Posts

Hal Penting yang Kulupakan Ketika Aku Melayani Tuhan

hal-penting-yang-kulupakan

Oleh Maleakhi P. S.

Aku senang dan sangat aktif melayani Tuhan sejak muda. Bisa dibilang hari Minggu adalah hari yang sangat sibuk buatku. Pagi hari aku ikut main musik mengiringi Ibadah Umum pertama, setelah itu mengajar sekolah minggu, mengurus kebaktian remaja, dan lanjut mengikuti Ibadah Umum kedua. Hari-hari lainnya, meski aku punya kesibukan di rumah dan di kampus, ada saja kegiatan yang kulakukan juga di gereja, entah itu rapat, latihan, persekutuan, dan sebagainya. Aku ingin melakukan yang terbaik untuk Tuhan dan hanya untuk Tuhan.

Hingga suatu hari firman Tuhan menegurku di sebuah ibadah remaja. Hari itu, khotbah yang disampaikan adalah tentang Marta dan Maria (Lukas 10:38-42). Aku sebenarnya sudah cukup sering mendengarkan kisah mereka, bahkan suka menyanyikan lagunya. Hati kecilku terusik oleh sebuah suara: “Apakah kamu hidup bersama Tuhan?”

Dengan sigap pikiranku menjawab, “Jelas aku sudah bersama Tuhan. Aku sudah melayani Tuhan, bahkan Senin sampai Minggu aku selalu datang ke rumah Tuhan.”

Lalu aku terdiam.

Firman Tuhan hari itu menembus hatiku dalam-dalam.

“Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (Lukas 10:41-42).

Dengan malu aku harus mengakui bahwa aku sama seperti Marta yang lebih memilih “sibuk di dapur” daripada “duduk mendengarkan perkataan Yesus”. Inilah hal penting yang aku lupakan: Aku melakukan segala sesuatu untuk Tuhan, tetapi tidak bersama dengan Tuhan.

Apakah melayani Tuhan itu salah? Aku jadi bertanya-tanya.

Kuperhatikan lagi catatan Alkitab tentang Marta.

Tidak ada keterangan bahwa Tuhan Yesus menyalahkan Marta atas pelayanannya. Tuhan Yesus juga tidak berusaha menghentikannya. Perkataan Yesus lebih banyak menyiratkan kasih dibanding penghakiman. Dia prihatin melihat Marta yang sepertinya mulai lelah dan jengkel. Hal yang sangat bisa kumaklumi sebagai orang yang juga selalu aktif melayani. Kesibukan pelayanan bisa membuat kita lelah dan mulai membanding-bandingkan banyaknya pekerjaan yang sudah kita lakukan dibanding orang lain.

Yesus tidak menghakimi Marta, namun Dia mengingatkan Marta: terlalu sibuk dengan berbagai aktivitas yang baik dapat membuat Marta kehilangan bagian yang terbaik.

Aku bersyukur hari itu kembali diingatkan Tuhan untuk tidak melewatkan bagian terbaik yang sudah disediakan-Nya: hubungan pribadi dengan Tuhan. Tidak berarti aku lantas berhenti atau jadi malas melayani, tetapi aku tidak akan membiarkan aktivitas pelayanan membuatku kehilangan waktu-waktu yang berkualitas bersama Tuhan. Lagipula, bagaimana aku bisa tahu bahwa aku telah melakukan yang terbaik untuk Tuhan jika setiap hari aku sendiri tidak pernah mengambil waktu bersama-Nya, dan mendengarkan perkataan-perkataan-Nya?

Sebelum kita mulai melayani Tuhan, ambillah terlebih dahulu waktu bersekutu bersama dengan Tuhan, dan dengarkan apa yang Dia inginkan untuk kita lakukan bagi-Nya.

Artikel Lain:

4 Ciri Para Pendosa di Dalam Gereja

Kalau kita semua adalah manusia yang berdosa, termasuk kita yang ada di dalam gereja, apa yang membedakan kita dengan orang yang belum mengenal Kristus? Temukan 4 ciri-cirinya di dalam artikel ini.

SinemaKaMu: Pelajaran dari Para Minion

Oleh: Cindy Hendrietta, Indonesia
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: What I’ve Learned from Minions

pelajaran-dari-para-minion

Beberapa waktu lalu, aku pergi ke bioskop dengan teman-temanku untuk menonton aksi nyentrik sekelompok makhluk lucu yang badannya berbentuk seperti kapsul, kecil, kuning, dan selalu memakai baju kodok (jumpsuit) berwarna biru. Yep, kami menonton Minions, sebuah film yang mengisahkan bagaimana makhluk-makhluk yang tidak terampil apa-apa tetapi sangat menggemaskan ini bertemu dan menjadi anak buah Gru, “pahlawan” tak terduga dalam film Despicable Me.

