Posts

Fakta Seputar Orang-Orang Majus

Orang-orang Majus. Kita tidak asing dengan mereka dalam kisah Natal, tapi tahukah kita tentang siapa mereka sebenarnya, dan mengapa Injil Matius mencatat kisah mereka? Yuk simak postingan berikut ini.

Misteri Orang-orang Majus: Siapa, Dari Mana, Berapa, Kapan, dan Mengapa?

Oleh Yakub Tri Handoko, Surabaya

Salah satu pertanyaan yang kerap kali ditujukan pada momen-momen Natal adalah seputar orang-orang Majus di Matius 2:1-12. Tokoh Alktab ini bukanlah figur asing pada perayaan Natal. Banyak drama Natal menampilkan kisah orang-orang Majus mengunjungi bayi Yesus. Pertanyaannya, apakah drama itu sudah merepresentasikan catatan dan ajaran Alkitab dengan tepat?

Siapakah orang Majus itu?

Alkitab menyebut orang-orang yang mengunjungi bayi Yesus di Matius 2:1-12 sebagai magoi (bentuk jamak dari magos), tetapi Alkitab tidak memberitahukan siapa sebenarnya mereka. Para penerjemah biasanya mempertahankan istilah yang dipakai tanpa bermaksud untuk menerjemahkannya (di Alkitab versi NIV/NASB disebut “Magi),, atau menerjemahkannya dengan “orang-orang bijaksana” (di Alkitab KJV/ASV/RSV/ESV disebut “wise men”). Perbedaan penerjemahan ini menyiratkan kerancuan arti di balik kata magos.

Kata magos tidak sering ditemui dalam Alkitab. Kalau pun ditemukan, kemunculannya hanya terbatas pada konteks-konteks tertentu. Dalam Perjanjian Baru, kata ini hanya muncul di Kisah Para RAsul 13:6, 8, dan dikenakan pada Baryesus atau Elimas yang adalah seorang tukang sihir. Dalam Perjanjian Lama, kata yang sama muncul beberapa kali di kitab Daniel (LXX) untuk para ahli nujum atau tafsir mimpi di Kerajaan Babilonia (2:2, 10, 27; 4:7; 5:7, 11, 15). Di berbagai tulisan kuno di luar Alkitab, kata magos juga memiliki arti yang variatif, walaupun tetap berdekatan. Kata ini bisa merujuk pada suku tertentu di antara bangsa Median, orang-orang yang bijaksana, ahli perbintangan dan ilmu lain, atau tukang sihir.

Berdasarkan konteks Matius 2:1-12, kita sebaiknya memahami magos sebagai “orang-orang yang memiliki kapasitas pemahaman yang istimewa berdasarkan ilmu perbintangan” (Louw-Nida Lexicon). Mereka sangat bergantung pada penampakan bintang (2:1). Ketika lokasi persis yang ditunjuk oleh bintang itu tidak bisa diketahui, mereka menggunakan cara-cara yang alamiah dan logis untuk mengetahuinya, yaitu dengan bertanya kepada para pemimpin Yahudi (2:2). Seandainya mereka adalah ahli sihir mungkin mereka akan melakukan ritual-ritual tertentu untuk mengetahui posisi Tuhan Yesus.

Dari mana orang-orang Majus berasal?

Alkitab hanya memberi keterangan bahwa hoi magoi berasal dari Timur, itu pun secara tidak langsung. Matius 2:2 hanya mencatat bahwa orang-orang Majus telah melihat bintang itu di timur, lalu memutuskan untuk mengikutinya sampai ke Yerusalem. Kata anatolē (timur) sendiri secara hurufiah berarti “tempat terbitnya matahari”, sehingga tepat jika diterjemahkan “timur”.

Keterangan ini sebenarnya tidak banyak membantu. Ada beragam alternatif tempat di daerah timur. Walaupun demikian, sebagian besar penafsir Alkitab menduga para majus berasal dari Babilonia atau Persia. Selain dari sisi geografis memungkinkan (Babel dan Persia sama-sama terletak di sebelah timur), dua kerajaan ini juga terkenal karena ilmu perbintangannya, apalagi di kemudian hari negara Babel juga dikalahkan oleh Media-Persia. Selain itu, pengetahuan para majus yang cukup spesifik—tentang kelahiran seorang raja Yahudi yang layak untuk dikunjungi dari jauh dan disembah—mungkin menyiratkan bahwa mereka sebelumnya sudah mengetahui pengharapan mesianis Yahudi dalam taraf tertentu. Jika ini benar, mereka mungkin mendapatkannya dari orang-orang Yahudi yang sudah lama ada di kerajaan Babel. Sekali lagi, ini hanyalah sebuah dugaan yang tidak bisa dipastikan kebenarannya. Hanya saja, dugaan ini lebih kuat daripada alternatif yang lain.

Berapa jumlah orang majus yang datang?

