Posts

3 Akibat yang Kurasakan Ketika Aku Terlalu Terobsesi dengan Drama Korea

Oleh Noni Elina Kristiani, Banyuwangi

Jalan cerita yang menarik dan para pemainnya yang rupawan merupakan daya tarik tersendiri dari drama Korea. Aku suka drama Korea yang bergenre romantis dan komedi. Hingga saat ini, mungkin sudah ada puluhan drama Korea yang kutonton.

Kesukaanku pada drama Korea bermula ketika aku duduk di bangku SMA. Waktu itu aku menyukai sebuah drama berjudul “Dream High” yang bercerita tentang pencarian jati diri seorang remaja dan bagaimana dia meraih mimpinya. Drama ini membuatku jadi semangat untuk juga meraih mimpiku. Kemudian, aku mulai mengidolakan beberapa aktor Korea dan mendengarkan lagu yang mereka nyanyikan berulang-ulang. Terkadang, aku begitu tenggelam dalam chemistry yang diperankan oleh sepasang sejoli di drama tersebut dan mulai berkhayal bagaimana seandainya jika aku yang menjadi pemeran utama.

Setelah aku mengenal Kristus secara pribadi, aku masih menyempatkan diri untuk menonton drama Korea di waktu senggangku. Namun, seiring berjalannya waktu aku menyadari ada beberapa hal tentang drama Korea yang dapat mengganggu pertumbuhan imanku jika aku tidak bijak menyikapinya.

Inilah 3 dampak negatif drama Korea menurutku yang dapat mengganggu pertumbuhan imanku:

1. Terlalu terobsesi dengan drama Korea membuatku tidak bijak menggunakan waktu

Jalan cerita dalam drama Korea sering membuatku penasaran. Akibatnya, aku ingin terus menerus menontonnya sampai tamat secepat mungkin. Drama Korea yang memiliki 16-20 episode itu biasanya dapat selesai kutonton selama 4-7 hari. Bahkan jika ditonton berturut-turut tanpa melakukan pekerjaan apapun, hanya memerlukan waktu 3 hari untuk menuntaskan seluruh episodenya.

Secara tidak sadar, rasa penasaran akan kelanjutan cerita dalam drama Korea membuatku menggunakan sebagian besar waktuku hanya untuk menonton. Aku pernah ditegur oleh orangtuaku karena obsesiku yang berlebih terhadap drama Korea membuatku tidak membantu pekerjaan rumah. Ketika seluruh anggota keluarga sedang membersihkan rumah, aku malah asyik sendiri di depan laptop. Aku sadar aku telah bersalah karena tidak mempedulikan keadaan di sekitarku.

Bahkan di saat aku bersaat teduh, aku jadi tergoda dan terus memikirkan tentang bagaimana kelanjutan drama Korea yang aku tonton. Aku jadi tidak berkonsentrasi dalam membaca firman Tuhan dan terburu-buru karena tidak sabar untuk menonton drama Korea.

“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mazmur 90:12). Menonton drama Korea di waktu senggang sejatinya bukanlah masalah. Akan tetapi, apabila seluruh waktuku kugunakan untuk menonton dan mengabaikan tanggung jawabku, maka tindakan ini bukanlah sesuatu yang bijak.

Aku pun belajar untuk mengatur waktuku dengan lebih bijak, tidak seluruh waktu luangku kuhabiskan dengan menonton drama Korea. Jika aku sedang di rumah dan kedua orangtuaku membutuhkan bantuan, maka aku akan membantu mereka lebih dahulu daripada menonton drama Korea.

2. Terlalu terobsesi dengan drama Korea membuatku memuja ilah romantisme

Ada banyak jenis berhala di dunia ini. Salah satunya adalah imaji akan cinta yang romantis. Dunia menanamkan nilai-nilai pada diri kita bahwa kita tidak akan bahagia jika tidak memiliki kisah cinta yang romantis. Kemudian, inilah yang dikejar oleh banyak orang, perasaan cinta yang menggebu-gebu atau mabuk kepayang.

Tanpa kusadari, dulu aku pernah mengingini cinta romantis seperti yang banyak diceritakan dalam drama Korea. Cinta yang terlihat begitu sempurna, padahal pada kenyataannya setiap hubungan dalam dunia tidak sepenuhnya romantis seperti diceritakan dalam drama Korea. Aku bersyukur karena di kemudian hari Tuhan menyadarkanku. Cinta romantis dalam suatu hubungan memang indah. Tapi, tanpa adanya Allah dalam hubungan itu, cinta romantis tidak akan bertahan lama, segera hilang.

“Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yohanes 4:9). Kasih Allah adalah satu-satunya kasih yang sejati. Dan, karena kasih Allah inilah kita dimampukan untuk mengasihi orang lain apa adanya, bukan karena penampilan orang itu yang menarik, ataupun karena kekayaannya. Kita mengasihi orang lain karena Allah telah mengasihi kita terlebih dahulu.

3. Terlalu terobsesi dengan drama Korea membuatku merasa rendah diri

Selain jalan ceritanya, hal lain yang paling menarik dari drama Korea adalah aktor dan aktris yang memainkannya. Semuanya terlihat tampan dan cantik. Aku pikir tidak ada yang salah dengan hal ini. Namun, seringkali kita malah jadi mulai membandingkan diri kita sendiri dengan mereka. Kita jadi mengasihani diri sendiri atau merasa tidak puas; Kenapa aku tidak sekurus itu? Mengapa kulitku hitam?

Aku pernah merasa frustrasi karena merasa berat badan dan warna kulitku tidak ideal. Namun, firman Tuhan dalam Yesaya 43:4 dengan jelas menyatakan bahwa di mata Tuhan aku begitu berharga dan Dia mengasihiku. Mengetahui kebenaran bahwa aku dikasihi oleh Sang Pencipta memulihkan caraku memandang diriku.

