Posts

SinemaKaMu: Pelajaran dari Para Minion

Oleh: Cindy Hendrietta, Indonesia
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: What I’ve Learned from Minions

pelajaran-dari-para-minion

Beberapa waktu lalu, aku pergi ke bioskop dengan teman-temanku untuk menonton aksi nyentrik sekelompok makhluk lucu yang badannya berbentuk seperti kapsul, kecil, kuning, dan selalu memakai baju kodok (jumpsuit) berwarna biru. Yep, kami menonton Minions, sebuah film yang mengisahkan bagaimana makhluk-makhluk yang tidak terampil apa-apa tetapi sangat menggemaskan ini bertemu dan menjadi anak buah Gru, “pahlawan” tak terduga dalam film Despicable Me.

Yang membuatku terkesan adalah keinginan besar para minion untuk menemukan seorang tuan yang dapat mereka layani. Selama ribuan tahun, mereka telah mencari seorang pribadi yang lebih besar dan hebat, kepada siapa mereka dapat memberikan segenap hati dan hidup mereka. Para minion menjalani hari-hari mereka dengan bergembira dan melakukan segala sesuatu sesuka hati mereka, tetapi tanpa seorang tuan, hidup mereka terasa kosong dan tidak bermakna. Upaya mereka untuk menemukan seorang tuan untuk mereka layani menjadi inti cerita dari film ini.

Sembari menontonnya, aku tersadar betapa kita manusia juga punya kesamaan dengan mereka. Kita ingin mendapatkan kesenangan, tujuan, dan keberhasilan dalam hidup. Jiwa kita terus mencari kepuasan, tetapi kerap kita tidak dapat menemukannya. Sebab itu, kita kemudian memandang ke atas dan mencari seseorang atau sesuatu yang lebih tinggi, yang lebih agung, yang dapat kita hormati.

Aku diingatkan dengan kejadian dua tahun lalu ketika aku sedang duduk di aula gerejaku, bingung tentang masa depanku, tentang bagaimana aku harus menjalani hidupku, dan tentang apa yang sebenarnya kuperjuangkan dalam hidup. Aku mengikuti kebaktian pemuda pada hari itu, dan tema khotbahnya adalah “Minion-nya Tuhan” (minion= pengikut, pelayan rendahan dari seseorang yang berkuasa). Pada saat itu, aku tidak merasa bahwa Tuhan sedang memanggil aku atau menyatakan hadirat-Nya kepadaku.

Peristiwa lain pun melintas di pikiranku. Dua minggu lalu, seorang temanku memutuskan untuk mempersembahkan sisa hidupnya untuk melayani Tuhan penuh waktu. Aku tidak terlalu mengenalnya. Aku hanya pernah mendengar sekilas bahwa ia ingin menjadi pelayan Tuhan penuh waktu dan akan belajar di sekolah Alkitab. Entah kenapa, aku tidak bisa melupakan teman itu serta komitmennya kepada Tuhan. Sepertinya Tuhan memakai ingatan akan peristiwa tersebut untuk mengajar aku agar secara serius memikirkan komitmenku kepada Tuhan, sama seperti temanku.

Beberapa hari setelah menonton film Minion, aku menghadiri ibadah perayaan ulang tahun ke-70 dari gerejaku; dan aku tahu itu saatnya aku meresponi panggilan Tuhan. Bersama-sama dengan sekitar 500 pemuda lainnya, aku mendedikasikan hidupku sepenuhnya untuk melayani Tuhan—siap diperlengkapi untuk menjadi para “minion”-nya Tuhan.

Sejak hari itu, Tuhan selalu memotivasiku untuk mencari Dia melalui firman-Nya. Aku didorong oleh berbagai ayat dalam Alkitab untuk senantiasa mengarahkan pandanganku kepada-Nya, peka mendengar panggilan-Nya, dan bertindak seturut dengan kehendak-Nya. Setiap hari aku diingatkan bahwa Tuhan adalah satu-satunya Tuan yang benar, satu-satunya Pribadi yang dapat memberi kita makna dan tujuan dalam hidup ini.

Aku bersyukur bahwa Allah adalah Tuan kita. Dalam Mazmur 46:11, Dia berfirman: “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!”