Yang membuatku terkesan adalah keinginan besar para minion untuk menemukan seorang tuan yang dapat mereka layani. Selama ribuan tahun, mereka telah mencari seorang pribadi yang lebih besar dan hebat, kepada siapa mereka dapat memberikan segenap hati dan hidup mereka. Para minion menjalani hari-hari mereka dengan bergembira dan melakukan segala sesuatu sesuka hati mereka, tetapi tanpa seorang tuan, hidup mereka terasa kosong dan tidak bermakna. Upaya mereka untuk menemukan seorang tuan untuk mereka layani menjadi inti cerita dari film ini.

Sembari menontonnya, aku tersadar betapa kita manusia juga punya kesamaan dengan mereka. Kita ingin mendapatkan kesenangan, tujuan, dan keberhasilan dalam hidup. Jiwa kita terus mencari kepuasan, tetapi kerap kita tidak dapat menemukannya. Sebab itu, kita kemudian memandang ke atas dan mencari seseorang atau sesuatu yang lebih tinggi, yang lebih agung, yang dapat kita hormati.

Aku diingatkan dengan kejadian dua tahun lalu ketika aku sedang duduk di aula gerejaku, bingung tentang masa depanku, tentang bagaimana aku harus menjalani hidupku, dan tentang apa yang sebenarnya kuperjuangkan dalam hidup. Aku mengikuti kebaktian pemuda pada hari itu, dan tema khotbahnya adalah “Minion-nya Tuhan” (minion= pengikut, pelayan rendahan dari seseorang yang berkuasa). Pada saat itu, aku tidak merasa bahwa Tuhan sedang memanggil aku atau menyatakan hadirat-Nya kepadaku.

Peristiwa lain pun melintas di pikiranku. Dua minggu lalu, seorang temanku memutuskan untuk mempersembahkan sisa hidupnya untuk melayani Tuhan penuh waktu. Aku tidak terlalu mengenalnya. Aku hanya pernah mendengar sekilas bahwa ia ingin menjadi pelayan Tuhan penuh waktu dan akan belajar di sekolah Alkitab. Entah kenapa, aku tidak bisa melupakan teman itu serta komitmennya kepada Tuhan. Sepertinya Tuhan memakai ingatan akan peristiwa tersebut untuk mengajar aku agar secara serius memikirkan komitmenku kepada Tuhan, sama seperti temanku.

Beberapa hari setelah menonton film Minion, aku menghadiri ibadah perayaan ulang tahun ke-70 dari gerejaku; dan aku tahu itu saatnya aku meresponi panggilan Tuhan. Bersama-sama dengan sekitar 500 pemuda lainnya, aku mendedikasikan hidupku sepenuhnya untuk melayani Tuhan—siap diperlengkapi untuk menjadi para “minion”-nya Tuhan.

Sejak hari itu, Tuhan selalu memotivasiku untuk mencari Dia melalui firman-Nya. Aku didorong oleh berbagai ayat dalam Alkitab untuk senantiasa mengarahkan pandanganku kepada-Nya, peka mendengar panggilan-Nya, dan bertindak seturut dengan kehendak-Nya. Setiap hari aku diingatkan bahwa Tuhan adalah satu-satunya Tuan yang benar, satu-satunya Pribadi yang dapat memberi kita makna dan tujuan dalam hidup ini.

Aku bersyukur bahwa Allah adalah Tuan kita. Dalam Mazmur 46:11, Dia berfirman: “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!”

Mengapa Harus Aku?

Oleh: Putri Patuan Rabby Lumban Gaol

Mengapa-Harus-Aku_

Sewaktu kelas 4 SD, aku sering melihat para pelayan Tuhan yang datang berkunjung ke tempat-tempat kumuh sekitar rumahku. Aku terkesan. Orang-orang terpelajar seperti mereka punya pekerjaan yang baik dan dihormati orang. Mengapa mereka mau susah-susah datang ke tempat kumuh seperti ini? Aku makin keheranan ketika di lain waktu melihat orang-orang di sekitar rumah, termasuk mamaku sendiri, melakukan hal yang sama. Aku tak habis mengerti mengapa mereka yang serba kekurangan bahkan makan pun susah mau datang ke tempat kumuh lainnya untuk berbagi dan melayani sesama? Setelah aku lebih dewasa, aku baru memahami, bahwa sikap yang mau melayani itu mereka miliki karena mereka mengenal Allah yang sama, Allah yang Mahakasih dan Mahapemurah. Dalam Firman-Nya kita diajarkan untuk saling berbagi (Lukas 3:11), dan saling melayani seperti yang telah diteladankan oleh Kristus sendiri (Matius 20:28; Yohanes 13:14-15).

