Posts

3 Fondasi dalam Menantikan Penggenapan Janji Tuhan

Oleh Yosheph Yang, Korea Selatan 

Setelah kelulusan studi doktoralku, aku bekerja sebagai dosen tanpa “tenur” (promosi ke dosen tetap atau guru besar yang menjamin pensiun) di salah satu universitas di Korea Selatan. Posisi ini tidak baik untuk jangka panjang dikarenakan permintaan publikasi yang banyak dan tidak ada jaminan untuk diterima sebagai dosen dengan tenur. Ditambah lagi, setiap dua tahun sekali aku harus memenuhi syarat untuk memperpanjang kontrak kerjaku. 

Dalam waktu kurang lebih dua tahun, aku telah mengirimkan sebanyak 9 lamaran pekerjaan sebagai dosen tetap di beberapa universitas di Korea Selatan. Tidak ada pendaftaranku yang diterima. Walaupun demikian, dengan kasih karunia Tuhan, aku berhasil memperpanjang kontrak kerjaku untuk dua tahun ke depan di tempat sekarang aku bekerja.  

Mungkin Tuhan menginginkan aku menunggu lebih lama untuk memperoleh pekerjaan sebagai dosen tetap. Atau Tuhan memiliki kehendak lain mengenai pekerjaanku. Terlepas apa pun kehendak Tuhan di dalam kehidupanku, aku harus percaya itu yang terbaik buatku. Dalam menantikan penggenapan janji Tuhan di dalam kehidupanku, melalui pembacaan buku Praying Over God’s Promises yang ditulis oleh Thomas Yeakley, aku belajar tiga elemen penting dalam penggenapan janji Tuhan. 

Iman, janji Tuhan, dan kesabaran adalah tiga hal penting dalam penggenapan janji Tuhan di dalam kehidupan kita. Namun, iman dan janji Tuhan jika tidak disertai kesabaran akan membuat kita berkompromi dan berusaha untuk menjawab doa-doa kita sendiri.  Tanpa iman, janji Tuhan, dan kesabaran, akan membuat kita berjalan dengan fokus kepada apa yang dilihat dan tidak bisa mengalami kasih karunia Tuhan di dalam hidup kita. Iman dan kesabaran tanpa janji Tuhan akan membuat kita menduga-duga dalam menentukan langkah-langkah hidup kita yang bisa menyebabkan kesulitan dan kesalahan.

1. Memiliki Iman

Di Ibrani 11:1, iman dijelaskan sebagai dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Iman dapat digambarkan seperti pengharapan yang tidak berfokus kepada kemungkinan atau peluang, melainkan kepada janji yang diberikan, dan Tuhan sebagai Sang Pemberi janji. 

Pertumbuhan iman di dalam hidup orang percaya bukan sesuatu yang instan, tetapi memerlukan proses. Seperti pembentukan otot-otot di tubuh yang memerlukan latihan mengangkat beban dari yang kecil secara berkala bukan dengan beban yang besar secara langsung, pertumbuhan iman kita dapat dimulai dengan mempercayakan Tuhan dari hal-hal kecil. 

Salah satu proses pertumbuhan iman di tokoh Alkitab dapat dilihat dari kehidupan Abraham. Ketika Abraham ingin mempersembahkan Ishak kepada Tuhan, Abraham tidak ragu-ragu sama sekali. Abraham melihat dan percaya bahwa Tuhan berkuasa untuk membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati (Ibrani 11:19). Iman Abraham tumbuh dikarenakan ia telah melihat kesetiaan Tuhan ketika ia percaya kepada Tuhan atas perkara-perkara sebelumnya di kehidupannya. Abraham taat ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri lain yang akan diterimanya (Ibrani 11:8). 

Untuk membantu aku menumbuhkan iman di dalam mencari pekerjaan tetap, aku berusaha untuk berterima kasih atas pimpinan Tuhan di dalam kehidupanku sejauh ini. Mudah bagiku untuk membandingkan diriku dengan orang-orang di sekitarku dan membuatku meragukan kesetiaan Tuhan di kehidupanku. Melalui mengucap syukur kepada Tuhan atas pimpinan-Nya sejauh ini di kehidupanku, aku bisa merasakan bagaimana Tuhan mencukupkan segala kebutuhanku pada waktu-Nya dan dengan cara-Nya. Melalui kasih karunia Tuhan, aku bisa memenuhi syarat publikasi jurnal untuk perpanjangan kontrak kerja di tempat bekerjaku sekarang.

