Posts

Kembali Bertekun dalam Firman-Nya

Penulis: Helen Maria Veronica
Ilustrator gambar: Armitze Ghazali

Kembali Bertekun-web

Jika kamu pernah jatuh cinta, kamu tentu pernah merasakan kerinduan yang besar untuk bisa selalu dekat dengan dia yang kamu cinta. Hari-harimu terasa penuh semangat untuk bisa melihat wajahnya dan mendengar suaranya. Tidak ada hal yang terlalu sulit untuk dilakukan untuknya.

Hal yang sama aku alami ketika pertama kali mengenal Tuhan. Aku jatuh cinta kepada Pribadi luar biasa yang begitu mengasihiku. Aku selalu ingin dekat dengan-Nya, dan penuh semangat untuk belajar firman-Nya. Berkat-Nya terasa begitu nyata, dan aku merasa begitu disayang Tuhan.

Namun, setelah beberapa waktu berlalu, semangatku berangsur surut. Aku mulai malas membaca Alkitab karena ada banyak ayat yang tidak kumengerti. Kesibukanku bertambah dan aku mulai sering menunda-nunda membaca firman Tuhan. Aku berjanji akan menebusnya esok hari, tetapi kemudian melupakan janjiku sendiri. Sering juga aku membatalkan niat baca Alkitab karena kondisi hatiku sedang kurang baik. Rasanya tidak enak menghampiri Tuhan bila hati sedang penuh kemarahan, kepahitan, dendam, atau iri hati.

Lambat laun, aku mulai kehilangan kedekatanku dengan Tuhan. Ketika kemudian masalah demi masalah datang menimpaku dan keluargaku, aku merasa Tuhan tidak lagi menyayangiku. Aku kesal karena Tuhan membiarkan nilai-nilaiku di sekolah turun drastis, juga membiarkan keluargaku mengalami kesulitan dalam keuangan dan berbagai hal lainnya. Aku tahu ada yang tidak beres dalam hatiku, dan itu mengganggu hubunganku dengan Tuhan.

Aku bersyukur dalam masa-masa yang berat itu, Tuhan menyediakan seorang kakak rohani yang selalu mendorong aku untuk bertekun membaca Alkitab dan berdoa. Aku diingatkan akan janji Tuhan bagi masa depan anak-anak-Nya. Aku pun mulai menyadari, menjauh dari Tuhan tidak akan menyelesaikan masalahku. Justru bebanku bertambah, hatiku jadi tidak tenang, dan aku makin kesepian. Undangan Tuhan Yesus dalam Matius 11:28 sangat menguatkan aku; Ia berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.”

Perlahan, aku mulai kembali berkomitmen untuk membaca Alkitab secara teratur. Aku sadar bahwa sebagaimana tubuhku akan menjadi lemah bila tidak diberi makan setiap hari, demikian juga jiwaku akan melemah tanpa diisi dengan firman Tuhan setiap hari. Aku telah mengecap kebaikan Tuhan sebelumnya, dan aku tahu bahwa manfaat firman Tuhan itu begitu besar. Firman Tuhan memberi hikmat (Mazmur 119:99; Amsal 1:7), menuntun kita pada keselamatan (2 Timotius 3:15; Matius 4:4), membimbing langkah kita, dan membuat kita berhasil (Mazmur 119:105; Yosua 1:8). Firman Tuhan juga memberi kita penghiburan dan pengharapan di tengah beratnya masalah (Mazmur 119:52, Mazmur 119:92-93). Setiap kali akan membaca, aku berdoa, memohon tuntunan Roh Kudus, karena kini aku sadar pengertianku begitu terbatas. Tak terasa, dalam empat setengah tahun terakhir, aku sudah berhasil membaca seluruh Alkitab sebanyak lima kali.

Mungkin kamu juga pernah mengalami kemunduran yang sama. Mendekatlah kembali kepada Kristus, karena di luar Firman yang hidup itu, kita tidak bisa berbuat apa-apa (Yohanes 15:5). Renungkanlah betapa banyaknya kebaikan yang sudah kita terima dari Tuhan, dan jadikan semua itu sebagai penyemangat dalam hubunganmu dengan-Nya. Jangan menunda.

Aku memulai dengan menyediakan waktu untuk secara khusus membaca Alkitab, setidaknya 15 menit setiap hari. Kamu juga bisa melakukannya. Milikilah niat dan rasa ingin tahu. Tanpa keinginan untuk sungguh-sungguh mengenal Tuhan yang berfirman, semangat kita akan mudah surut. Saat menemui ayat-ayat yang sulit, untuk tahap ini kita lewati dulu. Target awal kita adalah menjadikan membaca Alkitab sebagai kebiasaan atau gaya hidup setiap hari. Jangan “bolong-bolong”, karena akan membuat kita malas melanjutkan. Setelah berhasil melakukannya secara konsisten, kita bisa menambah waktu baca, dan menggunakan berbagai alat bantu yang dapat menolong kita memiliki pemahaman yang lebih lengkap dan mendalam. Ingatlah untuk selalu meminta Roh Kudus menuntun kita, memberi hikmat dan kecintaan yang makin besar akan firman-Nya.

