Posts

Bagaikan Air Sirami Tanah Gersang

Penulis: Melissa Marianni Manampiring
Ilustrator: Armitze Ghazali

Bagai-Air-Sirami-Tanah-Gersang

“…ada tertulis: Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1 Korintus 2:9).

Mungkin kamu pernah mendengar janji firman Tuhan yang indah ini. Janji yang mengacu pada Pribadi Kristus, yang membuka jalan bagi orang berdosa untuk bisa kembali kepada Allah, menikmati berkat-berkat-Nya, bahkan mendapatkan hidup kekal yang luar biasa bersama-Nya kelak. Di dalam Kristus, ada pengharapan masa depan luar biasa yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi-Nya. Sesuatu yang sulit diselami oleh pikiran manusia. Kalau saja manusia tahu kemuliaan yang akan dinyatakan Kristus, menurut Paulus, mereka pasti tidak akan bertindak bodoh dengan menyalibkan-Nya (1 Korintus 2:8).

Dalam rutinitas hidup yang sarat masalah dan tantangan, pengharapan ini mudah sekali terlupakan, atau setidaknya terasa biasa-biasa saja. Aku bersyukur bahwa Tuhan selalu punya cara untuk menyegarkan ingatanku bahwa Dia sungguh berkuasa, memegang kendali atas segala sesuatu, dan sudah menyediakan masa depan yang indah bagiku.

Salah satu peristiwa yang menyegarkan itu terjadi belum lama ini, ketika aku menemani mama dan adik melihat-lihat kampus di Singapura. Adikku ingin mendalami jurusan Computer Science dan mempertimbangkan untuk kuliah di National University of Singapore (NUS) atau Nanyang Technological University (NTU) di Singapura.

Diawali dengan melihat-lihat lingkungan kampus NUS, kami lalu menuju ke bagian pendaftaran untuk mendapat informasi lebih lengkap. Sayangnya, kami datang pada saat yang “kurang tepat” karena saat itu adalah jam makan siang (sekitar pukul 1). Seperti yang bisa teman-teman duga, kantornya kosong. Ada seorang wanita paruh baya yang menemui kami, namun sayang ia tidak bisa membantu. Ia meminta kami untuk kembali lagi pukul 2 untuk menemui orang yang menangani urusan pendaftaran dan mahasiswa. Karena sudah siang dan perut sudah bunyi, kami pun memutuskan makan siang di kantin NUS sambil menunggu jam 2.

Selama makan hatiku agak tidak nyaman. Aku teringat pengalaman dua tahun lalu ketika aku menemui staf jurusan untuk bertanya tentang program S-2. Responnya kurang baik. Dengan sistem Singapura yang sudah maju, biasanya memang orang akan langsung browsing di situs web universitas yang bersangkutan untuk memperoleh informasi dan mengirim e-mail jika ada yang ingin ditanyakan. Mungkin sekali setelah bertemu petugas nanti, ia juga hanya akan mengarahkan kami untuk melihat semua informasi yang dibutuhkan dalam situs web mereka. Dengan semua kemungkinan buruk yang berkecamuk di dalam pikiran, aku berusaha untuk tetap bisa menikmati makan siang. Tuhan, bagaimana ini?

Tuhan menjawab kegalauan hatiku dengan cara yang tidak terduga. Tiba-tiba saja adikku bersuara. Ia menyadari kehadiran seorang dosen Computer Science di kantin itu. Beliau tidak sekadar lewat, tetapi duduk untuk makan siang. Hebatnya lagi, dosen itu ternyata adalah orang Indonesia! Setelah berdiskusi panjang, kami memutuskan untuk mencoba mendekati meja beliau. Tanggapannya? Sangat menyenangkan untuk ukuran orang yang baru kenal! Beliau menerima kami dengan ramah dan menjawab pertanyaan-pertanyaan kami, bahkan memberi informasi-informasi tambahan yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh kami. Karena ia juga adalah orang Indonesia, kami bisa berkomunikasi dengan sangat baik. Kami mendapatkan semua keterangan yang dibutuhkan tanpa harus menunggu jam dua.

Sebuah kebetulan? Aku menyebutnya sebagai sebuah keajaiban! Aku tak habis mengerti bagaimana dosen asal Indonesia itu bisa datang ke kantin tepat pada saat kami membutuhkannya. Ini pertolongan Tuhan yang luar biasa. Janji Tuhan yang diingatkan Roh Kudus dalam 1 Korintus 2:9 terasa seperti air segar yang menyirami hati nan gersang. Seolah Tuhan berkata, “See? Itu belum apa-apa. Masa depan yang Kusediakan bagi anak-anak-Ku jauh lebih luar biasa! Aku berkuasa melakukan segala sesuatu, termasuk yang tidak pernah terpikirkan olehmu!”

