Posts

Ratapan Mercy

Kamis, 6 Februari 2020

Ratapan Mercy

Baca: Ratapan 2:10-13,18-19

2:10 Duduklah tertegun di tanah para tua-tua puteri Sion; mereka menabur abu di atas kepala, dan mengenakan kain kabung. Dara-dara Yerusalem menundukkan kepalanya ke tanah.

2:11 Mataku kusam dengan air mata, remuk redam hatiku; hancur habis hatiku karena keruntuhan puteri bangsaku, sebab jatuh pingsan kanak-kanak dan bayi di lapangan-lapangan kota.

2:12 Kepada ibunya mereka bertanya: “Mana roti dan anggur?”, sedang mereka jatuh pingsan seperti orang yang gugur di lapangan-lapangan kota, ketika menghembuskan nafas di pangkuan ibunya.

2:13 Apa yang dapat kunyatakan kepadamu, dengan apa aku dapat menyamakan engkau, ya puteri Yerusalem? Dengan apa aku dapat membandingkan engkau untuk dihibur, ya dara, puteri Sion? Karena luas bagaikan laut reruntuhanmu; siapa yang akan memulihkan engkau?

2:18 Berteriaklah kepada Tuhan dengan nyaring, hai, puteri Sion, cucurkanlah air mata bagaikan sungai siang dan malam; janganlah kauberikan dirimu istirahat, janganlah matamu tenang!

2:19 Bangunlah, mengeranglah pada malam hari, pada permulaan giliran jaga malam; curahkanlah isi hatimu bagaikan air di hadapan Tuhan, angkatlah tanganmu kepada-Nya demi hidup anak-anakmu, yang jatuh pingsan karena lapar di ujung-ujung jalan!

Hancur habis hatiku . . . sebab jatuh pingsan kanak-kanak dan bayi di lapangan-lapangan kota. —Ratapan 2:11

Ratapan Mercy

Ayah Mercy menganggap dirinya sakit karena diguna-guna, padahal sebenarnya ia menderita AIDS. Waktu ia meninggal, Mercy yang berumur 10 tahun menjadi semakin dekat dengan ibunya. Namun, ibunya juga jatuh sakit dan meninggal tiga tahun kemudian. Sejak saat itu, kakak Mercy yang mengurus kelima saudaranya. Mercy pun mulai menulis jurnal tentang hidupnya yang penuh kepedihan.

Nabi Yeremia juga mencatat kepedihan yang dialaminya. Dalam kitab Ratapan yang penuh kepiluan, ia menuliskan kekejaman yang dilakukan oleh tentara Babel terhadap bangsa Yehuda. Hati Yeremia sangat berduka karena korban-korban yang berjatuhan masih sangat muda. “Hancur habis hatiku,” serunya, “karena keruntuhan puteri bangsaku, sebab jatuh pingsan kanak-kanak dan bayi di lapangan-lapangan kota” (2:11). Bangsa Yehuda memang pernah melupakan Allah, tetapi anak-anak mereka juga harus membayar harga pemberontakan mereka. “Mereka . . . menghembuskan nafas di pangkuan ibunya,” tulis Yeremia (ay.12).

Mungkin kita mengira Yeremia akan meninggalkan Allah karena kepedihan hatinya. Sebaliknya, ia menguatkan mereka yang selamat dan berkata, “Curahkanlah isi hatimu bagaikan air di hadapan Tuhan, angkatlah tanganmu kepada-Nya demi hidup anak-anakmu” (ay.19).

Adalah baik mencurahkan isi hati kita kepada Allah, seperti yang dilakukan Mercy dan Yeremia. Meratap adalah bagian yang penting dan wajar dari keberadaan kita sebagai manusia. Bahkan ketika Allah mengizinkan penderitaan terjadi, Dia turut berduka bersama kita. Tentulah Dia juga meratap, karena kita diciptakan serupa dan segambar dengan-Nya!—Tim Gustafson

