Posts

Inilah Saya

Selasa, 8 Mei 2012

Inilah Saya

Baca: 1 Yohanes 3:16-23

Bukalah mulutmu, ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka. —Amsal 31:9

Di dalam ruang sidang, sembari menanti kasusnya diputuskan oleh hakim, Gary mendengar kisah demi kisah yang menyedihkan tentang orang-orang yang kehilangan rumah mereka. Banyak di antara mereka yang mengikuti prosedur seolah-olah mereka telah memahaminya. Namun seorang wanita bernama Leslie terlihat kebingungan. Gary merasakan bahwa wanita itu tidak tahu harus ke mana dan apa yang harus dilakukan.

Gary tidak berhasil membungkam suara lembut dalam dirinya yang mendesaknya untuk menolong Leslie. Terpikir olehnya banyak alasan untuk tidak melibatkan diri. Pertama, menjalin percakapan dengan orang asing bukanlah salah satu keahliannya; kedua, ia takut jika disalah mengerti. Namun ia berpikir bahwa desakan yang kuat itu berasal dari Allah, dan ia tidak ingin mengambil resiko untuk tidak menaatinya.

Ketika Gary melihat Leslie meninggalkan gedung pengadilan, ia berkata kepadanya. “Ibu,” katanya, “Saya mendengar kesaksian Anda di ruang sidang, dan saya percaya Allah menginginkan saya untuk menolong Anda.”

Semula Leslie merasa curiga, tetapi Gary meyakinkan Leslie tentang ketulusannya. Ia menelepon beberapa pihak dan menghubungkan Leslie dengan sejumlah jemaat di sebuah gereja lokal yang menyediakan bantuan yang dibutuhkan Leslie untuk menyelamatkan rumahnya.

Allah telah memanggil kita untuk berbuat aktif (1 Yoh. 3:18). Ketika kita merasakan dorongan-Nya yang kuat untuk menolong seseorang, kita harus bersedia untuk mengatakan, “Saya percaya Allah menginginkan saya untuk menolong Anda.” —JAL

Allah memanggil untuk bertindak hari ini
Semua yang menjadi anak terang;
Apa pun yang dilakukan tangan kita,
Mari melakukannya dengan segenap hati. —Hess

Kita melakukan yang terbaik ketika melayani sesama.

Ibadah Sejati

Kamis, 26 April 2012

Ibadah Sejati

Baca: Yakobus 1:19-27

Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia. —Yakobus 1:27

Baru-baru ini saya melihat suatu iklan dari merek pakaian yang ditujukan untuk kawula muda. Merek ini terdiri dari blue jeans dan aksesoris yang dirancang untuk melengkapinya. Semua ini tidaklah unik. Namun merek pakaian ini, yaitu “True Religion” (ibadah sejati) membuat saya berhenti sejenak dan berpikir. Mengapa nama itu yang dipilih? Apakah saya harus memahaminya lebih jauh dari sekadar nama? Apa kaitan antara merek jeans itu dengan ibadah yang sejati? Apa maksud mereka menggunakan nama itu? Pemikiran saya itu menimbulkan banyak pertanyaan yang saya sendiri tidak tahu jawabannya.

Saya bersyukur, kitab Yakobus berbicara dengan jelas ketika menjabarkan tentang ibadah atau iman yang sejati: “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia” (1:27). Sungguh menyegarkan. “Ibadah sejati” atau iman yang murni merupakan ungkapan dari cara kita berhubungan dengan Allah kita. Salah satu bukti dari identitas kita yang baru dalam Kristus adalah cara kita memperhatikan seorang dengan yang lain—dengan jalan menjangkau sesama kita yang paling lemah dan rentan, serta melakukannya bagi mereka yang sangat butuh pertolongan.

Ibadah sejati bukanlah suatu pakaian yang dapat kita pakai, lalu lepas. Ibadah sejati merupakan suatu tantangan yang mulia terhadap cara hidup kita di hadapan Allah yang Mahakudus dan di hadapan sesama. —WEC

Ibadah sejati adalah mengenal
Kasih yang Kristus berikan;
Ibadah sejati adalah menunjukkan
Kasih-Nya bagi yang berbeban berat. —D. De Haan

Ibadah Anda terlihat bukan karena Anda memamerkannya, tetapi karena Anda menghidupinya sehari-hari.

