Posts

Tempat Penantian

Selasa, 24 April 2018

Tempat Penantian

Baca: Mazmur 70

70:1 Untuk pemimpin biduan. Dari Daud, pada waktu mempersembahkan korban peringatan.

70:2 Ya Allah, bersegeralah melepaskan aku, menolong aku, ya TUHAN!

70:3 Biarlah mendapat malu dan tersipu-sipu mereka yang ingin mencabut nyawaku; biarlah mundur dan kena noda mereka yang mengingini kecelakaanku;

70:4 biarlah berbalik karena malu mereka yang mengatakan: “Syukur, syukur!”

70:5 Biarlah bergirang dan bersukacita karena Engkau semua orang yang mencari Engkau; biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari pada-Mu selalu berkata: “Allah itu besar!”

70:6 Tetapi aku ini sengsara dan miskin—ya Allah, segeralah datang! Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku; ya TUHAN, janganlah lambat datang!

Berdiam dirilah di hadapan Tuhan dan nantikanlah Dia. —Mazmur 37:7

Tempat Penantian

“Menanti ikan menggigit umpan atau menanti angin untuk menerbangkan layang-layang. Atau menanti datangnya akhir minggu . . . Setiap orang sedang menanti,” begitulah dikatakan Dr. Seuss, penulis buku anak yang terkenal.

Begitu banyak waktu dalam hidup ini yang diisi dengan menanti, tetapi Allah tidak pernah terburu-buru. “Allah memiliki waktu-Nya dan penundaan-Nya sendiri,” bunyi sebuah ungkapan kuno yang dapat dipercaya. Karena itulah, kita menanti.

Menanti itu sulit. Kita memain-mainkan jempol tangan, mengayun-ayun kaki, menahan diri untuk tidak menguap, menarik napas panjang, dan mengeluh dalam hati karena rasa frustrasi. Kita mungkin bertanya-tanya, mengapa aku harus hidup dengan orang yang tidak menyenangkan ini, pekerjaan yang membosankan ini, perilaku yang memalukan ini, masalah kesehatan yang tak kunjung berakhir ini? Mengapa Allah tidak berbuat sesuatu?

Allah menjawab, “Tunggu, dan lihatlah apa yang akan Kulakukan.”

Menanti adalah salah satu guru terbaik dalam hidup ini karena melalui penantian, kita belajar nilai dari penantian itu sendiri, yakni menanti saat-saat Allah bekerja di dalam diri kita dan bagi kebaikan kita. Dalam penantian itulah kita menumbuhkan ketahanan, yaitu kesanggupan untuk mempercayai kasih dan kebaikan Allah, sekalipun apa yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan kita (Mzm. 70:6).

Namun, menanti bukanlah sikap menyerah yang terpaksa dan membosankan. Kita dapat “bergirang dan bersukacita karena [Tuhan]” sambil kita menanti (70:5). Kita menanti dalam pengharapan, dengan mengetahui bahwa Allah akan membebaskan kita pada waktunya—di kehidupan sekarang atau di kehidupan yang akan datang. Allah tidak pernah tergesa-gesa, dan Dia selalu tepat waktu. —David H. Roper

Tuhan, terima kasih untuk kehadiran-Mu yang penuh kasih. Tolong kami untuk menggunakan sebaik-baiknya masa penantian kami dengan mempercayai dan melayani-Mu.

Allah selalu menyertai kita dalam penantian kita.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 19-20; Lukas 18:1-23

Belajar Mengenal Allah

Selasa, 17 April 2018

Belajar Mengenal Allah

Baca: Yohanes 6:16-21

6:16 Dan ketika hari sudah mulai malam, murid-murid Yesus pergi ke danau, lalu naik ke perahu

6:17 dan menyeberang ke Kapernaum. Ketika hari sudah gelap Yesus belum juga datang mendapatkan mereka,

6:18 sedang laut bergelora karena angin kencang.

6:19 Sesudah mereka mendayung kira-kira dua tiga mil jauhnya, mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu. Maka ketakutanlah mereka.

6:20 Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Aku ini, jangan takut!”

6:21 Mereka mau menaikkan Dia ke dalam perahu, dan seketika juga perahu itu sampai ke pantai yang mereka tujui.

Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Aku ini, jangan takut.” —Yohanes 6:20

Belajar Mengenal Allah

Seumur hidup saya, saya ingin sekali menjadi seorang ibu. Saya sering membayangkan bahwa saya akan menikah, mengandung, dan menggendong bayi saya untuk pertama kalinya. Setelah menikah, saya dan suami bahkan tidak pernah berpikir untuk menunda waktu kehamilan. Namun setiap kali tes kehamilan memberikan hasil yang negatif, kami menyadari bahwa kami bergumul dengan ketidaksuburan. Bulan demi bulan kami berkonsultasi dengan dokter, melakukan tes, dan mendapatkan hasil yang lagi-lagi negatif. Badai seakan telah menerjang kehidupan kami. Menghadapi ketidaksuburan itu bagaikan menelan pil pahit yang membuat saya mempertanyakan kebaikan dan kesetiaan Allah.

