Novia lahir dan besar di Jakarta. Menyukai kopi dan malas berolahraga. Menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menggambar dan mencari nafkah. Dia percaya kalau setiap manusia itu istimewa, diciptakan Tuhan untuk suatu misi dan telah diperlengkapi dengan talenta tertentu.

Posts

Memahami Cobaan Hidup

Senin, 29 April 2019

Memahami Cobaan Hidup

Baca: Ayub 12:13-25

12:13 Tetapi pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian.

12:14 Bila Ia membongkar, tidak ada yang dapat membangun kembali; bila Ia menangkap seseorang, tidak ada yang dapat melepaskannya.

12:15 Bila Ia membendung air, keringlah semuanya; bila Ia melepaskannya mengalir, maka tanah dilandanya.

12:16 Pada Dialah kuasa dan kemenangan, Dialah yang menguasai baik orang yang tersesat maupun orang yang menyesatkan.

12:17 Dia yang menggiring menteri dengan telanjang, dan para hakim dibodohkan-Nya.

12:18 Dia membuka belenggu yang dikenakan oleh raja-raja dan mengikat pinggang mereka dengan tali pengikat.

12:19 Dia yang menggiring dan menggeledah para imam, dan menggulingkan yang kokoh.

12:20 Dia yang membungkamkan orang-orang yang dipercaya, menjadikan para tua-tua hilang akal.

12:21 Dia yang mendatangkan penghinaan kepada para pemuka, dan melepaskan ikat pinggang orang kuat.

12:22 Dia yang menyingkapkan rahasia kegelapan, dan mendatangkan kelam pekat pada terang.

12:23 Dia yang membuat bangsa-bangsa bertumbuh, lalu membinasakannya, dan memperbanyak bangsa-bangsa, lalu menghalau mereka.

12:24 Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan akal, dan membuat mereka tersesat di padang belantara yang tidak ada jalannya.

12:25 Mereka meraba-raba dalam kegelapan yang tidak ada terangnya; dan Ia membuat mereka berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk.”

Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian. —Ayub 12:13

Memahami Cobaan Hidup

Ayah seorang teman saya didiagnosis mengidap penyakit kanker. Namun, saat menjalani proses kemoterapi, ia bertobat dan menjadi percaya kepada Kristus. Penyakitnya pun berangsur-angsur membaik. Ia bebas dari penyakit kanker selama delapan belas bulan, tetapi kemudian kanker itu kambuh lagi, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Ia dan istrinya menghadapi kenyataan tentang penyakit itu dengan rasa prihatin dan banyak pertanyaan. Namun, mereka juga menghadapinya dengan iman yang tunduk kepada Allah karena mereka melihat bagaimana Dia memelihara mereka saat pertama kalinya penyakit itu menyerang.

Kita tidak selalu bisa memahami mengapa kita harus menghadapi berbagai cobaan hidup. Itulah yang terjadi pada Ayub yang mengalami penderitaan dan kehilangan yang luar biasa beratnya. Meski hatinya bertanya-tanya, Ayub tetap menegaskan kemahakuasaan Allah di pasal 12. ”Bila Ia membongkar, tidak ada yang dapat membangun kembali” (ay.14) dan “pada Dialah kuasa dan kemenangan” (ay.16). “Dia yang membuat bangsa-bangsa bertumbuh, lalu membinasakannya”(ay.23). Dalam daftar panjang yang ditulis Ayub, tak sekalipun ia menyebutkan motivasi Allah atau alasan-Nya mengizinkan kesakitan dan kesukaran terjadi. Ayub tak punya jawabannya. Namun, dengan penuh keyakinan, Ayub menyatakan, “Pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian”(ay.13).