Drama-drama dan lukisan-lukisan Natal umumnya menampilkan tiga orang majus yang datang menjenguk bayi Yesus. Tradisi kekristenan bahkan menyebutkan nama mereka masing-masing: Gaspar, Melkhior, dan Balthasar. Tidak heran, banyak orang kristen berpikir bahwa jumlah orang majus di Matius 2:1-12 adalah tiga orang.

Pembacaan Alkitab yang lebih teliti menunjukkan bahwa dua hal tersebut—jumlah dan nama orang majus—hanyalah dugaan semata-mata. Alkitab tidak pernah menyebutkan jumlah orang majus secara spesifik. Kata magoi (2:1) hanya menunjukkan jumlah mereka yang jamak.

Jumlah “tiga” sangat mungkin didasarkan pada jenis persembahan yang diberikan kepada Tuhan Yesus, yaitu emas, mur, dan kemenyan (2:11). Persoalannya, Alkitab hanya memberitahukan jenis persembahan, bukan jumlah persembahan mereka. Siapa yang bisa memastikan bahwa emas yang dibawa hanya sebatang? Siapa yang tahu berapa banyak kemenyan dan mur yang dipersembahkan? Bahkan, sekalipun tiga hal ini dianggap sebagai jumlah persembahan, kita tetap tidak dapat memastikan bahwa satu orang majus hanya membawa satu persembahan.

Berdasarkan penjelasan di atas, kita sebaiknya tidak membatasi jumlah orang majus yang datang kepada Yesus. Jumlah mereka bisa tiga atau lebih.

Kapankah orang-orang majus datang?

Kita terbiasa menyaksikan orang-orang majus sedang berlutut di depan bayi Yesus yang sedang dibalut kain lampin dan terbaring di palungan. Gambaran ini merupakan penggabungan dua kisah Natal yang berlainan (Matius 2:1-12 dan Lukas 2:8-20). Sayangnya, upaya ini tidak tepat.

Berita Natal pertama kali diberitahukan kepada para gembala yang berada tidak jauh dari Betlehem. Mereka pun langsung merespons berita itu dengan datang ke Betlehem. Jarak yang dekat dan durasi antara kelahiran-pemberitahuan-kedatangan yang tidak lama membuat para gembala berkesempatan melihat bayi Yesus di dalam palungan dan masih terbungkus dengan kain lampin.

Kisah orang-orang majus sedikit berbeda. Matius 2:10-11 mencatat bahwa para majus menemui bayi Yesus di sebuah rumah, bukan di palungan. Lagipula, keputusan Herodes untuk membunuh semua bayi yang berusia di bawah 2 tahun berkaitan dengan waktu yang diberitahukan oleh para majus (Matius 2:16). Ini menyiratkan bahwa pada saat orang majus sampai di Yerusalem atau Betlehem, Yesus bukan lagi seorang bayi mungil yang terbungkus dengan kain lampin. Ia kemungkinan besar sudah bisa berjalan dan bermain-main, karena usianya sudah di atas satu tahun. Orang tuanya pun sudah berpindah dari kandang ke rumah biasa.

Mengapa kisah orang-orang majus perlu dicatat?

Pertanyaan ini bisa dijawab secara beragam dan saling melengkapi. Walaupun demikian, berdasarkan konteks Matius 1-2, tujuan yang paling dominan adalah untuk menekankan status Tuhan Yesus sebagai raja, secara khusus raja dari keturunan Daud. Beberapa petunjuk teks mengarah pada kesimpulan ini.

Di awal silsilah, Yesus disebut sebagai “anak Daud” (Matius 1:1). Keturunan dari Daud ini bahkan lebih dominan daripada keturunan dari Abraham, yang ditunjukkan melalui keutamaan Daud dalam silsilah. Nama Daud muncul dua kali dalam ringkasan silsilah (Matius 1:17).

Yusuf pun disebut sebagai “anak Daud” (Matius 1:20). Kelahiran Yesus yang menggenapi nubuat Nabi Yesaya (Yesaya 7:14); Matius 1:22-23) selaras dengan janji TUHAN kepada keturunan Yehuda/Daud (Yesaya 7:2, 13) bahwa Ia akan meneguhkan kerajaan Yehuda melalui Daud atau keturunan Isai (Yesaya 9:7; 11:1). Posisi kelahiran di Betlehem pun turut mempertegas ide bahwa Yesus adalah raja dari keturunan Daud (Matius 2:5-6). Kegeraman Herodes di Matius 2:1-12 juga menunjukkan persaingan antara dua raja.

Dengan menampilkan kisah kedatangan orang-orang majus, Matius ingin menandaskan status Yesus sebagai Raja Israel. Kekuasan-Nya bukan hanya terbatas di wilayah Israel. Bangsa-bangsa lain pun datang untuk menyembah Dia. Ini sesuai dengan penutup Injil Matius: “Pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Matius 28:19). Penyertaan-Nya kepada murid-murid sampai kesudahan zaman (Matius 2:20) cocok dengan nama yang dilekatkan pada saat kelahiran-Nya, yaitu Imanuel, Allah beserta dengan kita (Matius 1:23).

