Posts

Hur: Figur Pendukung di Balik Nama Musa

Oleh Gabriella, Malang

Siapa saja tokoh yang berjasa dalam membawa bangsa Israel keluar dari Mesir? Aku rasa nama-nama yang pertama muncul di kepala kalian antara lain Musa, Harun, Yosua, Kaleb… mungkin Miryam. Adakah di antara kalian yang terpikir seseorang bernama Hur?

Hur muncul pada kisah saat Israel melawan bangsa Amalek di Keluaran 17:8-16. Pada saat itu, bangsa Israel berperang melawan bangsa Amalek di lembah Rafidim. Yosualah yang turun ke lapangan untuk memimpin pasukan perang Israel, sedangkan Musa naik ke puncak bukit dengan memegang tongkat Allah. Waktu Musa mengangkat tangannya yang memegang tongkat itu, Israel unggul dalam perang, tapi saat tangannya turun, Amalek menjadi lebih kuat. Musa yang sudah lelah mengangkat tangannya pun akhirnya mengandalkan bantuan Harun dan Hur yang masing-masing menopang sebelah tangan Musa sehingga tentara yang dipimpin Yosua akhirnya berhasil mengalahkan Amalek.

Melihat kisah ini, aku tersadar bahwa saat kita melayani, tidak semua orang juga akan mendapat “peran utama” seperti Musa dan Yosua. Pelayan Tuhan yang paling menonjol tentu saja mereka yang tampil di depan, seperti pengkhotbah, worship leader, singer, pemain musik. Mungkin ada juga yang mendapat “pemeran pendukung” seperti Harun, yang kemudian diangkat oleh Tuhan menjadi Imam Besar, dan perannya sangat penting dalam keberlangsungan ritual-ritual ibadah bangsa Israel, seperti mempersembahkan korban. Di gereja pun, ada banyak pelayan yang tidak tampil di depan umum tapi sangat diperlukan agar ibadah bisa berjalan lancar, seperti petugas multimedia, pengurus yang menjadwalkan petugas, dll.

Tapi, bagaimana bila peran kita dalam pelayanan seperti Hur yang hanya muncul sekilas sebagai cameo? Aku rasa bila disejajarkan dengan masa sekarang, peran Hur yang “hanya” menopang tangan Musa yang lelah mungkin mirip dengan saat kita mendukung pelayanan lembaga misi, organisasi Kristen, atau pengerja gereja melalui doa dan dana, atau mungkin mendukung pelayanan orang-orang terdekat kita dengan cara mau mengerti dan mengakomodasi kesibukan mereka serta memberi emotional support. Pernahkah kita berpikir bahwa hal-hal tersebut juga merupakan bentuk pelayanan kita pada Tuhan dan sesama? Tentu saja, bukan berarti kita bisa menjadikan hal ini alasan untuk menolak melayani karena merasa sudah cukup puas dengan sekedar mendukung pelayanan orang lain. Tapi, ini adalah pengingat bahwa dalam melayani kita perlu saling mendukung dan menopang.

Hur hanya muncul sekali lagi setelah kejadian ini, yaitu pada Keluaran 24:12, di mana Musa mengatakan pada tua-tua Israel untuk datang pada Harun dan Hur mengenai perkara mereka selama Musa pergi ke Gunung Sinai untuk menerima loh batu dari Tuhan.  Orang-orang Yahudi percaya bahwa menghilangnya Hur dari kisah keluarnya Israel dari Mesir adalah karena Hur dibunuh oleh bangsa Israel saat ia berusaha menghalangi mereka membuat patung lembu emas (sumber). Saat waktunya tiba, Hur tidak ragu untuk maju ke garis depan dan melayani Tuhan sekalipun nyawanya yang menjadi taruhan, dan ia tetap setia sampai akhir.

Ada masanya kita mendapatkan peran yang menonjol saat melayani Tuhan. Ada masanya kita bekerja di balik layar. Ada masanya kita mendukung dan menopang pelayanan orang lain. Mungkin ada masanya juga kita melakukan dua atau bahkan ketiganya pada saat yang bersamaan. Apa pun tugas yang sedang Tuhan berikan pada kita saat ini, mari kita kerjakan bagian kita dengan sepenuh hati, dan bersama-sama melayani Tuhan dengan setia.

Tuhan memberkati.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Menantikan Pertolongan Allah

Oleh Aldi Darmawan Sie, Jakarta

Ketika mengalami permasalahan, respons alami kita sebagai manusia adalah mencari jalan keluar. Caranya bisa beragam, tapi yang biasanya kita lakukan adalah dengan mencari pertolongan orang lain. Tidak ada yang salah dengan cara ini.

Namun, ketika membaca dan merenungkan Yesaya 30:8-17, aku menemukan perspektif yang menarik. Allah melalui nabi Yesaya menegur bangsa Israel, bahkan menghukum mereka karena di tengah situasi terjepit, bangsa Israel malah mencari pertolongan kepada bangsa Mesir. Allah pada ayat ke-9 lantas menyebut Israel sebagai bangsa pemberontak, suka berbohong, dan enggan mendengar pengajaran-Nya. Aku bertanya-tanya: apa yang salah dengan tindakan bangsa Israel ini? Bagaimana seharusnya kita mencari pertolongan ketika berada dalam situasi terjepit?

Firman Allah yang disampaikan melalui nabi Yesaya ini ditulis sebagai respons atas tindakan bangsa Israel yang kala itu sedang menghadapi tekanan hebat dari keadikuasaan Asyur. Alih-alih percaya dan menantikan pertolongan dari Allah YHWH, Israel malah menolak firman Allah dan meminta pertolongan pada bangsa Mesir. Peringatan demi peringatan firman Allah melalui nabi telah digaungkan pada mereka, namun tetap saja bangsa Israel menolak percaya dan mencari pertolongan dari bangsa yang pernah memperbudak dan memahitkan hidup mereka di masa lampau.

