Posts

Serunya Bertumbuh Sambil Memuridkan dalam Kelompok Mentoring

Oleh Meista Yuki Crisinta

Setiap orang butuh mentor. Sadar ataupun tidak, kita pasti membutuhkan seseorang yang bisa kita teladani hidupnya, orang yang dengan tulus dan setia membimbing kita untuk menjadi diri sendiri versi yang terbaik dalam perjalanan hidup kita di dunia ini, seseorang yang bisa membawa kita untuk semakin mengenal siapa Allah di dalam Yesus Kristus.

Di tahun 2020, teman kelompok kecilku (TKK) mengajakku untuk membentuk sebuah sistem mentorship dengan visi menolong para lulusan kampus (fresh graduate) dalam proses mencari pekerjaan. Proyek ini tercetus tatkala kami melihat kondisi pandemi yang menyebabkan proses mencari kerja sangat sulit. Singkat cerita, saat itu aku mencoba menjadi mentor dalam masa-masa percobaan proyek perdana kami. Aku “dipasangkan” dengan seorang mentee mahasiswi lulusan baru yang ingin mencari pekerjaan di bidang Ilmu Komunikasi.

Proses mentoring selama beberapa bulan berjalan baik, dan aku menemukan bahwa ternyata aku bersemangat dan senang mengerjakannya. Aku senang bisa membantu satu adik mentee tersebut menjawab berbagai kebingungan dan keraguan yang dia rasakan terkait dunia pekerjaan.

Entah ini sebuah kebetulan atau tidak—tapi aku yakin di dalam Tuhan tak ada yang kebetulan—di tahun yang sama aku tiba-tiba diminta melayani sebagai salah satu mentor di sebuah pembinaan mentoring yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga pelayanan mahasiswa Kristen. Pembinaan mentoring ini diadakan dengan melihat kondisi bahwa tidak sedikit mahasiswa yang kebingungan ketika mereka berada di semester akhir—dan ini memang fenomena yang wajar sekali terjadi. Bingung harus mengambil langkah apa selanjutnya setelah nanti mereka lulus kuliah. Oleh karena itu, dibentuklah kelompok-kelompok mentoring. Para mahasiswa tingkat akhir ini akan dibantu dan dibina oleh kakak-kakak alumni yang telah lebih dahulu merasakan bagaimana asam-manisnya dunia pekerjaan. Dalam kelompok mentoring tersebut juga para kakak alumni akan menceritakan kesaksian hidup mereka tentang perjalanan hidup bersama Tuhan menempuh banyak ketidakpastian ketika memasuki dunia kerja.

Mentor dalam pengertian menurut Oxford Learner’s Dictionaries artinya seseorang berpengalaman (konteks: dunia pekerjaan) yang menolong dan memberikan saran-saran kepada mereka yang belum berpengalaman/pengalamannya lebih sedikit, selama periode waktu tertentu. Darlene Zschech dalam bukunya yang berjudul The Art of Mentoring juga menuliskan:

“…seni menjadi mentor…bukanlah berkaitan dengan mengajarkan saya-ologi. Esensi dari kegiatan mentor adalah usaha membantu orang-orang mencapai potensi terbesarnya, sehingga mereka mampu mengetahui, mengapresiasi, dan menggunakan warisan iman yang besar yang tersedia dalam Kristus.”

Pengalaman menjadi mentor ternyata menjadi cara Tuhan untuk menaburkan benih-benih kasih di hatiku dalam memuridkan adik-adik mentee. Dalam anugerah dan kesempatan pelayanan yang Tuhan berikan, aku sungguh menikmati peranku sebagai mentor dan juga menikmati relasi pertemanan yang terjalin di antara kami. Di sini aku belajar bahwa ternyata penting untuk tetap mewariskan konsep nilai kerajaan Allah kepada generasi muda. Meskipun ada kesaksian hidup pribadi yang dibagikan selama kegiatan mentoring, aku belajar bahwa menjadi mentor bukanlah tentang “menjadi seperti saya”, tetapi menjadi semakin serupa dengan Kristus. Menjadi mentor rohani memiliki esensi dan peranan yang sama untuk menjadikan generasi muda sebagai murid Kristus; berkarakter seperti Kristus.

