Ketika Tuhan Seakan Mempermainkan Hidupku
Oleh Metty Kristine, Palu
Setiap orang tentulah mempunyai cita-cita, begitu pun denganku. Saat lulus kuliah, itulah momen yang paling aku tunggu. Sejak SMA, aku begitu menginginkan bekerja sebagai CS di sebuah bank. Bagiku, menjadi CS di bank itu mempunyai kebanggan tersendiri. Gaji yang besar, seragam yang bagus, kantor yang luas, teman-teman, dan relasi yang banyak adalah alasan yang ada di benakku saat itu untuk bekerja di bank. Cita-cita inilah yang selalu membuatku semangat untuk belajar.
Tapi yang terbaik menurut kita, belum tentu terbaik buat Tuhan. Aku sering berpikir, apakah Tuhan kurang mengasihiku? Apakah doa dan usahaku kurang? Kenapa orang lain terlihat begitu mudah mendapatkan apa yang mereka inginkan, sedangkan aku? Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang timbul di dalam hatiku, ketika Tuhan mengizinkan kegagalan demi kegagalan terjadi dalam hidupku.
Memulai perjuangan
Hari itu, setelah mengurus semua kelengkapan berkas-berkasku, dengan semangat aku mengajukan lamaranku di bank-bank yang ada di kotaku. Bukan hanya di bank saja, aku juga memasukkan lamaranku di beberapa perusahaan besar. Setelah menunggu beberapa hari, sebuah perusahaan swasta yang lumayan besar memanggilku untuk wawancara. Dalam hati aku berkata “Tuhan, walaupun bukan di bank, di tempat ini juga tidak apa-apa kok”.
Setelah melewati proses demi proses, aku sampai di tahapan psikotes. Perasaanku campur aduk. Ini adalah kali pertama aku ikut psikotes. Namun, aku tetap mengikuti tes dengan tenang. Setelah menanti berhari-hari dan sampai berbulan-bulan, aku belum juga mendapat kepastian dari perusahaan tersebut. Sampai suatu saat, temanku yang kebetulan bekerja di perusahaan tersebut menberitahuku, bahwa posisi yang aku lamar sudah terisi.
Aku sangat kecewa dan sakit hati. Aku bertanya, “Tuhan, mengapa Kau tidak membantuku?”
Ini adalah kegagalan pertama yang aku alami ketika mencari pekerjaan. Namun, dari hal ini aku mengambil suatu pelajaran penting. Bahwa, sekalipun kita punya kenalan di suatu kantor, jika Tuhan tidak berkehendak kita berada di tempat tersebut, kita tetap akan gagal walaupun sudah berada hampir di tahap akhir saat tes.
Aku tidak menyerah. Beberapa minggu setelah itu, aku mendapat panggilan wawancara dari sebuah bank besar. Aku begitu semangat untuk mengikuti wawancara. Aku dinyatakan lulus menjadi pegawai di bank tersebut. Namun, saat akan tanda tangan kontrak, hatiku mulai ragu dengan pekerjaan ini. Aku malah ditawari menjadi marketing. Sebuah hal yang paling tidak aku sukai, karena aku tidak suka bekerja di lapangan dan merasa kalau aku tidak mempunyai keterampilan menjual produk dan mencari nasabah. Ditambah lagi saat itu aku belum bisa mengendarai motor. Dengan berat hati, aku membatalkan kontrak kerja tersebut.
Bulan berganti bulan, aku tetap semangat dan tidak berputus asa. Namun, suatu saat aku sampai di titik kejenuhanku. Saat itu aku sudah mulai lelah dan putus asa, begitu banyak lamaran yang aku sebar, baik yang di bank ataupun di perusahaan-perusahaan swasta lainnya. Tapi tidak satupun yang membuahkan hasil. Ada yang tidak memanggil sama sekali, bahkan ada yang putus sampai di tahap wawancara dan psikotes saja. Belum lagi adanya pertanyaan-pertanyaan orang di luar sana yang selalu bertanya, “sudah kerja dimana sekarang?” aku begitu benci dengan pertanyaan itu.
