Posts

Menjaga Toleransi di Tengah-Tengah Masyarakat yang Majemuk

Oleh Josua Martua Sitorus, Palembang

Aku sangat bersyukur sekaligus bangga diciptakan Tuhan sebagai orang Indonesia, bangsa yang kaya akan keberagaman suku, agama, ras, dan budaya. Hidup di tengah-tengah masyarakat yang beragam membuatku belajar untuk memahami bahwa pola pikir setiap orang berbeda-beda karena terbentuk dari latar belakang yang berbeda pula. Indahnya hidup toleransi di tengah keberagaman ini kurasakan ketika memasuki dunia perkuliahan.

Merantau ke kota Bandung, aku bertemu dengan teman-teman baru yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia, tentunya dengan latar belakang mereka yang beragam. Pengalaman ini terbilang baru bagiku karena selama bersekolah di Sumatera Utara, hampir semua teman-temanku memiliki latar belakang budaya dan agama yang sama denganku. Dalam lingkungan pergaulanku yang dilingkupi sikap toleransi, aku belum pernah menemui masalah yang berarti meskipun aku tergolong minoritas. Kami saling membantu dalam menyelesaikan tanggung jawab perkuliahan sampai akhirnya berhasil lulus bersama-sama. Perbedaan tidaklah menjadi penghalang bagi kami untuk menjalin persahabatan yang saling membangun.

Ayat Alkitab yang selalu menjadi peganganku untuk menjalani kehidupan yang toleran adalah Matius 22:37-39, yaitu tentang kasih.

Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Ayat ini mengingatkanku bahwa mengasihi sesama manusia sama nilainya dengan mengasihi Tuhan Allah. Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi yang akan memampukan kita untuk mengasihi sesama. Jika kita mengasihi Tuhan, kita pasti ingin menyenangkan hati Tuhan dengan melakukan kehendak-Nya dan meneladani kebaikan-Nya. Sama seperti Allah yang tidak memandang bulu (Roma 2:11, Ulangan 10:17), bersikap toleran sudah sepatutnya kita lakukan sebagai anak-anak-Nya.

Mengelola perbedaan dengan sikap toleransi bisa jadi merupakan sebuah tantangan. Berangkat dari pengalamanku, setidaknya ada tiga hal yang dapat diterapkan untuk hidup di tengah keberagaman.

Menerima Perbedaan

Aku mempunyai sahabat yang berasal dari Jayapura. Berhasil memperoleh beasiswa, ia berkuliah di tempat yang sama denganku. Ia banyak bercerita tentang betapa berbedanya kehidupan di Jayapura dan kebiasaan-kebiasaan yang ia lakukan di sana dengan dunia perkuliahan di Bandung. Bukan hanya budaya, bahasa, dan pergaulan saja yang harus ia terima, sistem pendidikan yang baru pun harus ia jalankan. Namun, ia tidak pernah mengeluh. Ia belajar untuk menerima keadaan yang baru secara positif dan percaya bahwa Tuhan akan menolongnya sampai akhir.

Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. – 2 Timotius 3:17

Tuhan menciptakan setiap manusia secara unik, dengan segala karakteristik, potensi, dan bakat masing-masing. Toleransi tidak hanya bersinggungan dengan agama dan budaya, tetapi juga perihal menghargai keunikan setiap individu! Kita perlu memaknai maksud Allah yang mulia dalam menghadirkan perbedaan, yaitu agar kita semua dapat saling melengkapi dalam melakukan pekerjaan Tuhan di dunia sesuai dengan panggilan masing-masing.

Menyesuaikan Diri

Sikap toleransi bukan hanya soal menerima perbedaan, melainkan juga soal bagaimana kita mampu menyesuaikan diri. Seperti kata pepatah “di mana tanah dipijak, di situ langit dijunjung”, kita harus bisa beradaptasi dengan budaya di mana kita berada.

Setiap budaya tentunya memiliki perbedaan norma. Aku yang lahir dan besar di Sumatera Utara yang sudah terbiasa berbicara dengan suara yang keras, belajar menyesuaikan diri dengan budaya Sunda yang ketika berbicara dengan cenderung menggunakan suara yang pelan dan halus agar suasana lebih kondusif dan dapat diterima.

Dalam 3 Yohanes 1:5, Tuhan mengingatkan kita untuk senantiasa mencerminkan diri sebagai orang percaya terhadap siapapun dengan latar belakang apapun, “…sekalipun mereka adalah orang-orang asing”. Dengan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada, kita dapat diterima dimanapun Tuhan menempatkan kita.

Menjadi Berkat

Di manapun, kapanpun, dan terhadap siapapun, hendaklah motivasi kita dalam bertindak adalah untuk membagikan kasih Yesus yang sudah kita nikmati setiap hari sehingga dapat menjadi berkat bagi sesama. Sikap toleransi membuat kita dapat membantu dan mendukung sesama kita ketika mereka sedang dalam kesusahan, tanpa memandang perbedaan yang ada. Hidup di tengah masyarakat yang majemuk tidak lagi menjadi kendala ketika hidup kita dipimpin oleh Tuhan, yang adalah kasih itu sendiri.

Kita semua dianugerahi kesempatan berharga menjadi Warga Negara Indonesia untuk menjadi garam dan terang bagi bangsa ini tanpa terkecuali. Dengan belajar menerapkan sikap toleransi, kiranya semakin banyak orang yang dapat merasakan kasih Kristus melalui sikap hidup kita! Tuhan Yesus memberkati.

Baca Juga:

Dalam Yesus, Ada Harapan bagi Keluargaku

Seisi keluargaku telah menerima Tuhan Yesus, namun ayahku belum. Aku sempat pesimis jika Tuhan akan menjamah hati ayahku untuk mau menerima-Nya, tetapi Tuhan telah bekerja, dan Tuhan mengasihi ayahku.

3 Respons untuk Menyikapi Musibah

Oleh Aryanto Wijaya, Jakarta

Dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi, kita dapat mengetahui secara cepat perkembangan suatu peristiwa atau musibah yang terjadi. Namun, tak jarang kemudahan ini malah menimbulkan kesimpangsiuran. Di saat informasi belum terhimpun sempurna, beberapa orang merespons dengan sengaja menyebarkannya melalui media sosial. Alih-alih membagikan informasi baik, yang ada malah menimbulkan kepanikan di masyarakat.

Teruntuk kita semua, para warganet Indonesia dan khususnya para pemuda Kristen, sekiranya inilah tiga hal yang perlu kita pikirkan sebelum kita memposting sesuatu sebagai respons kita terhadap suatu musibah:

1. Jangan terburu-buru menyebarluaskan informasi

Cek terlebih dulu sebelum membagikan informasi kepada keluarga atau rekan-rekan kita. Apabila informasi yang kita terima hanya berupa pesan broadcast tanpa disertai tautan menuju sumber yang jelas dan kredibel, ada baiknya kita menunda dulu penyebarluasan pesan tersebut. Meski maksud untuk membagikan pesan itu adalah baik, tetapi apabila informasi yang diberikan itu ternyata tidak sesuai, bisa saja menimbulkan kesimpangsiuran, atau bahkan kepanikan.

Hal sederhana yang bisa kita lakukan untuk mengecek kebenaran suatu informasi adalah dengan membuka portal berita resmi dan terpercaya, atau dengan menunggu pernyataan resmi dari instansi terkait yang biasanya dengan cepat diumumkan melalui media sosial Twitter. Informasi yang tidak berasal dari sumber-sumber tersebut ada baiknya kita kesampingkan dahulu.

Ketika kita turut menyebarkan informasi yang tidak sesuai, bisa jadi kita juga turut menyebarkan kabar kebohongan. Keluaran 23:1 mengatakan demikian, “Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar.”

2. Tunjukkanlah empati, bukan spekulasi

Ketika bencana atau musibah terjadi, kita mungkin bertanya-tanya bagaimana itu dapat terjadi, siapa saja korbannya, apakah ada pihak yang bersalah atau tidak, dan sebagainya. Respons itu adalah wajar, akan tetapi bukanlah hal yang bijak apabila kita kemudian mengungkapkannya secara terburu-buru melalui media sosial, apalagi kalau kita bukan orang yang mengalami langsung hal tersebut. Mungkin yang kita ketahui ada benarnya, tetapi bukan itu yang benar-benar dibutuhkan oleh para korban dan keluarganya.

Selain itu, hindari menyebarluaskan informasi berisi gambar-gambar atau foto-foto korban. Menyebarkan foto dan gambar tersebut, apalagi apabila menonjolkan luka-luka dan kengerian di dalamnya tidak akan memberikan manfaat apapun selain menyebarkan ketakutan dan menambah duka bagi keluarga korban.

Ketika bencana atau musibah terjadi, baik korban maupun orang terdekat mereka mengalami trauma dan bahkan dukacita. Yang mereka perlukan adalah uluran tangan dan penghiburan. Sebagai orang Kristen kita dipanggil untuk menunjukkan empati kita, sebagaimana yang Rasul Paulus katakan dalam Roma 12:15, “Menangislah dengan orang yang menangis!”

3. Doakanlah para korban dan mereka yang bertugas melakukan proses evakuasi

Kita mungkin tidak mengalami secara langsung suatu bencana atau musibah, pun bukan kerabat atau kawan dari mereka yang menjadi korban. Namun itu bukan alasan untuk kita bersikap tidak peduli. Salah satu dukungan sederhana tetapi nyata yang dapat kita lakukan adalah dengan mendoakan mereka. Ketika kita berdoa, kita mengakui kepada Tuhan bahwa diri kita terbatas. Tetapi, Tuhan kita adalah Pribadi yang Mahakuasa. Dia tidak terbatas pada ruang dan waktu. Dia sanggup menolong, memberikan kekuatan pada mereka yang berduka dan memberikan penghiburan yang sejati.

Ketika kita berdoa, mungkin musibah itu tidak seketika juga selesai diatasi. Tetapi kita tahu dan percaya bahwa Roh Kudus mampu menguatkan dan menghibur mereka yang kita doakan. Rasul Paulus pun dalam suratnya kepada Yakobus berkata, “Kalau ada seorang di antara kamu yang menderita, baiklah ia berdoa!” (Yakobus 5:13).

Pertolongan Tuhan dapat hadir dalam berbagai wujud, salah satunya adalah melalui para relawan atau petugas yang berada di lapangan untuk melakukan evakuasi. Kepada Tuhan, kita dapat berdoa memohon agar Dia mengaruniakan kekuatan dan kebijaksanaan kepada para petugas yang melakukan proses evakuasi. Untuk menyelamatkan para korban, mereka harus berpacu dengan waktu dan juga medan evakuasi yang mungkin sulit.

Tuhan Yesus memanggil kita untuk menjadi terang. Ketika dunia menjadi gelap akan segala kesimpangsiuran musibah, kita dapat menghadirkan terang itu dengan merespons dengan cara-cara yang bijak.

Baca Juga:

Terima Kasih Matt Kecil

Aku bekerja sebagai seorang pengajar. Suatu kali, dalam sebuah jadwal les di sore hari aku mendapatkan suatu pengalaman yang mengajariku tentang bersyukur dan tersenyum. Cerita pengalaman ini kudapat dari interaksiku dengan Matt, seorang murid les sekaligus teman kecilku yang manis.