Virus Wuhan: Tinggal di “Kota Hantu” dan Diliputi Ketakutan
Oleh Kim Cheung, Tiongkok
Gambar diambil dari screenshot video
Artikel asli dalam bahasa Mandarin: 疫情蔓延的当下,我们的盼望在哪里?
Waktu terasa berjalan amat lambat belakangan ini.
Tulisan ini kutulis dari provinsi Jiangsu, tempat tinggalku. Ini adalah hari ketiga perayaan Tahun Baru Imlek (27 Januari 2020)—waktu di mana kami seharusnya sibuk mengunjungi sanak famili dan teman-teman. Namun kenyataannya, kami hanya terduduk di rumah sambil terus memantau keadaan terkini dari media sosial tentang penyebaran virus Corona. Bahkan hanya untuk turun tangga dan singgah ke warung pun rasanya luar biasa cemas.
Delapan hari telah berlalu sejak media resmi mulai memberitakan penyebaran virus Corona. Ketika aku pertama melihat beritanya di 20 Januari, kupikir ini bukan masalah serius. Aku malah janjian dengan dua temanku yang baru pulang dari Eropa untuk bertemu merayakan tahun baru Imlek. Namun hari ini, semua janji pertemuan telah kubatalkan. Aku sudah bersiap tidak meninggalkan rumah atau mengunjungi siapa pun selama dua minggu ke depan.
Virus Corona menyebar lebih cepat dari yang dibayangkan. Hanya semalam, kemudian dikonfirmasi bahwa virus itu dapat menular dari manusia ke manusia. Semua masker ludes. Kota Wuhan bak kota mati. Supermarket kosong… Rumor dan berita-berita yang tidak jelas bertebaran ke mana-mana, membuat orang semakin takut. Berselancar di media sosial, update berita terbaru muncul hampir tiap detik. Namun, berapa jumlah sebenarnya orang yang tertular tidak ada angka yang valid. Berapa orang yang sudah meninggal? Berapa orang yang sungguh terinfeksi? Tidak ada yang tahu pastinya.
Hanya beberapa hari lalu, aku masih bisa melihat banyak orang di jalanan, tapi hari ini, jalanan kosong, kotaku seperti kota hantu. Hampir semua orang panik, dan orang-orang tua mulai berdiskusi tentang seberapa mengerikannya virus itu.
Kami tidak tahu seberapa berbahayanya virus Corona. Beberapa ahli dari Hong Kong mengindikasikan bahwa kekuatan virus kali ini 10 kali lebih kuat daripada SARS, sementara beberapa ahli lain mengatakan bahwa wabah kali ini tidak separah yang dulu. Saat ini, asal mula virus belum terkonfirmasi (meski ada yang bilang bermula dari pasar hewan di Wuhan). Spekulasi lainnya mengatakan periode inkubasi virus bisa berlangsung sampai 14 hari, dan virus ini bisa menyebar juga selama masa inkubasi—semua hal ini menambah ketakutan dan kepanikan.
Dua hari lalu, aku melihat temanku membagikan bagaimana kondisi sebenarnya di banyak rumah sakit di Wuhan, dan hatiku tersayat. Rumah sakit di sana dijejali orang-orang sakit yang tak terlayani. Para dokter dan suster tak punya perlindungan yang cukup atau pun masker, dan mereka tidak bisa beristirahat sewajarnya, bahkan hanya untuk makan siang pun sulit. Suplai makanan terbatas. Para pekerja medis kelelahan karena beban kerja mereka melonjak tajam, dan hanya bisa makan sehari sekali—itu pun hanya mie instan. Dan, para suster di sana berlinangan air mata.
Hatiku berduka. Rasanya tak sanggup buatku menonton berita di TV. Bagaimana bisa seseorang tak bersedih menghadapi situasi ini? Selain berdoa, rasanya tak ada hal lain yang bisa kami lakukan.
Siang hari ini, aku mendengar dua kenalanku, orang Kristen di Wuhan, mengalami demam. Besar kemungkinan mereka telah terinfeksi virus Corona. Hatiku semakin berat. Bagaimana kelak masa depan? Akankah virus ini menjadi bencana dunia? Apakah ini sungguh kiamat? Deretan pertanyaan ini membuatku semakin khawatir dan tak berdaya.
Namun, saat ini dunia hanya mampu memberikan jawaban berupa kepanikan dan putus asa, padahal yang sejatinya dibutuhkan adalah harapan yang teguh. Ketika kita harap-harap cemas akan bagaimana obat dan vaksin untuk mengentaskan wabah ini, apakah kita juga sebagai anak Tuhan kehilangan harapan dan putus asa? Jika harapan kita hanya disandarkan pada hal lahiriah, apakah bedanya kita dengan mereka yang tidak percaya? (Roma 8:24).
Ketika kita diselimuti kepanikan dan putus asa, kita seharusnya berpegang lebih erat kepada Tuhan dan firman-Nya. Hanya Tuhanlah harapan kita. Kiranya kebenaran-kebenaran ini menguatkan kita:
Tuhan memegang kendali
Meskipun situasi tampaknya mengerikan, hal yang teramat pasti adalah Tuhan kita memegang kendali. Meskipun Si Jahat ingin mencuri dan melenyapkan kehidupan, Tuhan tetap memegang kendali penuh. Tanpa seizin-Nya, tak ada satu hal pun dapat terjadi. Jika Tuhan tidak mengizinkan, sehelai rambut di kepala kita pun takkan jatuh ke tanah (Lukas 12:6-7). Ketika aku berpegang pada kebenaran ini, aku merasa terhibur.
Tuhan tidak pernah meninggalkan kita
Tuhan telah berjanji bahwa Dia tidak akan meninggalkan kita. Bahkan di tengah pencobaan dan kesakitan, Tuhan senantiasa beserta kita. Dan, Dia pun akan menyelamatkan kita pada akhirnya (Yohanes 6:37).
Karena aku tahu Dia ada bersama kita, kita tidak perlu takut atau khawatir (Matius 10:28). Meskipun virus ini mengerikan, Pencipta surga dan bumi ada bersama kita, dan kita mampu beroleh damai sejahtera.
Tuhan akan memberikan jalan keluar
Ketika kita merasa takut dan panik karena kabar-kabar yang terus berdatangan, marilah kita berpegang teguh pada janji Tuhan. Tuhan tidak membiarkan kita dicobai melampaui kekuatan kita (1 Korintus 10:13). Dia akan memberikan jalan keluar supaya kita mampu mengatasinya.
Hendaknya kita pun senantiasa berdoa. Meskipun banyak gereja di Tiongkok membatalkan kegiatan mereka demi keamanan, kami masih bisa berkumpul dengan keluarga dan berdoa. Ketika aku mempelajari Lukas 4:17-22 siang ini, aku sekali lagi menyadari apa sesungguhnya Injil itu.
Injil yang Yesus Kristus wartakan adalah tentang keselamatan kita. Namun, sebagai pendosa, kita lebih tertarik kepada kedagingan kita. Aku menyadarinya sedari berita tentang wabah virus Corona merebak, aku begitu terpaku pada notifikasi di ponselku, terus merefresh berita-berita terbaru. Tapi, banyak berita yang kubaca rupanya malah hoaks dan tak berdampak apa-apa selain menambah panik. Mengapa aku tidak meluangkan lebih banyak waktuku untuk berdoa dan berpegang pada firman-Nya lebih lagi?
Aku mengajakmu untuk bersama-sama mendoakan kota Wuhan dan orang-orang yang terinfeksi di Tiongkok dan seluruh dunia. Menemukan pengobatan untuk virus Corona adalah baik, tetapi itu hanya menyelesaikan penderitaan secara fisik. Tidakkah kita juga berfokus mendoakan agar mereka yang belum mengenal Kristus dapat mengenal-Nya dan beroleh keselamatan yang kekal?
Kiranya Tuhan menguatkan hati kita, teruntuk bagi kami di Tiongkok yang harus mendekam di rumah kami masing-masing. Kiranya kita semakin mengenal Tuhan, demikian juga dengan orang-orang di Tiongkok.
Tuhan masih memegang kendali. Janji Tuhan tak pernah gagal. Kehendak-Nya dinyatakan di atas bumi.
“Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir” (1 Petrus 1:5).
Apakah Kekristenan Itu Hanyalah Sebuah Garansi “Bebas dari Neraka”?
Kekristenan itu sederhana, bukan? Ayat Alkitab seperti Yohanes 3:16 menunjukkan bahwa untuk menjadi seorang Kristen kita hanya perlu percaya kepada Tuhan, dan kelak saat meninggal kita akan masuk surga (tempat yang baik), bukan neraka (tempat yang buruk). Bukankah kekristenan pada dasarnya adalah semacam asuransi kehidupan yang dampaknya baru akan kita rasakan suatu hari kelak (semoga masih lama) setelah hidup kita di dunia ini berakhir?