Haruskah Aku

Oleh: Sandro H. Sirait

Haruskah

Haruskah aku diremukkan hatinya dulu
hingga aku menghargai Sang Pencipta Hati?

Haruskah aku mengalami kegagalan dulu
hingga aku tersungkur di hadapan Yang Tak Pernah Gagal?

Haruskah aku dibenci habis-habisan dulu
hingga bisa percaya ada Kasih yang Tak Pernah Habis?

Haruskah aku jatuh tergeletak dulu
hingga aku mengenal Pribadi yang sanggup mengangkatku?

Haruskah aku berjalan di lembah kekelaman dulu
hingga aku berteriak mencari-cari Terang?

Haruskah aku dibuat miskin dulu
hingga aku menyadari anugerah Sang Penyedia?

Haruskah aku dibuat sakit dulu
hingga aku mencari Sang Penyembuh?

Haruskah aku dijatuhkan ke dasar terbawah dulu
hingga aku tergerak untuk melihat ke Atas?

Haruskah aku didesak sampai batas kekuatanku
hingga aku mau rajin menimba Hikmat?

Haruskah aku dibiarkan tersesat dulu
hingga aku mau menyimak petunjuk Yang Benar?

Haruskah aku buta dulu
hingga aku menyadari pentingnya Visi?

Haruskah aku tuli dulu
hingga aku rindu mendengar Suara TUHAN?

Haruskah aku bisu dulu
hingga aku bisa berhenti membicarakan diri sendiri?

Haruskah aku dibuat idiot dulu
hingga aku berhenti berpikir bahwa “aku punya jawabannya”?

Haruskah aku hangus terbakar nafsu dulu
hingga aku tidak lagi berhasrat untuk intim dengan dunia?

Haruskah aku dibuat hancur berkeping-keping dulu
hingga aku cukup rendah hati meminta belas kasihan?

Haruskah aku kehilangan semua yang berharga dulu
hingga aku bisa memilah mana yang penting dan utama?

Haruskah seluruh pegangan hidupku hancur dulu
hingga aku mau berlutut, menundukkan diri,
merendahkan hati mencari Tuhan yg hidup?

 
“Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui;
berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!”
#Yesaya 55:6

Apakah Kamu Peduli dengan Tuhan?

Oleh: Sandra Cory Clarisa Tarigan

tidak-peduli

Bener gak sih orang yang rajin pergi ke gereja, semangat merayakan Natal, nangis saat nonton The Passion of the Christ, itu sungguh peduli dengan Tuhan? Ketika gue memikirkan tentang hal ini, gue menemukan bahwa ternyata tidak selalu demikian. Seringkali orang baru benar-benar mencari Tuhan ketika dirundung masalah. Ketika masalah itu beres, kehidupan pun berjalan seperti biasa dan Tuhan kembali dilupakan.

Setidaknya ada beberapa alasan yang gue pikir bisa membuat orang gak peduli dengan Tuhan:

1. Tidak tahu betapa berharganya hidup bersama Tuhan
Gak deh, San, gue masih muda dan mau seneng-seneng dulu,” kata seorang teman ketika gue ajak ikut sebuah retret rohani. Jawabannya menunjukkan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan itu kurang bernilai dan bukanlah sesuatu yang menyenangkan baginya. Mungkin ia tidak pernah tahu kalau hidup dalam Tuhan justru berkebalikan dari yang ia kira. Kita perlu berhati-hati saat punya pikiran semacam ini. Iblis akan berusaha menyakinkan kita bahwa ada banyak hal lain yang lebih berharga dan menyenangkan untuk dilakukan dalam hidup ini, daripada tinggal dekat dengan Tuhan. Padahal, bisa dekat dengan Pribadi yang begitu kreatif dalam menciptakan jutaan spesies makhluk hidup di alam ini jelas adalah sesuatu yang luar biasa. Bukan hanya menjadikan hidup kita di dunia ini penuh warna dan bermakna, Tuhan juga senantiasa menjamin hidup kita, karena sebagai Bapa yang mengasihi anak-anak-Nya, Dia menginginkan yang terbaik bagi hidup kita.