2. Memiliki Kesabaran

Ketika Tuhan mengizinkan penundaan, Dia memberikan kita lebih banyak kesempatan untuk percaya, untuk berjalan dengan iman. Kita mendapatkan lebih banyak waktu untuk melatih otot iman kita. Begitu jawaban dari Tuhan datang, kesempatan untuk bertumbuh dalam iman sudah lewat. Tuhan lebih tertarik pada proses pengudusan kekal kita daripada penyelesaian satu situasi yang sementara.

Ibrani 10:36: “Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu.”

Ketika kita melihat kehidupan Abraham, Tuhan tidak langsung menggenapi janji-Nya mengenai Ishak. Dua puluh lima tahun adalah waktu yang diperlukan Abraham untuk memperoleh Ishak. Di dalam waktu itu, Tuhan membentuk karakter Abraham dan Abraham memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan. Tuhan tidak menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Dia lakukan (Kejadian 18:17). Di dalam penantian akan janji Tuhan, Abraham mengetahui isi hati Tuhan dan kehendak Tuhan. 

Kesabaran yang benar dalam penggenapan janji Tuhan di dalam kehidupan kita akan memampukan kita melihat apa tujuan rohani dari semua penantian yang diizinkan Tuhan. Kita pun akan mengerti bagaimana Tuhan memproses kita untuk memiliki karakter seperti Kristus. Ketika kita memahami ini semua, kita akan lebih bisa menantikan penggenapan janji Tuhan dengan kegembiraan dikarenakan kita percaya melalui penantian ini, kita bisa bertumbuh secara karakter dan bisa memiliki hubungan yang lebih intim dengan Tuhan.

3. Memiliki Janji Tuhan

Dalam persekutuan di gereja, mentor rohaniku selalu mengingatkanku untuk mencari janji Tuhan yang bersifat personal di setiap sesi kehidupanku. Beliau menanyakan Firman Tuhan apa yang kupercaya, kudoakan, dan kubaca setiap hari di dalam mencari pekerjaan tetap sesuai minat dan bidangku. 

Dengan memiliki janji Tuhan dalam keadaan yang khusus di kehidupan kita, kita bisa percaya akan kebaikan-Nya. Walaupun kita tahu Tuhan itu baik, melalui janji Tuhan yang khusus di situasi kita, kita lebih bisa memahami dengan jelas kebaikan Tuhan dan percaya kepada-Nya. 

Mazmur 34:9-11: “Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya! Takutlah akan Tuhan, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia! Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari Tuhan, tidak kekurangan sesuatu pun yang baik.”

Sebagai contoh, janji Tuhan di Mazmur 34:9-11 menjelaskan kepada kita bagaimana Tuhan berjanji akan mencukupkan kebutuhan mereka yang berlindung kepada-Nya, hidup kudus, dan mencari-Nya. Ini adalah kebaikan Tuhan yang bisa kita pelajari dari ayat ini. Ada banyak firman Tuhan lain yang dapat kita percaya sebagai janji Tuhan khusus untuk kita di situasi yang kita alami. 

Dua hal yang penting di sini, janji Tuhan yang personal tidak perlu dicari dengan mengundi ayat-ayat Alkitab yang kita sukai dan kelihatan bagus. Biasanya janji Tuhan yang personal di situasi yang khusus yang kita alami akan muncul dengan sendirinya ketika kita memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan karena Tuhan secara berdaulat memilih untuk menganugerahkannya kepada kita (Mazmur 25:14). Hal kedua ialah janji Tuhan bukanlah sarana untuk memaksa Tuhan melakukan apa yang kita inginkan tercapai, tetapi cara Tuhan mengungkapkan apa yang Dia inginkan dan harapkan dalam kehidupan kita. Janji Tuhan bertujuan memenuhi kehendak Tuhan, bukan kehendak kita.

Mazmur 25:14:Tuhan bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.” 