Yang sangat mengesankan bagiku adalah Allah berkenan memakai berbagai macam orang untuk terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan-Nya yang luar biasa. Alkitab mencatat tentang Tomas yang peragu, Petrus yang emosional, Marta yang penuh kekuatiran, Rahab yang pernah melacurkan diri, Elia yang bahkan sampai mau bunuh diri. Alkitab mencatat tentang raja yang terkenal, janda yang miskin, orang-orang terpelajar, juga nelayan yang tidak sekolah. Yang dipakai Allah bukan sekadar orang-orang berbakat khusus, tetapi orang-orang yang mau menanggapi panggilan-Nya.

Entah kamu pernah merasakannya atau tidak, tetapi adakalanya aku sendiri merasa minder, merasa tidak punya kemampuan yang hebat untuk melayani Allah. Bukankah ada banyak orang lain yang punya keahlian dan lebih layak untuk dipakai Allah? Mengapa harus aku? Aku tidak punya hal yang cukup baik untuk diberikan. Tanpa kusadari, aku sudah membuat standar sendiri untuk mengukur yang namanya pelayanan kepada Allah. Aku menganggap pekerjaan-pekerjaan tertentu sebagai pelayanan yang besar dan berarti, sementara pekerjaan-pekerjaan tertentu hanyalah pelayanan kecil yang kurang berarti. Padahal, Firman Allah mengajarkan kita melakukan segala sesuatu untuk Allah, untuk memuliakan-Nya (1 Korintus 10:31; Kolose 3:23)! Jadi, sebenarnya tidak ada pelayanan yang terlalu besar atau terlalu kecil di mata Allah. Ketika kita melakukannya dengan hati yang tertuju kepada Allah, menjahit pakaian atau memberi secangkir air minum pun berharga di mata-Nya, dan bahkan dapat dipakai-Nya dengan luar biasa (Markus 9:41; Kisah Para Rasul 9:39).

Ketika mengetik tulisan ini, aku memperhatikan lampu kamar yang ukurannya lebih kecil daripada lampu ruang tengah. Apakah lampu itu lantas menjadi kurang penting? Jelas tidak. Ukuran lampu kamarku kecil karena kamarku memang tidak seluas ruang tengah yang membutuhkan penerangan lebih besar. Sebuah gambaran yang mengingatkanku betapa Allah yang Mahatahu dan Mahabijak, juga memperlengkapi dan menempatkan kita tidak secara kebetulan. Dia mempersiapkan setiap kita secara unik, memberi kita kapasitas yang berbeda-beda, sehingga kita bisa saling melengkapi sebagai sesama anggota tubuh Kristus yang melayani Sang Raja!

Makin lama melayani, makin aku menyadari bahwa sebagaimana kita diselamatkan karena anugerah Allah, kita juga dipanggil untuk melayani karena anugerah-Nya. Allah bisa memakai siapa saja yang dikehendaki-Nya untuk melayani Dia. Allah bahkan bisa saja memakai bala tentara malaikat yang jelas lebih mumpuni daripada kita manusia. Akan tetapi, Allah memilih menyatakan karya-Nya di dunia ini melalui kita, bukan tanpa kita!

Hari ini, aku tidak merasa lebih hebat karena sudah aktif melayani dalam komunitas orang percaya. Kenyataannya, Allah mengizinkanku menghadapi berbagai kesulitan dan hambatan dalam pelayanan untuk mengajarku terus bergantung kepada-Nya, dan membentuk karakterku agar makin serupa Kristus. Aku tidak perlu menjadi hebat dan sempurna dulu baru aku dapat melayani-Nya. Allah memakai orang-orang yang mau menanggapi panggilan-Nya. Sebab itu, selama aku masih ditempatkan Allah di dunia ini, aku ingin terus taat dan setia mengerjakan apa yang dipercayakan-Nya di tanganku, seperti yang kerap diingatkan sebuah lagu:

Yesus Kau kebenaran yang menyelamatkanku,
Kau memb’rikanku hidup dan pengharapan

S’lama ku hidup, ku hidup bagi-Mu,
mataku tetap, tetap memandang-Mu,
dunia tak bisa menjauhkanku dari kasih-Mu

Kerinduanku ketika menghadap Allah kelak, muka dengan muka, aku dapat mendengar Dia berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, … Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:23).