Kesempatan Yang Terbuka

Rabu, 11 April 2012

Kesempatan Yang Terbuka

Baca: 1 Korintus 16:1-12

Sebab di sini banyak kesempatan bagiku untuk mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting. —1 Korintus 16:9

Seorang filsuf asal Denmark, Søren Kierkegaard (1813–1855) menulis: “Jika saya bisa meminta sesuatu, saya tidak akan minta kekayaan dan kekuasaan, tetapi . . . meminta mata yang selalu awas dan terang, peka melihat kesempatan.”

Paulus melihat adanya sejumlah kesempatan pelayanan yang besar dalam situasi hidup yang dialaminya. Ia memakai kesempatan yang dibukakan Allah untuk menjadi saksi bagi Kristus. Ketika ditangkap di Yerusalem dan tampil di hadapan Gubernur Felix, ia mengambil kesempatan itu untuk memberitakan Injil (Kis. 24:24). Ketika ia dan Silas di penjara, mereka membagikan Injil kepada sang kepala penjara di Filipi (Kis. 16:25-34). Di kemudian hari, Paulus menggunakan pengalamannya dalam penjara di Roma sebagai kesempatan untuk menguatkan iman jemaat di Filipi (Flp. 1:12-18).

Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus mengatakan kepada orang percaya di sana bahwa ia ingin sekali berkunjung dan tinggal beberapa waktu lamanya dengan mereka, akan tetapi ia harus tinggal di Efesus karena adanya pintu kesempatan untuk pelayanan: “Aku akan tinggal di Efesus sampai hari raya Pentakosta, sebab di sini banyak kesempatan bagiku untuk mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting, sekalipun ada banyak penentang” (1 Kor. 16:8-9). Paulus juga melibatkan sesamanya dengan cara meminta mereka untuk berdoa agar terbuka kesempatan baginya untuk memberitakan tentang Kristus (Kol. 4:3).

Mintalah kepada Allah untuk menunjukkan pintu kesempatan pelayanan mana yang terbuka. Bisa jadi Anda akan terkejut dengan apa yang Anda lihat. —HDF

Yesus berkata kepada setiap kita:
“Pikul salibmu dan ikutlah Aku.”
Ketika Anda merasakan panggilan Roh Kudus,
Rebutlah kesempatan itu! —Hess

Di balik pintu kesempatan yang Allah buka, ada tanggung jawab kita untuk melangkah.

Robin Hood

Oleh Monica Petra

Bacaan: Matius 25:35-45

Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Matius 25:40)

Pastilah kita tidak asing dengan kisah Robin Hood. Sebuah legenda dari tanah Inggris yang begitu tenar dengan mengangkat ikon “sang pahlawan pencuri” dan tindakan-tindakannya yang kontroversial. Berdasarkan legenda itu, ia dan kelompoknya tinggal di hutan Sherwood untuk membangun perlawanan terhadap kekuasaan yang tiran di Nottingham. Dalam perlawanannya, Robin Hood sering melakukan aksi perampokan terhadap orang-orang kaya dan kemudian membagikan hasil jarahannya tersebut kepada rakyat miskin. Orang-orang kaya yang dirampoknya adalah kelompok penindas rakyat kecil, sehingga ada dua pendapat berbeda yang menjadi respon orang terhadap Robin Hood. Menurut pemerintah ia adalah penjahat, sedangkan menurut rakyat kecil ia adalah seorang pahlawan.

Bagaimana pendapat teman-teman tentang Robin Hood? Setuju atau tidak? Kamu memang bisa pro atau kontra tentang hal ini. Pertanyaannya, kalau kamu melihat orang-orang miskin dan membutuhkan, apa yang hendak kamu perbuat?

