Kristus dan Liverpool: Pengikut Sejati atau Penggemar Belaka?
Oleh Jefferson, Singapura
Kisah Liverpool 2005–2020
Bulan Juni tahun 2005: majalah Bobo menampilkan kemenangan Liverpool atas A. C. Milan di final Liga Champions. Pertandingan ini diingat sebagai salah satu kemenangan paling dramatis dalam dunia sepak bola, sebab Liverpool sempat tertinggal 3 gol di babak pertama sebelum membalas balik 3 gol di babak kedua dan pada akhirnya menang lewat adu penalti. Sejak membaca liputan itu, aku adalah penggemar dari kesebelasan Liverpool.
Tapi aku tidak selalu menggemari Liverpool. Klub yang bertanding di Liga Inggris ini tidak menjuarai kompetisi utama selama 14 tahun setelahnya. Ada beberapa kesempatan di mana Liverpool hampir memenangkan Liga Inggris, Liga Champions, dan turnamen besar lainnya, tetapi selalu kandas di babak terakhir. Jujur saja, di periode puasa gelar ini, aku jadi pesimistis terhadap kans Liverpool di berbagai kompetisi dan memperlakukannya bukan sebagai klub favoritku.
Aku baru kembali menggemari Liverpool dengan bergairah sejak mereka dilatih oleh Jürgen Klopp pada tahun 2015. Dalam wawancara pertamanya sebagai manajer Liverpool, Klopp yang adalah seorang Kristen mengajak seluruh jajaran dan pendukung klub untuk berubah dari “berhenti meragukan dan mulai percaya, dimulai dari sekarang”. Ia juga percaya bahwa di bawah kepemimpinannya Liverpool dapat kembali menjuarai kompetisi besar dalam kurun 4 tahun. Pernyataan yang terkesan terlalu percaya diri ini kemudian menjadi kenyataan: Liverpool menjuarai Liga Champions di musim 2018–2019 dan Liga Inggris baru-baru ini.
Sebagai penggemar Liverpool yang mengamati dekat sepak terjang mereka selama 4 tahun terakhir, aku dapat bilang bahwa perjalanan mereka tidaklah mudah. Liverpool tidak bisa menggelontorkan beratus-ratus juta pound untuk merekrut pemain-pemain terkenal seperti yang dilakukan pesaing-pesaing utama mereka di Liga Inggris. Jadi, bagaimana mereka dapat membangun tim yang kompetitif? Mengusung model tim yang menggabungkan ilmu data dan pengelolaan keuangan yang berkelanjutan, Liverpool mengidentifikasi para pemain yang secara statistik dan gaya bermain cocok dengan taktik gegenpressing khas Jürgen Klopp. Setelah benar-benar yakin bahwa ia dapat berkontribusi terhadap sistem permainan Liverpool, barulah pemain tersebut dikontrak dengan harga yang wajar. Perekrutan ini juga dilakukan sambil memastikan bahwa keuangan mereka tetap stabil, salah satunya dengan melepas anggota tim yang memang ingin keluar dari Liverpool dengan harga yang pantas.
Strategi perekrutan yang berkelanjutan dan efektif selama beberapa tahun ini memampukan Klopp untuk melatih pemain-pemainnya dalam taktik gegenpressing yang ia sukai. Alhasil, kesebelasannya bermain sebagai satu unit yang kompak dan berpikiran menyerang sejak detik pertama. Klopp juga mengembangkan variasi permainan dengan penguasaan bola untuk meningkatkan efektivitas serangan mereka sehingga pesaing pun kesulitan meredam gempuran-gempuran serangan Liverpool. Semuanya ini mereka lakukan demi satu tujuan: membangun kesuksesan yang berkelanjutan.
Kisah Bulan Pemuridan 2020 di gerejaku
Kuharap cerita singkatku di atas tentang klub sepak bola favoritku dapat kamu pahami dan nikmati sejauh ini. Sekarang kita berganti haluan dan melihat apa yang sedang terjadi di gerejaku, GKY Singapore, pada waktu yang bersamaan dengan dipastikannya Liverpool menjuarai Liga Inggris akhir Juni kemarin: dimulainya Bulan Pemuridan. Acara khusus ini diadakan oleh Bidang Fokus Pemuridan di gerejaku untuk mengingatkan jemaat bahwa TUJUAN HIDUP kita adalah menjadi murid Tuhan Yesus, tentang perlunya mengenali posisi kita saat ini dalam PERJALANAN pertumbuhan rohani kita masing-masing, dan bahwa sebagai satu tubuh Kristus kita BERSAMA-SAMA diutus oleh Tuhan untuk memuridkan segala bangsa.
