Posts

Jangan Hidup dalam Kekhawatiran

Oleh Yulinar Br. Bangun, Tangerang

Di ibadah yang kuikuti beberapa minggu lalu, ada lagu yang mengusik hatiku. Lagu ini ditulis oleh Ira Forest Stanphill, yang berjudul “I Know Who Holds Tomorrow”. Berikut ini sepenggal liriknya:

Many things about tomorrow
I don’t seem to understand
But I know who holds tomorrow
And I know who holds my hand

Bukan tanpa alasan mengapa lagu ini liriknya mengusikku. Lagu ini ini seperti jawaban, sekaligus tamparan buatku. Aku mahasiswa penerima beasiswa di sebuah kampus Kristen, sekarang aku tinggal menunggu wisuda. Aku bersyukur bisa menyelesaikan studiku dengan baik, tapi aku bingung dengan persiapan wisuda dan masuk dunia kerja nanti. Aku kepikiran dengan segala biaya yang perlu dikeluarkan: untuk cari kerja,untuk biaya tinggal di kota perantauan, dan sebagainya. Biaya ini tentu akan jadi beban buat keluargaku.

Aku memikirkan beberapa opsi, tapi aku malah jadi berdebat dengan orang tuaku. Apa yang menurutku baik ternyata tidak searah dengan pemikiran mereka. Aku ingin berhemat. Saat nanti diterima kerja, di bulan pertama kan aku belum mendapatkan gaji. Tapi, mereka malah ingin memberiku uang karena mereka ingin menenangkanku dan bersyukur karena aku tidak membebani mereka dengan biaya studi.

“Nak, pasti ada rezekinya. Tuhan pasti kasih jalan.” Percakapan kami berakhir dengan kalimat ini, kalimat sederhana yang mencerminkan keyakinan orang tuaku akan pemeliharaan Tuhan.

Jika ditelisik, masalahku adalah kekhawatiran akan hal-hal yang belum terjadi. Aku khawatir kalau orang tuaku nanti kesulitan finansial. Tapi, apakah kekhawatiran inilah yang jadi masalah utama? Dari konselingku, aku mendapati kalau khawatir hanyalah masalah yang tampak di permukaan saja. Akar dari khawatir adalah meragukan Tuhan, yang berujung pada mengandalkan diri sendiri.

Khawatir bukanlah pergumulan yang kualami sendiri, atau dialami oleh manusia zaman ini saja. Dari masa ke masa, khawatir senantiasa hadir dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, dalam Injil Matius, Yesus menekankan, “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (Matius 6:27). Rasul Paulus juga menegaskan, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Filipi 4:6).

Ketika keluar dari Mesir, bangsa Israel juga mengalami kekhawatiran. Meski Allah telah menyertai mereka dengan membelah Laut Teberau (Keluaran 14:15-31), mereka tetap saja khawatir dan bersungut-sungut. Namun, Allah tetap setia. Allah memelihara bangsa Israel dengan memberi mereka makanan berupa roti mana (Keluaran 16:4), melindungi mereka dengan tiang api dan tiang awan (Keluaran 14:19-2), serta memberi mereka mata air untuk diminum (Keluaran 15:22-27).

Penggalan lagu di awal tulisan ini membawaku kepada refleksi mendalam. Aku lahir dan besar di keluarga Kristen, kuliah di kampus Kristen, ikut ibadah di gereja, berdoa, memuji Tuhan. Tapi, seberapa sungguh aku mengimani itu semua?

Jika aku melihat perjalanan hidupku ke belakang, Tuhan selalu mencukupiku. Dia setia memelihara sampai ke titik ini. Dia izinkan aku menerima beasiswa. Lantas, mengapa aku harus khawatir untuk masa depanku jika Dia telah membuktikan kesetiaan-Nya. Mendapati fakta ini, aku jadi sangat malu.