Sebagai penutup, aku akan melampirkan kutipan dari Jerry Bridges dalam bukunya “Trusting God”. Di dalam masa kesukaran kita, ada tiga kebenaran yang harus kita percaya: Tuhan sepenuhnya berdaulat, Tuhan tidak terbatas dalam hikmat, dan Tuhan sempurna dalam kasih. Untuk mempercayai Tuhan, kita harus selalu memandang keadaan buruk kita melalui mata iman, bukan pengertian kita sendiri. Mempercayai Tuhan harus sepanjang waktu, di arena yang tidak memiliki batas. Kita tidak tahu sejauh mana, durasi, atau frekuensi dari keadaan yang menyakitkan dan merugikan di mana kita harus sering mempercayai Tuhan. Kita selalu menghadapi yang tidak diketahui. Jerry Bridges mendefinisikan bahwa mempercayai Tuhan adalah mempercayai pemeliharaan-Nya. Pemeliharaan Tuhan berlangsung terus-menerus dan kekuasaan mutlak-Nya atas semua ciptaan-Nya untuk kemuliaan-Nya sendiri dan kebaikan umat-Nya. Tuhan tidak pernah mengejar kemuliaan-Nya dengan mengorbankan kebaikan umat-Nya, juga tidak pernah mencari kebaikan kita dengan mengorbankan kemuliaan-Nya.

Aku berharap aku dan teman-teman selalu bertumbuh di dalam iman, memiliki kesabaran, dan memegang janji Tuhan di dalam penantian penggenapan janji Tuhan. Semoga apa yang kita harapkan terjadi sesuai dengan iman kita. 

Matius 9:29: Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: ”Jadilah kepadamu menurut imanmu.”

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Belajar Menantikan Allah

Oleh Novita Sari Hutasoit, Tangerang

Menunggu seringkali terasa berat untuk dilakukan. Menunggu itu sangat membosankan. Menunggu seakan tidak ada kepastian yang akan terjadi. Tetapi mau tidak mau, menunggu adalah pilihan yang selalu diperhadapkan dalam kehidupan kita setiap hari. Saat ini aku harus menunggu tangan kananku sembuh untuk bisa melanjutkan kompetisi novel yang sedang aku ikuti, pun aku harus menunggu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir sehingga aku bisa pulang ke kampung halaman. Setiap hari kita dituntut untuk belajar menunggu.

Mungkin hal-hal menunggu yang aku sampaikan ini masih terbilang remeh. Lalu bagaimana jika kita harus menunggu hal-hal yang lebih serius? Kita yang masih lajang dan rindu berpasangan menunggu Allah mempersiapkan pernikahan buat kita; pasangan suami istri yang sudah menikah lama rindu membesarkan keturunan; atau mungkin juga ada di antara kita yang sedang menanti pekerjaan, namun tidak kunjung memperolehnya. Tiap-tiap kita, dalam setiap kehidupan yang kita jalani, harus belajar untuk menunggu.

Selama liburan ini, aku sedang menikmati buku “Jika Anda Ingin Berjalan Di Atas Air Keluarlah Dari Perahu” yang ditulis oleh John Ortberg. Dalam bagian buku yang dia tuliskan, ada satu bagian yang membahas tentang MENUNGGU.

John menulis, menunggu bisa jadi merupakan hal paling sulit yang harus kita lakukan. Sungguh mengecewakan ketika kita berpaling kepada Alkitab dan mendapati bahwa Allah sendiri, yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana, terus berkata kepada umat-Nya: Tunggu!

Berdiam dirilah di hadapan Tuhan dan nantikanlah Dia; jangan marah karena orang yang berhasil dalam hidupnya, karena orang yang melakukan tipu daya. (Mazmur 37:7)

Nantikanlah Tuhan dan tetap ikutilah jalan-Nya, maka Ia akan mengangkat engkau untuk mewarisi negeri, dan engkau akan melihat orang-orang fasik dilenyapkan (Mazmur 37:34)

Allah mendatangi Abraham ketika ia berumur 75 tahun dan mengatakan bahwa ia akan menjadi seorang ayah, leluhur dari suatu bangsa yang besar. Berapa lama sebelum janji itu digenapi? 24 tahun Abraham harus menunggu.

Allah memberi tahu bangsa Israel bahwa mereka akan meninggalkan perbudakan di Mesir dan menjadi suatu bangsa. Namun bangsa itu harus menunggu 400 tahun.

Allah memberi tahu Musa bahwa Dia akan menuntun umat-Nya ke Tanah Perjanjian. Namun mereka harus menunggu selama 40 tahun di padang gurun.

Sebanyak 43 kali dalam Perjanjian lama, orang diperintahkan, “Nantikanlah. Nantikanlah Tuhan.” Lalu pertanyaannya, mengapa Allah membuat kita menunggu? Jika Dia dapat melakukan sesuatu, mengapa Dia tidak memberikan kelegaan dan jawaban sekarang? Salah satu alasannya—meminjam penjelasan dari Bet Patterson—apa yang Allah kerjakan di dalam diri kita saat menunggu itu sama pentingnya dengan apa yang kita tunggu.

