Posts

Mengapa Aku?

Oleh: Jason Chen, Taiwan
(Artikel asli dalam Bahasa Mandarin tradisional: 為什麼是我?)

Artikel-WarungSaTeKaMu-Why-Me-2

Why Me? [Mengapa Aku?] Itulah judul menarik dari sebuah buku yang aku baca belum lama ini; sebuah pertanyaan yang membuatku kembali ingat dengan banyak hal yang pernah kualami.

Tersirat di dalamnya sebuah pertanyaan yang lebih besar: “Mengapa Tuhan mengizinkan manusia mengalami penderitaan yang begitu berat?” Aku sendiri pernah mengajukan pertanyaan ini kepada Tuhan. Saat itu aku baru kehilangan orang yang kukasihi, harus menghadapi konflik dalam keluarga, tertekan dalam studi, bermasalah dalam hubungan, goyah dalam iman, juga menderita gangguan rasa takut dan cemas. Semua pengalaman yang berat dan menyakitkan itu hampir membuatku mati rasa. Rasanya seperti jatuh dalam sebuah jurang tanpa dasar. Aku tidak bisa keluar dari sana. Pada waktu-waktu tertentu (aku tidak ingat kapan persisnya), aku mulai menghindari orang lain, merasa takut dengan tatapan orang lain dan merasa sesak dengan kehadiran mereka. Aku juga kehilangan selera makanku. Pada malam hari, aku merasa kesepian, hampa, dan takut. Sering aku tiba-tiba terbangun dari mimpi, sehingga akhirnya tidurku sangat kurang. Rasanya tidak ada orang yang bisa mengerti pikiran atau perasaanku; aku pun hampir tidak bisa mengenali diriku sendiri.

Pada saat itu, beberapa orang menasihatiku: “serahkanlah segala kekuatiranmu kepada Tuhan”. Bukan hanya aku tidak bisa memahaminya. Nasihat dari Alkitab itu malah membuatku semakin bertanya-tanya. Apa artinya “menyerahkan” kekuatiran? Bagaimana caranya “menyerahkan” kekuatiran? Beberapa teman lainnya menasihatiku: “Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal…” Siapa bilang aku tidak pernah mencobanya? Aku sudah berdoa dan mengucap syukur, namun tetap saja aku merasa berjalan melewati lembah kekelaman. Aku menangis, bersujud di samping tempat tidurku sembari memandang salib, berdoa dan berharap agar Tuhan mengangkat dan melepaskan aku dari jurang yang sangat dalam itu. Namun, tidak ada yang berubah setelah aku berdoa, hatiku tetap saja jauh dari kedamaian. Seringkali aku menangis, berseru kepada Tuhan dari dasar hatiku, hingga tubuhku gemetaran, “Tuhan, tolong aku! Aku tidak tahu lagi harus bagaimana, aku sangat bingung dan sudah hampir gila. Aku merasa seperti sedang tergelincir dari sebuah tebing dan akan segera mati. Ya Tuhan, nyatakanlah diri-Mu kepadaku dan jawablah doaku segera. Mengapa aku menderita? Mengapa aku?” Dari waktu ke waktu aku terus mempertanyakan Tuhan, persis seperti judul buku yang kubaca itu.

Kini, setelah aku melihat kembali semua yang sudah kulalui, aku menyadari bahwa sesungguhnya masa-masa itu memberiku salah satu pelajaran paling berharga dalam hidup—menantikan Tuhan.

Pada saat Tuhan sepertinya tidak menjawab seruanku, Dia sebenarnya sedang mengajarku untuk menantikan Dia; pada saat aku kehilangan segenap kekuatanku, Dia mengajarku untuk menyerahkan segenap hidupku kepada-Nya; pada saat aku tidak bisa melihat pengharapan dan masa depan, Dia sedang mengajarku untuk memercayai Dia sepenuhnya. Meski sepertinya Juruselamatku tidak serta-merta menanggapi seruanku, Dia sesungguhnya mempersiapkan apa yang terbaik bagiku, memberiku apa yang aku butuhkan untuk memperkuat tubuhku, hatiku, dan jiwaku.

Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33). Janji-janji Allah selalu digenapi. Ketika aku belajar berserah dalam masa-masa sukar dan mencari dahulu kerajaan dan kebenaran-Nya, Dia membimbingku untuk memahami kebenaran. Dia menolongku menghadapi berbagai tantangan hidup, seperti kehilangan orang terkasih, konflik keluarga, tekanan dari sekolah, dan banyak lagi. Dia juga memulihkan hatiku serta kesehatanku (berat badanku naik dari 55 kg menjadi 67 kg). Dia menguatkan imanku sehingga aku dapat membagikan kasih Kristus dengan orang tua dan saudara-saudaraku, membawa harmoni dan sukacita dalam sebuah keluarga yang tadinya penuh dengan pertikaian. Aku bahkan mendapat kesempatan mengundang mereka datang ke gereja bersamaku.