Harus kuakui, berjalan bersama Tuhan seringkali terasa tidak mudah. Apa yang terlihat di depan mata, terdengar di telinga, dan muncul dalam hati, lebih sering menyurutkan semangat. Akan tetapi, kita tidak berjalan sendirian. Ada Roh Kudus, Sang Penolong yang memampukan kita untuk terus mengingat bahwa Allah memegang kendali atas segala sesuatu, dan bahwa janji-janji-Nya di dalam Alkitab akan indah digenapi pada waktu-Nya. Seperti lirik sebuah lagu, “Bagaikan air sirami tanah gersang,” demikianlah firman Tuhan menghibur hati kita dan memberi kita pengharapan untuk terus melangkah bersama-Nya. Situasi di sekitar kita bisa berubah, tetapi Pribadi dan janji Tuhan tidak pernah berubah. Berpegang pada janji-janji Tuhan adalah cara terbaik untuk menjalani hidup.

Apakah Kamu Takut Gelap?

Oleh: Phoebe C.
(artikel asli dalam Bahasa Inggris: Are You Afraid of The Dark?)

Are-You-Afraid-of-the-Dark

Jujur saja, aku takut gelap. Aku tidak menyadari hal ini sebelumnya. Namun, belakangan aku mendapati bahwa ketika malam menjelang, aku merasa ada sesuatu (dan itu bukan anjingku) yang pelan-pelan mendekatiku dan hendak menyerangku.

Ketika akhirnya aku berhenti menyangkal perasaan itu dan berusaha menghadapinya dengan akal sehat, aku menemukan bahwa rasa takut tersebut berkaitan dengan beberapa potongan kelam dalam perjalanan hidupku. Aku tersadar bahwa mungkin yang kutakuti sebenarnya bukanlah kegelapan, tetapi sesuatu yang tidak kuketahui.

Apakah kamu pernah merasakan hal yang sama? Mungkin kamu pernah terbangun pada jam tiga dini hari mencemaskan tentang masa depan. Mungkin kamu bertanya, “Apa yang akan aku lakukan setelah lulus kuliah?” “Apa sebenarnya yang harus aku lakukan dengan hidupku?” “Akan jadi apa hidupku sepuluh tahun ke depan?”

Dalam Kejadian pasal 37-45, kita melihat bagaimana Allah menyertai Yusuf melewati peristiwa-peristiwa terburuk dalam hidupnya, mengubah tragedi menjadi kesempatan yang luar biasa. Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya ke Mesir, dijebloskan ke dalam penjara, namun pada akhirnya diangkat menjadi perdana menteri—sebuah posisi yang sempurna untuk menolong keluarganya melewati masa kelaparan.

Sebagai seorang pemuda yang menderita dalam perbudakan di negeri asing, Yusuf mungkin bertanya-tanya apakah Allah akan campur tangan. Hari-hari yang ia lalui mungkin terasa sangat menakutkan, karena ia tidak tahu masa depan seperti apa yang sedang menantinya. Namun kemudian, Yusuf menjadi orang yang jauh lebih dewasa, bijaksana, dan berkuasa. Ketika ia menengok kembali perjalanan hidupnya yang sarat dengan berbagai pengalaman yang sulit dan menakutkan, Yusuf tentulah menyadari betapa Allah telah menjaga dan memelihara hidupnya senantiasa.

Kisah Yusuf sangat menghibur dan menyemangatiku; aku melihat bagaimana Allah menunjukkan kuasa-Nya secara luar biasa dalam kehidupan anak-anak-Nya. Perlahan, aku belajar untuk melihat kehidupan seperti sebuah petualangan mendaki gunung bersama Allah, dan Dia menuntunku langkah demi langkah. Adakalanya pijakanku goyah dan aku kehilangan keseimbangan; adakalanya pemandangan yang kulihat sangat menakjubkan; adakalanya muncul kabut yang mengaburkan pandanganku dan aku tidak bisa melihat jalan di hadapanku. Namun, dalam semua situasi itu, aku tahu bahwa Allah akan selalu menuntun perjalananku. Dan, hal itu membuat ketidakpastian menjadi sesuatu yang (anehnya) menggairahkan.

Jika kamu sedang mengalami situasi yang serupa, pertanyaanku untukmu adalah: Daripada membiarkan rasa takut menguasaimu, maukah kamu membiarkan Allah membawamu ke dalam sebuah petualangan? Aku jamin, hidupmu tak akan pernah sama lagi!