Menantikan Tuhan bukan berarti menanti dengan pasif, artinya bukan tidak melakukan apa-apa. Kadang kita mengatakan kalau kita sedang menantikan Tuhan sebagai dalih untuk tidak memikul tanggung jawab atau mengambil tindakan yang diperlukan. Menantikan Tuhan itu berarti terus melekat kepada Allah dengan penuh keyakinan, berdisiplin, penuh pengharapan, aktif dan kadang-kadang menyakitkan. Paulus mengatakan bahwa selama kita menunggu Allah memulihkan segala sesuatu, kita mengalami penderitaan. “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita dan oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Roma 5:3-5). Menunggu itu bukan hanya sesuatu yang kita lakukan sebelum kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Menunggu adalah bagian dari proses menjadi pribadi yang sesuai dengan rancangan Allah.

John Ortberg menjelaskan ada tiga sikap yang harus kita lakukan ketika menantikan Tuhan:

  1. Kepercayaan yang sabar
  2. Petrus menulis dalam 2 Petrus 3:8-9, “Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari. Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.”

    Terlalu sering kita menginginkan berkat-berkat dari Allah, namun kita tidak menginginkan penentuan waktu-Nya. Kita lupa bahwa pekerjaan-Nya di dalam diri kita saat kita menunggu itu sama pentingnya dengan apa yang kita pikir sedang kita nanti-nantikan. Mungkin saat ini kita memiliki impian tentang pencapaian tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan. Apa yang kita harapkan tidak terjadi. Kita tidak tahu penyebabnya, tetapi kegagalan itu menyakitkan diri kita. Kita menjadi tergoda untuk berusaha memaksakannya, kita mendesak, memanipulasi atau menyusun siasat untuk memperoleh apa yang kita inginkan itu.

    Saat menunggu, tugas kita adalah bukan meraih dengan penuh kecemasan. Menunggu memerlukan kepercayaan yang sabar.

  3. Kerendahan hati yang penuh keyakinan
  4. Dalam Yesaya 32:17, “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketentraman untuk selama-lamanya.”

    Dari ayat ini buah dari kebenaran menghasilkan dua kualitas karakter. Pertama adalah keyakinan. Bukan keyakinan terhadap diri sendiri, melainkan terhadap Dia yang menopang kita. Yang kedua adalah ketenangan, dengan rendah hati kita mengakui keterbatasan kita.

    Menunggu itu perlu dilakukan dengan rendah hati, kita membutuhkan anugerah Tuhan untuk melakukannya. Sembari menunggu, kita dapat berdoa, sebab doa dapat menolong kita mengatasi perasaan khawatir.

  5. Menantikan Tuhan memerlukan pengharapan yang tidak terpadamkan
  6. Dalam Roma 8:24-25, “Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.”

    Pengharapan itu sendiri sebenarnya adalah sebuah bentuk penantian. Bila saat ini kita sedang menantikan Allah, jika kita menaati Allah tetapi belum melihat hasil yang kita harapkan, kita perlu tahu di Alkitab ada janji indah yang berkaitan dengan penantian ini:

    “Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah” (Yesaya 40:30-31).

    Teman-teman, aku tidak tahu apa yang menjadi pergumulan kalian saat ini. Tetapi kita dituntut untuk belajar menantikan Allah. Belajar menantikan Allah yang akan menjawab seturut dengan cara dan waktu-Nya. Mari menikmati pembentukan dari Allah dalam masa-masa penantian kita masing-masing.

    “Penundaan kepuasan adalah proses menjadwalkan penderitaan dan kegembiraan hidup sedemikian rupa guna meningkatkan kegembiraan” (M. Scott Peck).

Baca Juga:

Bosan Tidak Selalu Jadi Pertanda untuk Berhenti

“Ahk, aku capek. Bosan! Daripada kukerjakan tapi tidak dari hati” belaku dengan berbagai alasan pembenaran atas keputusanku.

Tapi, sungguhkah solusi dari bosan dan lelah hanyalah menyerah?

Kamu Single? Fokuskan Dirimu pada 3 Hal Ini!