* * *

Sampai saat ini, drama Korea masih menyenangkan buatku dan aku menontonnya sebagai hiburan di sela-sela waktu senggangku. Hanya saja, sekarang aku jadi lebih bijaksana dalam menggunakan waktu. Bagaimana pun, hubungan dengan Allah harus menjadi prioritas utamaku. Aku juga belajar untuk bisa menyaring nilai-nilai apa yang seharusnya tidak kutanam dalam pikiranku dan kutiru. Mari kita berdoa supaya kita bisa bersikap bijaksana dalam mengisi waktu-waktu luang kita dan terus belajar untuk mengutamakan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama.

Baca Juga:

Ketika Tuhan Mengajarkanku untuk Terlebih Dahulu Meminta Maaf

Secara tidak sengaja, teman dekatku menyinggungku. Karena kesal, aku membalasnya dengan berdiam diri dan menganggapnya seolah tak ada. Tapi, melalui sebuah peristiwa, aku sadar bahwa tindakanku itu bukanlah yang paling tepat dan Tuhan memprosesku untuk menundukkan rasa egoisku.

Mengapa Aku Mengagumi Superhero Sejak Kecil

mengapa-aku-mengagumi-superhero-sejak-kecil

Oleh Desiree U. Angeles, Filipina
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Why I’ve Always Loved Superheroes

Sejak aku masih kecil, aku adalah penggemar berat karakter Batman. Mungkin tidak banyak anak perempuan yang mengagumi karakter ini, tapi kemampuan Batman untuk mengalahkan para penjahat selalu membuatku kagum. Padahal, dia sendiri tidak memiliki kekuatan supranatural.

Mungkin, alasan lain dari mengapa aku begitu mengagumi Batman adalah karena pengalaman masa laluku. Waktu aku masih duduk di bangku SD, teman-temanku sering mengolok-olokku. Setiap kali mereka mulai mengolokku, aku selalu berpikir andai saja aku memiliki sifat tegas, otak yang pintar, dan tubuh yang kuat sama seperti Batman. Bahkan, aku pernah meminta ibuku untuk mendaftarkanku di kelas pelatihan bela diri, tapi ibuku tidak setuju.

Alasan itulah yang membuatku begitu mengagumi segala tontonan tentang superhero. Semakin sering aku menontonnya, semakin aku berharap supaya bisa menjadi seperti mereka. Atau, paling tidak suatu hari nanti aku akan menemukan seorang superhero yang bisa melindungiku dari orang-orang yang menggangguku. Begitu terobsesinya aku pada superhero inilah yang membuat hubunganku dengan teman-teman sekelasku menjadi renggang karena mereka menganggapku aneh.

Keadaanku jadi semakin buruk karena teman-temanku tidak berhenti mengolok-olokku. Aku merasa bahwa tidak ada orang yang mau mengasihi atau menerimaku apa adanya. Tidak akan pernah ada orang yang mau mengerti perasaanku dan sudi menerima orang aneh sepertiku. Rasa penolakan ini membuatku tenggelam dalam fantasiku sendiri akan superhero yang kupikir bisa membuatku bahagia.

Tapi, cara pikirku berubah ketika aku mengenal Yesus. Aku masih ingat dengan jelas peristiwa ketika aku dan ibuku diundang untuk menghadiri ibadah Minggu di sebuah gereja dekat rumah kami. Di sanalah aku menyadari bahwa ada seorang superhero yang benar-benar nyata, tidak seperti Batman dan superhero lainnya yang hanyalah karakter fiksi. Superhero ini adalah Yesus Kristus, yang datang ke dunia sebagai manusia dan tinggal di tengah-tengah kita untuk memulihkan hubungan kita dengan Bapa. Berbeda dari superhero yang aku kenal di layar televisi, Yesus benar-benar mengasihiku, mengenalku seutuhnya, dan mengorbankan segalanya, termasuk nyawa-Nya demi menebusku (Yohanes 3:16).

Yesus adalah superhero yang selalu ada di sisiku dan membimbing setiap langkahku. Berbeda dari karakter-karakter fiksi dari komik DC, Yesus itu hidup dan begitu dekat denganku. Dia melindungiku dan mengasihiku tanpa syarat. Dia menerimaku di tengah keterpurukanku, Dia mengasihiku lebih dari siapapun juga, dan Dia mengubah diriku sepenuhnya.

Ketika aku menyadari semua kebenaran ini, rasa sedih dari olok-olokan yang kuterima dari teman-temanku perlahan menghilang. Seperti yang tertulis dalam kitab Mazmur 147:3, “Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka,” demikianlah Yesus memulihkan segala luka-luka hatiku.

Ketika menghadapi masalah, beberapa dari kita mungkin berusaha mencari sosok superhero yang bisa menolong kita. Mungkin, kita akan mencari sosok itu dari orang-orang di sekitar kita, seperti teman-teman atau anggota keluarga kita. Tetapi, kita memiliki Tuhan yang sejati dan hidup, superhero kita sesungguhnya yang jauh lebih dahsyat dari segala karakter fiksi ataupun orang-orang yang kita kenal.

Baca Juga:

Yuk Belajar dari 5 Pasangan di dalam Alkitab yang Takut akan Allah

Dulu, aku selalu memandang sebuah hubungan hanya dari kacamataku sendiri. Ketika aku merasa cinta dengan seseorang, tanpa pikir panjang aku langsung berpacaran dengannya karena aku sangka itu perasaan dari “Roh Kudus”. Namun, suatu hari sebuah pikiran terlintas di kepalaku: Mengapa kita tidak belajar dari pernikahan-pernikahan kudus di dalam Alkitab untuk mencari tahu pemikiran Allah?