Ketika merenungkan kembali perjuangan kami, saya terpikir tentang kisah para murid yang diterjang badai di Yohanes 6. Ketika mereka berjuang keras melawan terjangan ombak di tengah malam yang gelap, tiba-tiba Yesus datang kepada mereka dengan berjalan di atas air yang bergolak. Dia menenangkan mereka dengan kehadiran-Nya, dan berkata, “Aku ini, jangan takut!” (ay.20).

Seperti para murid Yesus, saya dan suami tidak tahu apa yang terjadi di tengah badai kehidupan kami. Namun, kami memperoleh penghiburan saat kami belajar semakin mengenal Allah sebagai Pribadi yang selalu setia dan benar. Meskipun kami tidak juga memiliki anak yang kami dambakan, kami belajar bahwa di dalam seluruh pergumulan kami, kami dapat mengalami kuasa kehadiran-Nya yang meneduhkan jiwa. Karena Allah bekerja dalam hidup kita dengan penuh kuasa, kita tidak perlu lagi merasa cemas. —Karen Wolfe

Tuhan, terima kasih karena kehadiran-Mu maka aku tidak perlu menghadapi badai hidup ini seorang diri. Terima kasih atas kehadiran-Mu yang meneduhkan jiwa dan kuasa-Mu yang menguatkanku dalam menghadapi apa pun yang mungkin terjadi.

Kita dapat mengalami kehadiran Allah yang penuh kuasa bahkan di tengah badai kehidupan yang menerjang kita.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 1-2; Lukas 14:1-24

Menghadapi Penundaan

Kamis, 18 Januari 2018

Menghadapi Penundaan

Baca: Kejadian 45:1-8

45:1 Ketika itu Yusuf tidak dapat menahan hatinya lagi di depan semua orang yang berdiri di dekatnya, lalu berserulah ia: “Suruhlah keluar semua orang dari sini.” Maka tidak ada seorangpun yang tinggal di situ bersama-sama Yusuf, ketika ia memperkenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya.

45:2 Setelah itu menangislah ia keras-keras, sehingga kedengaran kepada orang Mesir dan kepada seisi istana Firaun.

45:3 Dan Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya: “Akulah Yusuf! Masih hidupkah bapa?” Tetapi saudara-saudaranya tidak dapat menjawabnya, sebab mereka takut dan gemetar menghadapi dia.

45:4 Lalu kata Yusuf kepada saudara-saudaranya itu: “Marilah dekat-dekat.” Maka mendekatlah mereka. Katanya lagi: “Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir.

45:5 Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu.

45:6 Karena telah dua tahun ada kelaparan dalam negeri ini dan selama lima tahun lagi orang tidak akan membajak atau menuai.

45:7 Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong.

45:8 Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir.

Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah. —Kejadian 45:8

Menghadapi Penundaan

Kita sering menghadapi berbagai macam penundaan. Kerusakan sistem komputer global menyebabkan pembatalan penerbangan besar-besaran sehingga ratusan ribu penumpang pun terlantar di sejumlah bandara. Di lain waktu, ketika badai musim dingin melanda, kecelakaan yang menimpa beberapa mobil membuat sejumlah jalan raya utama harus ditutup. Seseorang yang sudah berjanji untuk “segera” mengirimkan jawaban, ternyata tidak menepatinya. Penundaan-penundaan seperti itu acap kali membuat kita marah dan frustrasi. Namun sebagai pengikut Kristus, kita dapat datang kepada-Nya untuk meminta pertolongan.

Salah satu teladan yang sangat baik tentang kesabaran di Alkitab adalah Yusuf. Ia pernah dijual kepada pedagang budak oleh saudara-saudaranya yang iri hati, dituduh secara tidak adil oleh istri majikannya, dan kemudian dipenjara di Mesir. “Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana. Tetapi Tuhan menyertai Yusuf” (Kej. 39:20-21). Beberapa tahun kemudian, ketika Yusuf berhasil menafsirkan mimpi Firaun, ia pun diangkat menjadi penguasa kedua atas Mesir (Pasal 41).

Buah yang paling luar biasa dari kesabarannya muncul ketika saudara-saudaranya datang untuk membeli gandum selama masa kelaparan. “Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir,” kata Yusuf kepada mereka, “Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu . . . Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah” (45:4-5,8).