Sharing Lagu: Dengan Seg’nap Hatiku

Lagu pembuka di salah satu ibadah doa malam yang aku ikuti beberapa waktu yang lalu berjudul With All My Heart, ciptaan Babbie Y.Mason. Sebenarnya ini bukan lagu asing buatku, aku pernah mempelajarinya ketika mengikuti paduan suara beberapa tahun yang lalu. Tapi saat belajar, aku lebih berfokus pada not-not yang ada di kertas partitur daripada memperhatikan liriknya.

Malam itu, ketika singers mulai menyanyikannya, entah kenapa aku mulai memperhatikan kalimat demi kalimat yang dinyanyikan.

In this quiet place with You
I bow before Your throne
I bare the deepest part of me
To You and You alone

terjemahan:
Teduh di sini bersama-Mu
sujud depan takhta-Mu
kucurahkan isi hati
hanya kepada-Mu

Bagian ini tidak terlalu sulit untuk dinyanyikan. Berdiam diri di hadapan Tuhan bukan sesuatu yang asing buatku, menceritakan apa yang menjadi isi hatiku terdalam kepada Tuhan.

I keep no secrets for there is
No thought You have not known
I bring my best and all the rest
To You and lay them down

terjemahan:
Tak ada yang kusembunyikan
Kau kenal pikiranku
yang terbaik, dan s’mua yang kupunya
kus’rahkan di mezbah-Mu

Ya, aku tak bisa menyimpan rahasia apapun dari Tuhan. Karena Tuhan jelas tahu hidupku, bagian terdalam dari hatiku. Aku bawa yang terbaik dan seluruh hidupku kepada Tuhan dan meletakkannya di mezbah Tuhan.

With all my heart I want to love You Lord
And live my life each day to know You more
All that is in me is Yours completely
I’ll serve You only with all my heart

terjemahan:
D’ngan s’g’nap hati ku mau cinta-Mu, Tuhan
setiap hari makin mengenal-Mu
Hidupku sep’nuhnya hanya milik-Mu
Ku ‘kan m’layani-Mu s’g’nap hatiku

Sampai pada bagian refrain ini, aku mulai kesulitan untuk ikut bernyanyi. Pertanyaan demi pertanyaan menghujani pikiranku: Benarkah aku mau mengasihi Tuhan dengan SEGENAP hati, dan menghidupi hidupku SETIAP HARI untuk LEBIH MENGENAL Tuhan? Benarkah aku mau menyerahkan apa yang aku miliki sambil berkata kalau SEMUA yang ada di dalam diriku SEPENUHNYA milik-Mu, Tuhan? Akankah aku melayani-Mu dengan SEGENAP hati?

You faithfully supply my needs
According to Your plan
So help me Lord to seek Your face
Before I seek Your hand

terjemahan:
Engkau p’lihara hidupku
sesuai rencana-Mu
Tolong ku ‘tuk merindu-Mu
lebih dari berkat-Mu

Bagian ini membawaku untuk memohon agar Tuhan menolongku untuk dapat terus mengimani betapa Dia terus menerus menyediakan apa yang aku perlukan sesuai dengan rencana-Nya. Juga agar aku dapat belajar mencari Tuhan terlebih dahulu sebelum mencari “tangan”-Nya.

And trust, You know what’s best for me
When I don’t understand
Then follow in obedience
In every circumstance

terjemahan:
Percaya Kau tahu yang terbaik
saat ku tak mengerti
tolong ku menaati-Mu
dalam setiap jalanku

Bait terakhir ini menjadi pengakuan imanku, sekaligus doa pengharapanku:
Ya, aku percaya bahwa Tuhan tahu yang terbaik untuk aku. Ketika aku tidak mengerti apa rencana-Mu, tolong aku untuk tetap taat dalam segala keadaan.

Makin aku mencoba memahami arti dari setiap kata dalam lirik lagu ini, jujur saja makin aku tak berani menyanyikannya. Bukankah setiap lagu merupakan doa kita juga? Pernahkah membayangkan apa yang Tuhan rasakan ketika melihat kita menyanyi dengan mulut kita, tetapi tidak dengan hati kita?

Kesadaran ini membawa aku kini bernyanyi sambil berkata dalam hati,”Tuhan, tolong aku supaya aku dapat melakukan apa yang aku ucapkan dalam pujian ini. Tolong aku mengasihi-Mu lebih daripada apapun.”