WAWASAN
Yeremia, yang dikenal sebagai “nabi yang meratap,” diyakini sebagai penulis kitab Ratapan. Kitab tersebut mengandung lima puisi. Keempat puisi yang pertama ditulis sebagai puisi akrostik yang menggunakan kedua puluh dua huruf konsonan dari abjad Ibrani untuk menandai awal setiap baitnya. Kitab tersebut meratapi kehancuran Yerusalem dan Bait Suci pada tahun 587 SM, ketika Babel mengalahkan kerajaan Yehuda dan menawan rakyatnya. Penafsir R. K. Harrison dalam Jeremiah and Lamentations (Kitab Yeremia dan Ratapan) menulis: “[Puisi-puisi ini] memperjelas bahwa tragedi sesungguhnya dari kehancuran Yehuda adalah fakta bahwa sebenarnya hal itu dapat dihindari. Penyebab sesungguhnya dari bencana ini adalah rakyat Yehuda sendiri.” Mereka mengabaikan peringatan yang berulang kali diberitakan oleh para nabi Allah dan memilih menyembah berhala daripada Allah yang benar.—Alyson Kieda

Bagaimana caramu mengatasi situasi-situasi yang menyakitkan dalam hidupmu? Apakah kamu merasa terbantu dengan mencatat dalam jurnal dan membagikan catatan tentang pergumulanmu itu kepada seorang teman?

Ya Allah, aku menderita karena __________________________. Engkau tahu seluruh penderitaanku. Tunjukkanlah kekuatan-Mu dalam hidupku hari ini.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 39-40; Matius 23:23-39

Handlettering oleh Caroline

Adakah Kau di Sana?

Sabtu, 13 April 2019

Adakah Kau di Sana?

Baca: Keluaran 3:11-14

3:11 Tetapi Musa berkata kepada Allah: “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?”

3:12 Lalu firman-Nya: “Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah kepada Allah di gunung ini.”

3:13 Lalu Musa berkata kepada Allah: “Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? —apakah yang harus kujawab kepada mereka?”

3:14 Firman Allah kepada Musa: “AKU ADALAH AKU.” Lagi firman-Nya: “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.”

Bukankah Aku akan menyertai engkau? —Keluaran 3:12

Adakah Kau di Sana?

Ketika istrinya tertular penyakit yang berpotensi menyebabkan kematian, Michael berharap istrinya mengalami damai sejahtera seperti yang ia alami lewat hubungan pribadinya dengan Allah. Ia sudah pernah menceritakan tentang imannya kepada sang istri, tetapi istrinya tidak tertarik. Suatu hari, ketika sedang berjalan melewati sebuah toko buku, ada judul buku menarik perhatiannya: Allah, Adakah Kau di Sana? Karena tidak yakin pada reaksi istrinya bila diberi buku tersebut, Michael beberapa kali keluar-masuk toko itu sebelum kemudian membelinya juga. Ia cukup terkejut ketika istrinya mau menerima buku tersebut.

Buku itu menyentuh hati sang istri, dan ia mulai membaca Alkitab juga. Dua minggu kemudian, istri Michael meninggal dunia—dalam damai bersama Allah dan beristirahat dengan tenang karena meyakini Allah tidak akan pernah meninggalkannya.

Ketika Allah memanggil Musa untuk memimpin umat-Nya keluar dari Mesir, Dia tidak menjanjikan kekuasaan kepada Musa. Akan tetapi, Dia menjanjikan kehadiran-Nya: “Aku akan menyertai engkau” (Kel. 3:12). Dalam pesan terakhir-Nya kepada para murid sebelum penyaliban, Yesus juga menjanjikan kehadiran Allah yang kekal, yang akan mereka terima melalui Roh Kudus (Yoh. 15:26).

Ada banyak hal yang dapat Allah berikan untuk menolong kita melewati berbagai tantangan hidup, seperti kenyamanan materi, kesembuhan, atau solusi cepat terhadap masalah-masalah kita. Kadang-kadang Dia melakukannya. Namun, anugerah terbesar yang Dia berikan adalah diri-Nya sendiri. Inilah penghiburan terbesar yang kita miliki: apa pun yang terjadi dalam hidup ini, Dia akan selalu menyertai kita dan tidak akan pernah meninggalkan kita. —Leslie Koh