 
Kami juga ingin mendengar ceritamu!
Bagaimana pengalamanmu dalam membaca Alkitab? Apa saja tantangan yang kamu hadapi? Apa yang memotivasimu untuk terus melakukannya?

Surat untuk Sahabat Sejatiku

Oleh: Alvin P.F. Kapitan

Sahabat Sejatiku

Tuhan Yesus yang terkasih,

Maafkanlah aku. Telah lama aku tidak menyapa-Mu lewat doa. Telah lama aku tidak bersaat teduh dengan-Mu, merenungkan firman-Mu, dan bersukacita bersama-Mu lewat pujian. Rasanya waktu yang kumiliki begitu sedikit dan tak cukup untuk kusediakan bagi-Mu.

Akan tetapi, aku kemudian menyadari, sebenarnya waktu yang kumiliki selalu sama. Yang berbeda adalah bagaimana aku menggunakannya. Saat kuingat-ingat lagi, ternyata kebanyakan waktu itu kuhabiskan untuk nonton, sms-an, facebook-an, dan bersenang-senang dengan teman-temanku. Engkau tidak lagi menjadi yang utama, tidak lagi menjadi pusat hidupku.

Tuhan Yesus yang menyebutku “sahabat”,

Kasihanilah aku. Engkau tahu betapa hatiku lemah dan mudah berpaling dari-Mu. Kebaikan-kebaikan-Mu begitu mudah kulupakan. Kesabaran-Mu kerap kupandang ringan. Engkau yang berkuasa atas segala sesuatu berkenan menjadikanku “sahabat”, sungguh suatu kehormatan besar! Aku bangga, aku senang, aku ingin selalu dikenal sebagai sahabat-Mu, namun dengan malu harus kuakui, sikapku lebih sering tidak mencerminkan sebutan itu.

Tuhan Yesus yang pengasih,

Berkenanlah menerimaku kembali. Engkau tahu betapa aku merindukan sosok sahabat sejati. Aku mendamba sosok yang bisa mendengar semua curahan hatiku, yang menerimaku apa adanya, dan memberiku rasa aman senantiasa. Aku mencarinya ke mana-mana tanpa hasil, hingga lelah hatiku dan hancur jiwaku. Lalu Roh Kudus mengingatkanku akan Engkau, Sahabat terbaik yang sesungguhnya.

Tuhan Yesus, Sahabat sejatiku,

Terima kasih atas kasih-Mu yang luar biasa. Sempat ku takut akan ditolak oleh-Mu, namun Engkau justru mengundangku datang kepada-Mu, mencurahkan segenap isi hatiku. Engkau mengundangku untuk menyerahkan segala beban hidupku dan menerima kelegaan dari-Mu. Engkau meyakinkanku bahwa ketika aku datang mengakui segala kesalahanku, Engkau sedia mengampuni dan menyucikanku. Tolongku untuk belajar bijak memakai waktu yang Kau beri, dan menempatkan-Mu sebagai yang terutama dalam hidupku. Engkau Tuhan dan Rajaku, Engkau Sahabatku. Aku ingin hidup menyenangkan-Mu, selamanya.

Yohanes 15:15; Mazmur 62:9; Matius 11:28; 1 Yohanes 1:9

Aku (Ternyata Tidak) Bodoh

Oleh: Helen Maria Veronica
(adaptasi dari artikel Oktober 2014: Ditolong Oleh Firman)
aku-tyt-tidak-bodoh

Tahun baru. Semua orang tentunya berharap tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, pernahkah kamu tak berani lagi untuk berharap, karena merasa situasimu tak mungkin berubah? Tuhan memang sudah mengaturnya demikian. Kamu kecewa, tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Aku pernah kehilangan harapan untuk berubah.

Aku kecewa karena aku merasa diciptakan Tuhan sebagai seorang yang bodoh. Nilai-nilaiku di sekolah sejak kelas 1 SD selalu banyak merahnya. Sempat mencoba les, tetapi sia-sia, nilaiku tetap saja jelek. Sampai-sampai, guruku sendiri pun menyebutku sebagai anak yang bodoh. Sakit rasanya dicap sebagai orang bodoh. Aku jadi mudah patah semangat dan sering mengeluh karena merasa diriku tidak bisa apa-apa. Mungkin karena putus asa membayariku les tanpa hasil, orangtuaku memutuskan agar aku berhenti saja. Jadi, aku mulai belajar sendiri di rumah dengan dibantu mama.