Semoga lirik lagu ini dapat menjadi berkat juga bagimu. Aku sungguh berharap, ketika kamu menyanyikan lagu ini, kamu akan menyanyikannya dengan hati. Ini merupakan lagu yang menyatakan janji kita kepada Tuhan. Marilah kita belajar untuk mengasihi Dia dengan segenap hati.

Bukankah Kami Sudah Melayani-Mu, Tuhan?

Oleh: Ovit Samuel Purba

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Mungkin kamu pernah merasa Tuhan tidak adil. Kamu sudah giat melayani-Nya, namun Dia sepertinya lebih bermurah hati memberkati orang lain. Atau kamu merasa kamu lebih baik dan lebih mampu dalam mengerjakan sesuatu, tetapi Tuhan malah memberikan kesempatan itu kepada orang lain. Ufffh, jujur saja aku pernah merasakannya.

Namun, ketika aku merenungkan sikapku lagi dalam terang Firman Tuhan, aku menjadi malu. Siapakah aku di hadapan Tuhan? Bukankah Tuhan itu Mahabijak dan Mahatahu? Berani-beraninya aku berlagak lebih tahu dan mau mengajari Tuhan cara mengatur dunia ini.

Perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur yang disampaikan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya mengajariku beberapa hal penting (kamu bisa membacanya dalam Matius 20:1-16).

1. Tuhan adalah Sang Pemilik pelayanan kita
Dalam perumpamaan ini Tuhan diibaratkan sebagai tuan pemilik kebun anggur. Sang tuan memiliki hak penuh untuk menentukan bagaimana ia akan mengelola kebun anggurnya, siapa saja yang boleh bekerja di kebun anggurnya, dan bagaimana ia akan memberi upah kepada para pekerjanya. Ia bebas menggunakan miliknya menurut kehendak hatinya (ayat 15).

Bukankah kerap kita mengukur pelayanan menurut standar kita sendiri? Kita merasa melayani lebih banyak dari orang lain sehingga boleh menuntut Tuhan untuk berterimakasih dan membayar segala jerih lelah kita. Betapa arogannya kita! Betapa kita perlu selalu diingatkan bahwa Tuhan adalah Tuan dan Pemilik pelayanan kita, bukan pesuruh kita.

2. Melayani Tuhan adalah anugerah
Siapakah orang-orang yang dipekerjakan di kebun anggur? Apakah mereka pekerja yang luar biasa? Bukan! Mereka adalah para pengangguran di pasar, yang karena belas kasihan sang tuan dipanggil bekerja di kebun anggur miliknya.

Bukankah hanya karena anugerah Tuhan, kita dipanggil untuk dapat ikut ambil bagian dalam kerajaan-Nya? Apakah kita menjadi orang upahan yang bekerja seharian atau hanya beberapa jam saja, itu bukan masalah. Bisa dikasihi dan dipanggil bekerja bagi sang tuan saja sudah merupakan hal yang luar biasa. Betapa aku bersyukur karena Tuhan memanggilku bukan karena aku punya posisi tertentu atau kemampuan yang bisa dibanggakan. Kalau tidak aku tentu hanya akan berputar-putar saja menjalani hidupku, tidak punya arah dan tujuan yang pasti.

3. Tuhan tahu bagaimana menilai para pekerja-Nya
Pemilik kebun anggur dalam perumpamaan ini membayarkan upah para pekerja sesuai apa yang dijanjikannya. Namun, sebagian pekerja menuduhnya tidak adil, karena tidak senang melihat orang-orang yang hanya bekerja sebentar mendapatkan bonus yang sama besar dengan upah mereka. Mereka sepertinya merasa sang tuan tidak tahu bagaimana menilai pekerjaan yang mereka lakukan dengan benar.

Bukankah kerap kita juga bersikap demikian? Kita bersungut-sungut dengan pekerjaan yang Tuhan berikan. Kita mengeluh karena Tuhan memberikan kepada orang lain bagian yang lebih mudah dan enak untuk dikerjakan, sementara bagian kita sulit dan kurang dihargai. Betapa kita perlu selalu diingatkan bahwa Tuhan adalah Allah yang Mahatahu, dan dalam kemahatahuan-Nya itu Dia telah memercayakan pelayanan-pelayanan tertentu untuk kita kerjakan sesuai dengan kapasitas kita. Dia adalah Tuhan yang tahu apa yang terbaik untuk kita kerjakan dalam kerajaan-Nya. Dia tahu apa yang terbaik untuk menolong kita bertumbuh makin serupa Dia. Kita tak perlu membanding-bandingkan diri dengan orang lain ketika kita memercayai penilaian-Nya dan upah yang akan Dia sediakan bagi orang-orang yang mengasihi-Nya.