Merenungkan perjalanan ini, tidak bisa tidak, aku memuji Tuhan yang begitu ajaib dan besar. Mungkin semua kita pernah mengajukan pertanyaan yang sama. Namun, ketika kita belajar melihat situasi kita dari perspektif yang berbeda, Tuhan menolong kita untuk bertumbuh. Melalui berbagai cobaan, Dia mengajarkan kita apa arti berserah kepada-Nya; melalui keterbatasan manusiawi kita, Dia mengajarkan kita apa arti mengandalkan Dia; dan melalui kelemahan-kelemahan kita, Dia mengajarkan kita apa arti percaya kepada-Nya. Suatu hari kelak, ketika kita melihat kembali semua yang kita alami, kita akan berseru, “Tuhan, terima kasih karena Engkau telah memilihku!”

Wallpaper: Menaklukkan Raksasa

Bagaimana Yesus menolongmu mengatasi “raksasa-raksasa” yang menghambatmu untuk melangkah maju?

Saat Aku Menyadari Tidak Semua Impian Dapat Menjadi Kenyataan

Oleh: Sukma Sari

Pernahkah kamu memiliki banyak keinginan, harapan, dan cita-cita?
Pernahkah kamu menuliskan hal-hal yang kamu impikan tercapai pada titik tertentu dalam hidupmu?
Pernahkah kamu mendapati bahwa sebagian impianmu tidak akan pernah menjadi kenyataan, dan sebagian harapanmu mustahil untuk diwujudkan?

Aku pernah.

Aku memiliki banyak keinginan, banyak cita-cita. Dulu, aku rajin menuliskan setiap impian dan keinginanku. Namun, suatu hari, aku mendapati bahwa apa yang kuimpikan tidak bisa kucapai pada tenggat waktu yang sudah aku tentukan. Perasaan marah dan kecewa berkecamuk di dalam diriku. Aku bertanya kepada Tuhan, mengapa Dia mengizinkan aku gagal mencapai apa yang aku inginkan. Aku tahu tak seharusnya aku mempertanyakan Tuhan, tetapi saat itu kekecewaan begitu menguasaiku. Kondisiku bisa dibilang sangat buruk.

Hingga pada suatu malam sebelum tidur, aku membaca postingan teman di salah satu media sosial. Sepotong refrain dari lagu berjudul Trust His Heart, yang berbunyi:

God is too wise, to be mistaken
God is too good, to be unkind
So when you don’t understand, when you don’t see His plan
When you can’t trace His hand
Trust His Heart

Dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti:

Allah begitu bijak, tak mungkin salah
Allah begitu baik, tak mungkin jahat
Saat kau tak mengerti, (saat kau) tak paham rencana-Nya,
(saat kau) tak melihat tangan-Nya,
Percaya hati-Nya.

Syair itu membuatku merenungkan apa yang kualami. Benar bahwa banyak impianku yang tidak menjadi kenyataan, namun aku telah melupakan sejumlah fakta yang penting. Aku lupa bahwa ada satu Pribadi yang selalu bekerja di balik layar. Aku lupa bahwa setelah aku diselamatkan, hidup yang kujalani sekarang ini bukanlah milikku sepenuhnya. Bukan aku yang memegang kendali penuh atas hidupku. Aku lupa bahwa meskipun aku memiliki pensil dan kertas, Allah memiliki alat tulis yang lengkap!

Allah tidak hanya berbicara melalui lagu itu, tetapi juga melalui Firman-Nya. Dia menolongku untuk memahami dengan jelas bahwa Dialah sesungguhnya yang memegang kendali penuh atas hidupku. Dia berfirman dalam Yeremia 29:11, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Aku tersadar bahwa aku telah bersikap seperti seorang anak kecil yang menuntut semua keinginannya harus terpenuhi dan doanya dijawab segera begitu ia memintanya. Aku tidak sedang hidup sebagai seorang hamba yang mengenal dan percaya kepada Tuannya, Allah yang memegang kendali penuh atas hidupku.

Sobat, tidaklah salah jika kita punya banyak impian dan keinginan. Tetapi, janganlah kita pernah lupa bahwa kita memiliki Allah yang berdaulat, yang memegang kendali atas segala sesuatu. Kita boleh saja memegang pensil dan menulis semua impian dan keinginan kita, tetapi ingatlah bahwa Allah memegang penghapusnya. Izinkan Dia menghapus keinginan-keinginan kita yang tidak benar, dan menuliskan rencana-Nya yang lebih baik dalam hidup kita. Dan, perhatikanlah bagaimana Dia bekerja di balik layar hidup kita masing-masing.

Ketika kamu merasa keadaan di sekelilingmu tidak berjalan sesuai dengan keinginanmu, jangan takut! Allah, Sang Pencipta sedang dan akan terus bekerja menggenapi rencana-Nya di dalam dan melalui dirimu.

Raksasa Bernama Patah Semangat

Oleh: Olivia Ow
(artikel asli dalam Bahasa Inggris: The Giant Called Dismay)

The-Giant-Called-Dismay

Kantor adakalanya tak berbeda dengan medan perang. Bagi sebagian orang, setiap hari kerja itu penuh dengan masalah yang harus dibereskan. Bagi yang lain, itu berarti harus berkejaran dengan tenggat waktu dan menghadapi hubungan interpersonal yang kompleks, termasuk rekan kerja yang bisa saja menikam dari belakang.

