Isi Hati Kepada Bintang Jatuh
Oleh Kevin Nathanel Marbun
Masa kecil bagi sebagian orang menyimpan berjuta kenangan manis. Saat usia kita dewasa, seringkali ungkapan “ingin kembali ke masa kecil” terucap saat kita mengeluh. Kita ingin kembali pada masa ketika setiap insan tidak perlu memikirkan hidup yang ruwet.
Namun buatku pribadi, masa kecilku adalah salah satu masa paling menakutkan yang menyelimuti hampir setiap hari-hariku, mulai dari pagi, siang, sore, hingga malam. Dulu saat aku duduk di bangku kelas IV SD, ibuku mengidap berbagai macam penyakit. Meski aku masih bisa menikmati rasanya bermain bersama teman-teman, tapi aku harus meluangkan waktu lebih untuk merawat ibu bersama dengan almarhum ayahku saat itu. Adikku juga baru berusia kurang lebih setahun, dan sebagai kakak aku juga bertanggung jawab untuk merawatnya.
Saat malam sampai aku masuk SMP, aku selalu terbangun setiap satu atau dua jam untuk memeriksa apakah perut ibuku masih naik turun, memastikan dia masih bernafas. Kugantikan tugas ibuku untuk mengurus rumah tangga walau tentu tidak maksimal karena kondisi umurku yang masih kecil. Perjuangan ibuku untuk sembuh sungguh berat. Segala jenis obat, pengobatan, dan perawatan mungkin sudah dia rasakan semuanya, dan proses ini ikut menambah turbulensi perekonomian keluarga. Rasa kesepian menanggung beban ini tak cuma kurasakan di rumah, tapi juga di gereja. Setiap beribadah, aku selalu sendiri tanpa ditemani keluarga. Sepi rasanya melihat anak seusiaku dibukakan permen oleh ibunya, diberikan cemilan, atau bergandengan tangan. Lagu-lagu Natal yang mengatakan selamat Natal untuk papa mama pun terasa tidak nyaman buatku karena tak ada senyum kedua orang tuaku yang menghampiriku.
Setiap hari doaku hanya untuk kesembuhan ibu dan memohon agar keluarga kami dikuatkan. Aku melihat bagaimana dahulu perjuangan dari almarhum ayah untuk mengupayakan, baik secara tenaga, waktu, dan materi untuk berjuang demi kesembuhan ibuku. Inti dari semua cerita ini adalah satu kejadian yang aku rasa berkenaan dengan firman Tuhan yang berkata, “Maka kata-Nya kepada perempuan itu: hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu.” (Markus 5:34).
Pada satu malam, aku ingat ibu menyuruhku mengangkat air dari salah satu sumber air. Kami tinggal di kabupaten Humbang Hasudutan, provinsi Sumatra Utara. Desa kami tidak punya air PAM yang mengalir pada setiap rumah, sehingga sumber air kami harus melalui salah satu sumber air yang digunakan bersama. Sebelum mengangkat air, aku bersama adikku sedang menyaksikan acara televisi. Salah satu scene yang aku ingat kurang lebih berkata “jika kamu melihat bintang jatuh, sebutkan permintaanmu, maka permintaanmu akan dikabulkan”. Setelah iklan, aku bergegas mengangkat air. Pada saat keluar dari pintu, aku melihat ke atas, dan kulihat ada benda langit yang bergerak di atasku. Kurasa itulah bintang jatuh. Aku meletakkan ember yang kubawa, kemudian melipat tangan dan memohon agar Tuhan dapat menyembuhkan ibuku. Aku pun tidak mengerti. Semua terjadi begitu saja, dan dulu, sewaktu kecil aku hanya merasa bahwa bintang jatuh itu seolah Tuhan yang sedang berangkat menuju tempat lain, sehingga aku mengucapkan permohonanku dulu, sebelum Tuhan berangkat ke tempat lain.
Hanya satu hal yang selalu kumohon, agar ibuku sembuh. Setelah selesai berdoa, aku mengambil kembali ember itu lalu mengangkat air ke rumah, seperti yang diperintahkan oleh ibuku, lalu memberinya obat. Setelah tertidur dan hari-hari kemudian berganti, tanpa mengingat kembali apa yang terjadi pada saat bintang jatuh itu terjadi. Namun, pada saat itu aku percaya dan sangat percaya bahwa Tuhan mendengar doaku. Tanpa disangka, dalam kurun waktu kurang lebih seminggu, Tuhan berkenan memberi mukjizat. Ibuku mengalami kesembuhan. Tubuhnya terasa segar. Saat itu, dalam pengetahuan anak kecil yang terbatas, aku sangat bahagia, melebihi rasa bahagia dari mendapatkan mainan baru. Rasa bahagiaku berlanjut ketika melihat ibuku menginjak kakinya kembali ke gereja.
Kesembuhan yang Tuhan berikan tak hanya memulihkan fisik, tetapi juga memulihkan aspek rohani ibuku dan juga menguatkan iman kami sekeluarga. Dari kisah singkatku ini, aku percaya bahwa iman adalah langkah awal dari kesembuhan segala hal dalam kehidupan ini. Tuhan mampu memberikan kesembuhan dalam cara dan bentuk yang seturut kebijaksanaan-Nya. Ketika jalan terasa buntu, rasa percaya yang kuat bahwa Tuhanlah satu-satunya yang dapat diandalkan adalah kunci. Secara dunia dan cara pandang manusia, mungkin mustahil. Namun, fenomena “bintang jatuh” yang kurasakan pada masa lampau selalu jadi pengingat bahwa dalam setiap perjalanan kehidupan ini, Tuhanlah satu-satunya andalan kita.
Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu