Posts

Persahabatan di Era Digital: Erat di Dunia Maya, Renggang di Dunia Nyata

Persahabatan-Era-Digital-Erat-di-Dunia-Maya-Renggang-di-Dunia-Nyata

Oleh Michelle O.
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Friendship in Our Fast-Paced Society

Jika seandainya ada nominasi untuk kategori “teman terburuk”, mungkin akulah yang akan jadi pemenangnya. Seringkali aku terlalu asyik dalam bekerja hingga aku lupa kalau aku masih memiliki teman. Jari-jariku selalu sibuk membalas tiap-tiap pesan ataupun e-mail yang berkaitan dengan pekerjaan. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku sendiri hingga tidak lagi mempedulikan keberadaan teman-temanku. Padahal merekalah orang-orang yang selalu bersamaku bahkan dalam keadaan sukar sekalipun.

Sebenarnya, aku tahu bagaimana rasanya hidup tanpa memiliki teman. Ketika duduk di bangku SMA dulu aku menghabiskan waktuku tanpa pernah memiliki teman akrab. Tatkala aku pindah ke luar negeri, ke dalam sebuah budaya yang sepenuhnya baru, hari-hari kulewatkan dalam kesendirian. Pagi hari kuhabiskan dengan meminum teh seorang diri, kemudian ketika tiba waktunya makan siang, dengan segera aku akan menghabiskan makananku. Setelahnya, aku pergi ke perpustakaan dan menghabiskan waktu-waktuku bersama buku-buku.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai menemukan teman-teman yang mewarnai kehidupanku. Ketika salah satu dari kami diwisuda, kami datang dan turut merayakan kelulusannya. Selain itu, ketika liburan musim panas tiba, kami menghabiskan waktu-waktu itu untuk pergi liburan bersama. Teman-temanku adalah teman yang setia, baik, dan penuh perhatian. Merekalah yang membuatku mampu mengecap rasa manis di tengah pahitnya kehidupan.

Bagaimana dengan kamu? Menurutmu, teman seperti apakah kamu? Apakah kamu hanya sekadar teman di Facebook yang mencurahkan perhatianmu lewat tombol “Like” di tiap-tiap postingan temanmu tapi tidak pernah menemui mereka secara langsung? Apakah kamu seorang yang amat sibuk dengan kehidupanmu sendiri hingga tak memiliki waktu untuk sekadar meluangkannya bersama teman-temanmu? Atau, apakah kamu tipe orang yang membutuhkan waktu tiga hari hanya untuk membalas pesan singkat dari temanmu? “Hei, maaf ya, aku sibuk banget. Keluargaku juga sedang berkunjung ke sini dan aku terus dikejar oleh deadline pekerjaan.”

Di tengah dunia yang bergerak amat cepat ini, banyak dari kita cenderung malas untuk menjaga relasi yang erat dan personal dengan teman-teman kita. Kita lebih memilih untuk mengecek Facebook atau menggeser timeline Instagram untuk melihat siapa saja yang makan di restoran populer, mengomentari pakaian yang dipakai orang lain, selera musik, ataupun cara mereka berdandan. Kita lupa bahwa teman-teman kita itu bukanlah sekadar status-status ataupun foto-foto yang terpampang di Facebook dan Instagram. Di balik keeksisan mereka di media sosial, bisa saja mereka merindukan seseorang meneleponnya, menanyakan kabarnya, atau mungkin mengundang untuk makan bersama.

Kita dirancang untuk hidup berteman; Alkitab mengatakan, “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!” (Pengkhotbah 4:9-10). Ayat ini mengingatkanku akan seorang Pribadi yang jauh lebih dekat bahkan daripada saudara kita sendiri—Dialah Yesus.

Teman-teman kita di dunia bisa saja tidak setia, tetapi persahabatan dengan Yesus adalah persahabatan yang kekal dan memberkati kita. Kita bisa mengandalkan Dia sebagai penasihat, penghibur, penyembuh, dan penyedia kebutuhan kita. Dia juga berjanji untuk senantiasa bersama kita. “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau” (Ulangan 31:6).

Persahabatan dengan Yesus membuat kita dapat menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-Nya karena Dia peduli kepada kita (1 Petrus 5:7). Teman-teman kita di dunia bisa saja melukai hati kita, tapi kita dapat selalu bersandar kepada Tuhan yang mampu memulihkan hati kita, membalut luka-luka kita (Mazmur 147:3), dan menampung setiap tetes air mata kita dalam kirbat-Nya (Mazmur 56:9).

Bagaikan sekelompok sahabat yang dapat berkumpul dan berbagi mimpi serta harapan satu dengan lainnya, begitu pula persahabatan kita dengan Yesus. Kita dapat membawa tiap harapan kita kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Ia dapat memberikan apa yang diinginkan hati kita apabila kita bergembira karena-Nya (Mazmur 37:4).

Yesus tidak menjamin bahwa hidup bersama-Nya akan selalu indah, tapi kita bisa bersandar pada janji-Nya bahwa Dia akan selalu ada bersama kita sekalipun badai kehidupan menerpa. Seorang penulis dan pembicara dari Amerika yang bernama Gregg Levoy pernah berkata, “Yesus menjanjikan suatu hal kepada tiap pengikut-Nya, yaitu: ada sukacita tanpa batas dan keberanian dari rasa takut untuk menghadapi setiap masalah”

Jadi, ingatlah. Ketika kamu merasa kesepian dan berbeban berat, panggillah Yesus. Yesus adalah sahabat kita yang amat setia.

Baca Juga:

Ketika Instagram Menjadi Candu Bagiku

Akun Instagramku telah diretas. Aku tidak dapat lagi mengontrol foto-foto apa yang diunggah karena aku telah kehilangan kendali atas akun Instagramku. Peristiwa ini kemudian menyadarkanku yang selama ini telah menjadikan Instagram sebagai candu bagiku.