Posts

Kisah Seorang Pelajar

“Enak, ya, kamu sekolah online dari rumah.” Begitu kata orang-orang yang tidak tahu sulitnya belajar online. Padahal tidak begitu..

Kalimat “Enak ya jadi pelajar…” sering diucapkan banyak orang, bahkan sebelum adanya pandemi. Seakan-akan tugas seorang pelajar itu mudah.

Mereka tidak tahu saja bagaimana kehidupan pelajar di balik layar, terlebih ketika masa pandemi, masa dimana aku tidak hanya ‘belajar online’, tapi juga belajar banyak hal..

Untuk kamu, pelajar, bagaimana ceritamu melewati masa-masa belajar online maupun offline?

Atau jangan-jangan kamu lupa kalau hari ini hari Pendidikan Nasional?

 








4 Tindakan untuk Membuat Masa Kuliah Lebih Bermakna

Oleh Jefferson, Singapura

Sudah hampir empat bulan sejak aku lulus dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Aku adalah mahasiswa angkatan pertama di jurusan Environmental Science atau Ilmu Lingkungan Hidup. Tuhan menuntun dan memberkatiku, hingga akhirnya setelah menempuh studi selama empat tahun, aku dapat lulus.

Melalui tulisan ini, aku ingin membagikan beberapa pelajaran penting yang kudapat saat menjadi mahasiswa. Pelajaran-pelajaran tersebut aku rangkum dalam beberapa tindakan praktis yang kuharap bisa membantumu lebih memaknai dan mensyukuri masa kuliah sebagai berkat dari Tuhan.

#1 – LAtihlah disiplin-disiplin rohani selama kuliah

Ketika pertama kali menjejakkan kaki ke dalam kampus, aku menyadari bahwa sekarang aku memasuki dunia yang lebih luas dari yang sebelumnya aku tinggali. Kehidupanku tidak lagi sebatas rutinitas sekolah dan les yang biasanya kuikuti hingga malam hari. Sebagai gantinya, ada jadwal kelas yang tidak teratur dan berbagai macam kegiatan kemahasiswaan di luar kuliah yang bisa kuikuti. Aku juga mendapat banyak teman baru yang berasal dari berbagai daerah.

Aktivitas perkuliahan yang lebih dinamis dan banyaknya teman baru bisa mempengaruhi relasiku dengan Tuhan. Ketika aku semakin sibuk, apakah aku tetap punya waktu untuk berelasi dengan Tuhan? Ketika temanku semakin banyak dan beragam, apakah aku mampu tetap mempertahankan identitas Kristenku? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah disiplin rohani.

Dalam Markus 1:35, tertulis bahwa ketika hari masih gelap, Yesus bangun dan pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa. Aku belajar untuk mengikuti teladan-Nya. Di tengah-tengah kesibukanku sebagai mahasiswa, aku berusaha meluangkan sekitar setengah sampai satu jam setiap pagi untuk membaca dan merenungkan Alkitab serta berdoa. Meski aku sering bangun kesiangan atau merasa enggan bersaat teduh, tapi aku terus melatih diri untuk menjadikan disiplin ini sebagai hal pertama yang kulakukan setiap hari. Selain itu, aku juga mengikuti teladan satu tokoh lainnya, yaitu George Muller, seorang penginjil Inggris. Beliau selalu bersaat teduh setiap pagi. Dia mengatakan bahwa saat teduhnya itu membuat jiwanya benar-benar bersukacita di dalam Tuhan. Ketika jiwaku sudah lebih dulu puas di dalam Tuhan, aku bisa mengucap syukur kepada-Nya dalam segala apapun keadaan hariku.

Pernah suatu ketika aku begitu lelah karena ada banyak tugas dan aktivitas yang kulakukan. Badan ini rasanya tidak ingin bangun pagi, tapi aku tetap berusaha. Dengan mata yang berat dan tubuh yang masih kaku, aku beranjak dari ranjang, duduk di depan meja belajarku dan membuka Alkitab. Aku tidak ingat perikop apa yang kubaca maupun kata-kata apa yang kupanjatkan dalam doa pada Tuhan. Namun, yang kuingat adalah hari itu aku dimampukan Tuhan menyelesaikan segala tugasku dengan baik.

Pada awalnya disiplin rohani mungkin terasa sulit dilakukan. Tapi, apabila kita terus berusaha, anugerah Tuhan akan memampukan kita melakukannya. Disiplin rohani yang kita lakukan akan menumbuhkan karakter-karakter Kristus dalam hidup kita. Selama empat tahun aku telah menerapkan disiplin ini, dan aku berharap untuk terus melakukannya sepanjang hidupku.

#2 – ingat, USaha untuk bangkit dari kesalahan adalah anugerah dari Tuhan

Setiap orang bisa saja melakukan kesalahan. Tapi, fakta ini bukanlah alasan buat kita melepaskan diri dari tanggung jawab. Ketika kita melakukan kesalahan, kita juga harus mau memperbaiki kesalahan itu.