2. Terlalu sibuk dengan diri sendiri
Duh, gue udah sibuk, gak ada waktu buat yang begituan,” begitu kira-kira komentar lain yang pernah gue dengar ketika orang diajak berbicara tentang Tuhan. Kalau kita mulai merasakan hal yang sama, kita juga perlu berhati-hati. Iblis juga akan berusaha membuat kita merasa selalu ada hal yang lebih penting dilakukan daripada melewatkan waktu bersama Tuhan. Kita sama-sama punya 24 jam setiap hari dan apa yang kita pilih untuk kerjakan menunjukkan apa yang menjadi prioritas hidup kita.

3. Dikelilingi dengan orang-orang yang tidak peduli dengan Tuhan
Ada yang bilang kalau karakter kita diwarnai oleh lima orang yang paling dekat dengan kita. Gue perhatikan itu benar banget. Ketika yang ada di sekeliling kita hanyalah orang-orang yang tidak peduli tentang Tuhan, sangat mungkin kita juga terpengaruh. Iblis akan berusaha meyakinkan kita bahwa hidup tanpa Tuhan itu baik-baik saja. Lihat saja sekitarmu, semua orang juga begitu dan hidup mereka baik-baik saja ‘kan? Alkitab memperingatkan kita, “Janganlah kamu sesat: pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik” (1 Korintus 15:33). Alkitab juga memperingatkan bahwa kelak, masing-masing kita harus mempertanggungjawabkan hidup kita di hadapan Tuhan.

4. Kecewa dengan Tuhan
Gue pernah juga melihat orang yang menjauh dari Tuhan karena merasa pernah dikecewakan Tuhan. Mungkin doanya tidak dijawab, mungkin kesusahan datang bertubi-tubi dan Tuhan seolah tidak peduli. Well, kalau dalam mindset kita Tuhan yang baik itu harus selalu mengikuti keinginan kita, dijamin kita akan banyak kecewa. Ini juga sebuah kebohongan yang ditiupkan iblis ke dalam pikiran kita. Ia berusaha membuat kita meragukan kebaikan Tuhan dan membuat standar kita sendiri tentang apa yang disebut “baik”. Kita berusaha mengatur Tuhan dan tidak mau hidup diatur oleh-Nya.

5. Tidak tahu bagaimana caranya hidup dekat dengan Tuhan
Sebagian orang mungkin sudah punya kerinduan untuk mengenal dan hidup dekat dengan Tuhan, tetapi kemudian punya banyak kebingungan harus mulai dari mana. Mulailah bisikan iblis menyela, “Ngapain bikin hidup jadi susah?” Akhirnya setelah beberapa saat berusaha dan tidak melihat perubahan, mereka menyerah dan kembali tidak peduli dengan Tuhan. Well, itu seperti mengharapkan benih yang baru ditanam beberapa hari jadi pohon besar dalam seminggu. Padahal, benih itu jelas harus dipelihara dengan tekun, disirami dan diberi pupuk tiap hari.

Friends, betapa kita membutuhkan kasih karunia Tuhan untuk terus hidup dekat dengan Dia. Sekalipun status kita Kristen, namun seringkali ada banyak hal yang menghalangi kita untuk datang kepada Tuhan setiap hari. Ada banyak kebohongan yang coba diselipkan iblis ke dalam pikiran kita, karena iblis ingin kita tetap jadi budak dosa dan hidup jauh dari kasih karunia Tuhan. Akibatnya, sekalipun kita mengakui bahwa Tuhan itu ada, kita tidak benar-benar menempatkan Dia sebagai Tuhan atas kehidupan kita. Sekalipun kita rajin ke gereja, kita tidak sungguh-sungguh peduli dengan apa yang Tuhan sukai dan apa yang tidak Tuhan sukai. Kita membaca Firman-Nya, tetapi masih saja melakukan hal-hal yang dibenci-Nya. Kita asyik dengan diri sendiri dan berharap Tuhan meladeni semua keinginan kita.

Gimana dengan hidupmu? Sungguhkah kamu peduli dengan Tuhan? Perenungan ini kiranya mendorong kita bersama untuk kembali mencari Tuhan dengan segenap hati kita, karena Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia (Ibrani 11:6).