WAWASAN

Kepastian penyertaan Allah bagi Musa dan umat Israel dinyatakan dengan kata Ibrani yang muncul empat kali dalam bacaan hari ini, yaitu hayah. Pada ayat 12, kata itu diterjemahkan menjadi, “Aku akan menyertai engkau.” Kata yang cukup kompleks ini juga merupakan nama pribadi Allah dalam perjanjian-Nya dengan Israel. Tiga kali kata ini diterjemahkan sebagai, “AKU ADALAH AKU” dalam ayat 14. Ketika dipakai sebagai kata benda penunjuk orang (nama), huruf-huruf penyusunnya dialihbahasakan menjadi “Yahweh”. Kata “TUHAN” yang ditulis dengan huruf kapital dalam berbagai versi terjemahan bahasa Indonesia juga berasal dari kata hayah, menyatakan keberadaan Allah yang kekal.
Yohanes 1:14 mencatat bahwa Firman Allah yang kekal “telah menjadi manusia, dan diam di antara kita.” Juga dalam Injil Yohanes, Yesus menyebut diri-Nya sebagai Anak Allah yang kekal melalui berbagai pernyataan “Akulah,” salah satunya yang paling gamblang, “Sebelum Abraham jadi, Aku telah ada” (8:58). —Arthur Jackson

Bagaimana Anda dapat dikuatkan oleh kehadiran Allah? Bagaimana Anda menjalani hidup secara berbeda karena tahu bahwa Dia menyertai setiap langkah Anda?

Tuhan, terima kasih untuk janji indah bahwa Engkau akan selalu bersamaku. Di tengah krisis dan rutinitas kehidupan ini, izinkan aku belajar mengandalkan kehadiran-Mu, karena aku tahu Engkau berjalan bersamaku.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 22–24; Lukas 12:1-31

Handlettering oleh Tora Tobing

Dari Ratapan Menjadi Pujian

Rabu, 20 Maret 2019

Dari Ratapan Menjadi Pujian

Baca: Mazmur 30

30:1 Mazmur. Nyanyian untuk pentahbisan Bait Suci. Dari Daud.

30:2 Aku akan memuji Engkau, ya TUHAN, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan tidak memberi musuh-musuhku bersukacita atas aku.

30:3 TUHAN, Allahku, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan aku.

30:4 TUHAN, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur.

30:5 Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya, dan persembahkanlah syukur kepada nama-Nya yang kudus!

30:6 Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai.

30:7 Dalam kesenanganku aku berkata: “Aku takkan goyah untuk selama-lamanya!”

30:8 TUHAN, oleh karena Engkau berkenan, Engkau telah menempatkan aku di atas gunung yang kokoh; ketika Engkau menyembunyikan wajah-Mu, aku terkejut.

30:9 Kepada-Mu, ya TUHAN, aku berseru, dan kepada Tuhanku aku memohon:

30:10 “Apakah untungnya kalau darahku tertumpah, kalau aku turun ke dalam lobang kubur? Dapatkah debu bersyukur kepada-Mu dan memberitakan kesetiaan-Mu?

30:11 Dengarlah, TUHAN, dan kasihanilah aku, TUHAN, jadilah penolongku!”

30:12 Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah Kaubuka, pinggangku Kauikat dengan sukacita,

30:13 supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu dan jangan berdiam diri. TUHAN, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu.

Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, . . . pinggangku Kauikat dengan sukacita. —Mazmur 30:12

Daily Quotes ODB

Kim mulai berjuang melawan kanker payudara pada tahun 2013. Empat hari setelah pengobatannya berakhir, Kim didiagnosis menderita penyakit paru-paru stadium lanjut dan diberi tahu bahwa harapan hidupnya hanya sisa tiga sampai lima tahun. Ia sedih sekali, dan di tahun pertama, ia sering berdoa dan menangis di hadapan Tuhan. Waktu saya bertemu Kim lagi pada tahun 2015, ia sudah lebih berserah kepada Allah dan memancarkan sukacita serta kedamaian yang menular ke banyak orang. Meski masih bergumul, penderitaan Kim yang berat itu diubah Allah menjadi kesaksian indah yang penuh harapan lewat semangat yang ia teruskan kepada orang lain.