Semasa kuliah, Tuhan memakai kesalahan-kesalahan yang kulakukan untuk menyadarkanku akan kelemahan-kelemahan yang kumiliki dan membuat bergantung kembali pada-Nya. Salah satu kesalahan yang kulakukan adalah pada saat rapat persekutuan kampus, aku mengutarakan pendapatku dengan kasar. Sikapku itu ternyata melukai perasaan seorang teman. Temanku yang lain lalu menegurku dan aku pun langsung meminta maaf. Tapi permintaan maafku tidak diterima dengan baik. Sepanjang sisa hari itu aku merasa sangat muram. Aku lalu bercerita ke beberapa teman lainnya dan mereka semua memberi saran yang sama: sesali baik-baik dan biarkan Tuhan menyembuhkan relasi pertemananmu lewat waktu. Singkat cerita, puji Tuhan relasi kami dapat pulih. Aku telah melakukan kesalahan dengan tidak bersikap baik saat berpendapat, dan pengalaman inilah yang dipakai Tuhan untuk menegur dan memperbaiki sikapku di masa mendatang.

Kesalahan adalah sesuatu yang wajar. Walaupun kita tidak bisa memutar waktu untuk memperbaiki kesalahan itu, tapi kita bisa berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama ke depannya. Kita dapat menyesali kesalahan kita, tetapi jangan berdiam diri dalam penyesalan itu selamanya. Pelajarilah bagaimana kesalahan itu terjadi, dan latih diri untuk tidak jatuh ke lubang yang sama. Dalam kasusku, aku belajar untuk lebih peka dalam bersikap dan memilih kata-kata yang kuucapkan agar tidak melukai orang lain.

#3 – DEngar, cari, dan jadilah bagian dari komunitas Kristen yang baik

Bagi kamu yang merantau ke luar kota sepertiku, aku ingin memberikan dorongan yang lebih kuat untuk melakukan poin ketiga ini. Aku mengalami pertumbuhan rohani yang signifikan dalam komunitas Kristen yang kuikuti, baik di gereja maupun kampus. Lewat persekutuan dengan sesama orang percaya, aku belajar untuk bertumbuh semakin serupa dengan Kristus.

Di poin sebelumnya aku menuliskan bahwa sikap dan perkataanku melukai perasaan seseorang. Sebelum aku bertobat, aku adalah orang yang selalu merasa diri benar. Aku tidak mau menerima teguran dari orang lain. Namun, puji Tuhan, kini Roh Kudus melembutkan hatiku untuk berlapang dada mendengar dan menerima nasihat orang lain. Teman-teman di komunitasku juga tak sungkan untuk menegurku apabila aku memang melakukan kesalahan.

Persahabatanku dengan mereka dipakai Tuhan menjadi relasi yang saling mengasah satu sama lain, dan kupikir ini jugalah berkat yang paling berkesan yang kudapat semasa kuliahku. Menjelang minggu terakhir semester yang padat, kami lebih rajin lagi menanyakan pokok doa satu sama lain. Aku memang bersaat teduh setiap hari, tapi aku merasa kehadiran Tuhan jauh lebih kuat ketika aku berdoa bersama-sama dengan mereka. Aku percaya Firman-Nya yang berkata, “di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Matius 18:20). Melalui doa-doa itu kami saling menguatkan satu sama lain supaya kami dapat mengakhiri semester dengan baik.

Ibrani 10:24-25 mengatakan, “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.”

#4 – Ora et labora untuk mengenal, memuliakan, bersukacita di dalam Tuhan

Dalam bahasa Latin, ora et labora berarti “berdoa dan bekerja”. Frasa ini sangat relevan bagi kita. Mungkin sebagian besar mahasiswa belum bekerja, tetapi belajar adalah pekerjaan utama dari seorang pelajar atau mahasiswa. Kita membutuhkan pertolongan Tuhan untuk melakukannya. Tapi, kadang ora et labora ini dapat disalahartikan menjadi tindakan ‘menyuap’ Tuhan agar kita mendapat nilai bagus. Oleh karena itu, dalam judul poin ini, aku menuliskan bahwa kita melakukan ora et labora bukan untuk mendapatkan nilai yang bagus, tetapi untuk mengenal Tuhan beserta kemuliaan dan sukacita-Nya.

Belajar, bersaat teduh, mengambil hikmah dari kesalahan yang sudah kita perbuat, bahkan memberitakan Injil hanya akan jadi tindakan yang kehilangan maknanya kalau tidak kita lakukan dengan suatu tujuan. Dalam segala tindakan kita, kita ingin mengenal Tuhan (Filipi 3:8), memuliakan Tuhan (1 Korintus 10:31), dan bersukacita di dalam-Nya (Ibrani 12:2). Buatku sendiri, poin keempat ini adalah poin yang sulit karena untuk mempelajarinya aku harus melewati banyak ‘kekecewaan’.

Pada awal tahun 2017, aku dihadapkan dengan sebuah dilema: antara pergi mission trip atau mengikuti studi lapangan ke salah satu museum ternama di dunia. Kedua acara ini dilaksanakan pada waktu yang bersamaan, jadi aku harus memilih salah satu. Aku bergumul, berdoa, dan berdiskusi dengan banyak orang. Hasilnya, aku memilih ikut studi lapangan karena kupikir inilah kesempatan dari Tuhan untuk aku belajar lebih dalam tentang lingkungan hidup dan kelak aku bisa melayani-Nya melalui bidang ini.