Lihat Proyek Seni:

Fakta Seputar Orang-Orang Majus

3 Hal yang Dilakukan Orang Majus untuk Menyambut Yesus. Sudahkah Kita Juga Melakukannya?

Oleh Aryanto Wijaya, Jakarta

Setiap memasuki momen Natal, sebagai orang Kristen kita mungkin telah sering mendengar kisah tentang orang Majus yang datang menjumpai Yesus. Ada yang berpendapat bahwa kedatangan orang Majus tidak terjadi di momen-momen ketika Yesus baru saja dilahirkan, ada pula yang berpendapat sebaliknya. Namun, tulisan ini tidak hendak membahas perbedaan tersebut. Terlepas dari kapan mereka datang, ada hal-hal menarik lainnya yang bisa kita kupas dan renungkan.

1. Orang Majus mencari Tuhan dengan gigih

Kalau kita membaca Alkitab kita dari Matius pasal yang kedua, di sana tertulis bahwa orang Majus datang dari Timur ke Yerusalem. Mereka bertanya-tanya, “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia” (Matius 2:2). Wilayah “Timur” yang disebutkan oleh orang Majus pada masa itu jaraknya amat jauh dari Yerusalem, kemungkinan berada di wilayah Babel. Dan, satu-satunya transportasi yang memungkinkan digunakan pada masa itu tak lain tak bukan adalah dengan berjalan kaki atau naik unta melintasi padang gurun.

Alkitab memang tidak secara jelas merinci bagaimana persiapan dan tantangan yang dihadapi oleh orang Majus untuk menjumpai Yesus. Namun, perjalanan darat melintasi padang gurun bukanlah perjalanan yang sebentar. Selama beberapa minggu, atau bahkan bulan lamanya mereka harus berjibaku dengan udara panas kala siang, badai pasir, serangan perampok, juga binatang buas. Tapi, semua itu tidak menyurutkan niat mereka untuk datang menjumpai Kristus, Sang Raja yang baru saja dilahirkan itu.

Bagaimana dengan kita? Seberapa gigih kita mencari Kristus? Seberapa besar kerinduan kita untuk datang ke hadirat Tuhan dan menjalin relasi yang erat dengan-Nya?

2. Orang Majus bersukacita karena kelahiran Sang Raja

Orang-orang Majus adalah sekelompok orang yang mengenal ilmu astrologi atau perbintangan. Ketika melihat bintang di Timur, mereka mengenalinya sebagai suatu tanda akan kelahiran seorang Raja. Oleh karena itu, Alkitab mencatat bahwa mereka datang ke istana Herodes terlebih dulu, tempat yang awalnya mereka anggap sebagai kelahiran Sang Raja itu. Tapi, kemudian mereka tidak mendapati-Nya di istana megah, melainkan di tempat lain yang jauh dari kesan megah seperti istana.

Apakah kemudian Orang Majus menjadi urung bersukacita karena Sang Raja ternyata tidak dilahirkan di dalam istana megah? Tidak. Mereka tetap bersukacita meskipun tidak mendapati yesus di tempat yang awalnya mereka kira (Matius 2:10-11). Respons Orang Majus sangat berbeda dengan Herodes yang seketika merasa terancam karena kelahiran Sang Bayi. Herodes lalu berpura-pura ingin mencari tahu tentang siapa Sang Bayi itu, namun dalam hatinya dia justru ingin membunuhnya.

Bagaimana dengan kita? Apakah kedatangan Kristus memberi kita sukacita?

3. Orang Majus memberikan persembahan kepada Sang Raja

Ketika orang Majus tiba di rumah tempat Yesus berada bersama ibu-Nya, mereka sujud menyembah Yesus. Mereka tidak datang dengan tangan hampa. Mereka telah mempersiapkan persembahan yang terbaika. Emas, kemenyan, dan mur yang mereka berikan adalah wujud pengakuan dan penyembahan mereka kepada Sang Raja yang baru dilahirkan tersebut.

Bagaimana dengan kita? Persembahan terbaik apakah yang mau kita berikan sebagai wujud penyembahan kita kepada Yesus?

* * *

Renungan tentang kisah Orang Majus ini mungkin terkesan klise, sudah berkali-kali kita dengar. Namun, kiranya ini dapat menolong kita untuk mempersiapkan hati kita dalam menyambut kedatangan Sang Raja yang Mahaagung.

Baca Juga:

Mengapa Kita Memerlukan Juruselamat

Kita hidup di zaman modern, era di mana segala kemajuan teknologi kita rasakan. Masihkah kita memerlukan kehadiran Sesosok Juruselamat?