Artikel asli dalam bahasa Inggris: 3 Things To Focus On When You’re Single

Apakah kamu lelah ditanya-tanya tentang status hubunganmu? Atau, apakah hubungan yang kamu pikir akan langgeng, nyatanya malah berakhir? Apakah kamu menghabiskan liburanmu melihat orang-orang menikah, sehingga kamu bertanya pada Tuhan, “Mengapa aku masih single?”

Mungkin kamu sudah berdoa cukup lama untuk kehadiran pasangan hidup, dan kamu pun merasa masa-masa single ini terasa berat dan menyakitkan. Mungkin juga kamu baru saja menjadi single, atau bahkan belum berkeinginan untuk berpacaran. Bagaimanapun keadaannya, inilah sejumlah hal yang sebaiknya kamu lakukan di masa single:

1. Fokuskan dirimu membangun relasi dengan Tuhan

Dari firman Tuhan, kita tahu bahwa hal terpenting yang bisa kita lakukan dengan waktu yang kita miliki adalah mengenal Tuhan lebih dalam lagi. Tuhan Yesus memberi perintah “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap pikiranmu, dan dengan segenap kekuatanmu” (Markus 12:30).

Ketika kita masih single, jadwal kegiatan kita tentunya lebih fleksibel. Kesempatan ini dapat kita gunakan untuk fokus mengasihi Tuhan dengan cara-cara yang kreatif, yang mungkin tidak dapat kita lakukan dengan leluasa di fase kehidupan yang lain.

Tanyakan pada dirimu, apakah ada cara-cara unik yang dapat dilakukan untuk meluangkan waktu bersama Tuhan? Mungkin kamu bisa mengosongkan waktumu dari kesibukan minggu ini untuk mencari Tuhan di tempat yang tenang. Coba evaluasi kembali jadwalmu, lalu luangkan waktu di satu hari untuk menghabiskan waktu bersama Tuhan meskipun kamu harus menunda pekerjaanmu. Lebih menarik lagi, kamu bahkan bisa mengambil kelas Alkitab online yang disediakan banyak lembaga Kristen!

Lihat ke sekelilingmu dan cobalah melakukan hal yang tidak biasa untuk meluangkan waktu bersama Tuhan.

2. Fokuskan dirimu mengulurkan bantuan kepada orang lain

KIta semua adalah anggota dari keluarga Allah, baik orang Yahudi atau Yunani, hamba ataupun orang merdeka, laki-laki ataupun perempuan, bahkan kita bisa menambahkan single maupun berpacaran! (Galatia 3:28). Apapun status kita saat ini, Tuhan sudah memanggil kita ke dalam keluarga-Nya.

Kebanyakan kita tidak kesulitan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya. Tetapi, anggota keluarga Allah juga meliputi para lansia, keluarga muda, orang tua yang baru saja berpisah dengan anak-anaknya yang merantau untuk berkuliah, dan lain sebagainya. Bagaimana jika kita turut meluangkan waktu kita untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan bagi mereka (Galatia 6:10)?

Dapatkah kita membantu pasangan muda untuk menjaga anak mereka selama beberapa jam untuk memberi mereka waktu beristirahat? Atau mungkin membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga seorang lansia sambil mendengarkan kesaksiannya tentang pekerjaan Tuhan yang luar biasa?

Tidak hanya itu, kita juga bisa mengajak sepasang suami istri yang merindukan anaknya untuk makan malam bersama, sambil berbincang tentang tantangan-tantangan yang tengah kita alami di dunia pekerjaan kita. Mungkin juga masa single ini menjadi periode waktu yang baik untuk belajar dari pasangan lain, bahkan mendorong mereka untuk bertumbuh dalam hubungan yang mengejar keserupaan dengan Kristus.

Memang, butuh sedikit keberanian untuk mendekatkan diri pada seseorang yang tidak begitu akrab dengan kita di gereja. Bisa jadi, kita baru mendapatkan respon yang kita harapkan setelah undangan kedua atau ketiga. Tetapi, Tuhan sudah memberkati kita dengan keluarga besar yang beragam untuk suatu tujuan! Yuk, mulai menjangkau mereka!

3. Fokuskan dirimu menikmati musim kehidupan ini

Menjadi single dapat terasa memberatkan jika kita amat mendambakan kehadiran pasangan, dan tentunya, pernikahan. Tetapi, daripada memfokuskan diri pada hal-hal yang belum kita peroleh, ada baiknya kita memusatkan perhatian kita pada hal-hal yang membawa kebahagiaan di musim kehidupan yang tengah kita hadapi.