Namun, ketika aku sudah yakin akan pilihanku, masalah datang. Museum yang akan kukunjungi itu ternyata terlambat mengajukan visa. Aku gagal berangkat mengikuti studi lapangan juga mission trip. Namun aku masih beruntung karena pihak universitas kemudian memberikanku kegiatan penelitian mengenai konservasi spesies langka bersama seorang peneliti di Singapura sebagai pengganti dari studi lapangan itu. Aku merajuk pada Tuhan. Aku menyalahkan-Nya karena membiarkanku kehilangan dua kesempatan berharga ini. Namun, belakangan melalui saat teduhku dan percakapanku dengan beberapa teman, aku sadar bahwa aku terlalu memaksakan kehendakku, bukan mengizinkan kehendak-Nya terjadi atas hidupku.

Aku mengakui dosaku, memohon ampun pada Tuhan dan bertekad untuk memuliakan-Nya dan bersukacita dengan apapun hal yang Dia berikan. Dan, puji Tuhan, lewat penelitian yang kulakukan di Singapura inilah aku belajar untuk semakin memelihara dan mengelola alam ciptaan-Nya (Kejadian 1:28). Aku juga belajar bagaimana memuliakan dan menikmati Tuhan lewat partisipasiku dalam melindungi spesies langka tersebut. Terakhir, dan inilah yang paling mengejutkan buatku, keterlibatanku dalam penelitian itu menjadi salah satu faktor aku diterima menjadi karyawan magang di sebuah institusi pemerintahan pada semester terakhir kuliahku. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau waktu itu Tuhan mengizinkanku pergi mengikuti studi lapangan. Mungkin aku akan menjadi orang yang bergantung pada diriku sendiri dan memunggungi Tuhan yang selama ini selalu menyertaiku.

Aku belajar untuk menjadikan Tuhan sebagai tujuan utama dalam aktivitas yang kulakukan, entah itu dalam belajar, bersaat teduh, memberitakan Injil, atau bahkan ketika aku membersihkan kamar sekalipun. Aku belajar mencari dan menikmati Tuhan dalam tugas paling sulit atau kejadian paling mengecewakan yang kualami. Jika kamu melakukan itu semua, aku percaya kamu pun akan semakin mengenal Tuhan dan mendapatkan sukacita yang terbesar, yaitu Tuhan sendiri. Dan, selanjutnya kamu pun menjadi alat untuk kemuliaan Tuhan.

Empat poin ini adalah pengalamanku menikmati penyertaan Tuhan selama aku kuliah. Mari kita beranjak ke bagian penutup untuk melihat puncak dari semua perenungan ini.

Frasa akhir dari setiap tahap kehidupan ialah ….

Aku ingin mengakhiri dengan mengajakmu melihat maksud sesunguhnya dari tulisan ini: sebuah pengucapan syukur kepada Allah yang setia, Tuhan Yesus Kristus. Kalau kamu memperhatikan dengan saksama, ada beberapa huruf di poin-poin di atas yang ditulis kapital. Itu bukan salah ketik, aku sengaja menuliskannya demikian untuk mengeja sebuah frasa dari bahasa Latin: LAUS DEO, yang artinya “Puji Tuhan”.

Apalah artinya semua pengalaman yang kulewati kalau semuanya itu tidak membawaku untuk memuji Tuhan yang selalu hadir bahkan dalam momen terendahku dan ketika aku berdosa terhadap-Nya? Dan, apa juga gunanya bagimu, dalam tahap apapun kehidupanmu berada, kalau kamu membaca tulisan ini dan tidak tergerak untuk merenungkan penyertaan-Nya selama ini dan pada akhirnya memuji dan memuliakan Dia juga?

Aku berdoa kiranya Tuhan juga memberkatimu lewat keempat tindakan yang kusebutkan dalam poin-poin di atas, yaitu:

1. Melatih disiplin-disiplin rohani
2. Bangkit dari kesalahan dengan bergantung pada anugerah pengampunan Tuhan
3. Bergiat dalam persekutuan dengan orang-orang percaya
4. Melakukan segala sesuatu untuk semakin mengenal Kristus, memuliakan Dia, dan bersukacita di dalam-Nya.

Semoga masa kuliahmu, baik yang akan datang, sedang dilewati, ataupun sudah dilewati dapat kamu hidupi dan syukuri dalam hadirat Allah yang selalu menyertai kita.

Tuhan Yesus memberkati. Soli Deo gloria.

Baca Juga:

Mengenang Stan Lee: Seorang di Balik Segudang Tokoh Superhero

Tokoh-tokoh superhero itu unik. Mereka berbicara, menginspirasi, juga memotivasi kita. Dari banyak tokoh superhero yang kita kagumi, ada satu orang yang banyak berperan di baliknya. Dia adalah Stan Lee.