Dalam segala penundaan yang kita alami, biarlah kita menjadi seperti Yusuf—memupuk kesabaran, memperoleh perspektif baru, dan mengalami damai sejahtera yang datang dari sikap mempercayai Tuhan. —David C. McCasland

Bapa di surga, dalam segala penundaan yang kami alami, kiranya kami terus meyakini tuntunan-Mu yang setia dan mengalami penyertaan-Mu di setiap situasi yang ada.

Kepercayaan kepada Allah memampukan kita untuk menerapkan iman kita dengan sabar.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 43–45; Matius 12:24-50

Desain gambar oleh WarungSaTeKaMu & Tora Tobing

Bukanlah Engkau

Sabtu, 25 Maret 2017

Bukanlah Engkau

Baca: 1 Tawarikh 17:1-4, 17:16-25

17:1 Setelah Daud menetap di rumahnya, berkatalah ia kepada nabi Natan: “Lihatlah, aku ini diam dalam rumah dari kayu aras, padahal tabut perjanjian TUHAN itu ada di bawah tenda-tenda.”

17:2 Lalu berkatalah Natan kepada Daud: “Lakukanlah segala sesuatu yang dikandung hatimu, sebab Allah menyertai engkau.”

17:3 Tetapi pada malam itu juga datanglah firman Allah kepada Natan, demikian:

17:4 “Pergilah, katakanlah kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN: Bukanlah engkau yang akan mendirikan rumah bagi-Ku untuk didiami.

17:16 Lalu masuklah raja Daud ke dalam, kemudian duduklah ia di hadapan TUHAN sambil berkata: “Siapakah aku ini, ya TUHAN Allah, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?

17:17 Dan hal ini masih kurang di mata-Mu, ya Allah; sebab itu Engkau telah berfirman juga tentang keluarga hamba-Mu ini dalam masa yang masih jauh dan telah memperlihatkan kepadaku serentetan manusia yang akan datang, ya TUHAN Allah.

17:18 Apakah lagi yang dapat ditambahkan Daud kepada-Mu dalam hal Engkau memuliakan hamba-Mu ini? Bukankah Engkau yang mengenal hamba-Mu ini?

17:19 Ya TUHAN, oleh karena hamba-Mu ini dan menurut hati-Mu Engkau telah melakukan segala perkara yang besar ini dengan memberitahukan segala perkara yang besar itu.

17:20 Ya TUHAN, tidak ada yang sama seperti Engkau dan tidak ada Allah selain Engkau menurut segala yang kami tangkap dengan telinga kami.

17:21 Dan bangsa manakah di bumi seperti umat-Mu Israel, yang Allahnya pergi membebaskannya menjadi umat-Nya, untuk mendapat nama bagi-Mu dengan perbuatan-perbuatan yang besar dan dahsyat, dan dengan menghalau bangsa-bangsa dari depan umat-Mu yang telah Kaubebaskan dari Mesir?

17:22 Engkau telah membuat umat-Mu Israel menjadi umat-Mu untuk selama-lamanya dan Engkau, ya TUHAN, menjadi Allah mereka.

17:23 Dan sekarang, ya TUHAN, diteguhkanlah untuk selama-lamanya janji yang Kauucapkan mengenai hamba-Mu ini dan mengenai keluarganya dan lakukanlah seperti yang Kaujanjikan itu.

17:24 Maka nama-Mu akan menjadi teguh dan besar untuk selama-lamanya, sehingga orang berkata: TUHAN semesta alam, Allah Israel adalah Allah bagi orang Israel; maka keluarga hamba-Mu Daud akan tetap kokoh di hadapan-Mu.

17:25 Sebab Engkau, ya Allahku, telah menyatakan kepada hamba-Mu ini, bahwa Engkau akan membangun keturunan baginya. Itulah sebabnya hamba-Mu ini telah memberanikan diri untuk memanjatkan doa ke hadapan-Mu.

Lakukanlah seperti yang Kaujanjikan itu. Maka nama-Mu akan menjadi teguh dan besar untuk selama-lamanya. —1 Tawarikh 17:23-24

Bukanlah Engkau

Daud telah menyusun semua rencana. Ia merancang perkakasnya. Ia mengumpulkan bahan-bahannya. Ia mengatur segala sesuatu (lihat 1Taw. 28:11-19). Namun, Bait Suci yang pertama kali dibangun di Yerusalem dikenal sebagai Bait Suci Salomo, dan bukan Bait Suci Daud.