Kita dapat mengejar karier yang kita sukai. Mungkin ada kesempatan-kesempatan berhaga yang bisa kita lakukan sebagai persembahan di gereja. Mungkin kita terberkati dengan kehadiran sahabat-sahabat yang menemani kita menjalani kehidupan. Kita juga bisa mencoba melakukan hobi-hobi baru.

Penulis kitab Pengkhotbah mengingatkan kita, “Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka. Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah” (Pengkhotbah 3:12-13).

Dapatkah kamu menemukan tiga hal yang kamu nikmati dari hidupmu saat ini? Bersyukurlah kepada Tuhan untuk berkat yang sudah disediakan-Nya bagi kita. Tuliskan, dan lihat kembali di minggu-minggu, bulan-bulan, dan tahun-tahun mendatang!

Kita tidak tahu berapa lama musim ini akan berlangsung dan apa yang menanti kita di masa depan. Namun, kita dapat mencari cara untuk menikmati musim ini. Rayakanlah kebaikan Tuhan yang sudah kita alami dari dahulu sampai sekarang!

Baca Juga:

Mati dan Bangkit Setiap Hari

Kita mungkin tidak asing dengan istilah KKR yang biasanya menjadi acara besar suatu gereja. Tetapi, pernahkah kita berpikir, bagaimana caranya agar kita mengalami kebangkitan rohani setiap hari?

Jangan Sia-siakan Waktu Menunggumu!

Oleh Jalen Galvez, Filipina
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Don’t Waste Your Waiting

Tahun 2016, ibuku didiagnosis kanker payudara stadium empat.

Ketika aku mendengar kabar ini, aku bertanya-tanya mengapa pada Tuhan. Ada banyak pertanyaan dalam benakku, dan aku tidak bisa tidak memikirkannya. Sulit bagiku untuk menghadapi situasi yang akan aku dan keluargaku hadapi, karena ini bukanlah sesuatu yang kami harapkan terjadi. Imanku pun terguncang. Mengapa harus ibuku?

Menunggu adalah hal yang sulit, terlebih ketika kita tidak tahu bagaimana jawaban dari doa-doa kita kelak. Aku bergumul selama masa-masa itu, aku susah payah menginginkan jawaban dari Tuhan apa alasan dan tujuan dari semua peristiwa ini. Aku meragukan-Nya, karena aku tidak tahu kapan dan bagaimana Tuhan akan menjawab doaku. Itulah bagian tersulit dari menunggu. Tetapi, seiring aku terus mencari-Nya lewat doa dan firman-Nya, Tuhan menolongku untuk mengerti bahwa di saat aku menunggu, Dia bekerja.

Hari-hari setelah kami mengetahui kondisi ibuku, aku bersaat teduh di perpustakaan. Aku berdoa memohon Tuhan menunjukkan diri-Nya lewat firman-Nya, lalu kubukalah Alkitabku. Hari itu aku membaca Lukas 8:40-56, ketika Yesus menyembuhkan anak Yairus. Dalam Lukas 8:50, Yesus menghibur Yairus, “Jangan takut, percaya saja, dan anakmu akan selamat.”

Saat membaca ini, aku merasa terhibur. Aku dengan yakin mengimani Tuhan pun akan menyembuhkan ibuku. Lebih penting lagi, aku diyakinkan bahwa Tuhan sanggup bekerja dalam situasi ini dan memberi kita penghiburan jika kita berfokus kepada-Nya. Kita tidak perlu takut dengan keadaan kita sekarang ataupun yang kelak datang.

Ada tujuan dalam menunggu

Aku telah belajar bahwa di tiap momen menunggu, Tuhan punya tujuan. Roma 5:3-5 mengingatkan kita:

Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.

Pencobaan yang kita alami menuntut kita untuk hidup bergantung pada anugerah yang Tuhan sediakan. Melalui pengalaman ini, aku belajar bahwa setiap jam adalah anugerah Tuhan buat kita. Saat aku membuka hatiku kepada firman-Nya dan bertumbuh dalam kasih pada-Nya, aku dikuatkan bahwa apapun yang terjadi, aku dapat berpegang teguh pada keyakinan bahwa Tuhan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan (Roma 8:28).