Tim Kerja menerjemahkan ketiga tujuan ini dalam berbagai kegerakan dan kegiatan. Selama 6 minggu sejak awal bulan Juli, kami mengajak jemaat untuk membaca bab-bab pilihan dan bersaat teduh bersama dari buku “Not a Fan” karangan Kyle Idleman. Kami juga membuat seri Bulan Pemuridan di akun Instagram gereja untuk menjangkau lebih banyak orang-orang yang mengikuti kegerakan ini lewat media sosial. Bulan Pemuridan mencapai puncaknya selama 3 minggu terakhir di Agustus, di mana dalam ibadah Minggu, Tuhan meneguhkan identitas kami sebagai pengikut Kristus dan memperlihatkan kaitan erat antara pemuridan dengan misi-Nya.
Seorang teman menanyakan satu hal yang menurutku sangat penting bagi diriku sendiri sebagai bagian dari Tim Kerja Bulan Pemuridan, “Jadi, apa itu pemuridan buat kamu?” Aku sangat menghargai pertanyaannya yang mengingatkanku untuk mengaplikasikan kebenaran Alkitab yang telah kurenungkan selama beberapa bulan terakhir kepada diriku sendiri, agar jangan sampai “sesudah aku memberitakan [panggilan pemuridan Tuhan Yesus] kepada orang lain, aku sendiri… ditolak” (1 Kor. 9:27).
Waktu itu jam makan siangku hampir selesai, jadi aku hanya menjawab temanku dengan singkat. Di tulisan ini, aku akan membagikan jawabanku itu dalam bentuk tiga pelajaran yang kudapat tentang menjadi murid Kristus dari pengalamanku menggemari Liverpool dan menyelenggarakan Bulan Pemuridan di GKY Singapore.
Kisahku belajar bagaimana mengikut Yesus dari menggemari Liverpool
Setelah memastikan bahwa murid-murid-Nya benar-benar mengenali siapa diri-Nya, yaitu Mesias dari Allah (Lk. 9:20), Tuhan Yesus berkata kepada mereka (dan kita) semua, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (ay. 23).
#1. Pemuridan adalah sebuah komitmen, bukan hanya pilihan, untuk mengikut Yesus
Tuhan Yesus memulai panggilan-Nya dengan sebuah undangan. English Standard Version (ESV) menerjemahkan frasa “mengikut Aku” dari bahasa Yunani dengan lebih tepat, “come after me”. Kyle Idleman di dalam bukunya mengamati bahwa frasa ini umumnya digunakan dalam konteks romantik, sebuah “pengejaran yang dapat dengan mudah menyita pikiran, sumber daya, dan energi kita”. Layaknya sepasang kekasih yang berkomitmen untuk terus menjalin hubungan, Tuhan Yesus mengundang pengikut-pengikut-Nya untuk mengikut dan mengejar Dia dengan segala yang mereka punya.
Dalam pengalamanku menggemari Liverpool, aku sempat gagal dalam aspek ini selama beberapa tahun sebelum Jürgen Klopp tiba. Itulah yang dilakukan oleh penggemar: ketika masa susah tiba, banyak yang akan mundur dan tidak mengikut lagi. Pikiran-pikiran untuk melakukan hal itu sempat terlintas dalam benakku ketika melayani dalam Tim Kerja Bulan Pemuridan. Kondisiku terbilang unik: aku adalah yang paling muda dalam Tim Kerja dan pertama kalinya melayani seluruh golongan jemaat, tetapi aku ditunjuk sebagai koordinator acara umum. Melayani bersama rekan-rekan yang semuanya lebih tua dariku adalah pengalaman yang sangat menantang. Berbagai perbedaan karena faktor usia seperti gaya kerja, kesigapan tindakan, dan daya tangkap sering membuatku frustasi dan lelah; rasanya seperti ingin berhenti melayani saja.
Puji Tuhan, perenunganku terhadap frasa “mengikut Aku” dan kesaksian dari banyak jemaat yang terberkati oleh berbagai kegerakan Bulan Pemuridan yang kami selenggarakan menghentikan keinginan untuk mangkir itu pada pemikiran saja. Aku jadi melihat pelayanan ini sebagai sebuah berkat yang Tuhan anugerahkan padaku dan menghadapi rekan-rekan setim dengan lebih sabar dan penuh kasih.
Ke depannya pasti akan ada rintangan-rintangan seperti ini dalam pekerjaan dan pelayanan yang membuatku jadi ingin mangkir lagi, tapi dalam kasih karunia Allah aku berharap dapat berkomitmen untuk terus mengikut Yesus hingga akhirnya. Bersama Paulus, aku berpegang pada kebenaran Allah bahwa “penderitaan menghasilkan ketekunan, ketekunan menghasilkan karakter, dan karakter menghasilkan pengharapan, dan pengharapan tidak membuat kita malu, sebab kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita melalui Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm. 5:3-5 AYT).
#2. Pemuridan berarti bergantung pada kekuatan Roh Kudus, bukan diri sendiri
Menghadapi situasi pelayanan Bulan Pemuridan di atas, dalam rasa frustasi dan keletihanku aku jadi sering lupa bahwa di dalamku ada Roh Kudus yang memberikanku kekuatan yang yang juga membangkitkan Tuhan Yesus dari kematian (Rm. 8:11); aku lebih memilih untuk mengandalkan kekuatan diriku sendiri. Padahal instruksi pertama Tuhan Yesus dalam Lukas 9:23 bagi pengikut-pengikut-Nya adalah “menyangkal diri”. Ada satu alasan mengapa para rasul membuka surat mereka dengan mengidentifikasi diri mereka sebagai hamba Tuhan Yesus (2 Pet. 1:1; Yak. 1:1; Rm. 1:1): mereka sadar akan keberdosaan mereka dan betapa mulianya pribadi Allah yang menyelamatkan mereka dari keterpisahan kekal dengan-Nya. Menyangkal diri berarti menyadari penuh bahwa “aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:20a), sebuah kehidupan yang “mematikan perbuatan-perbuatan tubuh” oleh kuasa Roh Kudus (Rm. 8:13).
Dalam kasus Liverpool, Klopp “menyangkal diri” dengan menyadari bahwa ia tidak mampu mengubah klubnya menjadi tim yang kompetitif seorang diri sehingga ia merangkul seluruh jajaran dan pendukung klub untuk bekerja bersama-sama dengannya. Dalam kasus Bulan Pemuridan, ada beberapa kesempatan di mana Roh Kudus bekerja dalam diri anggota Tim Kerja untuk membagikan pergumulan masing-masing dalam pelayanan secara terbuka. Lewat kesempatan-kesempatan itu, kami jadi bisa mengapresiasi kelebihan masing-masing, mengisi kekurangan satu sama lain, dan dipersatukan untuk menyelesaikan pelayanan yang Tuhan titipkan kepada kami dengan baik.
Murid yang mengikut Kristus dengan sungguh-sungguh tahu pasti bahwa penyangkalan diri tidak pernah membawa kerugian karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, “jauh lebih berharga dari apa pun” (Flp. 3:8 AYT).
#3. Pemuridan berarti makin mengenal dan menyerupai Kristus
Frasa berikutnya dalam panggilan pemuridan Tuhan Yesus memberitahukan bagaimana kita dapat menyangkal diri, yaitu dengan memikul salib kita setiap hari. Mengapa Tuhan Yesus memilih salib yang adalah simbol penghinaan, penderitaan, dan kematian untuk para pengikut-Nya? Karena Ia sendiri memilih untuk menyangkal diri dan memikul salib-Nya untuk mengerjakan kehendak Bapa-Nya di surga (Mat. 26:39). Mengikut Yesus berarti menjadi serupa dengan Dia (Rm. 8:29), bahkan dalam kematian-Nya (Flp. 3:10). Oleh karena itu, kita berkomitmen untuk memikul salib dan mati terhadap diri kita, terhadap segala keinginan, rencana, dan mimpi yang kita miliki, untuk mengikut Yesus setiap hari. Kyle Idleman menyampaikan dengan tegas, “Di momen kita menjadi pengikut Kristus, saat itu jugalah diri kita berakhir. … Ketika kita benar-benar mati terhadap diri kita, kita menemukan kehidupan yang sejati di dalam Kristus.”