Saat kita berada dalam situasi yang menakutkan, Allah sanggup mengubah ratapan kita menjadi tari-tarian. Meski kesembuhan dari-Nya tidak selalu sesuai dengan yang kita harapkan, kita bisa mempercayai jalan-jalan Allah (Mzm. 30:2-4). Meskipun jalan yang harus kita tempuh bersimbah air mata, tetap tidak terhitung banyaknya alasan untuk memuji Dia (ay.5). Kita dapat bersukacita dalam Allah, dan Dia akan meneguhkan iman kita (ay.6-8). Kita bisa berseru meminta belas kasihan-Nya (ay.9-11), mensyukuri harapan yang Dia bawa kepada begitu banyak orang yang menangis dan memohon kepada-Nya. Hanya Allah yang dapat mengubah ratapan putus asa menjadi sukacita besar yang tidak tergantung pada keadaan (ay.12-13).

Saat Allah yang berbelaskasihan itu menghibur kita yang bersedih, Dia melingkupi kita dengan damai sejahtera dan memampukan kita menyalurkan belas kasihan itu kepada orang lain dan diri sendiri. Allah yang penuh kasih setia itu sanggup dan memang mengubah ratapan kita menjadi pujian, bahkan kita mampu mempercayai-Nya sepenuh hati, memuji dan menari-nari dengan penuh sukacita. —Xochitl Dixon

Apakah sumber damai dan sukacita sejati? Apa artinya berserah total kepada Allah?

Tuhan, peganglah kami erat-erat karena kami percaya Engkau sanggup mengubah ratapan kami menjadi pujian.

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 4-6; Lukas 1:1-20

Maksud dari Penderitaan?

Minggu, 3 Maret 2019

Maksud dari Penderitaan?

Baca: 2 Korintus 1:3-7

1:3 Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan,

1:4 yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah.

1:5 Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah.

1:6 Jika kami menderita, hal itu menjadi penghiburan dan keselamatan kamu; jika kami dihibur, maka hal itu adalah untuk penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh kekuatan untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang sama seperti yang kami derita juga.

1:7 Dan pengharapan kami akan kamu adalah teguh, karena kami tahu, bahwa sama seperti kamu turut mengambil bagian dalam kesengsaraan kami, kamu juga turut mengambil bagian dalam penghiburan kami.

[Allah] menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. —2 Korintus 1:4

Daily Quotes ODB

Ketika Siu Fen menerima kabar bahwa dirinya mengalami gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah seumur hidup, rasanya ia ingin menyerah saja. Sebagai pensiunan yang hidup melajang, ia merasa tidak ada gunanya lagi hidup. Namun, teman-teman meyakinkannya untuk bertahan dan melakukan cuci darah, serta terus percaya bahwa Tuhan akan menolongnya.

Dua tahun kemudian, ia mengunjungi seorang teman gereja yang sakit parah dan mendapati keadaannya persis dengan apa yang pernah dialaminya. Teman itu merasa kesepian, karena tidak banyak orang yang benar-benar memahami kondisinya. Namun, Siu Fen memahami betul penderitaan fisik dan emosional wanita itu sehingga ia bisa menjadi dekat dengannya. Pengalaman Siu Fen membuatnya bisa mendampingi wanita itu dan memberikan penghiburan yang tidak dapat diberikan oleh orang lain. “Kini saya melihat Allah masih bisa memakai saya,” katanya.

Mungkin sulit dimengerti mengapa kita menderita. Namun, Allah dapat memakai penderitaan kita dengan cara yang tidak terduga. Saat kita berpaling kepada-Nya untuk menerima penghiburan dan kasih di tengah masalah, kita juga dikuatkan untuk menolong orang lain. Tidak heran Paulus pun belajar melihat maksud dari penderitaannya sendiri: Ia mendapat kesempatan menerima penghiburan dari Allah, yang kemudian dapat digunakannya untuk memberkati orang lain (2Kor. 1:3-5). Kita tidak diminta untuk menyangkali kesakitan dan penderitaan kita, tetapi kita percaya Allah sanggup menggunakannya untuk kebaikan. —Leslie Koh

Bagaimana Allah telah memakaimu untuk menghibur orang lain? Bagaimana imanmu telah menolongmu bertahan selama ini?