Seiring kita menanti Tuhan untuk bekerja dalam hidup kita, ini adalah kesempatan untuk kita bertumbuh dalam kesabaran, membesarkan kapasitas hati, dan menyerahkan hidup kita pada Tuhan. Kali pertama aku menyerahkan hidupku pada Tuhan adalah tahun 2012, ketika aku menjadi orang Kristen dan dibaptis. Selama masa-masa sulit, aku terus mengingatkan diriku lagi dan lagi, “Hey, kamu sudah menyerahkan seluruh hidupmu pada Tuhan, jadi Dia sanggup menyelesaikan masalahmu ini.” Aku perlu selalu mengingatkan diriku, apapun keadaannya, aku selalu bisa meletakkan kepercayaanku pada Tuhan.

Menunggu bukanlah pekerjaan sia-sia. Ketika kita berdoa dan menanti jawaban, marilah kita membuka mata kita akan kebesaran Tuhan. Waktu Tuhan mungkin berbeda dari kita. Pun rancangan-Nya tak memerlukan persetujuan dari kita. Meskipun kita tidak tahu bagaimana doa kita akan dijawab-Nya, marilah kita dengan iman meyakini Tuhan bekerja di dalamnya.

Meskipun kita merasa seperti terombang-ambing dalam samudera ketakutan, kekhawatiran, dan kesedihan, marilah kita mengingat bahwa Tuhan tahu apa yang Dia sedang lakukan dalam hidup kita. Kadang hanya dengan jatuh ke air yang dalam, kita dapat menengadah kepada Dia yang mampu menyelamatkan kita dari tenggelam—Yesus. Yang diminta Yesus hanyalah kita menantikan-Nya seperti iman seorang anak kecil, percaya bahwa Dialah Bapa yang sangat peduli akan hidup kita.

Ibuku saat ini masih menjalani kemoterapi oral. Inilah jawaban bagi doa-doa kami, karena keluargaku berharap ibu bisa menghindari kemoterapi lewat pembuluh darah. Ini adalah sesi terakhir kemoterapinya. Meskipun sampai saat ini ibuku belum dinyatakan sembuh total dari kanker, kami punya iman dia pasti sembuh! Tapi, apapun yang kelak akan terjadi, kami percaya Tuhan memegang kendali dan selalu beserta kami dalam setiap langkah kami.

Anugerahmu adalah satu-satunya
Yang memampukanku melalui semuanya
Dengan sabar, aku mau menantikan-Mu

Baca Juga:

Kisah Cinta Eli

Eli mencintai negaranya, dan ia rela mati demi tugas. Eli mencintai istrinya, dan ia menjaga kesetiaanya sampai tali gantungan memutus nafasnya di lapangan El Marga, di kota Damaskus yang berdebu.

Setahun Mencari Pekerjaan, Tuhan Akhirnya Menjawab Doaku

Oleh Martha Felica*, Surakarta

Air mataku menetes tatkala aku terdiam. Pusing di kepala dan rasa sakit di dada kurasakan karena diselimuti kekecewaan. Aku tak kunjung mendapatkan pekerjaan pada tahun 2017 yang lalu. Saat masih duduk di bangku kuliah, aku pernah berpikir bahwa hidup akan terasa mudah dan indah setelah selesai kuliah. Lulus dengan nilai bagus, lalu diterima di perusahaan besar di Jakarta. Namun, impianku justru pupus begitu saja.

Hari demi hari, bulan demi bulan, kota demi kota sudah aku sambangi demi mendapatkan pekerjaan. Aku pernah mengikuti wawancara kerja di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Semarang. Namun, tak ada satupun yang akhirnya lolos. Padahal, teman-teman yang lulus bersamaku sudah mendapatkan pekerjaan. Aku didera rasa malu yang tak kunjung berhenti. Setiap kali orang bertanya di mana aku bekerja, lidahku kelu. Hatiku sakit. Aku tak tahu harus menjawab apa. Pun dengan kedua orang tuaku. Sebagai anak tunggal, aku punya kewajiban untuk menjadi satu-satunya tumpuan mereka nantinya. Lalu, bagaimana jika aku tak bisa memiliki pekerjaan dan tidak berhasil membanggakan mereka?