Mungkin kita tidak mengerti mengapa Dia mengizinkan kesulitan tertentu terjadi dalam hidup kita, tetapi seperti orangtua teman saya tadi, kita dapat mempercayakan hidup kita kepada-Nya. Allah mengasihi dan memelihara kita dalam tangan-Nya (ay.10; 1ptr. 5:7). Hikmat, kuasa, dan pengertian ada pada-Nya! —Julie Schwab

WAWASAN

Setelah mendengarkan berpasal-pasal ceramah yang tidak berguna dari teman-temannya, Ayub tidak tahan lagi. Ia pun memulai pasal 12 dengan sarkasme yang tajam: “Memang, kamulah orang-orang itu, dan bersama-sama kamu hikmat akan mati” (ay.2). Kemudian ia berkata, “Penghibur sialan kamu semua! Belum habiskah omong kosong itu?” (16:2-3).
Karena tidak mendapat jawaban dari teman-temannya, Ayub beralih kepada satu-satunya pengharapannya: “Pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian” (12:13). Namun, sekalipun mengakui kuasa dan hikmat Allah, ia tetap mengajukan pertanyaan demi pertanyaan kepada Yang Maha Kuasa. Kitab Ayub memuat banyak dialog antara Ayub dan para penghiburnya yang tidak mumpuni, sudut pandang dari teman keempat, Elihu, yang juga tidak lebih berguna (pasal 32-37), serta jawaban Allah yang tak terbantahkan (pasal 38-41).—Tim Gustafson

Pergumulan apa yang sedang Anda hadapi? Bagaimana Anda terhibur oleh kenyataan bahwa Allah selalu menyertai Anda?

Tuhan, tolong aku mempercayai-Mu, bahkan di saat aku tidak mengerti cara kerja-Mu. Terima kasih Engkau memegangku dengan tangan kasih-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Raja-Raja 6–7; Lukas 20:27-47

Background photo credit: Nathanael Tan

Handlettering oleh Novia Jonatan

Bertumbuh Mekar Seperti Bunga

Rabu, 17 April 2019

Bertumbuh Mekar Seperti Bunga

Baca: Mazmur 103:13-22

103:13 Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.

103:14 Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.

103:15 Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga;

103:16 apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi.

103:17 Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi anak cucu,

103:18 bagi orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan titah-Nya.

103:19 TUHAN sudah menegakkan takhta-Nya di sorga dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu.

103:20 Pujilah TUHAN, hai malaikat-malaikat-Nya, hai pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan mendengarkan suara firman-Nya.

103:21 Pujilah TUHAN, hai segala tentara-Nya, hai pejabat-pejabat-Nya yang melakukan kehendak-Nya.

103:22 Pujilah TUHAN, hai segala buatan-Nya, di segala tempat kekuasaan-Nya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku!

Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga. —Mazmur 103:15

Bertumbuh Mekar Seperti Bunga

Cucu saya yang paling kecil baru berusia dua bulan, tetapi setiap kali saya melihatnya, ada saja perubahan-perubahan kecil dalam dirinya. Baru-baru ini, ketika saya sedang berbicara lembut kepadanya, ia menatap saya dan tersenyum! Tiba-tiba saja saya menangis. Mungkin saya gembira melihat senyumnya, sekaligus terharu mengenang senyum pertama anak-anak saya sendiri—sesuatu yang saya saksikan sekian puluh tahun lalu, tetapi yang rasanya baru terjadi kemarin. Terkadang memang ada saat-saat yang tidak bisa dijelaskan seperti itu.

Dalam Mazmur 103, Daud menuliskan sebuah pujian puitis yang memuji Allah sembari mengingat betapa cepatnya saat-saat indah dalam hidup kita berlalu: “Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia” (ay.15-16).

Meskipun mengakui betapa singkatnya hidup ini, Daud menggambarkan bunga itu “berbunga” atau berkembang. Meskipun setiap tangkai bunga mekar dan tumbuh dengan cepat, tetapi wangi, warna, serta keindahannya membawa sukacita besar pada saat itu. Berbeda dengan setangkai bunga yang bisa sedemikian cepatnya dilupakan—“dan tempatnya tidak mengenalnya lagi” (ay.16)—kita mendapatkan jaminan bahwa ”kasih setia Tuhan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya atas orang-orang yang takut akan Dia” (ay.17).