Tuhan, tolong aku tetap mempercayai-Mu di tengah kesulitan, karena yakin bahwa aku akan menerima penghiburan yang tak terbatas dari-Mu dan dimampukan untuk membagikannya kepada orang lain.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 28–30; Markus 8:22-38

Berdoa dan Bertumbuh

Senin, 18 Februari 2019

Berdoa dan Bertumbuh

Baca: Yunus 4

4:1 Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia.

4:2 Dan berdoalah ia kepada TUHAN, katanya: “Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya.

4:3 Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup.”

4:4 Tetapi firman TUHAN: “Layakkah engkau marah?”

4:5 Yunus telah keluar meninggalkan kota itu dan tinggal di sebelah timurnya. Ia mendirikan di situ sebuah pondok dan ia duduk di bawah naungannya menantikan apa yang akan terjadi atas kota itu.

4:6 Lalu atas penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang pohon jarak melampaui kepala Yunus untuk menaunginya, agar ia terhibur dari pada kekesalan hatinya. Yunus sangat bersukacita karena pohon jarak itu.

4:7 Tetapi keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah datanglah seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu.

4:8 Segera sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah angin timur yang panas terik, sehingga sinar matahari menyakiti kepala Yunus, lalu rebahlah ia lesu dan berharap supaya mati, katanya: “Lebih baiklah aku mati dari pada hidup.”

4:9 Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus: “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” Jawabnya: “Selayaknyalah aku marah sampai mati.”

4:10 Lalu Allah berfirman: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula.

4:11 Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?”

Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita. —Kolose 3:17

Berdoa dan Bertumbuh

Ketika istrinya mengidap penyakit Alzheimer, kawan saya David sangat bergumul dengan berbagai perubahan yang harus dijalaninya. Ia harus pensiun dini, dan ketika penyakit itu semakin parah, istrinya memerlukan perhatian yang lebih besar.

“Aku sangat marah kepada Allah,” katanya kepada saya. “Namun, semakin sering aku mendoakannya, semakin Allah membukakan hatiku dan menunjukkan betapa egoisnya aku dalam pernikahan kami selama ini.” Air matanya berlinang saat ia berkata, “Sudah sepuluh tahun istriku sakit, tetapi Allah menolongku untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Sekarang, aku merawatnya karena cintaku padanya dan karena aku mengasihi Yesus. Merawat istriku adalah kehormatan terbesar dalam hidupku.”

Kadang, Allah bukan menjawab doa-doa kita dengan memberikan apa yang kita inginkan, melainkan dengan menantang kita untuk berubah. Ketika Nabi Yunus marah karena Allah menyelamatkan kota Niniwe yang jahat dari kehancuran, Allah menumbuhkan pohon jarak untuk menaungi Yunus dari terik matahari (Yun. 4:6). Lalu, Tuhan membuat pohon jarak itu layu. Saat Yunus mengeluh, Allah menjawab, “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” (ay.7-9). Yunus yang hanya mementingkan dirinya tetap berusaha membenarkan diri. Namun, Allah menantangnya untuk memikirkan orang lain dan mempunyai belas kasihan.

Adakalanya, Allah memakai doa kita dengan cara tak terduga untuk membuat kita belajar dan bertumbuh. Bukalah hati untuk perubahan itu karena Allah ingin mengubah kita dengan kasih-Nya. —James Banks

Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau menolongku bertumbuh saat aku berdoa. Tolong aku untuk mengenali kehendak-Mu atas hidupku hari ini.

Allah membuat kita bertumbuh ketika kita menyediakan waktu untuk bersekutu dengan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 23-24; Markus 1:1-22

Bersyukur Memuliakan Allah

Jumat, 30 November 2018

Bersyukur Memuliakan Allah

Baca: Mazmur 50:8-15

50:8 Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku?

50:9 Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu,

50:10 sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di gunung.

50:11 Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku.

50:12 Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya.

50:13 Daging lembu jantankah Aku makan, atau darah kambing jantankah Aku minum?

50:14 Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi!

