Posts

Tetap Mengasihi Sahabat, Meskipun Dia Berlaku Buruk Padaku

Oleh Maxentia Septrierly, Semarang

Sewaktu SMA dulu aku berteman dekat dengan seorang laki-laki, sebut saja namanya Marvin. Banyak kegiatan yang kami lakukan bersama, mulai dari ekstrakurikuler sampai persekutuan bersama. Aku senang berteman dengannya. Dia seorang yang humoris, pintar, dan penampilannya menarik. Persahabatan kami diisi dengan tawa dan canda. Kadang kami bertengkar, tapi selalu baik kembali. Hingga suatu ketika ada hal yang membuat persahabatan ini kandas.

Meski relasi kami erat, aku menganggapnya sebagai sahabatku. Dalam ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja yang kami ikuti bersama, aku ingin kami bisa mengikuti lomba dan meraih juara bersama. Namun, kedekatan kami berdua sebagai sahabat rupanya disalahartikan oleh teman-temanku. Mereka pikir kami berpacaran. Desas-desus tersebut membuat Marvin tidak nyaman dekat denganku.

Suatu hari, aku mendengar teman sekelasku berbisik. Mereka memberi saran pada Marvin untuk menghapus fotoku dengannya saat hari Hartini di akun Instagramnya. Setelah itu, aku melihat sikap Marvin yang berubah. Aku pun bertanya padanya, apakah ada yang salah denganku? Pertanyaan itu dijawabnya dengan bentakan. Pikiranku kacau dan aku pun menangis, padahal hari itu aku ingin memfokuskan diriku untuk mengikuti persekutuan. Beberapa temanku kemudian menghiburku.

Semenjak hari itu, relasi persahabatan kami yang semula erat jadi renggang. Aku sering menangis. Namun, puji Tuhan. Dalam kesedihanku itu, ada penghiburan yang kudapatkan ketika aku mengikuti retret. Aku diingatkan bahwa kedekatanku dengan sahabatku dulu pernah membuatku jadi menjauh dari Tuhan. Aku memang sering ikut persekutuan bersama, tapi aku jarang berdoa. Sepulang retret, aku mengambil komitmen untuk memperbaiki relasiku dengan Tuhan, mengampuni perlakuan buruk sahabatku, dan belajar mengasihinya dalam kondisi apapun.

Aku pun menjalani hari-hariku seperti biasa. Jika bertemu Marvin, aku menyapanya. Aku meminta maaf padanya apabila ada kesalahan-kesalahan yang telah kubuat. Meski sampai saat ini sikapnya tidak berubah, tapi di sinilah aku benar-benar belajar untuk mengasihinya. Aku menemukan dua ayat yang menolongku untuk tetap mengasihi orang yang telah menyakitiku.

Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian” (Kolose 3:13).

Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yohanes 15:13).

Tuhan telah mengasihaniku dan mengampuniku dari kesalahan-kesalahanku, maka aku pun belajar untuk mengasihi orang lain dan mengampuni sahabatku atas sikap buruknya kepadaku. Kasih itu tidak hanya diungkapkan lewat kata-kata saja, namun juga lewat sikap hati kita kepada saudara-saudari kita. Aku bersyukur, dari persahabatanku dengan Marvin, aku belajar untuk mempraktikkan kasih tersebut. Aku belajar untuk mengampuni dan mendoakannya.

Aku percaya bahwa di dalam doaku Tuhan bekerja untuk melembutkan hati sahabatku. Bukan aku yang dapat mengubah seseorang, tetapi Tuhan saja yang mampu menyentuh hati dan mengubahkannya.

Baca Juga:

Ketika Kerinduan untuk Memperoleh Kasih Sayang Menguasai Diriku

Meski keluargaku penuh kasih sayang, aku mudah cemburu pada perhatian dari teman-teman dekatku. Aku selalu ingin diprioritaskan oleh mereka, hingga akhirnya tak jarang aku pun jatuh dalam kekecewaan.