Bekerja di lembaga pelayanan Kristen tidak membuat hari-hariku lantas terbebas dari masalah dalam hubunganku dengan sesama. Ada saja kekeliruan, kekurangan, dan salah paham. Timothy Keller, seorang pengkhotbah sekaligus penulis, menuliskan pengamatannya, “Semua orang punya masalah. Sebab itu, semua hubungan pasti punya masalah.” Di mana pun kita bekerja, kita semua akan menghadapi “raksasa” bernama patah semangat.

Bagi kita yang bekerja di dalam organisasi Kristen atau melayani di gereja, penting untuk mengingat bahwa kita adalah para prajurit dalam pasukan yang sama. Pertempuran kita adalah untuk menyelamatkan jiwa dan menegakkan kebenaran, bukan untuk mendapatkan pujian bagi diri sendiri. Musuh kita bukanlah sesama manusia, tetapi Iblis yang berusaha merusak pelayanan kita dengan menciptakan perpecahan.

Dalam Ulangan 20:5-8, kita membaca pasal menarik yang bicara mengenai peraturan-peraturan dalam peperangan. Meskipun aturan-aturan tersebut tidak diterapkan secara harafiah saat ini, prinsip-prinsipnya tetaplah relevan bagi kita.

Pertama-tama, kesatuan tidak selalu berarti “semua untuk satu, satu untuk semua.” Kita tidak perlu menuntut semua orang untuk berdiri di garis depan, dan bekerja dengan intensitas yang sama. “Siapakah orang yang telah mendirikan rumah baru, tetapi belum menempatinya? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya…” (ayat 5). “Dan siapa telah membuat kebun anggur, tetapi belum mengecap hasilnya? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya…” (ayat 6). Urusan-urusan pribadi kita juga penting bagi Allah.

Bagaimana penerapannya dalam kehidupan kita sehari-hari? Mungkin itu berarti menyesuaikan harapan-harapan kita terhadap rekan kerja atau teman gereja; memberi diri untuk mendengarkan dan berempati; atau memeriksa kembali hati kita yang suka membanding-bandingkan bagian kita dengan bagian orang lain. Mungkin itu berarti belajar saling memahami, termasuk mengenali masalah-masalah yang sedang dihadapi rekan kita di luar tempat kerja. Adakah sesuatu yang mengganggunya? Adakah persoalan yang perlu ia selesaikan, yang sama pentingnya dengan mencapai misi organisasi? Selain itu, kita juga perlu peka untuk tahu kapan harus membiarkan rekan kerja atau teman gereja kita pergi membereskan urusan pribadi mereka, sehingga tidak ada pekerjaan yang terbengkalai.

Kedua, para prajurit bekerja sebagai satu tim. Kita tidak akan mungkin mencapai banyak hal jika kita tidak merasa memiliki satu sama lain. Jika ada orang yang sedang tidak berada dalam kondisi terbaik mereka, moral prajurit lainnya akan terpengaruh. Jika ada orang yang “takut dan lemah hati … Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya hati saudara-saudaranya jangan tawar seperti hatinya” (ayat 8).

Apa artinya? Bagian ini menunjukkan betapa Allah tahu benar kelemahan manusia. Adakalanya kita harus melepaskan rekan kita dari tanggung jawab yang sedang ia pegang tanpa menyimpan ganjalan di hati. Atau, mungkin kita sendiri yang perlu mengambil waktu tenang untuk menata kembali langkah kita.

Kita tidak perlu patah semangat, atau bahkan merasa harus ikut “perang” ketika harus menghadapi rekan kerja yang bermasalah. Saat ada anggota tim yang harus pergi, kita dapat melihat betapa Allah sungguh tidak bergantung pada kehebatan manusia.

Dalam pertempuran melawan raksasa “patah semangat”, senjata kita adalah Firman Allah. Firman Allah adalah pedang kebenaran yang akan meluruskan pemikiran kita, mengendalikan perasaan kita, dan menolong kita untuk mengambil sikap yang benar.

Sharing: Apa saja “raksasa” yang sering menghambatmu melangkah maju?

featured-2015-03-sharing

“Kami tak dapat maju”, umat Allah mengeluh
Banyak raksasa di kota itu …
Diri kami seperti belalang
Bukankah lebih baik mundur dan pulang?

Yosua dan Kaleb maju berseru
“Jika TUHAN berkenan, mengapa ragu?”
TUHAN lebih besar dari segala raksasa
Singkirkan takutmu, melangkahlah bersama-Nya

(Bilangan 14)

Hari ini kita tidak menghadapi raksasa, orang-orang sangar berbadan super besar, sebagaimana yang dihadapi orang Israel. Namun, sama seperti mereka, ketika pandangan kita tidak lagi tertuju kepada Tuhan, bukankah ada banyak hal yang bisa tampak seperti “raksasa” dalam hidup ini, membuat kita merasa kecil dan tak berdaya? Yuk bagikan, apa saja “raksasa” yang sering menghambatmu melangkah maju?