Sebagai manusia yang tidak bisa mengetahui dengan jelas bagaimana masa depan, kita rentan jatuh dalam godaan kekhawatiran. Kita khawatir akan karier, jodoh, usia, keluarga, keuangan, dan lainnya. Alih-alih membiarkan khawatir itu memenuhi isi pikiran kita, kita dapat menaikkannya kepada Tuhan dalam doa. Izinkanlah Tuhan bekerja dalam kekhawatiran kita, izinkanlah hati kita untuk percaya dan taat pada cara kerja Tuhan.

Ketika kekhawatiran datang, izinkanlah kembali hati kita untuk percaya pada kesetiaan-Nya. Tuhan tak menjanjikan hidup kita bebas rintangan dan penderitaan, tetapi Dia berjanji setia menyertai.

I don’t worry o’er the future
For I know what Jesus said
And today I’ll walk beside Him
For He knows what is ahead

Many things about tomorrow
I don’t seem to understand
But I know who holds tomorrow
And I know who holds my hand

Baca Juga:

Ibadah Online, Salah Satu Kontribusi Gereja Redakan Pandemi COVID19

Apakah ibadah boleh ditiadakan hanya gara-gara sebuah wabah? Perlukah ibadah konvensional (secara tatap muka) tetap dipertahankan? Bagaimana pandangan Alkitab tentang hal ini?

Tolong! Aku Ingin Bebas dari Overthinking

Oleh Rachel Moreland
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Help! I Can’t Stop Overthinking

Tanganku bergetar, aku lalu membuka ponselku dan mencari tahu mengapa.

Googling.

Beberepa detik kemudian, aku membaca satu artikel tentang tumor otak.

Sakit kepala? Iya.

Penglihatan sedikit terganggu? Iya.

Nah, kamu mengalami dua gejala ini!

Tapi, ada gejala-gejala lain yang ditulis di artikel itu tidak aku alami.

Tapi, kamu sudah mengalami dua gejala loh! Kamu harus ke dokter. Gimana kalau ternyata kamu terkena tumor otak?

Setelah beberapa minggu mengalami gangguan penglihatan, aku pun menghubungi dokter. Aku merasa seperti hendak dihukum mati. Pikiran ini terus menghantuiku dan sulit untuk tidak memikirkannya.

Bagaimana jika ternyata kamu terkena tumor otak? Stop!

Mungkin tumor otak itulah sebabnya kamu mengalami gangguan penglihatan. Stop sekarang juga!
Pikiranku terus berpikir yang tidak-tidak. Tiap kali pikiran itu datang, aku selalu berkata “stop”. Aku tidak ingin pikiran-pikiran ini membuatku berpikir semakin buruk.

Dengan derai air mata, aku memohon kepada sang dokter untuk melakukan tes atau uji lab. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi supaya ketakutanku hilang.

Setelah menjalani tes selama satu jam, aku malu karena hasilnya. Seluruh waktu dan energiku dihabiskan untuk khawatir. Sakit kepala dan gangguan penglihatanku ternyata terjadi karena tekanan pikiran, atau stress.

“Stress?” aku membuang ingusku ke tisu.

“Iya. Kamu butuh istirahat lebih,” kata dokter itu seraya menyerahkan lebih banyak tisu kepadaku. Lalu, dia memberiku beberapa nasihat.

“Jika kamu terus memikirkan hal-hal yang buruk, kamu akan mendapati itu terjadi.”

Dokter itu menambahkan, ketakutan kita memiliki kekuatan untuk mengarang sesuatu menjadi ada. Jika kita membiarkan imajinasi kita tidak terkendali, itu dapat menyebabkan masalah buat kta.

Mungkin kamu belum pernah mengalami kepanikan seperti yang kualami, tapi tentu ada suatu hal dalam hidupmu yang membuatmu khawatir terus-menerus: relasimu, pekerjaanmu, kesehatanmu, keuanganmu, pergumulan hidupmu.

Semakin kita fokus kita berlebihan kepada suatu hal, semakin besar juga kesempatan untuk si musuh menekan kita dengan kekhawatiran, sama seperti ketika imajinasiku akan sakitku akhirnya mengantarku ke dokter.