Itu karena Allah telah berkata, “Bukanlah engkau” (1Taw. 17:4). Allah telah memilih anak Daud, Salomo, untuk membangun Bait Suci itu. Tanggapan Daud terhadap penolakan Allah patut dipuji. Daud berfokus pada apa yang akan dilakukan Allah dan bukan pada apa yang tidak dapat dilakukannya (ay.16-25). Ia tetap mengucap syukur. Ia tetap melakukan semua yang dapat dilakukannya dan mengerahkan orang-orang yang cakap untuk mendukung Salomo dalam pembangunan Bait Suci (lihat 1Taw. 22).

Penafsir Alkitab bernama J. G. McConville menulis: “Sering kali kita harus dapat menerima bahwa pekerjaan yang sangat ingin kita lakukan dalam pelayanan Kristen ternyata bukan yang paling bisa kita kerjakan, dan bukan juga yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan. Mungkin seperti Daud, kita hanya dipanggil untuk melakukan persiapan untuk sesuatu yang jelas jauh lebih agung.”

Daud merindukan kemuliaan Allah, bukan kemuliaan dirinya. Ia setia melakukan apa saja yang dapat dilakukannya bagi pembangunan Bait Allah, dengan memberikan fondasi yang kuat bagi penerusnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Kiranya kita juga menerima tugas-tugas yang telah ditetapkan Allah untuk kita lakukan dan melayani-Nya dengan hati yang penuh syukur! Allah kita yang penuh kasih sedang melakukan sesuatu yang “jelas jauh lebih agung”. —Poh Fang Chia

Bapa, kami rindu harapan, impian, dan hati kami selaras dengan kehendak-Mu. Ajar kami memuji-Mu di saat kami tergoda untuk meragukan kebaikan-Mu.

Allah dapat merahasiakan maksud dari perbuatan-Nya, tetapi setiap perbuatan-Nya pasti selalu mempunyai maksud.

Bacaan Alkitab Setahun: Yosua 19-21; Lukas 2:25-52

Artikel Terkait:

3 Hal yang Kudapatkan Ketika Aku Memutuskan untuk Bersaat Teduh Saat Aku Patah Hati

“Hingga akhirnya pada akhir tahun lalu, aku putus dengan pacarku. Aku merasa berada di titik terendah dalam hidupku. Di saat itulah, Tuhan kembali mengingatkanku dalam sebuah khotbah di gereja. Aku pun mulai memutuskan untuk kembali menjalin relasi dengan Tuhan dan bersaat teduh setiap hari.”

Baca kisah Ruth selengkapnya di dalam artikel berikut.

Tak Seperti Kenyataannya

Selasa, 3 Januari 2017

Tak Seperti Kenyataannya

Baca: 2 Raja-raja 6:8-17

6:8 Raja negeri Aram sedang berperang melawan Israel. Ia berunding dengan pegawai-pegawainya, lalu katanya: “Ke tempat ini dan itu haruslah kamu turun menghadang.”

6:9 Tetapi abdi Allah menyuruh orang kepada raja Israel mengatakan: “Awas, jangan lewat dari tempat itu, sebab orang Aram sudah turun menghadang ke sana.”

6:10 Sebab itu raja Israel menyuruh orang-orang ke tempat yang disebutkan abdi Allah kepadanya. Demikianlah Elisa memperingatkan kepadanya, supaya berawas-awas di sana, bukan sekali dua kali saja.

6:11 Lalu mengamuklah hati raja Aram tentang hal itu, maka dipanggilnyalah pegawai-pegawainya, katanya kepada mereka: “Tidakkah dapat kamu memberitahukan kepadaku siapa dari kita memihak kepada raja Israel?”

6:12 Tetapi berkatalah salah seorang pegawainya: “Tidak tuanku raja, melainkan Elisa, nabi yang di Israel, dialah yang memberitahukan kepada raja Israel tentang perkataan yang diucapkan oleh tuanku di kamar tidurmu.”

6:13 Berkatalah raja: “Pergilah melihat, di mana dia, supaya aku menyuruh orang menangkap dia.” Lalu diberitahukanlah kepadanya: “Dia ada di Dotan.”

6:14 Maka dikirimnyalah ke sana kuda serta kereta dan tentara yang besar. Sampailah mereka pada waktu malam, lalu mengepung kota itu.

6:15 Ketika pelayan abdi Allah bangun pagi-pagi dan pergi ke luar, maka tampaklah suatu tentara dengan kuda dan kereta ada di sekeliling kota itu. Lalu berkatalah bujangnya itu kepadanya: “Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?”

6:16 Jawabnya: “Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka.”

6:17 Lalu berdoalah Elisa: “Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa.

Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai [musuh]. —2 Raja-Raja 6:16

Tak Seperti Kenyataannya

Don adalah seekor anjing collie yang tinggal di peternakan milik Tom di wilayah Lanarkshire Selatan, Skotlandia. Suatu pagi, Tom mengajak Don pergi memeriksa sejumlah hewan ternaknya. Mereka bersama menaiki sebuah truk kecil. Setibanya di tempat tujuan, Tom turun dari truk itu tetapi ia lupa menarik rem tangan. Truk itu pun meluncur menuruni bukit dengan Don duduk di belakang kemudi, dan sempat melintasi dua lajur jalan raya sebelum akhirnya berhenti di tempat yang aman. Di mata para pengemudi lain, seolah-olah seekor anjing sedang mengemudikan truk tersebut. Memang, yang terlihat tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang ada.

Kelihatannya Nabi Elisa dan bujangnya akan segera ditangkap dan dibawa kepada raja Aram. Pasukan Aram telah mengepung kota tempat tinggal Elisa dan bujangnya. Si bujang mengira mereka tentu akan celaka, tetapi Elisa berkata, “Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai [musuh]” (2Raj. 6:16). Setelah Elisa berdoa, bujangnya dimampukan untuk melihat banyaknya kekuatan supernatural yang selalu siap siaga melindungi mereka.

Tidak semua situasi yang kelihatannya sia-sia selalu seperti itu kenyataannya. Apabila kita merasa kelabakan dan tak berdaya, ingatlah bahwa Allah senantiasa menyertai kita. Dia dapat memerintahkan “malaikat-malaikat-Nya . . . untuk menjaga [kita] di segala jalan [kita]” (Mzm. 91:11). —Jennifer Benson Schuldt

Ya Allah, izinkan aku melihat sekilas kuasa-Mu hari ini. Tolonglah aku untuk percaya bahwa Engkau rela dan sanggup menolongku dalam situasi apa pun yang kuhadapi.

Kenyataan yang ada selalu lebih baik daripada yang kelihatan ketika kita mengingat bahwa Allah senantiasa menyertai kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 7-9; Matius 3

Artikel Terkait:

Setahun Penuh Aku Menganggur Akibat Salah Memilih, Inilah Kisahku Mencari Pekerjaan

Aku mengundurkan diri dari pekerjaanku sebelumnya yang super nyaman. Aku pikir ini adalah sebuah strategi untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Namun, keputusan ini membuatku menganggur selama setahun. Situasi ini mengajariku beberapa hal.

Baca kisah Claudya Elleossa selengkapnya di dalam artikel ini.

Jalan di Tempat

Selasa, 19 Juli 2016

Jalan di Tempat

Baca: Mazmur 25:1-15

25:1 Dari Daud. Kepada-Mu, ya TUHAN, kuangkat jiwaku;

25:2 Allahku, kepada-Mu aku percaya; janganlah kiranya aku mendapat malu; janganlah musuh-musuhku beria-ria atas aku.

25:3 Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu; yang mendapat malu ialah mereka yang berbuat khianat dengan tidak ada alasannya.

25:4 Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku.

25:5 Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari.

25:6 Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya TUHAN, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala.

25:7 Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN.

25:8 TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat.

25:9 Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati.

25:10 Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya.

25:11 Oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, ampunilah kesalahanku, sebab besar kesalahan itu.

25:12 Siapakah orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan yang harus dipilihnya.

25:13 Orang itu sendiri akan menetap dalam kebahagiaan dan anak cucunya akan mewarisi bumi.

25:14 TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.

25:15 Mataku tetap terarah kepada TUHAN, sebab Ia mengeluarkan kakiku dari jaring.

Semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu. —Mazmur 25:3

Jalan di Tempat

Aba-aba dalam militer, “Jalan di tempat, grak!” mempunyai arti berjalan di tempat tanpa bergerak maju. Sikap itu menandakan suatu posisi jeda yang aktif dalam gerakan terarah ke depan sambil tetap bersiaga dan menantikan aba-aba selanjutnya.

Dalam bahasa sehari-hari, istilah jalan di tempat memiliki arti “bergerak tanpa kemajuan, tidak beranjak ke mana pun, tidak melakukan sesuatu yang berguna selagi menunggu”. Di dalamnya terkandung arti suatu penantian yang pasif dan sia-sia.

Namun sebaliknya, kata menantikan di dalam Alkitab sering berarti “menunggu dengan kerinduan yang besar, berpengharapan, dan berharap-harap”. Ketika menghadapi situasi-situasi yang sulit, pemazmur menulis: “Allahku, kepada-Mu aku percaya; janganlah kiranya aku mendapat malu; janganlah musuh-musuhku beria-ria atas aku. Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu” (Mzm. 25:2-3).