Jujur, aku pun mengakui ini tidak mudah untuk dijalani, karena terkadang aku juga masih sering mengkotak-kotakkan antara pekerjaan (area duniawi) dengan panggilan hidup (area rohani). Padahal, Allah berdaulat juga di dalam area pekerjaan, dan salah satu panggilan hidup yang Ia tetapkan buat murid-murid-Nya adalah bekerja (Kejadian 1:28). Sehingga yang menjadi tantangan ketika aku menjalankan peran sebagai mentor adalah bagaimana aku harus mengarahkan adik-adik mentee ini nantinya bisa (sedikitnya) memahami hidup dan diri mereka sendiri di dalam Tuhan. Memahami minat dan talenta, passion, peristiwa-peristiwa hidup di masa lalu yang membentuk mereka menjadi pribadi yang sekarang, mimpi mereka, dan lain-lain.

***

Tahun ini, aku kembali dianugerahkan kesempatan melayani sebagai mentor, dengan adik-adik mentee yang berbeda. Salah satu pelajaran yang aku nikmati sepanjang menjadi mentor dalam 2 tahun belakangan ini adalah bahwa jika kita sudah terlebih dahulu menikmati kasih Allah, menikmati penyertaan-Nya di dalam hidup kita, merasakan banyak sekali pertolongan Tuhan di masa-masa sulit, maka bagikan dan ceritakanlah itu. Kesaksian iman pribadi dalam perjalanan bersama Kristus bukanlah hal yang harus disimpan sendiri. Dalam hal ini, kegiatan pelayanan mentoring menjadi jalan yang Tuhan buka untukku membagikan cerita Kasih itu kepada adik-adik mahasiswa.

Kedua, hal yang aku pelajari lainnya adalah bahwa aku sebagai mentor pun ikut bertumbuh. Meskipun pembinaan ini ditujukan untuk adik-adik mahasiswa semester akhir, namun Firman yang dibagikan sepanjang pembinaan ternyata kembali mengingatkanku akan esensi dari pekerjaan menurut sudut pandang Allah. Aku mendapati bahwa meskipun aku berharap terjadi pertumbuhan rohani di dalam adik-adik mentee, ternyata Tuhan juga turut bekerja memberi pertumbuhan untuk kita yang berperan sebagai mentor.

Ketiga, menjadi seorang mentor bukan berarti kita harus “paling tahu segalanya”. Cukup menjadi diri sendiri sesuai dengan karunia dan talenta yang Tuhan anugerahkan. Saat hati kita rindu untuk memuridkan, jalani dan kerjakan sambil terus minta Tuhan untuk menyertai langkah kita sebagai mentor.

Adakah adik-adik atau generasi muda di sekelilingmu yang ingin kamu bagikan dan ceritakan tentang kasih-Nya yang nyata? Mungkin menjadi mentor rohani bisa menjadi salah satu cara yang unik dan menarik untuk membuka jalur pemuridan, sekaligus persahabatan di kalangan saudara seiman.

Dalam Segala Situasi, Bersekutu Itu Selalu Perlu

Oleh Frida Oktavia Sianturi, Pekanbaru

Sudah dua bulan sejak pandemi menghampiri kota Pekanbaru, aku dan adik KTB-ku (Kelompok Tumbuh Bersama) tidak pernah bertemu untuk PA (Pendalaman Alkitab) bersama. Biasanya aku mengunjungi mereka, tetapi kali ini tidak bisa. Mereka memutuskan pulang kampung saja karena perkuliahan mereka dilaksanakan secara daring.

Berbeda denganku, aku harus tetap berada di Pekanbaru. Aku tidak bisa pulang ke rumahku di kabupaten Rokan Hilir karena tetap harus masuk kerja. Pandemi ini pun belum ada tanda-tanda akan berakhir. Pertanyaan terus menghampiri: Kapan ya ini akan berakhir? Kapan ya aku bisa bertemu lagi dengan adik KTB-ku? KTB teman-temanku yang lain kebanyakan dilakukan via online. Aku pun menawarkan kepada adik-adik KTB-ku untuk KTB online.