Seperti bunga, kita dapat bersukacita dan bertumbuh pada suatu waktu; tetapi kita juga bisa mensyukuri bagaimana setiap momen dalam kehidupan kita tidak pernah benar-benar terlupakan. Allah mengendalikan setiap detail hidup kita, dan kasih setia-Nya yang kekal akan selalu menyertai anak-anak-Nya selama-lamanya! —Alyson Kieda

WAWASAN

Dalam Mazmur 103, Daud memuji sifat belas kasih Allah. Dengan membandingkan kasih Allah dengan dengan kasih seorang ayah, ia menuliskan bahwa Tuhan berbelas kasihan kepada orang-orang yang takut akan Dia. Maksud Daud bukanlah bahwa Allah berbelas kasih kepada mereka yang ketakutan terhadap Dia, seolah Tuhan mengawasi dan memastikan agar semua orang menerima otoritas-Nya karena tertekan oleh rasa takut. Sebaliknya, kata “takut” di sini memiliki pengertian sebagai pengenalan yang tepat dan sikap yang patut kepada pribadi yang memang layak dihormati. Allah menunjukkan kasih-Nya kepada mereka yang takut akan Dia, yang memiliki pengertian dan menyembah-Nya dengan penuh hormat.
Mungkin kita cenderung berpikir bahwa rasa takut kitalah yang menghasilkan belas kasih-Nya. Namun, dalam ungkapan puitisnya, Daud mengajarkan bahwa belas kasihan itu berasal dari Allah, sama sekali bukan balasan atas pengakuan kita tentang Dia. Belas kasih Allah merupakan sikap Allah terhadap kita karena melihat siapa kita sebenarnya—debu. Allah berbelas kasih kepada kita karena kita hanya debu. —J.R. Hudberg

Dalam hal apa Anda bisa “berbunga” di saat ini? Bagaimana Anda dapat memberikan sukacita kepada orang lain?

Allah menyediakan apa yang kita butuhkan untuk bertumbuh bagi-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 1–2; Lukas 14:1-24

Handlettering oleh Novia Jonatan

Melalui Lembah Kekelaman

Rabu, 10 April 2019

Melalui Lembah Kekelaman

Baca: Mazmur 23

23:1 Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.

23:2 Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;

23:3 Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.

23:4 Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.

23:5 Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.

23:6 Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.

Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku. —Mazmur 23:4

Melalui Lembah Kekelaman

Hae Woo (bukan nama asli) pernah dipenjara dalam sebuah kamp kerja paksa di Korea Utara karena berupaya menyeberangi perbatasan ke Tiongkok. Siang-malam ia tersiksa, baik secara fisik oleh para penjaga yang kejam maupun oleh kerja paksa yang berat. Ia pun hanya boleh tidur sebentar di atas lantai yang sedingin es bersama tikus dan kutu. Namun, setiap hari Allah menolongnya, termasuk menunjukkan kepadanya tahanan mana yang perlu ia dekati agar ia dapat menceritakan tentang imannya.

Setelah dilepas dari kamp itu dan pindah ke Korea Selatan, Woo mengingat kembali pengalamannya di penjara dan menyimpulkan bahwa Mazmur 23 menjadi rangkuman dari pengalamannya di sana. Walau terperangkap dalam lembah yang kelam, Yesus adalah Gembalanya yang memberi rasa damai: “Walaupun saya merasa benar-benar berada dalam lembah kekelaman, saya tidak takut apa pun. Setiap hari Allah menghibur saya.” Ia mengalami kebaikan dan kasih Allah serta terus meyakini bahwa ia adalah anak yang dikasihi-Nya. “Waktu itu kondisi saya sangat menyedihkan, tetapi saya tahu . . . saya akan mengalami kebaikan dan kasih Allah.” Ia pun tahu bahwa ia akan tetap tinggal dalam hadirat Tuhan sampai selama-lamanya.