Melihat teman-teman yang punya ranking di kelas, aku sering merasa iri. Mengapa Tuhan ciptakan mereka pintar dan aku bodoh? Diam-diam aku suka mengamati teman-temanku yang pintar. Betapa aku ingin menjadi seperti mereka. Aku perhatikan kebiasaan mereka, gerak-gerik mereka, untuk aku tirukan. Ketika aku mendengar teman yang pintar suka makan banyak protein seperti ikan dan telur, aku pun ikut suka makan ikan dan telur supaya pintar seperti mereka. Ketika aku melihat teman yang pintar mengelap keringat di keningnya dengan gaya tertentu (dan ia bilang bahwa cara itu bisa membuat pikiran lebih encer), aku pun sering menirukannya. Ada sisi positifnya, karena aku yang tadinya malas jadi mulai rajin belajar, yang tadinya pilih-pilih makanan jadi suka makan banyak makanan berprotein. Nilaiku mulai membaik meski masih naik turun tak jelas. Namun, sekalipun lebih sering belajar, tetap saja aku masih merasa bodoh. Sepertinya sia-sia berusaha, karena aku merasa memang aku ini diciptakan sebagai orang bodoh. Mau apa lagi?

Lalu, suatu saat aku mendengar kesaksian yang mengatakan bahwa membaca Alkitab tiap hari dapat membuat orang menjadi pintar dan berhikmat. Wow, tentu saja aku mau mencobanya. Aku pun mendisiplin diri untuk membaca Alkitab. Meski hanya berawal dari rasa penasaran, Tuhan memakai waktu-waktu pembacaan Alkitab itu untuk menyapaku secara pribadi. Dia berfirman dalam Matius 11:28: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Tuhan sungguh tahu bahwa menjalani hidup di dunia ini tidaklah mudah, termasuk untuk seorang anak muda seperti aku. Apalagi dengan tekanan dari orang-orang di sekelilingku yang menganggap aku bodoh. Tuhan memberiku undangan untuk datang kepada-Nya. Aku tidak perlu menanggung semua beban hidup ini sendirian.

Tuhan juga meluruskan pikiranku tentang apa yang sebenarnya disebut sebagai orang bodoh. Amsal 1:7 berkata “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang yang bodoh menghina hikmat dan didikan.” Tidak ada yang diciptakan Tuhan sebagai orang bodoh. Semua orang diberi-Nya kemampuan untuk belajar. Orang bodoh adalah orang yang “menghina hikmat dan didikan” alias tidak mau belajar atau tidak merasa butuh diajar. Sebaliknya, orang yang takut akan Tuhan menyadari keterbatasannya dan bersedia dituntun Tuhan untuk belajar hal-hal baru. Ayat Alkitab ini sangat menguatkanku dan terus aku ingat dalam menghadapi tiap masalah dalam pelajaran.

Aku mulai menyadari bahwa selama ini pikiranku terlalu penuh dengan keluhan dan sakit hati pada Tuhan dan orang-orang di sekitarku. Aku jadi tidak bisa melihat kebaikan Tuhan dan kesempatan-kesempatan belajar yang Dia sediakan. Ketika aku membaca Alkitab secara teratur, Tuhan menolongku untuk melihat masalah-masalahku dari sudut pandang-Nya. Dengan pikiran yang diperbarui itu, aku pun bisa belajar tanpa beban, yakin bahwa Tuhan punya rencana bagi hidupku yang indah pada waktu-Nya. Aku jadi semangat belajar, tahu bahwa Tuhan sesungguhnya tidak pernah menciptakanku sebagai orang bodoh. Tidak hanya nilaiku yang berubah, tetapi juga cara pandangku terhadap Tuhan, terhadap diriku sendiri, dan terhadap orang lain.

Salah satu kata motivasi yang pernah kudengar adalah: “terimalah apa yang tidak bisa kamu ubah, dan ubahlah apa yang tidak bisa kamu terima”. Adakalanya kita kecewa karena hal-hal yang memang tidak bisa kita ubah. Misalnya: bagaimana orang lain memahami dan memperlakukan kita. Menghadapi hal-hal semacam itu, kita dapat bersandar pada janji Tuhan bahwa Dia dapat bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, membentuk kita makin serupa Kristus (Roma 8:28). Adakalanya juga, kekecewaan kita muncul dari hal-hal yang sebenarnya bisa dan perlu kita ubah. Misalnya: pemikiran kita yang keliru, kebiasaan-kebiasaan buruk kita, pengetahuan atau keterampilan kita yang kurang. Jadi, jangan pernah putus harap! Di tahun yang baru ini, mari kita terus mendekat dan melekat pada Firman Tuhan. Tuhan akan memperbarui pola pikir dan sikap hidup kita melalui Firman-Nya!