Memikul salib setiap hari dalam kehidupanku saat ini berarti memahami komitmen pekerjaan dan pelayanan mana saja yang harus kuprioritaskan sehingga dapat benar-benar mengikut Tuhan Yesus dengan seluruh keberadaanku. Kesibukanku selama beberapa bulan terakhir mendorongku untuk merenungkan kehendak Tuhan terhadap kehidupanku ke depannya, terutama setelah Bulan Pemuridan berakhir. Kalau jumlah komitmen tetap sama, rasanya waktu istirahat sebanyak apapun tidak akan cukup, tidak peduli seberapa integralnya pekerjaan dan pelayanan dalam kehidupanku. Seperti Liverpool yang meragamkan taktik permainan mereka dan merekrut pemain dengan selektif, aku belajar untuk mengevaluasi komitmen-komitmen mana saja yang pernah kubuat; apakah mereka membantuku untuk menikmati dan memuliakan Tuhan, atau malah membuatku bertambah jauh dari Tuhan dan kelelahan. Itu berarti melepas sejumlah pelayanan yang sudah kukerjakan cukup lama.
Keputusan ini tidak kuambil dengan mudah dan iseng; berbulan-bulan aku merenungkan dan mendoakannya. Walaupun terkesan berat dan tegang, aku percaya keputusan ini pada akhirnya akan memberikanku sukacita lewat pengenalan akan dan keserupaan dengan Tuhan Yesus secara pribadi. Mengutip C. S. Lewis dalam “Mere Christianity”, “Hiduplah untuk dirimu sendiri, dan dalam jangka panjang kamu hanya akan menemukan kebencian, kesepian, keputusasaan, amukan, kehancuran, dan kerusakan. Tapi hiduplah untuk Kristus dan kamu akan menemukan Dia, dan bersama dengan-Nya segala hal yang akan dan pernah kamu butuhkan.”
“JF”: sebuah harapan, sebuah warisan
Singkatan di bagian belakang kaus Liverpool yang kupakai memiliki makna khusus. Selain untuk menghemat biaya pencetakan, pelafalan “JF” mirip dengan nama panggilanku (“Jeff”). Sambil mempersiapkan tulisan ini, aku menyadari ada satu makna lain di balik singkatan ini: “Jesus’ Fan” (Penggemar Yesus) atau “Jesus’ Follower” (Pengikut Yesus). Dengan “JF” sebagai nama punggungku, aku berharap dapat benar-benar menjalani dan mengakhiri kehidupan ini sebagai pengikut Kristus yang autentik, bukan sekadar penggemar. Sebab kepada penggemar, Tuhan Yesus akan berkata, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan” (Mat. 7:23 TB), tetapi kepada para pengikut-Nya Ia akan menyambut mereka, “Masuklah ke dalam sukacita tuanmu” (Mat. 25:21, 23 AYT).
Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kamu, soli Deo gloria.
Pertanyaan refleksi dan aplikasi, diadaptasi dari panduan diskusi kelompok “Not a Fan”:
- Dalam buku “Not a Fan”, Kyle Idleman menantang pembacanya untuk memberikan definisi terhadap hubungan mereka dengan Tuhan Yesus. Bagaimana denganmu? Apakah selama ini kamu adalah seorang penggemar Yesus, pengikut-Nya, atau sesuatu yang lain? Bagaimana perasaanmu terhadap jawabanmu?
- Pernahkah kamu mangkir dari atau menolak pelayanan? Apa alasanmu? Apa kaitan jawabanmu ini dengan status hubunganmu dengan Tuhan di pertanyaan no. 1?
- Harga apa saja yang harus kamu bayar untuk mengikut Yesus selama ini?
- Adakah area-area dalam kehidupanmu yang belum kamu serahkan kepada Tuhan selama ini?
- Jika kamu mendadak meninggal, apa yang kamu yakini akan disebutkan oleh teman dan kerabat tentang dirimu? Apakah kamu ingin dikenang dan diingat seperti itu?
Kamu diberkati oleh artikel ini?
Yuk, jadi berkat dengan mendukung pelayanan WarungSateKaMu!
Ketika Tak Diajak Jalan-jalan Membuatku Insecure
Ketika kita menjadi bagian dari komunitas yang besar, kita tidak bisa selalu mengajak semua orang di semua agenda kita. Ada kendala yang mungkin tidak diceritakan teman kita. Lantas, bagaimana seharusnya kita bersikap?