Coba kita lihat apa yang Tuhan Yesus katakan tentang orang-orang yang berkekurangan. Dalam Matius 25 Tuhan Yesus menggunakan istilah “yang paling hina” mengenai mereka. Terhadap mereka yang lapar, haus, butuh tumpangan, telanjang, sakit, terbelenggu di dalam penjara, Yesus menyebut mereka sebagai ‘saudara-Ku’. Apa yang bisa kita pelajari dari bagian ini? Bagi saya, Tuhan ingin kita sebagai anak-anak-Nya untuk peduli terhadap mereka yang disebut sampah masyarakat. Akan tetapi bagaimana caranya? Jelas kita tidak bisa seekstrim Robin Hood, yang berlagak menjadi superhero dengan merampok orang-orang kaya. Namun, kita bisa belajar memberi dan mengasihi dengan apa yang ada pada kita. Kita bisa mulai bersikap lebih peka terhadap sekeliling kita, karena di sanalah Tuhan menempatkan orang-orang yang membutuhkan bantuan kita.

Robin Hood didaulat sebagai seorang pahlawan berkat kepiawaiannya mencuri. Sebaliknya, sebagai anak-anak Tuhan, kita diberikan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi sesama, tidak peduli apa pun bentuk bantuan yang bisa kita berikan. Mungkin ada di antara kamu yang bisa berbagi harta materi, ada yang bisa berdoa, ada yang bisa mendengarkan, dan ada juga yang cakap memberi nasihat. Semua itu bisa dipakai Tuhan untuk melayani sesamamu “yang paling hina”. Maukah kamu membuka hatimu untuk menerima mereka?

Tindakan Pengucapan Syukur

Jumat, 9 Maret 2012

Baca: Mikha 6:1-8

Apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu? —Mikha 6:8

Ketika saya masih remaja, tidak banyak orang yang mengenal saya sebaik Francis Allen. Dialah pendeta yang mengenalkan saya kepada Yesus Kristus. Ia adalah seorang pengkhotbah yang berapi-api di mimbar, tetapi di luar itu, ia menjadi teladan yang nyaris sempurna dari kelemahlembutan kasih Allah.

Sejak awal, Francis mengenali kecenderungan dalam diri saya yang berusaha memperoleh pengakuan orang dengan jalan bekerja lebih keras dari yang diharapkan dan melakukan lebih banyak dari yang diminta. “Yang kamu lakukan itu baik jika dimaksudkan sebagai pemberian bagi sesama,” katanya kepada saya, “tetapi semestinya tidak kamu gunakan untuk memperoleh penerimaan dan kasih dari orang lain—bahkan dari Allah.”

Untuk menolong saya memahaminya, Francis meminta saya membaca janji Yesus di Matius 11:30 bahwa kuk-Nya “enak”—kebenaran yang rasanya sulit untuk dipercaya. Lalu, saat membuka Mikha 6:6-8, ia berkata: “Sekarang baca ini dan tanyakan pada dirimu sendiri, apakah ada yang bisa kau berikan kepada Allah yang belum dimiliki-Nya.” Tentulah jawabannya, tidak ada.

Lalu ia menjelaskan bahwa Allah tidak dapat disogok, karena anugerah-Nya diberikan secara cuma-cuma. Karena hal ini benar, apa seharusnya tanggapan kita? “Berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu” (ay.8). Saya belajar bahwa semuanya ini adalah sikap untuk mengucap syukur, bukan untuk menyogok Allah.

Kiranya Mikha 6 mengingatkan kita bahwa anugerah itu diberikan secara cuma-cuma dan hidup dengan setia adalah tanggapan kita yang penuh pengucapan syukur. —RKK

Kita diselamatkan oleh anugerah melalui iman semata,
Perbuatan baik kita tidak berperan apa pun;
Namun Allah memberi upah setiap perbuatan kasih
Yang dilakukan dengan segenap hati. —D. De Haan

Perbuatan baik bukanlah cara untuk mendapatkan keselamatan, melainkan buah dari keselamatan.

Pemeran Pembantu

Kamis, 15 Desember 2011

Baca: Roma 12:9-21

Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. —Roma 12:10

Setelah Ed McMahon, seorang bintang televisi di Amerika, meninggal dunia tahun 2009, tajuk utama di sebuah surat kabar menulis demikian: “Untuk seorang pemeran pembantu, ia adalah yang terbaik.” McMahon dikenal luas melalui perannya selama 30 tahun sebagai pendamping Johnny Carson dalam suatu acara bincang-bincang tengah malam. McMahon ikut berhasil mendorong kesuksesan Carson. Ketika kebanyakan bintang hiburan berusaha menjadi yang terdepan, McMahon justru puas hanya sebagai pemeran pembantu.

