; 11-12; 2:8-9; 4:6). Saat hari-hari hidupnya tinggal sedikit, perkataan Paulus justru mencerminkan kepercayaannya pada Allah, perhatiannya pada tubuh Kristus (jemaat), dan kasih sayangnya kepada anak rohaninya—Timotius—yang disebut Paulus sebagai rekan sekerja yang paling dipercayainya (Filipi 2:19-22). —Mart DeHaan

Siapa atau apa yang dipakai Allah untuk menolong meletakkan dasar imanmu? Dapatkah kamu melakukan hal yang sama dalam hidup seseorang hari ini?

Tuhan, terima kasih untuk orang-orang percaya yang telah menolong membentuk imanku. Tolonglah aku bersandar kepada Roh Kristus agar aku mempunyai kekuatan untuk bersaksi dengan berani bagi nama-Mu!

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 74-76; Roma 9:16-33

Handlettering oleh Novelia

Belajar dari Teladan Hidup

Sabtu, 20 Juli 2019

Belajar dari Teladan Hidup

Baca: Titus 2:1-8

2:1 Tetapi engkau, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat:

2:2 Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan.

2:3 Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik

2:4 dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya,

2:5 hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang.

2:6 Demikian juga orang-orang muda; nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal

2:7 dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu,

2:8 sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita.

Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus. —1 Korintus 11:1

Belajar dari Teladan Hidup

Owen, putra saya yang berumur enam tahun, sangat antusias menerima hadiah permainan papannya yang baru. Namun, setelah setengah jam membaca petunjuk permainan, ia merasa frustrasi karena tidak kunjung mengerti caranya. Setelah datang seorang teman yang sudah mengetahui cara bermainnya, barulah Owen bisa menikmati hadiahnya itu.

Sambil memperhatikan mereka bermain, saya diingatkan betapa lebih mudahnya mempelajari sesuatu yang baru jika kita memiliki guru yang berpengalaman. Kita memang bisa belajar dengan membaca buku petunjuknya, tetapi ketika ada seseorang yang mengajarkan dan menunjukkan caranya kepada kita, kita akan lebih cepat mengerti.

Rasul Paulus juga memahami hal itu. Dalam suratnya kepada Titus, ia mendorong Titus untuk menolong jemaat bertumbuh dalam iman dengan menekankan nilai penting dari orang-orang yang sudah lama percaya dalam meneladankan iman Kristen. Tentu pengajaran yang sehat itu penting, tetapi iman bukan hanya perlu dikatakan, melainkan juga ditunjukkan lewat perbuatan. Paulus menulis bahwa laki-laki dan perempuan yang tua harus dapat menguasai diri, berkelakuan baik, dan mengasihi (Tit. 2:2-5). “Dalam segala hal,” ia berkata, “jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik” (ay.6-7).

Saya bersyukur untuk pengajaran sehat, tetapi saya juga bersyukur untuk orang-orang yang telah mengajarkannya lewat hidup mereka. Mereka menunjukkan kepada saya bagaimana seharusnya seseorang hidup sebagai murid Kristus sehingga saya pun ditolong untuk semakin yakin mengikuti jejak mereka. —Amy Peterson