Saat aku merasa ada di titik terendah
Sudah hampir setahun berlalu. Saat-saat seperti ini, adalah saat yang paling menyakitkan. Saat di mana teman-teman seangkatanku sudah mendapatkan pekerjaan. Bahkan aku merasa lebih sakit lagi, ketika membuka media sosial dan melihat beberapa temanku yang sudah bekerja di bank.
Perasaanku campur aduk saat itu. Aku begitu marah dan kecewa pada Tuhan. Aku menangis dan bertanya, “Tuhan, apakah Kau sudah tidak mengasihiku? Apakah saat ini Kau melihatku? Mengapa Kau begitu pilih-pilih kasih menolong orang? Apakah aku kurang berkenan sehingga Kau tidak menjawab doaku? Mengapa Kau belum memberikan aku pekerjaan?” Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang timbul di hatiku. Bahkan aku sempat meragukan kuasa Tuhan dalam hidupku. Saat itu aku merasa benar- benar berada dititik terendah dalam hidupku. Aku merasa menjadi orang yang tidak berguna. Aku begitu putus asa.
Namun Tuhan tetap baik dalam hidupku. Saat aku mengalami kegagalan demi kegagalan yang membuatku jatuh dan putus asa, saat itu Dia memberikanku seorang sahabat yang mengajakku untuk mencari kerja bersama-sama. Dia adalah sahabatku sejak di bangku SMP. Saat itu, aku hanya menganggapnya sebagai seseorang yang bernasib sama sepertiku. Namun lama kelamaan, Tuhan mulai membuka mataku. Sahabat yang yang Dia kirimkan untukku adalah seseorang yang selalu memberi motivasi dan semangat kepadaku. Bahkan aku berkali-kali mengatakan kepadanya, “Kalau tidak ada kamu, mungkin aku sudah menyerah mencari pekerjaan”.
Kami pun menjadi kawan yang saling mendoakan dan menguatkan satu sama lain. Bahkan yang paling aku syukuri, Tuhan memberikanku seorang sahabat yang selalu membuat suasana hangat dengan candaan dan tertawanya sekalipun kami berkali-kali gagal saat mencari pekerjaan bersama.
Saat keadaan yang terjadi tidak sesuai dengan keinginanmu
Suatu hari seorang teman yang bekerja di sebuah perusahaan swasta menawarkanku untuk bekerja di perusahaannya, namun di lokasi yang berbeda. Singkat cerita, aku diterima kerja di tempat itu. Hari pertama aku begitu semangat datang bekerja. Namun, kondisi tempat dan suasana kantor tersebut, tidak seperti yang aku bayangkan.
Aku selalu membayangkan bisa bekerja disebuah perusahaan besar, menggunakan pakaian yang rapi dan bagus, mempunyai disiplin waktu, serta mempunyai teman-teman yang banyak. Namun, keadaan yang aku dapatkan, berbeda dengan apa yang aku pikirkan. Tempat itu begitu sepi, dengan jam kerja yang tidak menentu dan semua hal yang aku bayangkan, tidak ada di tempat itu. Lagi-lagi, aku marah pada Tuhan dan kembali bertanya “Tuhan, mengapa Kau begitu jahat padaku?” Aku kembali menyalahkan Tuhan.
Setiap pulang kerja aku selalu menangis. Pikiranku sangat kacau. Aku ingin keluar dari tempat itu, tapi ketika berbicara dengan orang tuaku, mereka tidak mengizinkannya. Setiap hari aku berangkat kerja dengan berat hati. Bahkan nafsu makan dan timbanganku sampai turun. Akhirnya, aku mengambil keputusan sepihak untuk berhenti dari tempat itu setelah tiga hari bekerja. Dalam hati aku meminta maaf kepada Tuhan, karena sudah menyia-nyiakan kesempatan yang Dia berikan dan berharap supaya Tuhan berikan pekerjaan yang sesuai dengan yang aku harapkan.