50:15 Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku.” Sela

Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku. —Mazmur 50:15

Bersyukur Memuliakan Allah

Dokter tidak mengerutkan keningnya, meskipun ia sedang berbicara dengan suami saya tentang hasil diagnosis kankernya yang baru keluar. Sambil tersenyum, dokter memberikan saran: awalilah setiap hari dengan bersyukur. “Setidaknya untuk tiga hal,” kata dokter itu. Suami saya, Dan, setuju karena ia tahu bahwa ucapan syukur membuka hati kita untuk dikuatkan dalam kebaikan Allah. Jadi, Dan mengawali setiap harinya dengan kata-kata pujian. Allah, terima kasih untuk tidur malam yang nyenyak, tempat tidur yang bersih, sinar matahari, sarapan yang terhidang, dan bibir yang masih bisa tersenyum.

Setiap kata tersebut diucapkannya dengan tulus. Namun, tidakkah itu terdengar sepele? Apakah pujian kita untuk hal-hal kecil dalam hidup ini ada artinya bagi Allah yang Mahakuasa? Dalam Mazmur 50, Asaf, pemimpin pujian di kerajaan Daud, memberikan jawaban yang jelas. Allah tidak memerlukan lembu atau kambing jantan dari kandang kita (ay.9). Alih-alih mempersembahkan korban syukur secara formal seperti yang dilakukan bangsa Israel, Allah rindu umat-Nya memberikan hati dan hidup mereka dengan ucapan syukur kepada Dia (ay.14,23).

Seperti yang dialami suami saya, ucapan syukur yang tulus akan membangkitkan semangat kita. Kemudian, saat kita berseru kepada Tuhan “pada waktu kesesakan,” Dia akan “meluputkan” kita (ay.15). Apakah ini berarti Dan akan disembuhkan, secara rohani dan jasmani, selama dua tahun perawatannya? Atau tidak disembuhkan pada masa hidupnya sekarang? Kami tidak tahu. Namun, untuk saat ini, Dan senang menunjukkan kepada Allah betapa ia bersyukur atas kasih-Nya dan atas keberadaan-Nya: Dialah Penebus. Penyembuh. Sahabat. Tuhan senang mendengar kata-kata indah ini: Terima kasih. —Patricia Raybon

Ucapan syukurku diterima-Nya dengan sukacita.

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 37-39; 2 Petrus 2

Berbuat Semampu Kita

Jumat, 9 November 2018

Berbuat Semampu Kita

Baca: Filipi 2:1-11

2:1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,

2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,

2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;

2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,

2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,

2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.

2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,

2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,

2:11 dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus. —Filipi 2:5

Berbuat Semampu Kita

Meski hanya bisa berbaring di tempat tidur, Morrie Boogaart yang berusia 92 tahun tetap bekerja merajut topi untuk para tunawisma di Michigan. Kabarnya Boogaart berhasil membuat lebih dari 8.000 topi dalam waktu 15 tahun. Alih-alih memikirkan masalah kesehatan dan keterbatasannya, Boogaart berbuat semampunya untuk menempatkan kebutuhan orang lain di atas dirinya sendiri. Ia berkata bahwa pekerjaan itu membuatnya senang dan memberinya tujuan hidup. Ia berkata, “Saya akan terus melakukannya sampai saya pulang ke rumah Bapa”—dan Allah memanggilnya pulang pada Februari 2018. Meski sebagian besar penerima topi buatannya tidak tahu kisah hidup Boogaart atau pengorbanan yang ia berikan untuk merajut setiap topi, ketekunan kasihnya dalam perbuatan yang sederhana itu kini menginspirasi banyak orang di seluruh dunia.

Kita juga bisa mengesampingkan pergumulan kita, mengutamakan orang lain, dan meneladani Juruselamat kita yang penuh belas kasihan, Yesus Kristus (Flp. 2:1-5). Allah dalam daging—Raja atas segala raja—telah “mengambil rupa seorang hamba” dalam segala kerendahan hati (ay.6-7). Dengan memberikan nyawa-Nya—sebagai pengorbanan terbesar—Dia menggantikan tempat kita di kayu salib (ay.8). Yesus telah memberikan segalanya untuk kita . . . semuanya demi kemuliaan Allah Bapa (ay.9-11).