Sebagai pembaca kitab Yesaya di masa kini, kita mungkin bisa dengan mudah menilai salah tindakan bangsa Israel yang tidak mencari Allah. Tetapi, jika kita bayangkan situasi pada masa tersebut, kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Dalam keadaan terjepit, sepertinya lebih mudah bagi bangsa Israel untuk mencari pertolongan dari apa yang mereka lihat daripada dari apa yang tidak mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri. Mungkin mereka melihat Mesir sebagai bangsa yang tangguh dan besar, atau super-power pada zaman itu. Mesir memiliki senjata perang yang mumpuni, dan strategi perangnya pun dianggap apik untuk menaklukkan Asyur. Besar kemungkinan inilah yang mendorong Israel untuk datang kepada Mesir, bahkan dengan rela hati memberikan kekayaan mereka demi mendapatkan pertolongan (ayat 6).

Kontras dengan pemikiran bangsa Israel, nabi Yesaya dengan begitu kuat menggambarkan dan menekankan tentang atribut Allah. Allah bukan hanya kudus, tetapi Mahakudus (The Holy One). Dalam perikop ini, tiga kali Yesaya menyebutkan atribut tersebut. Karena Allah yang bangsa Israel sembah adalah kudus, mereka pun dituntut untuk hidup kudus bagi Allah. Kekudusan itu harus diekspresikan dengan menghidupi kehidupan yang berbeda, terkhusus daripada bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Allah. Pada masa itu, perlengkapan perang seperti senjata, kuda-kuda, kereta besi, dan baju perang dianggap sebagai kunci memenangkan pertempuran. Namun, bagi Allah YHWH, kunci memenangkan perang adalah dengan percaya kepada-Nya. Itulah yang dituntut Allah dari bangsa Israel. Tindakan ini merupakan perwujudan dari keberserahan diri mereka kepada Allah Yang Mahakudus.

Ketika Israel menyimpang, Allah bukannya diam. Seruan pertobatan diberitakan pada mereka, tetapi Israel tetap menolak percaya pada Allah (ayat 15). Akibatnya dapat kita lihat dalam ayat 13 dan 14. Dosa mereka mengakibatkan ganjaran berupa kehancuran yang tiba-tiba dan sekejap. Ayat sebelumnya juga mengatakan, dengan datang ke Mesir, Israel bukannya mendapatkan pertolongan, malah mendapatkan malu (ayat 5), karena sesungguhnya pertolongan dari Mesir tidak akan berguna dan percuma (ayat 7). Terakhir, Israel menelan pil pahit berupa ditaklukkan oleh Asyur (ayat 16-17).

Belajar dari ketidakpercayaan Israel

Setelah merenungkan perikop itu, aku bertanya pada diriku sendiri. “Sebagai umat Allah Yang Mahakudus, ketika aku mengalami berbagai kesulitan, pertolongan siapa yang aku nantikan?”

Di dalam buku “Mengasihi Yang Mahakudus”, Aiden Wilson Tozer mengatakan, “Apa yang kita pikir tentang Allah, menjelaskan setiap aspek kehidupan kita.” Secara sederhana, kalimat itu dapat diartikan respons dan tindakan kita mencerminkan apa yang kita percayai tentang Allah. Tidak jarang untuk melepaskan diri dari masalah kita malah mencari pelarian, sesuatu yang tidak menyelesaikan masalah itu sendiri. Kita memberi diri untuk terjerat pada kecanduan gawai, pornografi, dan sederet hal lainnya. Respons tersebut sejatinya mencerminkan isi hati kita dan apa yang kita percayai tentang Allah.

Setelah merefleksikan seruan Allah melalui Nabi Yesaya ini, pesan yang menggema bagiku adalah percayalah kepada Allah dan nantikan pertolongan-Nya. Suara pertobatan dari Nabi Yesaya ini patut kita hidupi, bahwa “Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu” (ayat 15). Sumber kekuatan kita sebagai umat Allah di dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan, tidak terletak dari hebatnya pikiran kita dalam mengelola permasalahan kita, bukan juga dari kecanggihannya teknologi, dan bukan juga dari pertolongan orang lain, tetapi berasal dari Allah sendiri. Maka dari itu, respons yang tepat bagi kita, sebagai umat Allah Yang Mahakudus itu, adalah dengan percaya dan menantikan Allah.

Hal yang dapat kita lakukan sebagai wujud kita percaya dan menantikan pertolongan Tuhan adalah berdoa. Kita belajar menantikan pertolongan Allah di masa-masa sulit dengan datang kepada-Nya melalui doa. Kita belajar menyerahkan segala ketakutan dan kekhawatiran kita ke dalam tangan-Nya melalui doa. Di dalam doa juga, kita membuka ruang untuk mengalami pertolongan Tuhan yang sering kali tidak terlihat oleh mata jasmani, tetapi dapat kita rasakan melalui mata batiniah. Dengan berdoa, kita dibawa untuk semakin mengenal Allah, Yang Mahakudus dan rancangan-Nya bagi kita.


Kamu diberkati oleh artikel ini?

Yuk, jadi berkat dengan mendukung pelayanan WarungSateKaMu!


Baca Juga:

Belajar Mengasihi Mereka yang Tak Seiman

Tinggal dalam lingkungan homogen membuatku takut dengan orang yang berbeda iman. Di tempat kerja, aku merasa takut didiskriminasi. Tapi, kutahu ini pandangan yang salah dan Tuhan menolongku untuk mengubahnya.