WAWASAN
Titus, salah satu orang non-Yahudi yang bertobat karena Paulus (Galatia 2:3; Titus 1:4), adalah “mitra dan rekan kerja” Paulus yang setia (2 Korintus 8:23). Titus diutus Paulus untuk mewakilinya dalam mengatasi masalah yang terjadi di gereja Korintus. Hal ini membuktikan bahwa Titus memiliki karakter dan kedewasaan, juga kepemimpinan dan kemampuan penggembalaan (7:6-7, 13-14; 8:6, 16-17; 12:18). Setiap kali Paulus mendirikan satu jemaat, ia menunjuk penatua-penatua untuk mengurus gereja tersebut (Kisah Para Rasul 14:23). Para pakar Alkitab tidak bisa memastikan siapa yang mendirikan gereja di Kreta, tetapi waktu Paulus mengetahui bahwa gereja tersebut tidak memiliki penatua untuk menggembalakan orang-orang yang baru percaya, ia mengutus Titus untuk mengatur dan mengawasi gereja tersebut (Titus 1:5). Paulus menulis surat ini sebagai panduan bagi Titus untuk melaksanakan tugasnya dalam mengawasi gereja itu sekaligus permintaan kepada Titus untuk mengajar umat percaya di sana tentang hidup kudus. Paulus menekankan sikap kepemimpinan yang takut akan Allah (pasal 1), perilaku terhormat dan perbuatan baik dalam gereja (pasal 2), serta instruksi untuk hidup di tengah masyarakat luas (pasal 3). —K. T. Sim

Pelajaran apa yang kamu terima dari orang-orang percaya yang telah mengajarkan kepada kamu cara hidup bagi Yesus lewat perkataan dan perbuatan mereka? Apa yang orang lain perhatikan ketika mereka melihat iman dan perbuatanmu?

Terima kasih, ya Allah, untuk para pembimbing yang Engkau berikan sebagai teladan hidup dalam Tuhan bagi kami. Terima kasih karena Engkau telah memberikan kepada kami Anak-Mu, satu-satunya teladan yang sempurna.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 26-28; Kisah Para Rasul 22

Handlettering oleh Agnes Paulina

Eulogi Kamu

Rabu, 26 Juni 2019

Eulogi Kamu

Baca: Pengkhotbah 7:1-6

7:1 Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran.

7:2 Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.

7:3 Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega.

7:4 Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.

7:5 Mendengar hardikan orang berhikmat lebih baik dari pada mendengar nyanyian orang bodoh.

7:6 Karena seperti bunyi duri terbakar di bawah kuali, demikian tertawa orang bodoh. Inipun sia-sia.

Karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. —Pengkhotbah 7:2

Eulogi Kamu

Hati saya sangat terkesan oleh pemakaman seorang wanita yang teguh beriman kepada Allah. Kehidupannya tidaklah spektakuler. Ia tidak banyak dikenal di luar lingkungan gereja, tetangga, dan teman-temannya. Namun, ia mengasihi Yesus, ketujuh anaknya, dan kedua puluh lima cucunya. Ia penuh kegembiraan, melayani dengan murah hati, dan masih kuat bermain softball.

Kitab Pengkhotbah berkata, “Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta” (7:2). “Orang berhikmat senang berada di rumah duka” karena di situlah kita mempelajari hal-hal yang terpenting (7:4). Kolumnis New York Times David Brooks menyebutkan adanya dua macam kebajikan: yang terlihat mengesankan dalam daftar riwayat hidup dan yang kamu ingin orang katakan pada pemakamanmu nanti. Kadangkala, kedua hal itu saling melengkapi, walaupun sering kali keduanya seperti bertolak belakang. Jika kita ragu, pilihlah selalu kebajikan yang kedua, yang disebut Brooks sebagai kebajikan eulogi (ucapan yang memuji atau menghormati seseorang yang sudah meninggal dunia).

Mendiang tidak memiliki daftar riwayat hidup, tetapi anak-anaknya bersaksi bahwa “ia menghayati Amsal 31” dan memenuhi gambaran wanita saleh dalam pasal itu. Ia menginspirasi mereka untuk mengasihi Yesus dan mempedulikan orang lain. Seperti Paulus berkata, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1Kor. 11:1), mereka menantang kami untuk meneladani kehidupan ibu mereka sama seperti ia telah meneladani Yesus.