Sebagai orang percaya, kita mempunyai hak istimewa untuk menunjukkan kasih dan perhatian kepada orang lain melalui perbuatan baik kita. Sekalipun kita merasa tidak banyak hal yang bisa kita berikan, kita tetap bisa mengambil sikap sebagai hamba. Kita dapat aktif mencari kesempatan untuk membawa pengaruh dalam hidup orang lain dengan berbuat semampu kita dalam melayani mereka. —Xochitl Dixon

Kita dapat meneladani kasih Kristus dengan berbuat semampu kita dalam pelayanan kepada orang lain.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 46-47; Ibrani 6

Yesus Tahu Alasannya

Selasa, 24 Juli 2018

Yesus Tahu Alasannya

Baca: Markus 8:22-26

8:22 Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Betsaida. Di situ orang membawa kepada Yesus seorang buta dan mereka memohon kepada-Nya, supaya Ia menjamah dia.

8:23 Yesus memegang tangan orang buta itu dan membawa dia ke luar kampung. Lalu Ia meludahi mata orang itu dan meletakkan tangan-Nya atasnya, dan bertanya: “Sudahkah kaulihat sesuatu?”

8:24 Orang itu memandang ke depan, lalu berkata: “Aku melihat orang, sebab melihat mereka berjalan-jalan, tetapi tampaknya seperti pohon-pohon.”

8:25 Yesus meletakkan lagi tangan-Nya pada mata orang itu, maka orang itu sungguh-sungguh melihat dan telah sembuh, sehingga ia dapat melihat segala sesuatu dengan jelas.

8:26 Sesudah itu Yesus menyuruh dia pulang ke rumahnya dan berkata: “Jangan masuk ke kampung!”

Setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya. —Matius 7:28

Yesus Tahu Alasannya

Ada teman-teman saya yang telah sembuh sebagian, tetapi masih berjuang menghadapi aspek-aspek memilukan dari penyakit mereka. Ada teman-teman lain yang telah dipulihkan dari kecanduan, tetapi masih bergumul dengan perasaan tak layak dan kebencian terhadap diri sendiri. Saya pun bertanya-tanya, Mengapa Allah tidak memulihkan mereka sepenuhnya—agar mereka tidak lagi menderita selamanya?

Dalam Markus 8:22-26, kita membaca tentang Yesus yang menyembuhkan seorang yang buta sejak lahir. Pertama-tama Yesus membawa orang itu keluar dari kampung. Kemudian Dia meludahi mata orang itu dan “meletakkan tangan-Nya atasnya.” Orang itu mengatakan bahwa ia sekarang melihat orang “berjalan-jalan, tetapi tampaknya seperti pohon-pohon.” Lalu Yesus menyentuh mata orang itu lagi, dan ia pun dapat melihat “segala sesuatu dengan jelas.”

Dalam pelayanan-Nya, perkataan dan perbuatan Yesus sering mengejutkan serta membingungkan orang banyak dan juga murid-murid-Nya (Mat. 7:28; Luk. 8:10; 11:14). Banyak murid bahkan mengundurkan diri (Yoh. 6:60-66). Mukjizat dalam dua tahap itu pasti juga membuat bingung. Mengapa Yesus tidak langsung menyembuhkan orang itu?

Kita tidak tahu alasannya. Namun, Yesus tahu apa yang dibutuhkan orang buta tersebut—dan para murid yang melihat penyembuhannya—pada saat itu. Yesus pun tahu apa yang kita butuhkan hari ini untuk membawa kita lebih dekat dalam hubungan kita dengan-Nya. Meskipun kita tidak akan selalu mengerti, kita dapat meyakini bahwa Allah bekerja dalam hidup kita dan dalam hidup orang-orang yang kita kasihi. Dia pasti akan memberi kita kekuatan, keberanian, dan kejelasan yang dibutuhkan agar kita tetap setia mengikut Dia. —Alyson Kieda

Terima kasih Tuhan, Engkau begitu mengenal kami dan menyediakan apa yang paling kami butuhkan. Bukalah mata kami untuk melihat-Mu dan hati kami untuk memahami firman-Mu.