Aku kembali bersemangat mencari pekerjaan baru, tapi kali ini aku sendirian. Sahabatku sudah lebih dulu mendapatkan pekerjaan. Empat bulan kemudian, aku diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta. Tempat itu besar dan mempunyai pegawai yang banyak. Dalam hati aku berkata, “Tuhan,, ini yang aku mau. Terima kasih Tuhan.”
Di hari pertamaku bekerja, aku begitu bersemangat. Namun, semangat itu mulai memudar saat mendapatkan suasana kantor yang tidak seperti aku harapkan. Aku mendapat rekan kerja yang sangat cuek denganku dan seakan tidak menerima diriku. Belum lagi orang-orang di dalam yang sangat cuek satu dengan yang lainnya. Tidak ada kehangatan di tempat itu, bahkan kehadiranku seakan tidak dianggap. Aku bekerja selama delapan hari dan karena ada sesuatu yang terjadi, aku keluar dari tempat itu. Di satu sisi aku merasa senang karena bisa keluar dari tempat itu. Tapi di sisi lain, aku merasa menjadi orang gagal yang tidak mempunyai masa depan. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Berdoa pun rasanya sia-sia. Toh selama ini Tuhan seakan membiarkan aku, pikirku.
Ketika Tuhan seakan tutup mata dengan kegagalanku
Beberapa minggu kemudian, aku mendapat email dari sebuah bank yang mengundangku untuk mengikuti tes. Aku kaget, karena aku sudah mengirimkan lamaran itu sebulan yang lalu. Aku pikir, mungkin ini saatnya Tuhan menjawab doaku. Aku begitu semangat mempersiapkan semua keperluanku untuk mengikuti tes. Semua tes aku lewati dengan lancar selama kurang lebih hampir 3 minggu. Sampai akhirnya aku sampai pada tahap wawancara akhir.
Aku berpikir, mungkin ini yang terakhir kalinya aku gagal dalam mencari pekerjaan. Mungkin ini jawaban Tuhan atas semua kegagalan aku selama ini. Malam itu aku begitu takut dan penasaran menunggu hasil tesku yang akan dikirim melalui email. Aku begitu berharap dengan pekerjaan ini. Sekitar jam 2 malam, aku terbangun dan langsung mengecek HP ku. Saat itu hatiku begitu sakit ketika melihat kiriman dari seorang teman di grup yang isinya screenshot hasil pengumuman yang dikirimkan pihak bank ke dia. Tidak ada namaku di daftar itu dan jelas aku tidak mendapat email dari pihak bank.
Aku langsung berlari ke toilet dan menangis sejadi-jadinya di tempat itu. Aku marah, kecewa dan sakit hati kepada Tuhan. Aku menangis dan dengan setengah nada aku berkata, “Tuhan, kenapa Kau begitu jahat? Mengapa Kau tega mempermainkan aku? Mengapa Kau biarkan aku seakan hampir berhasil, namun ujung-ujungnya malah kegagalan yang aku dapatkan?”
Malam itu aku hanya bisa menangis dan menyalahkan Tuhan. Aku merasa sudah tidak mempunyai masa depan dan harapan lagi. Namun, saat itu aku tiba-tiba teringat dengan sebuah ayat Alkitab dalam 1 Tes 5:18 “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah didalam Kristus Yesus bagi kamu”.
Saat itu aku seakan mendapat teguran dengan ayat ini dan Tuhan tiba-tiba berbicara lewat hatiku dan berkata “Ingat, rancanganku tidak pernah salah dan jangan salahkan Aku atas apa yang sudah terjadi dalam hidupmu”. Dalam keadaan hati yang sedang kacau, aku pun berlutut dan berdoa meminta ampun pada Tuhan karena sudah begitu banyak menyalahkan Tuhan saat-saat aku mengalami kegagalan.