Namun, respon mereka membuatku sedih.

“Aku tidak bisa kak, jaringan internet di kampungku susah.”

“aku tidak bisa kak, memori HPku tidak cukup untuk download aplikasi yang baru.”

“aku tidak bisa kak, paket internetanku terbatas. Uang jajan tidak diberikan karena aku saat ini di rumah”

Respons mereka membuatku bergumul di hadapan Tuhan. Apa yang harus aku lakukan, Tuhan? Awalnya, aku memutuskan agar kami saling berbagi pokok doa saja supaya kami bisa tetap saling mendoakan di tempat kami masing-masing sekaligus kami jadi saling mengetahui kondisi satu sama lain.

Namun aku masih gelisah. Aku merenung bagaimana caranya agar adik-adikku juga tetap diperlengkapi oleh Firman Tuhan selama masa-masa karantina ini. Aku berdiskusi dengan teman sekamarku. Dia lalu memberiku saran untuk KTB via telepon saja. Opsi ini baik meskipun aku perlu mengeluarkan uang lebih untuk membeli pulsa. Untuk menelepon empat orang adik dan biasanya kami KTB bisa lebih dari tiga jam, tentu aku harus mengeluarkan uang yang lebih untuk beli pulsa.

Sebenarnya sulit bagiku untuk mengeluarkan uang lebih di tengah kondisi ini. Work From Home membuat kebutuhanku meningkat. Cicilan juga tetap harus dibayar, tetapi kepada Tuhan kuserahkan semua kesulitanku ini.

Akhirnya, aku memutuskan untuk menelepon mereka berempat dan mengajak mereka KTB via telepon. Tak hanya belajar firman, kami saling mengabari kondisi kami, berbagi pokok doa, dan saling menopang. Aku sangat bersyukur bisa kembali KTB bersama mereka meskipun kami tak bisa dekat secara fisik. Aku bersyukur kami bisa belajar firman Tuhan kembali. Dan aku jadi belajar, lewat kondisi ini sebenarnya tidak ada alasan bagi anak-anak Tuhan untuk tidak datang kepada-Nya. Kemajuan teknologi bisa dipakai-Nya sebagai sarana untuk kita tetap bertumbuh.

Aku teringat kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Ketika raja Nebukadnezar meminta mereka untuk menyembah patung emas dan memuja dewa, mereka menolaknya. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego tetap memegang teguh kepercayaan mereka kepada Tuhan. Kesetiaan mereka berkenan kepada Tuhan, dan Tuhan meluputkan mereka dari panasnya perapian yang menyala-nyala (Daniel 3).

Kita mungkin tidak menghadapi ancaman seperti Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, namun kita dapat meneladani kesetiaan mereka pada Tuhan. Dengan tetap terhubung bersama saudara seiman, kita dapat dikuatkan dalam menghadapi masa-masa sulit. Ibrani 10:24-25, berkata, “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”.

Pandemi ini mungkin tampak mengerikan bagi kita, tapi janganlah kiranya kepercayaan kita kepada Tuhan menjadi padam. Pandemi ini tidak lebih besar dari pada Tuhan kita. Dalam situasi ini, kita hanya butuh hati yang mau taat belajar firman-Nya. Apa pun persoalan yang saat ini kita hadapi, biar kiranya kita melakukannya di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada kita.

Jika kita kesulitan mengakses persekutuan secara online, tetaplah bangun persekutuan pribadi kita melalui doa dan saat teduh. Atau, jika kita memiliki materi-materi lain seperti buku rohani, kita bisa membacanya sebab itu pun baik untuk pertumbuhan iman kita.

Baca Juga:

Berkat di Balik Pilihan yang Tampaknya Salah

Ketika pilihan yang kita ambil mengantar kita pada kegagalan, cobalah untuk melihat dari sudut pandang Allah. Segala hal dapat dipakai-Nya untuk membawa kebaikan bagi kita, selama kita bersedia untuk percaya.