Sering kali ada hal-hal yang mau tidak mau harus kita nantikan—hasil pemeriksaan kesehatan, hasil wawancara pekerjaan, kembalinya orang yang kita kasihi. Meski demikian, kita dapat memilih bagaimana bersikap dalam penantian itu. Daripada menyerah pada ketakutan dan sikap tidak peduli, kita dapat terus “berjalan di tempat”, sambil aktif memohon kekuatan dan panduan dari Allah setiap hari.

“Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, tunjukkanlah itu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari” (ay. 4-5). —David McCasland

Tuhan, berilah aku karunia untuk menjalani masa-masa jeda dalam hidupku, sambil bersiap siaga untuk mengikuti perintah-Mu selanjutnya.

Menantikan Allah menuntut kepercayaan aktif kepada-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 23-25; Kisah Para Rasul 21:18-40

Artikel Terkait:

Jangan Remehkan Kemajuan Kecil

Kita sering mendambakan perubahan besar terjadi dalam hidup kita, namun seringkali perubahan besar baru dapat terwujud ketika kita bergerak selangkah demi selangkah melakukan perubahan kecil. Yuk baca kesaksian J-Wood tentang penyertaan Tuhan dalam hidupnya melalui setiap kemajuan kecil setiap hari.

Beristirahat dan Menanti

Sabtu, 14 Mei 2016

Beristirahat dan Menanti

Baca: Yohanes 4:4-14

4:4 Ia harus melintasi daerah Samaria.

4:5 Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf.

4:6 Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas.

4:7 Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: “Berilah Aku minum.”

4:8 Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan.

4:9 Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)

4:10 Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.”

4:11 Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?

4:12 Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya?”

4:13 Jawab Yesus kepadanya: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,

4:14 tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.”

Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” Yohanes 4:34

Beristirahat dan Menanti

Saat itu tepat siang hari. Karena letih setelah menempuh perjalanan panjang, Yesus beristirahat di samping sumur Yakub. Murid-murid-Nya telah pergi ke kota Sikhar untuk membeli roti. Seorang wanita keluar dari kota untuk menimba air . . . dan menemukan Sang Mesias. Diceritakan bahwa wanita tersebut kemudian cepat-cepat kembali ke kotanya dan mengundang orang-orang untuk datang menemui “seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat” (Yoh. 4:29).

Lalu para murid datang membawa roti. Saat mereka mendesak Yesus untuk makan, Dia berkata kepada mereka, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (ay.34).

Pertanyaannya: Pekerjaan apa yang telah Yesus lakukan? Sedari tadi Yesus hanya beristirahat dan menanti di tepi sumur.

Karena keterbatasan fisik yang saya alami sekarang, kisah di atas memberikan saya dorongan yang sangat membesarkan hati. Kisah tersebut mengingatkan bahwa saya tidak perlu tergesa-gesa dan khawatir tentang bagaimana saya dapat melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikannya. Di masa hidup saya sekarang ini, saya bisa beristirahat dan menantikan Allah bekerja membawa seseorang untuk saya layani.

Hal yang sama juga berlaku bagi kita. Mungkin kamu berada di apartemen yang sederhana, di ruang kerja yang kecil, di dalam sel penjara, atau di atas ranjang rumah sakit. Semua itu dapat menjadi “sumur Yakub” kamu sendiri, yakni tempat untuk beristirahat dan menantikan Bapa bekerja membawa jiwa-jiwa untuk kamu layani. Siapakah yang akan Dia bawa kepadamu hari ini? —David Roper

Tuhan, situasi kami sering mengancam untuk menenggelamkan kami. Tolonglah kami hari ini untuk melihat Engkau di seluruh kehidupan kami. Kami belajar mempercayai bahwa Engkau bekerja menurut kehendak-Mu.

Lihatlah ladang pelayanan yang terbentang luas di sekitarmu.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 19-21 dan Yohanes 4:1-30

Rencana-Nya atau Rencana Kita?

Kamis, 7 April 2016

Rencana-Nya atau Rencana Kita?

Baca: 1 Tawarikh 17:1-20

17:1 Setelah Daud menetap di rumahnya, berkatalah ia kepada nabi Natan: “Lihatlah, aku ini diam dalam rumah dari kayu aras, padahal tabut perjanjian TUHAN itu ada di bawah tenda-tenda.”

17:2 Lalu berkatalah Natan kepada Daud: “Lakukanlah segala sesuatu yang dikandung hatimu, sebab Allah menyertai engkau.”

17:3 Tetapi pada malam itu juga datanglah firman Allah kepada Natan, demikian:

17:4 “Pergilah, katakanlah kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN: Bukanlah engkau yang akan mendirikan rumah bagi-Ku untuk didiami.

