Posts

Rahasia untuk Tidak Mengeluh

Hari ke-11 | 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi
Baca Konteks Historis Kitab Filipi di sini

Baca: Filipi 2:14-18

2:14 Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan,

2:15 supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia,

2:16 sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah.

2:17 Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian.

2:18 Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku.

Tidaklah sulit untuk mengingat kapan terakhir kali aku menggerutu tentang sesuatu atau seseorang—kemarin, lebih tepatnya. Aku sedang melewati masa-masa sulit di kantorku dan aku pun mengeluh. Semakin aku menggerutu, semakin aku merasa tidak bahagia; semakin aku merasa tidak bahagia, semakin banyak aku menggerutu.

Itu bukanlah hidup dan sikap yang Tuhan ingin kita jalani, baik itu di rumah, di gereja, di sekolah, atau di kantor. Tuhan, melalui Paulus, mendorong kita untuk “berperilaku yang layak bagi Injil Kristus” (Filipi 1:27). Kita dapat membuktikan kesetiaan kita kepada Kristus dengan cara menaati Tuhan dengan hormat. Dan satu cara untuk menghidupi ketaatan kita adalah melakukan semuanya “tanpa mengeluh atau membantah” (2:14).

Ya, ketika Paulus mengatakan semuanya, ia serius: bahkan ketika kita diminta melakukan hal yang tidak kita mengerti atau tidak kita suka, ketika doa-doa kita tidak dijawab, dan ketika kita sedang melewati kesulitan dan penganiayaan. Semuanya.

Ketika aku membaca ayat-ayat ini, aku teringat bagaimana orang Israel dulu menggerutu dan mempertanyakan pemimpin mereka saat berada di tengah padang gurun (Keluaran 15:24, 16:8). Sikap orang-orang Israel yang sering mengeluh dan mempertanyakan Tuhan akan situasi mereka merupakan suatu bentuk ketidaktaatan. Hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak percaya kepada Tuhan. Begitu juga segala keluh kesah dan gerutuan kita. Ketika kita melakukannya, semuanya itu tidak hanya diarahkan kepada sesuatu atau seseorang saja, tetapi kita juga melakukannya kepada Tuhan sendiri.

Gerutuan kita bukan hanya merupakan sebuah bentuk ketidaktaatan, itu juga adalah sebuah kesaksian yang buruk bagi orang-orang sekitar kita. Sebagai orang-orang Kristen yang adalah bagian—tapi terpisah dari—dunia ini, kita seharusnya bersinar layaknya terang, mengikuti teladan Kristus (Yohanes 8:12). Tapi, seringkali kita gagal hidup seperti itu. Ketika aku mengeluh kepada teman sekerjaku, aku bertanya-tanya, siapakah yang mereka lihat: Kristus hidup di dalamku, atau aku yang berlaku layaknya salah satu dari mereka?

Tapi pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa menemukan kekuatan untuk melakukan semuanya tanpa mengeluh?

Dengan berpegang kepada firman Tuhan (ayat 16), kata Paulus. Bukan hanya itu, kita sudah dijanjikan bahwa Tuhan akan memungkinkan dan melengkapi kita untuk melakukan kehendak-Nya melalui Roh Kudus (Filipi 2:13).

Ketika kita bisa menahan diri dari menggerutu, mungkin kakak rohani atau pemimpin rohani kita pun turut berbangga atas kita. Paulus mendorong para jemaat Filipi untuk hidup taat dalam Tuhan, agar ia punya alasan untuk berbangga ketika Kristus kembali. Buah yang dihasilkan para jemaat Filipi sangat membahagiakan Paulus (ayat 17), dan merupakan bukti bahwa pengorbanannya untuk mereka tidaklah sia-sia.

Tidaklah mudah untuk menghentikan diri kita sendiri dari mengeluh tentang hal-hal yang tidak kita sukai. Bagiku, masih sulit sekali untuk mengendalikan ucapanku ketika aku mengalami hari yang buruk di kantor, terutama ketika semua orang sekitarku sedang mengeluh karena frustrasi. Tapi ketika aku mengingat identitasku dalam Kristus—bahwa aku telah dikuatkan untuk hidup berbeda dari yang lain—aku sedang belajar untuk mengendalikan kata-kataku setiap hari. Alih-alih marah dan melontarkan kata-kata kasar, aku memilih untuk diam sejenak. Alih-alih mengomel kepada orang-orang di sekitarku, aku menenangkan diri dan berdoa. Aku pun mengalami kebahagiaan dan ketenangan yang didapat dari mengikuti-Nya dengan taat dan beristirahat dalam kekuasaan-Nya.

Memang tidak mudah. Tapi, ketika kita berdoa dan merenungkan tentang mengapa dan bagaimana, kita dapat menghindar dari tingkah laku tersebut. Kita akan tahu bahwa kepuasan yang kita dapatkan dari menggerutu dan mengeluh tidak sebanding dengan hidup dalam sikap yang layak di hadapan firman Tuhan, dan kebahagiaan yang dirasakan oleh pemimpin kita, diri kita, dan Kristus sendiri.—Wendy Wong, Singapura

Handlettering oleh Vivi Lio

Pertanyaan untuk direnungkan

1. Pernahkah kamu merasa tergoda untuk mengeluh dan marah-marah? Apa yang terjadi ketika kamu melakukannya?

2. Adakah hal-hal dalam kehidupanmu yang membuatmu susah untuk tidak mengeluh atau marah-marah? Tuliskanlah semuanya itu dan doakanlah.

3. Apakah kita bersinar terang bagaikan bintang di tengah-tengah dunia yang penuh dengan orang yang jahat? Apakah cara kita untuk dapat bersinar di dalam dunia seperti itu?

Bagikan jawaban atas perenunganmu ini di kolom komentar. Kiranya jawaban sobat muda dapat menjadi inspirasi dan berkat bagi orang lain.

Tentang Penulis:

Wendy Wong, Singapura | Hari yang sempurna menurut Wendy adalah menyantap peanut buter, hiking, naik sepeda, atau saat teduh bersama Tuhan. Sebagai seoang penulis, Wendy berharap tiap tulisannya jadi alat untuk memuliakan Tuhan.

Baca 30 Hari Saat Teduh bersama Kitab Filipi