Ketika Rasul Paulus memberikan perintah tentang cara menggunakan karunia kita sebagai anggota-anggota dari tubuh Kristus (Rm. 12:3-8), ia menegaskan pentingnya para pemeran pembantu. Ia memulai dengan mengatakan bahwa kita harus punya pemikiran yang realistis terhadap diri sendiri (ay.3), dan mengakhirinya dengan panggilan untuk memiliki kasih yang murni dan tidak egois, “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat” (ay.10). J. B. Phillips menerjemahkannya sebagai “suatu kerelaan untuk membiarkan orang lain yang menerima penghargaan.”

Karunia dan kemampuan yang kita miliki adalah anugerah Allah dan patut dipakai sesuai dengan ukuran iman kita (ay3,6), dalam kasih dan pelayanan bagi Kristus—bukan untuk memperoleh penghargaan bagi diri sendiri.

Kiranya Allah menganugerahkan kepada kita kemampuan untuk menerima dengan sukacita peran pembantu yang telah menjadi panggilan Allah bagi kita. Tujuan akhirnya adalah memuliakan nama Allah dan bukan memuliakan diri kita sendiri. —DCM

Gereja, sebuah tubuh yang hidup, mencakup semua bagian—
Gereja itu hidup, bergerak, berjalan, dan menyentuh jiwa-jiwa;
Saat tiap bagian bersatu hati melakukan kehendak Juruselamat,
Seluruh anggota-Nya disatukan, kehendak-Nya dipenuhi. —Fitzhugh

Gereja berjalan paling baik ketika kita melibatkan diri sebagai pelayan, bukan sebagai penonton saja.

Istana Pasir

Sabtu, 3 Desember 2011

Baca: Lukas 12:22-34

Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. —Lukas 12:34

Ketika anak-anak kami masih kecil, saya dan istri saya, Martie, menikmati liburan keluarga di Florida dengan mengunjungi orangtua kami. Sungguh menyenangkan berada di tengah cuaca hangat di sana dan menjauh sejenak dari dinginnya iklim di Michigan. Saya sudah menanti-nanti waktu untuk bersantai di pantai sambil membaca sejilid buku yang bagus. Namun, anak-anak saya punya ide lain. Mereka ingin saya membantu mereka membangun istana pasir. Walau enggan, saya pun beranjak untuk menolong mereka dan segera ikut asyik mengerjakan proyek tersebut. Tanpa saya sadari, saya telah menghabiskan waktu berjam-jam untuk membangun istana pasir yang mengesankan—tanpa terpikir bahwa air pasang akan dapat menyapu bersih seluruh hasil kerja keras saya kapan saja.

Kita sering kali melakukan kesalahan yang sama dalam hidup ini, menghabiskan banyak waktu dan energi untuk membangun “istana-istana” kita sendiri dan terlarut menikmati semua prestasi yang kita capai. Semua itu mungkin terlihat berharga, tetapi pada akhirnya hanya sebuah kesia-siaan.

Dalam Lukas 12, Yesus menantang para pengikutnya untuk menjual segala milik mereka dan memberikan sedekah, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (ay.34). Dengan kata lain, cara kita menggunakan waktu dan harta yang kita miliki mencerminkan cara pandang kita mengenai kekekalan. Lirik sebuah himne kuno menyatakan, “Hidup hanya sekali, akan segera berlalu; hanya karya bagi Kristus, akan bernilai kekal.” Jadi, apa yang telah Anda lakukan hari ini, yang akan bernilai dalam kekekalan? —JMS

Siapa yang mengukur perbuatan hidup
Dan menilai keberhasilan kita?
Allah kita, yang memberi upah bagi mereka
Yang hidup di dalam kebenaran. —Branon

Allah menghendaki Anda memakai waktu dan harta Anda untuk membangun kerajaan-Nya, bukan kerajaan Anda.