Bukalah mata kami, Tuhan. Kami ingin melihat Yesus. Robert Cull

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 35-36; Kisah Para Rasul 25

Mempercayai Allah meski Ragu

Rabu, 6 Desember 2017

Mempercayai Allah meski Ragu

Baca: Daniel 3:13-25

3:13 Sesudah itu Nebukadnezar memerintahkan dalam marahnya dan geramnya untuk membawa Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadap. Setelah orang-orang itu dibawa menghadap raja,

3:14 berkatalah Nebukadnezar kepada mereka: “Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu?

3:15 Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?”

3:16 Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini.

3:17 Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja;

3:18 tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”

3:19 Maka meluaplah kegeraman Nebukadnezar, air mukanya berubah terhadap Sadrakh, Mesakh dan Abednego; lalu diperintahkannya supaya perapian itu dibuat tujuh kali lebih panas dari yang biasa.

3:20 Kepada beberapa orang yang sangat kuat dari tentaranya dititahkannya untuk mengikat Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan mencampakkan mereka ke dalam perapian yang menyala-nyala itu.

3:21 Lalu diikatlah ketiga orang itu, dengan jubah, celana, topi dan pakaian-pakaian mereka yang lain, dan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala.

3:22 Karena titah raja itu keras, dipanaskanlah perapian itu dengan luar biasa, sehingga nyala api itu membakar mati orang-orang yang mengangkat Sadrakh, Mesakh dan Abednego itu ke atas.

3:23 Tetapi ketiga orang itu, yakni Sadrakh, Mesakh dan Abednego, jatuh ke dalam perapian yang menyala-nyala itu dengan terikat.

3:24 Kemudian terkejutlah raja Nebukadnezar lalu bangun dengan segera; berkatalah ia kepada para menterinya: “Bukankah tiga orang yang telah kita campakkan dengan terikat ke dalam api itu?” Jawab mereka kepada raja: “Benar, ya raja!”

3:25 Katanya: “Tetapi ada empat orang kulihat berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah api itu; mereka tidak terluka, dan yang keempat itu rupanya seperti anak dewa!”

Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami. —Daniel 3:17

Mempercayai Allah meski Ragu

Karena cedera yang terjadi pada tahun 1992, saya mengalami sakit kronis pada punggung bagian atas, bahu, dan leher saya. Selama momen-momen yang paling menyiksa dan menyakitkan, tidaklah mudah untuk selalu mempercayai atau memuji Tuhan. Namun ketika rasa sakitnya tak tertahankan, kehadiran Allah yang setia selalu menghibur saya. Dia menguatkan dan meyakinkan saya akan kebaikan-Nya yang tidak berubah, kuasa-Nya yang tak terbatas, dan anugerah-Nya yang menopang saya. Ketika tergoda untuk meragukan Tuhan, saya dikuatkan oleh teladan iman dari Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Mereka menyembah Allah dan percaya bahwa Dia menyertai mereka, bahkan dalam situasi sulit yang sepertinya tanpa jalan keluar.

Raja Nebukadnezar mengancam akan melemparkan mereka ke dalam perapian yang menyala jika mereka terus menyembah Allah yang sejati dan tidak menyembah patung emasnya (Dan. 3:13-15). Ketiga pemuda itu menunjukkan iman yang sangat berani dan teguh. Mereka tidak pernah meragukan Allah yang mereka puja (ay.17), sekalipun “seandainya” Allah tidak melepaskan mereka dari kesulitan mereka (ay.18). Dan Allah tidak meninggalkan mereka sendirian di saat mereka membutuhkan; Dia mendampingi dan melindungi mereka di dalam tungku api (ay.24-25).

Allah juga tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Dia selalu menyertai kita di hadapan segala ujian yang mengancam keberadaan kita layaknya tungku api Nebukadnezar. Namun seandainya penderitaan kita tak juga berakhir sampai akhir hayat kita, Allah tetap dan akan selalu baik, berkuasa, dan layak dipercaya. Kita dapat mengandalkan kehadiran-Nya yang penuh kasih dan tak berubah. —Xochitl Dixon

Tuhan, terima kasih karena Engkau selalu menyertai kami, apa pun yang kami alami.

Beriman berarti kita mengandalkan karakter Allah Mahakuasa yang tidak pernah berubah, dan bukan keadaan di sekeliling kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Daniel 3-4 dan 1 Yohanes 5