Aku berusaha tegar dan semakin mencari tahu apa maunya Tuhan dalam hidupku. Aku berusaha menghibur diri dan menguatkan hati dengan mendengarkan lagu-lagu rohani dan khotbah-khotbah yang aku unduh. Saat-saat penantianku, aku selalu berdoa, bersyukur kepada Tuhan untuk segala hal yang Dia izinkan boleh aku alami dalam hidupku, bahkan untuk hal yang paling menyakitkan sekalipun. Aku berserah pada Tuhan dan membiarkan Tuhan ambil alih dalam hidupku serta menuntunku ke tempat yang Dia mau.
Saat itu aku hanya berpegang pada firman Tuhan dalam Amsal 23:18 “Karena masa depan sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang” dan Yeremia 29:11 “Sebab Aku ini mengetahui rancangan- rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”.
Jawaban Tuhan berbeda dengan yang kupikirkan
Sekitar dua minggu kemudian, teleponku tiba-tiba berbunyi. Aku mendapat panggilan telepon dari perusahaan yang sudah sejak sebulan lalu mewawancaraku. Manajer perusahaan tersebut memintaku untuk datang pada hari Senin. Aku datang dalam keadaan yang tidak bersemangat, karena jujur aku masih merasa trauma dengan kegagalan demi kegagalan yang aku alami sebelumnya. Dalam hati, aku berkata, “permainan apa lagi yang Tuhan sedang rencanakan untukku?” Aku begitu takut kalau Tuhan membuatku gagal lagi.
Aku melihat situasi kantor itu sangat berbeda dengan apa yang menjadi impianku dulu. Kantor yang besar, seragam yang bagus dan teman-teman yang banyak. Bagiku semua itu tinggal mimpi belaka. Impian besar menurut pikiran seorang anak yang masih sangat muda sepertiku, ternyata berbanding terbalik dengan impian besar yang Tuhan sedang sediakan untukku. Dalam hati aku berkata, “Apakah aku akan bertahan di tempat ini?”
Tidak disangka, tahun ini adalah tahun kedua aku bekerja di perusahaan ini. Di tempat ini aku mendapatkan seorang bos dan teman-teman yang begitu baik serta ramah. Suasana kantor yang begitu hangat dengan canda tawa teman-teman dan Gaji yang lumayan besar dari apa yang aku pikirkan sewaktu aku ingin bekerja di bank dulu. Walaupun tidak bekerja di bank, tetapi Tuhan mengizinkan aku untuk bekerja dibagian keuangan yang mengharuskan aku ke bank setiap harinya. Di sana aku banyak berteman dengan karyawan-karyawan bank yang selalu berbagi cerita tentang pekerjaan mereka. Aku juga mendapat pekerjaan yang meskipun banyak, tetapi aku bisa mengerjakannya dengan santai tanpa tekanan kerja yang besar seperti beberapa teman-teman yang aku jumpai saat aku berkunjung ke bank. Ternyata, perusahaan yang besar, seragam yang bagus dan teman- teman yang banyak tidak menjamin kita nyaman bekerja di suatu tempat.
Meskipun aku tidak bisa mencapai cita-citaku menjadi seorang pegawai bank, tetapi Tuhan Yesus menggantikannya dengan pekerjaan yang lebih baik dari apa yang aku pikirkan baik dulunya.
Ketika kamu mengalami kegagalan demi kegagalan hari ini, ingatlah bahwa Tuhan Yesus tidak pernah gagal atas hidupmu dan masa depanmu. Ada kalanya, Tuhan Yesus tidak menunjukkan mukjizat-Nya saat itu juga untuk membuatmu sadar bahwa tanpa-Nya kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Ingatlah juga, bahwa Dia tidak pernah terlambat dan selalu tepat waktu menolong anak-anak-Nya, karena kita begitu berharga dihadapan-Nya dan kita sangat dicintai-Nya.
Apa Pun Ucapan Syukur yang Bisa Kita Ucapkan, Ucapkanlah
Hidup tak selalu berjalan mulus, tapi selalu ada kebaikan yang Tuhan berikan bagi kita.