Kisah Woo sangat menguatkan kita. Meskipun situasinya sangat buruk, ia tetap merasakan kasih dan pimpinan Allah, dan Allah menguatkan serta mengenyahkan rasa takutnya. Jika kita mengikut Yesus, Dia akan menuntun kita dengan lembut melewati masa-masa yang sulit. Kita tidak perlu takut, karena “[kita] akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa” (23:6). —Amy Boucher Pye

WAWASAN

Di dunia Timur Dekat Kuno, gembala adalah gambaran yang lazim sekaligus memiliki makna yang berkaitan dengan kerajaan. Gambaran gembala kadang dipakai sebagai kiasan untuk menggambarkan peran para dewa dan raja dalam memimpin dan memperhatikan rakyatnya. Jadi, Mazmur 23 bukan hanya gambaran relasi yang hidup dengan Allah, tetapi juga sebuah pernyataan yang tegas bahwa sang pemazmur percaya dan berkomitmen untuk mengikuti “TUHAN” (YHWH) saja, bukan para penguasa duniawi.
Tepat di bagian tengah Mazmur 23 tertulis, “Engkau besertaku” (ay.4). Ini menggemakan tema Alkitab yang terus berulang mengenai hadirat Allah yang menenangkan dan memimpin kita sehingga kita tidak perlu takut (lihat Kejadian 15:1; Yosua 1:9). Ketika Yesus datang, Dia menekankan bahwa Dialah Gembala yang Baik, sebuah penggenapan mutlak dari janji penyertaan-Nya (Matius 1:23; Yohanes 10:11). —Monica Brands

Kapan Anda pernah mengalami kehadiran Allah dalam lembah kekelaman? Siapakah yang dapat Anda kuatkan hari ini?

Ya Allah, saat aku berjalan dalam lembah kekelaman, Engkau menyertai dan mengenyahkan ketakutanku. Engkau menghiburku dan menyediakan hidangan bagiku, dan aku akan tinggal di rumah-Mu selamanya.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 15–16; Lukas 10:25-42

Handlettering oleh Novia Jonatan

Sudah Matikah Iman Kita?

Hari ke-14 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Sudah Matikah Iman Kita?

Baca: Yakobus 2:14-17

2:14 Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?

2:15 Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari,

2:16 dan seorang dari antara kamu berkata: “Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?

2:17 Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.

Sudah Matikah Iman Kita?

Beberapa tahun yang lalu, aku membaca sebuah cerita di media sosial tentang seorang pendeta yang menyamar sebagai seorang tunawisma pada kunjungan pertamanya ke gereja yang akan ia pimpin. Dikisahkan bahwa hanya tiga orang dari 10.000 jemaat yang hadir menyapanya. Tidak ada yang menggubrisnya saat ia minta sedikit uang untuk membeli makanan. Saat ia hendak duduk di bangku barisan depan, para petugas penyambut tamu segera menyuruhnya pindah ke belakang.

Tibalah waktunya para majelis hendak memperkenalkan sang pendeta baru itu. Jemaat bertepuk tangan dan saling melihat kiri kanan, mereka sangat bersemangat ingin melihat pendeta baru mereka. Sang “tunawisma” pun maju ke depan dan memperkenalkan siapa ia sebenarnya. Ia mengambil pengeras suara lalu membacakan Matius 25:34-45. Dalam bagian itu, Yesus mengakhiri perumpamaan-Nya tentang domba dan kambing dengan berkata, “sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.”

Kisah itu kemudian dikabarkan sebagai kisah rekaan semata, tetapi prinsip-prinsip yang bisa dipelajari dari kisah tersebut masih relevan hingga sekarang: iman yang sejati harus disertai dengan belas kasihan dan tindakan nyata.

Bisa jadi sebagian kisah tersebut diinspirasi oleh bacaan Alkitab kita hari ini. Dalam suratnya, setelah membahas isu memandang muka di dalam gereja, rasul Yakobus bertanya, “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seseorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?” (ayat 14).