17:5 Aku tidak pernah diam dalam rumah sejak Aku menuntun orang Israel keluar sampai hari ini, tetapi Aku mengembara dari kemah ke kemah, dan dari kediaman ke kediaman.

17:6 Selama Aku mengembara bersama-sama seluruh orang Israel, pernahkah Aku mengucapkan firman kepada salah seorang hakim orang Israel, yang Kuperintahkan menggembalakan umat-Ku, demikian: Mengapa kamu tidak mendirikan bagi-Ku rumah dari kayu aras?

17:7 Oleh sebab itu, beginilah kaukatakan kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN semesta alam: Akulah yang mengambil engkau dari padang, ketika menggiring kambing domba, untuk menjadi raja atas umat-Ku Israel.

17:8 Aku telah menyertai engkau di segala tempat yang kaujalani dan telah melenyapkan segala musuhmu dari depanmu. Aku akan membuat namamu seperti nama orang-orang besar yang ada di bumi.

17:9 Aku akan menentukan tempat bagi umat-Ku Israel dan akan menanamkannya, sehingga ia dapat diam di tempatnya sendiri dengan tidak lagi dikejutkan dan tidak pula ditekan oleh orang-orang lalim seperti dahulu,

17:10 sejak Aku mengangkat hakim-hakim atas umat-Ku Israel. Aku akan menundukkan segala musuhmu. Juga Aku beritahukan kepadamu: TUHAN akan membangun suatu keturunan bagimu.

17:11 Apabila umurmu sudah genap untuk pergi mengikuti nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, salah seorang anakmu sendiri, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya.

17:12 Dialah yang akan mendirikan rumah bagi-Ku dan Aku akan mengokohkan takhtanya untuk selama-lamanya.

17:13 Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan Kuhilangkan dari padanya seperti yang Kuhilangkan dari pada orang yang mendahului engkau.

17:14 Dan Aku akan menegakkan dia dalam rumah-Ku dan dalam kerajaan-Ku untuk selama-lamanya dan takhtanya akan kokoh untuk selama-lamanya.”

17:15 Tepat seperti perkataan ini dan tepat seperti penglihatan ini Natan berbicara kepada Daud.

17:16 Lalu masuklah raja Daud ke dalam, kemudian duduklah ia di hadapan TUHAN sambil berkata: “Siapakah aku ini, ya TUHAN Allah, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?

17:17 Dan hal ini masih kurang di mata-Mu, ya Allah; sebab itu Engkau telah berfirman juga tentang keluarga hamba-Mu ini dalam masa yang masih jauh dan telah memperlihatkan kepadaku serentetan manusia yang akan datang, ya TUHAN Allah.

17:18 Apakah lagi yang dapat ditambahkan Daud kepada-Mu dalam hal Engkau memuliakan hamba-Mu ini? Bukankah Engkau yang mengenal hamba-Mu ini?

17:19 Ya TUHAN, oleh karena hamba-Mu ini dan menurut hati-Mu Engkau telah melakukan segala perkara yang besar ini dengan memberitahukan segala perkara yang besar itu.

17:20 Ya TUHAN, tidak ada yang sama seperti Engkau dan tidak ada Allah selain Engkau menurut segala yang kami tangkap dengan telinga kami.

“Siapakah aku ini, ya Tuhan Allah, . . . sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?” —1 Tawarikh 17:16

Rencana-Nya atau Rencana Kita?

Ketika suami saya berusia 18 tahun, ia memulai sebuah usaha pencucian mobil. Ia menyewa sebuah garasi, mempekerjakan sejumlah orang untuk membantunya, dan menyebarkan brosur promosi. Usahanya berhasil. Ia bermaksud menjual usaha itu dan menggunakan hasil penjualan tersebut untuk membiayai kuliahnya. Ia pun gembira ketika ada calon pembeli yang menyatakan minatnya. Setelah beberapa kali negosiasi, tampaknya transaksi tersebut akan berjalan mulus. Namun ternyata, di menit-menit terakhir, kesepakatan itu kandas. Rencananya untuk menjual usaha tersebut baru terwujud beberapa bulan kemudian.

Wajar jika kita merasa kecewa ketika waktu dan rancangan Allah bagi kehidupan kita tidak berjalan sesuai dengan harapan kita. Ketika Daud ingin membangun bait Allah, ia memiliki motivasi yang benar, kepemimpinan yang baik, dan sumber daya yang cukup. Namun Allah tidak mengizinkan Daud untuk mengerjakan proyek tersebut karena Daud telah menumpahkan darah banyak orang di medan peperangan (1Taw. 22:8).