Saat Aku Menyadari Tidak Semua Impian Dapat Menjadi Kenyataan

Oleh: Sukma Sari

The Day I Realized Not Every Dream Would Come True

Pernahkah kamu memiliki banyak keinginan, harapan, dan cita-cita?
Pernahkah kamu menuliskan hal-hal yang kamu impikan tercapai pada titik tertentu dalam hidupmu?
Pernahkah kamu mendapati bahwa sebagian impianmu tidak akan pernah menjadi kenyataan, dan sebagian harapanmu mustahil untuk diwujudkan?

Aku pernah.

Aku memiliki banyak keinginan, banyak cita-cita. Dulu, aku rajin menuliskan setiap impian dan keinginanku. Namun, suatu hari, aku mendapati bahwa apa yang kuimpikan tidak bisa kucapai pada tenggat waktu yang sudah aku tentukan. Perasaan marah dan kecewa berkecamuk di dalam diriku. Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa Dia mengizinkan aku gagal mencapai apa yang aku inginkan. Aku tahu tak seharusnya aku mempertanyakan Tuhan, tetapi saat itu kekecewaan begitu menguasaiku. Kondisiku bisa dibilang sangat buruk.

Hingga pada suatu malam sebelum tidur, aku membaca postingan teman di salah satu media sosial. Sepotong refrain dari lagu berjudul Trust His Heart, yang berbunyi:

God is too wise, to be mistaken
God is too good, to be unkind
So when you don’t understand, when you don’t see His plan
When you can’t trace His hand
Trust His Heart

Dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti:

Allah begitu bijak, tak mungkin salah
Allah begitu baik, tak mungkin jahat
Saat kau tak mengerti, (saat kau) tak paham rencana-Nya,
(saat kau) tak melihat tangan-Nya,
Percaya hati-Nya.

Syair itu membuatku merenungkan apa yang kualami. Benar bahwa banyak impianku yang tidak menjadi kenyataan, namun aku telah melupakan sejumlah fakta yang penting. Aku lupa bahwa ada satu Pribadi yang selalu bekerja di balik layar. Aku lupa bahwa setelah aku diselamatkan, hidup yang kujalani sekarang ini bukanlah milikku sepenuhnya. Bukan aku yang memegang kendali penuh atas hidupku. Aku lupa bahwa meskipun aku memiliki pensil dan kertas, Allah memiliki alat tulis yang lengkap!

Allah tidak hanya berbicara melalui lagu itu, tetapi juga melalui Firman-Nya. Dia menolongku untuk memahami dengan jelas bahwa Dialah sesungguhnya yang memegang kendali penuh atas hidupku. Dia berfirman dalam Yeremia 29:11, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Aku tersadar bahwa aku telah bersikap seperti seorang anak kecil yang menuntut semua keinginannya harus terpenuhi dan doanya dijawab segera begitu ia memintanya. Aku tidak sedang hidup sebagai seorang hamba yang mengenal dan percaya kepada Tuannya, Allah yang memegang kendali penuh atas hidupku.

Sobat, tidaklah salah jika kita punya banyak impian dan keinginan. Tetapi, janganlah kita pernah lupa bahwa kita memiliki Allah yang berdaulat, yang memegang kendali atas segala sesuatu. Kita boleh saja memegang pensil dan menulis semua impian dan keinginan kita, tetapi ingatlah bahwa Allah memegang penghapusnya. Izinkan Dia menghapus keinginan-keinginan kita yang tidak benar, dan menuliskan rencana-Nya yang lebih baik dalam hidup kita. Dan, perhatikanlah bagaimana Dia bekerja di balik layar hidup kita masing-masing.

Ketika kamu merasa keadaan di sekelilingmu tidak berjalan sesuai dengan keinginanmu, jangan takut! Allah, Sang Pencipta sedang dan akan terus bekerja menggenapi rencana-Nya di dalam dan melalui dirimu.

Menguak Misteri Masa Depan

Oleh: Yuliani Trifosa

misteri-masa-depan

Siapa yang tidak ingin tahu tentang masa depan? Jika saja kita punya informasi lebih dulu tentang apa yang akan terjadi, bukankah kita dapat mempersiapkan diri lebih baik dan bersikap lebih arif?