Di sini kita melihat Yakobus menarik hubungan yang tidak terpisahkan antara iman dan perbuatan. Ia menggambarkan skenario yang menggelikan tentang seseorang yang berkata kepada saudaranya yang kekurangan makanan dan tidak punya pakaian, “Selamat jalan, pakailah baju hangat dan makanlah sampai kenyang ya!” Namun, orang itu tidak berbuat apa-apa untuk membantu saudaranya memiliki baju hangat dan makanan yang cukup. Gambaran ini memperjelas prinsip yang hendak diajarkan Yakobus: iman, tanpa tindakan nyata itu mati (ayat 17). Mati—tidak bernyawa, tidak efektif, tidak berguna.

Dalam zaman media sosial sekarang, kita bisa melihat prinsip utama yang diajarkan Yakobus ini begitu nyata dalam berbagai situasi. Misalnya, kita mungkin mengetik #berdoauntukSuriah, tetapi mengabaikan keluarga pengungsi miskin yang baru saja pindah di dekat tempat tinggal kita. Mungkin saja kita mengetik #diberkati di bawah foto diri atau makanan yang kita santap, tetapi pada saat yang sama gagal meneruskan berkat itu kepada orang-orang yang membutuhkan. Mungkin pula kita membagikan video inspirasional yang mengisahkan pergumulan gereja yang dianiaya, tetapi kita sendiri tidak memberikan bantuan sama sekali kepada saudara-saudari seiman kita yang sedang dianiaya itu.

Aku percaya tantangan yang diberikan Yakobus kepada kita untuk hidup sebagai para murid Kristus yang sejati adalah tantangan untuk memastikan bahwa iman yang kita miliki di dalam pesan Injil melimpah keluar dalam perbuatan-perbuatan yang baik. Kita melakukannya bukan untuk mendapatkan perkenan Tuhan, melainkan karena kita begitu bersyukur atas pengorbanan Yesus dan terkagum-kagum atas kasih-Nya yang tak bersyarat kepada kita, sehingga kita tidak bisa tidak menyatakan keyakinan kita itu dalam tindakan-tindakan yang positif di tengah komunitas masyarakat tempat kita berada. —Caleb Young, Australia

Handlettering oleh Novia Jonatan

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Bagaimana kita dapat memahami bacaan hari ini dalam terang bagian Alkitab lainnya seperti Efesus 2:8-9 yang mengatakan bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman?

2. Bagaimana bacaan hari ini menolong kita untuk memahami dengan lebih baik iman sejati di dalam Yesus?

3. Adakah ketidakselarasan yang bisa terdeteksi antara iman dan perbuatan dalam hidup kita?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Caleb Young, Australia | Caleb adalah seorang pecinta film, makanan, dan juga hiburan. Caleb lahir di Selandia Baru, dibesarkan di Kepulauan fiji, dan sekarang tinggal di Australia. Dia punya tiga buah paspor! Caleb suka bercerita, dia menuangkan ceritanya dalam bentuk video yang berkisah tentang pekerjaan Tuhan dalam kehidupan seseorang, ataupun menuliskannya dalam sebuah artikel. Terlebih dari segalanya, Caleb adalah seorang dewasa muda yang berjuang untuk menjadi serupa dengan Kristus, dan amat bersyukur memiliki Juruselamat yang begitu mengasihinya meskipun dia memiliki banyak kelemahan.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus

Cepat, Lambat, Lambat

Hari ke-7 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus
Baca Pengantar Kitab Yakobus di sini

Berbahagia dalam Pencobaan

Baca: Yakobus 1:19-21

1:19 Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;

1:20 sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.

1:21 Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.

Cepat, Lambat, Lambat

Sebagai seorang jurnalis, aku bekerja di sebuah lingkungan yang super sibuk, super cepat, dan penuh tekanan. Belakangan, aku menemukan diriku mulai mudah marah dalam pekerjaanku, sering mengeluh kepada orang lain tentang betapa melelahkannya pekerjaanku, dan membenci beban kerjaku yang berat.

Saat menghadapi situasi dan orang-orang yang sulit, kecenderungan alami kita adalah marah dan menggerutu. Namun melalui suratnya, Yakobus mendesak kita untuk tetap tenang dan mendengarkan firman Tuhan daripada membiarkan emosi kita meledak.

Saat Yakobus memberitahu kita agar “cepat untuk mendengar”, itu berarti berdiam diri dan menundukkan diri kepada firman Tuhan. Pesan ini juga dapat berarti mencari nasihat yang baik dari orang lain yang punya pengalaman dan saran yang mengarahkan kita kepada firman Tuhan.

Sebaliknya, Yakobus juga memberitahu kita agar “lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah”. Dalam situasi yang menekan, kita bisa menjadi tuli terhadap firman Tuhan dan lebih mudah melakukan dosa yang melawan Tuhan dengan respons kita yang terburu-buru dan penuh kemarahan (ayat 20). Mungkin inilah alasan mengapa Yakobus memberitahu kita di awal suratnya untuk berbahagia dan terus bertahan dalam ketekunan—karena Tuhan memakai semua itu untuk menguduskan kita dan menghasilkan buah yang dikehendaki-Nya di dalam hidup kita.

Meski mungkin sulit untuk mengerti dan taat ketika kita sedang melewati waktu-waktu yang menantang, Tuhan melimpahkan hikmat-Nya kepada kita saat kita sungguh-sungguh mencari-Nya dan firman-Nya (ayat 5). Dengan merenungkan firman Tuhan—tentang tujuan pencobaan yang kita hadapi, janji-janji yang kita miliki di dalam Tuhan saat kita memilih untuk taat, dan kuasa-Nya untuk mewujudkan semua janji itu—kita dapat merespons dengan cara yang menghasilkan karakter yang benar, karakter yang Tuhan mau ada dalam diri kita; dan tidak lagi sibuk mengkritik atau mengeluh.

Sekarang, setiap kali aku tergoda untuk marah atau melakukan dosa dalam kemarahan, aku kembali mengingat pesan Yakobus agar cepat untuk mendengar, lambat untuk berbicara, dan lambat untuk marah. Dengan mencari dahulu firman Tuhan dan menyimpannya dalam hati, aku belajar bahwa firman Tuhan itu sungguh menuntun, menjaga, dan berbicara kepadaku saat aku membutuhkannya, memampukanku untuk melakukan apa yang benar di hadapan-Nya (Mazmur 119:11; Amsal 6:20-22).

Dalam prosesnya, Tuhan mengajarku bagaimana menemukan kebahagiaan di dalam masa-masa sulit yang aku alami sebagai seorang jurnalis, agar pada akhirnya, aku dapat menjadi seorang yang dewasa dan utuh dalam imanku kepada-Nya. —Wendy Wong, Singapura

Handlettering oleh Novia Jonatan
Photo credit: Ian Tan

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Situasi-situasi apa yang cenderung menyebabkan kemarahanmu meledak?

2. Bagaimana kamu dapat berespons dengan cara yang menyenangkan Tuhan?

3. Kebenaran-kebenaran apa yang bisa kamu ingat kembali saat kamu menghadapi lagi masa-masa yang penuh tantangan?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Wendy Wong, Singapura | Wendy adalah seorang penulis yang bercita-cita tinggi, seorang jurnalis televisi, dan juga seorang murid Kristus. Dia berharap agar Tuhan dapat menggunakan apa yang sudah Dia berikan dalam dirinya untuk memuliakan-Nya melalui kata-kata dan pekerjaan yang Wendy tekuni. Wendy merasa harinya sempurna ketika dia bisa meluangkan waktu berkualitas bersama Tuhan, membaca novel, dan mengagumi ciptaan Tuhan dengan mendaki gunung atau bersepeda.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Yakobus