Masalah pola pikir yang destruktif ini sudah ada dalam hatiku selama beberapa waktu, dan aku telah belajar kalau aku bisa mengendalikan pikiran dan imajinasiku—kita harus melakukannya! Kenyataannya, perasaan kita bisa saja mengarahkan kita pada jalan yang salah dan tidak selalu perasaan itu harus dipercaya. Ketika aku menyadari betapa banyaknya waktuku terbuang hanya untuk mendengarkan suara-suara dari pikiranku alih-alih suara Tuhan, aku tahu aku harus berubah. Aku perlu belajar untuk mendengar dan menerima suara-suara yang benar.

Mengendalikan imajinasi kita

Imajinasi kita adalah bagian yang indah, luar biasa, dan inspiratif dari diri kita. Imajinasi kita adalah tempat lahirnya ide-ide brilian, keren, dan kreatif.

Tapi, imajinasi itu bisa juga membelenggu kita jika kita membiarkannya tidak terkendali.

Kawan, dengarkanlah aku. Ada pertempuran yang sedang terjadi sekarang ini. Dan, pertempuran itu bukanlah pertempuran fisik (Efesus 6:12). Musuh-musuh kita berusaha mengisi pikiran kita(2 Korintus 10:3-5). Tapi, syukurlah karena kita tidak perlu takut. Tuhan memiliki tujuan bagi setiap kita, tujuan yang mulia. Tuhan telah mengungkapkan janji-Nya kepada kita (Yeremia 29:11, Ibrani 13:5, 1 Petrus 5:6-7). Sekarang yang perlu kita lakukan adalah mengatakan itu semua kepada diri kita.

Aku tidak tahu cara lain yang lebih hebat untuk mengalahkan pikiran negatif selain dari merenungkan firman Tuhan. Firman Tuhan menolong kita mengambil alih kendali pikiran dari hal-hal buruk kepada hal-hal yang baik.

Kita harus berhenti mendengarkan pikiran kita yang mengembara ke mana-mana dan mulai mendengar apa yang Tuhan katakan, tentang rencana-Nya bagi kita.

Jika ada suatu hal yang telah kupelajari dari peristiwa-peristiwa aku dilanda kepanikan, itu adalah pemahaman bhwa hidup kita cenderung mengikuti apa yang kita pikirkan. Keberanian dan ketakutan datang dari pikiran kita sendiri.

Daripada menjadikan kekhawatiran sebagai penggerak dari tiap tindakanku, aku mau doa dan komitmen rohaniku menjadi respons utama yang kulakukan ketika hidup berjalan tidak sesuai rencana.

Aku tidak mengajak kita untuk mengabaikan saja masalah-masalah kita. Hanya, kita perlu bersikap realistis dan hadapilah tiap masalah dengan solusi-solusi praktis dan hikmat Alkitab. Namun, kita juga perlu mengingatkan diri kita untuk selalu terhubung dengan Tuhan. Suara Tuhan sajalah yang seharusnya menggerakkan hidup kita.

Sekarang aku bergulat dengan kebenaran ini. Aku sedang berproes untuk menuju tempat di mana aku bisa melihat masalah-masalahku lebih luas dan tidak menjadi terpuruk karenanya. Aku mau berpegang teguh pada janji Tuhan. Melalui Alkitab, Tuhan telah berjanji akan menjaga setiap anak-anak-Nya, dan aku pun tahu Dia akan menjaga dan mengangkatku melewati setiap kesulitan yang kuahdapi. Jadi, aku akan berusaha mengingat kebenaran ini.

Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engku dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau. Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal. Rancanganku adalah rancangan damai sejahtera untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. (Ibrani 13:5, Yeremia 31:3, Yeremia 29:11).

Baca Juga:

Pelayanan, Sarana Aku Bertumbuh di dalam Tuhan

Apa yang kamu lakukan ketika diberi kesempatan melayani?