Sebab itu, wajar saja kalau banyak orang senang dengan yang namanya ramalan. Termasuk aku dan keluargaku yang adalah keturunan Tionghoa. Menurut astrologi Tionghoa, karakter dan nasib seseorang itu ditentukan oleh yang namanya shio (sama seperti zodiak dalam astrologi Yunani). Shio dihitung menurut kalender bulan dan dilambangkan dengan 12 hewan. Setiap kali hari raya Imlek (Tahun Baru China) menjelang, selalu ada saja kerabat yang memberi kami buku tentang shio, atau yang meramalkan hal-hal di tahun mendatang berdasarkan shio.

Setiap kali ramalan shio dibacakan, aku dan semua anggota keluargaku pasti sangat antusias mendengarkan. Kami bersemangat ingin tahu tentang masa depan yang masih merupakan misteri bagi kami.

Namun, seiring dengan bertumbuhnya pengenalanku akan Tuhan, aku mulai berpikir bahwa kebiasaan ini bukanlah sesuatu yang benar. Memercayai ramalan shio berarti kita menggantungkan hidup kita pada perhitungan yang dibuat oleh manusia. Padahal, bukankah masa depan kita ada di tangan Tuhan, Sang Pencipta dan Pemilik hidup kita? Kegelisahan kita akan masa depan mungkin sekali mencerminkan keraguan kita akan pengaturan Tuhan. Apakah pengaturan-Nya cukup baik untukku? Bila kurang baik, apa yang bisa aku lakukan untuk memperbaikinya? Sebuah cara pikir yang berpusat pada diri kita sendiri dan mengecilkan wewenang Sang Pencipta semesta.

Sejak saat itu, aku bertekad melepaskan keterikatanku dengan ramalan, dan belajar memercayakan masa depanku ke dalam tangan Tuhan. Aku yakin Sang Pencipta tak pernah merancangkan sesuatu yang buruk. Segala sesuatu yang diperkenankan-Nya terjadi dapat dipakai-Nya untuk kebaikanku, menempaku makin kuat, membentukku makin indah dan sesuai dengan rencana-Nya.

Alkitab berkata: “Aku ini [TUHAN] mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11)

Kita hanya bisa melihat sebatas mata dan pikiran kita. Tetapi, Tuhan tahu segalanya. Dan, sekalipun Dia tidak memberikan detail peristiwa yang akan kita alami hari demi hari, Dia memberikan gambaran masa depan yang pasti dihadapi semua orang di dunia ini (baca Wahyu 20:11-15; 21:1-8). Daripada sibuk mencari tahu perhitungan manusia yang serba tak pasti, bukankah lebih baik kita mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang menurut Tuhan pasti akan terjadi?

Menghadapi Masa Depan

Kamis, 5 Januari 2012

Baca: Yakobus 4:13-17

Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu. —Yakobus 4:15

Ketika membongkar arsip-arsip lama, saya menemukan sejilid majalah TIME edisi khusus terbitan tahun 1992 yang berjudul “Setelah Tahun 2000: Apa yang Dapat Kita Harapkan di Milenium Baru”. Menarik sekali membaca ramalan-ramalan yang dibuat pada 2 dekade yang lalu tentang apa yang akan terjadi di masa mendatang. Memang ada prediksi umum yang menjadi kenyataan, tetapi tidak seorang pun yang dapat meramalkan banyaknya peristiwa dan inovasi yang telah mengubah hidup kita secara radikal. Pernyataan yang paling menyentak saya adalah, “Aturan utama dalam upaya untuk meramal haruslah bahwa hal-hal yang tidak terduga tetap membuat masa depan itu tidak dapat diramalkan.”

Yakobus mengingatkan kita bahwa pandangan apa saja tentang masa depan yang meniadakan Allah merupakan suatu kebodohan dan kesombongan. “Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kamu akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’; sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. . . . Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu” (Yak. 4:13-15).

Banyak orang terbiasa mengawali pernyataan dari rencana-rencana mereka dengan mengatakan, “jika Tuhan menghendakinya.” Frasa ini mungkin telah menjadi suatu ungkapan klise, tetapi pengakuan tentang tangan Allah yang berkuasa tidak akan pernah usang.

Ketika kita memandang masa depan dengan memusatkan perhatian penuh kepada Allah, kita dapat menghadapi masa depan dengan suatu keyakinan atas rencana-Nya yang penuh kasih. —DCM

Allah memegang masa depan di tangan-Nya
Dengan anugerah yang cukup dari hari ke hari,
Dalam sehat atau sakit, Dia senantiasa memimpin,
Jika kita berserah kepada kehendak-Nya. —Rohrs

Mereka yang mengenal Kristus sebagai Juruselamat dapat menatap masa depan dengan penuh sukacita.