Tapi, rasa frustrasi tidak membuatku berhenti berdoa. Aku menceritakan tentang kegelisahanku selama aku belum mendapatkan pekerjaan kepada seorang hamba Tuhan di gerejaku. Aku memanggilnya dengan panggilan “Romo”. Saat itu, beliau menasihatiku bahwa yang terpenting bukanlah siapa yang tercepat, melainkan kualitas hidup kita karena itulah yang Tuhan lihat. Beliau juga mengutarakan bahwa aku harus diam sejenak dan merendahkan diri di hadapan-Nya. Aku harus menerima kondisiku saat itu dan berdamai dengan kekecewaan yang menggerogoti diriku sendiri sambil tetap berdoa. Aku berusaha melakukan nasihat Romo yang sesuai dengan apa yang tertulis dalam Filipi 4:6-7: “Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”

Ada harapan

Hari demi hari kembali aku jalani. Aku tidak menyerah pada keadaan. Sembari mengirim lamaran ke berbagai perusahaan, aku berusaha untuk terus berkarya di gereja dan menjadi wirausahawan. Aku membuka bisnis kaos dan bakso goreng serta melayani sebagai lektor atau pembaca Alkitab saat ibadah berlangsung. Di tengah-tengah usahaku itu, selalu ada perusahaan yang memanggilku untuk wawancara kerja, entah di Jakarta maupun Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Surabaya. Pengharapanku tumbuh kembali, apalagi orang tua, keluarga dan teman-temanku terus mendukungku. Aku beroleh kekuatan melalui Matius 6:26:

“Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?”

Benar, aku adalah manusia ciptaan-Nya yang lebih dari burung-burung itu. Aku tak boleh khawatir selama aku berusaha dengan jujur dan terus mengandalkan-Nya dalam doa-doaku.

Lembaran baru

Waktu demi waktu berlalu. Wawancara demi wawancara kulalui, tetapi aku masih belum berhasil lolos ke tahap selanjutnya.

Bulan Juli 2017, aku iseng mendaftarkan diri ke sebuah perusahaan media yang sedang dibangun di kota tempat tinggalku, Solo. Setelah mengikuti seleksi, kupikir aku gagal kembali. Tapi, tak disangka-sangka, seminggu kemudian aku kembali dipanggil lewat telepon dari Jakarta. Aku diberitahu bahwa aku diundang untuk mengikuti proses seleksi di media yang sama namun dengan fokus yang berbeda yakni di berita seputar entertainment. Yang lebih mengejutkan lagi buatku, aku harus melewati proses wawancara di hadapan 10 petinggi perusahaan sekaligus. Aku sempat pesimis karena menurutku jawaban-jawabanku kurang memuaskan. Namun, aku memiliki nilai lebih karena pernah menulis di blog dan tulisanku pernah dimuat di beberapa media di Indonesia.

Setelah seminggu, aku menerima kabar bahwa aku diterima di media tersebut. Aku menandatangani kontrak selama setahun sampai Agustus 2018. Aku tak bisa menggambarkan betapa bahagianya diriku saat berhasil memperoleh pekerjaan untuk pertama kalinya. Senang, kaget, dan terharu bercampur menjadi satu. Aku sangat bersyukur karena Tuhan akhirnya memberikan jawaban atas doaku. Sebagai ucapan syukur kepada Tuhan, aku memberikan seluruh gaji pertamaku untuk orang-orang yang membutuhkan melalui gereja.

Aku teringat pada perkataan Romo, “Hidup kita itu perjuangan. Jalani dengan penuh keberanian dan harapan. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kamu.”

Aku sungguh tak menyangka bahwa usahaku untuk terus melamar pekerjaan akhirnya berbuah manis seperti halnya firman yang tertulis dalam 2 Tawarikh 15:7, “Kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!

Kini, satu setengah tahun telah berlalu. Aku masih setia bekerja di perusahaan media tersebut. Aku berusaha disiplin dan menghargai pekerjaanku serta memberikan yang terbaik, karena aku tahu betapa susahnya mencari pekerjaan di luar sana.

Teman, siapa pun kamu dan di mana pun kamu sekarang, jika kamu sedang berjuang mendapatkan pekerjaan, yakinlah bahwa Tuhan akan menolongmu. Ia mendengarkanmu jika kamu bersungguh-sungguh, bersedia berjuang dengan jujur dan tak menyerah. Ingatlah, “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Roma 8:28).

Selamat berjuang dengan tak putus-putusnya berharap pada Tuhan. Tuhan Yesus memberkati kita semua.

*Bukan nama sebenarnya.

Baca Juga:

3 Hal yang Tuhan Ajarkan dalam Masa Penantian

Enam bulan aku menanti dan berusaha agar jurnalku sebagai prasyarat kelulusan diterima. Awalnya aku sempat kecewa, tapi rupanya dari masa-masa inilah aku belajar sesuatu.