Apakah yang akan dikatakan orang pada pemakamanmu? Apa yang kamu ingin mereka katakan? Belumlah terlambat untuk mengembangkan kebajikan yang akan dikenang orang. Berserahlah kepada Yesus. Keselamatan dari-Nya membebaskan kita untuk menjalani hidup mengutamakan hal-hal yang terpenting. —Mike Wittmer

WAWASAN
Dalam Pengkhotbah 7, Salomo mengatakan beberapa hal yang cukup aneh, asing, dan tidak lazim: Kematian lebih baik daripada kelahiran (ay.1). Hadiri pemakaman, bukan pesta (ay.2). Adalah bijak untuk memikirkan tentang kematian (ay.4). Dalam banyak kebudayaan, membicarakan atau bahkan memikirkan tentang kematian adalah hal yang tabu. Namun, setiap orang pasti menutup usia, karena itu Salomo menasihati kita untuk menjalani hidup dengan mengingat kematian kita kelak (ay.2), merenungkan betapa singkatnya hidup ini ketimbang mengejar kesenangan atau kesia-siaan, “karena kesedihan mempunyai pengaruh yang melembutkan hati” (ay.3 FAYH). Dengan memikirkan singkatnya hidup serta kematian yang nyata dan tak terhindarkan, kita didorong untuk memeriksa cara hidup kita dan bagaimana kita akan menghabiskan waktu-waktu yang tersisa. “Orang arif selalu memikirkan kematian” (ay.4 BIS) adalah nasihat yang baik untuk mengalihkan pandangan kita dari hal yang fana kepada yang abadi. —K.T. Sim

Apakah kamu menjalani kehidupan yang akan mempengaruhi riwayat hidup atau eulogimu? Apa pengaruhnya jika kamu hidup sehari-hari dengan kebajikan eulogi?

Bapa, berikanku keberanian untuk hidup mengutamakan yang terpenting.

Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 5-7; Kisah Para Rasul 8:1-25

Handlettering oleh Elizabeth Rachel Soetopo

Saling Menajamkan

Selasa, 21 Agustus 2012

Saling Menajamkan

Baca: 1 Raja-Raja 19:19-21

Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya. —Amsal 27:17

Jejaring sosial di Internet sedang marak. Bahkan ketika dipisahkan jarak yang sangat jauh, orang-orang masih dapat bertukar wawasan dan saling berkomunikasi melalui dunia maya. Media seperti blog, Twitter, surat elektronik, dan tautan Web memberikan beragam cara bagi kita untuk dapat menerima dan memberikan bimbingan rohani.

Namun kesempatan untuk bertatap muka dengan orang-orang yang telah dewasa rohani untuk mendapatkan bimbingan juga sangat bermanfaat. “[Elisa] . . . mengikuti Elia” (1 Raj. 19:21), dan Paulus membimbing Timotius sebagai “[anaknya] yang sah di dalam iman” (1 Tim. 1:2). Paulus bahkan menasihati Timotius untuk menyusun serangkaian proses pembimbingan yang akan melipatgandakan pertumbuhan iman (2 Tim. 2:2). Musa mendorong para orangtua untuk mengajar anak-anak mereka sepanjang hari: “apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Ul. 6:7). Sang Guru Agung, yaitu Kristus sendiri, mencontohkan cara pembimbingan yang diterapkan-Nya, “Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan diutus-Nya memberitakan Injil” (Mrk. 3:14).

Dari bagian-bagian Alkitab tersebut, kita melihat pentingnya pertemuan tatap muka dalam beragam situasi agar kita dapat saling menajamkan iman (Ams. 27:17). Di sepanjang jalan kehidupan, ada waktu-waktu dimana kita bisa memperoleh manfaat dari nasihat bijaksana yang diberikan orang lain atau memberikan pelayanan yang serupa kepada seseorang yang ingin mengikuti jejak kita. —HDF

Tuhan, siapa yang bisa menjadi pembimbingku? Dan adakah
seseorang yang masih muda dalam iman yang bisa kutolong?
Pimpinlah aku agar imanku bertumbuh semakin kuat dan
aku juga sanggup menolong sesama.

Kita membutuhkan satu sama lain untuk mencapai tujuan yang Allah kehendaki bagi kita.