Daud bisa saja mengajukan protes keras kepada Allah. Ia bisa saja bersungut-sungut atau terus maju dengan rencananya sendiri. Namun dengan rendah hati ia justru berkata, “Siapakah aku ini, ya Tuhan Allah, . . . sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?” (17:16). Kemudian Daud memuji Allah dan menegaskan kesetiaannya kepada Allah. Ia lebih mementingkan hubungannya dengan Allah daripada ambisi pribadinya.

Manakah yang lebih penting—mencapai harapan dan impianmu, atau kasihmu kepada Allah? —Jennifer Benson Schuldt

Bapa Surgawi, aku menyerahkan seluruh rencanaku kepada-Mu. Terima kasih karena Engkau telah membawaku sejauh ini. Engkau lebih berarti bagiku daripada apa pun yang ada di dunia ini.

Kepuasan sejati dialami ketika kita tunduk menyerahkan diri pada kehendak Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 7-9; Lukas 9:18-36

Go Fever

Kamis, 25 Februari 2016

Go Fever

Baca: Bilangan 14:39-45

14:39 Setelah Musa menyampaikan perkataan ini kepada semua orang Israel, maka berkabunglah bangsa itu dengan sangat.

14:40 Dan keesokan harinya bangunlah mereka pagi-pagi hendak naik ke puncak gunung sambil berkata: “Sekarang kita hendak maju ke negeri yang difirmankan TUHAN itu; memang kita telah berbuat dosa.”

14:41 Tetapi kata Musa: “Mengapakah kamu hendak melanggar titah TUHAN? Hal itu tidak akan berhasil.

14:42 Janganlah maju, sebab TUHAN tidak ada di tengah-tengahmu, supaya jangan kamu dikalahkan oleh musuhmu,

14:43 sebab orang Amalek dan orang Kanaan ada di sana di depanmu dan kamu akan tewas oleh pedang; dari sebab kamu berbalik membelakangi TUHAN, maka TUHAN tidak akan menyertai kamu.”

14:44 Meskipun demikian, mereka nekat naik ke puncak gunung itu, tetapi tabut perjanjian TUHAN dan Musa juga tidaklah meninggalkan tempat perkemahan.

14:45 Lalu turunlah orang Amalek dan orang Kanaan yang mendiami pegunungan itu dan menyerang mereka; kemudian orang-orang itu mencerai-beraikan mereka sampai ke Horma.

Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia. —Mazmur 37:7

Go Fever

Pada 28 Januari 1986, setelah lima kali ditunda karena cuaca buruk, pesawat angkasa luar Challenger meluncur ke langit diiringi bunyi gemuruh sekaligus nyala api. Namun, 73 detik kemudian, kegagalan sistem membuat pesawat tersebut meledak dan ketujuh awaknya tewas seketika.

Bencana itu diakibatkan oleh sebuah segel berbentuk cincin yang diketahui memang rentan. Para pengamat antariksa menyebut kesalahan fatal tersebut sebagai “go fever”— kecenderungan untuk mengabaikan tindakan pencegahan yang sangat penting karena terburu-buru ingin mencapai tujuan yang besar.

Natur manusiawi kita yang ambisius tak henti-hentinya menggoda kita untuk membuat keputusan yang tidak bijaksana. Namun kita juga sangat rentan terhadap rasa takut yang bisa menjadikan kita terlalu berhati-hati. Bangsa Israel kuno menunjukkan kedua ciri itu. Ketika 12 pengintai pulang dari mengintai Tanah Perjanjian, 10 dari mereka melihat yang ada hanya hambatan (Bil. 13:26-33). “Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita,” kata mereka (ay.31). Setelah terjadi pemberontakan terhadap Tuhan yang menyebabkan kematian 10 pengintai itu, orang Israel tiba-tiba bertindak “go fever”. Kata mereka, “Sekarang kita hendak maju ke negeri yang difirmankan Tuhan itu” (14:40). Tanpa restu Allah, penyerbuan yang tidak tepat waktunya itu gagal total (ay.41-45).

Ketika kita mengalihkan pandangan kita dari Tuhan, ada dua sikap berlawanan yang mungkin kita ambil. Entah kita akan terburu-buru bertindak tanpa restu Allah, atau sebaliknya, nyali kita menciut dan kita mengeluh karena ketakutan. Berfokus pada Tuhan akan memberikan keberanian yang diimbangi oleh hikmat dari-Nya. —Tim Gustafson

Sebelum mengambil keputusan yang cepat, pikirkanlah mengapa kamu perlu cepat-cepat memutuskan. Pertimbangkan apakah keputusan itu akan menghormati Allah dan apa konsekuensinya bagi orang lain. Jika kamu takut mengambil keputusan, pikirkan mengapa demikian. Yang terutama, berdoalah!

Kesabaran sesaat bisa mencegah bencana besar.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 9-11; Markus 5:1-20