Posts

Pencipta dan Penopang

Sabtu, 30 Maret 2019

Pencipta dan Penopang

Baca: Ibrani 1:1-4

1:1 Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi,

1:2 maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.

1:3 Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi,

1:4 jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih indah dari pada nama mereka.

Ia adalah cahaya kemuliaan Allah . . . dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. —Ibrani 1:3

Daily Quotes ODB

Dengan bantuan kaca pembesar dan pinset, seorang pembuat jam dari Swiss bernama Phillipe dengan cermat menjelaskan kepada saya bagaimana ia membongkar, membersihkan, dan memasang kembali bagian-bagian kecil dari arloji mekanis yang dirancang khusus. Di antara semua bagian arloji yang kecil-kecil, ada satu komponen terpenting, yaitu pegas utama. Pegas utama merupakan komponen yang menggerakkan semua roda gigi yang memungkinkan jam tangan menunjukkan waktu dengan tepat. Tanpa hal itu, jam tangan rancangan seseorang yang paling ahli sekalipun tidak akan dapat berfungsi.

Dalam Perjanjian Baru, ada bagian indah dari kitab Ibrani yang dengan terang-terangan memuji Yesus sebagai Pribadi yang melalui-Nya Allah menciptakan langit dan bumi. Seperti kerumitan arloji yang dirancang khusus, setiap detail alam semesta kita diciptakan oleh Tuhan Yesus (Ibr. 1:2). Dari luasnya tata surya sampai keunikan sidik jari kita, semua hal itu diciptakan oleh-Nya.

Namun, Yesus bukan saja Pencipta, tetapi bagaikan pegas utama arloji, kehadiran-Nya teramat penting bagi keberlangsungan dan perkembangan ciptaan-Nya. Dia senantiasa “menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan” (ay.3), memelihara semua yang telah diciptakan-Nya agar bekerja sama dengan baik dalam segala kerumitannya yang luar biasa.

Jika kamu memiliki kesempatan untuk mengalami keindahan alam ciptaan Allah hari ini, ingatlah bahwa “segala sesuatu ada di dalam Dia” (Kol. 1:17). Semoga kesadaran akan peran utama Yesus dalam penciptaan dan keberlangsungan alam semesta ini mendorong kita untuk terus bersyukur dan memuji pemeliharaan-Nya atas hidup kita. —Lisa Samra

Apa saja karya ciptaan Allah yang mendorongmu untuk menyembah Dia, dan apa alasannya?

Tuhan Yesus, terima kasih atas cara-Mu memelihara dan menopang ciptaan-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-hakim 9-10; Lukas 5:17-39

Di Luar Konteks

Kamis, 14 Februari 2019

Di Luar Konteks

Baca: Yohanes 20:13-16

20:13 Kata malaikat-malaikat itu kepadanya: “Ibu, mengapa engkau menangis?” Jawab Maria kepada mereka: “Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan.”

20:14 Sesudah berkata demikian ia menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di situ, tetapi ia tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.

20:15 Kata Yesus kepadanya: “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?” Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepada-Nya: “Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.”

20:16 Kata Yesus kepadanya: “Maria!” Maria berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani: “Rabuni!”, artinya Guru.

Sesudah berkata demikian ia menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di situ, tetapi ia tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus. —Yohanes 20:14

Di Luar Konteks

Ketika sedang mengantre masuk ke pesawat, seseorang menepuk pundak saya. Saya pun menengok dan menerima sapaan hangat. “Elisa! Masih ingat aku? Aku Joan!” Saya berpikir keras mengingat-ingat sejumlah “Joan” yang saya kenal, tetapi yang ini tidak kunjung teringat. Apakah ia tetangga lama? Mantan rekan kerja? Oh tidak . . . saya benar-benar lupa.

Melihat kebingungan saya, Joan berkata, “Elisa, kita dulu teman SMA.” Sebuah kenangan muncul: pertandingan-pertandingan sepakbola Jumat malam, dan kami sama-sama menyoraki tim sekolah kami dari bangku penonton. Begitu konteksnya menjadi jelas, saya bisa mengenali Joan.

Setelah kematian Yesus, Maria Magdalena pergi ke kubur pagi-pagi, lalu mendapati batu sudah terguling dan jasad-Nya tidak ada (Yoh. 20:1-2). Maria berlari menemui Petrus dan Yohanes, lalu mereka ikut bersamanya untuk melihat kubur yang kosong (ay.3-10). Namun, Maria termenung di luar kubur dalam kesedihannya (ay.11). Ketika Yesus muncul di sana, “[Maria] tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus” (ay.14). Maria mengira Dia adalah tukang kebun (ay.15).

Bagaimana mungkin Maria tidak mengenali Yesus? Apakah tubuh kebangkitan-Nya telah jauh berubah sehingga sulit dikenali? Apakah kepedihan membutakannya untuk mengenali Yesus? Atau mungkin, seperti saya, karena Yesus telah berada “di luar konteks”, Dia hidup dan muncul di taman, sedangkan Maria berpikir Dia mati di dalam kubur, sehingga ia tidak mengenali-Nya?

Mungkinkah kita juga melewatkan Yesus ketika Dia datang di tengah keseharian kita—saat kita berdoa atau membaca Alkitab, atau saat Dia berbicara dalam hati kita? —Elisa Morgan

Tuhan, berilah kami mata untuk melihat Yesus, bagaimana pun caranya Dia datang—dalam konteks yang kami kenal maupun dengan cara-cara tak terduga.

Nantikanlah Yesus di tempat-tempat yang tak terduga.

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 15-16; Matius 27:1-26

Semua yang Kulihat

Senin, 4 Februari 2019

Semua yang Kulihat

Baca: Yohanes 3:22-35

3:22 Sesudah itu Yesus pergi dengan murid-murid-Nya ke tanah Yudea dan Ia diam di sana bersama-sama mereka dan membaptis.

3:23 Akan tetapi Yohanespun membaptis juga di Ainon, dekat Salim, sebab di situ banyak air, dan orang-orang datang ke situ untuk dibaptis,

3:24 sebab pada waktu itu Yohanes belum dimasukkan ke dalam penjara.

3:25 Maka timbullah perselisihan di antara murid-murid Yohanes dengan seorang Yahudi tentang penyucian.

3:26 Lalu mereka datang kepada Yohanes dan berkata kepadanya: “Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya.”

3:27 Jawab Yohanes: “Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga.

3:28 Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya.

3:29 Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh.

3:30 Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.

3:31 Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya; siapa yang berasal dari bumi, termasuk pada bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi. Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya.

3:32 Ia memberi kesaksian tentang apa yang dilihat-Nya dan yang didengar-Nya, tetapi tak seorangpun yang menerima kesaksian-Nya itu.

3:33 Siapa yang menerima kesaksian-Nya itu, ia mengaku, bahwa Allah adalah benar.

3:34 Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas.

3:35 Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya.

Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil. —Yohanes 3:30

Semua yang Kulihat

Di tengah musim dingin, pada suatu hari yang bersalju, Krista berdiri sembari memandang keindahan mercusuar yang tertutup salju di tepi danau. Saat mengeluarkan ponsel untuk memotret pemandangan itu, kacamatanya ditutupi kabut. Karena tak bisa melihat apa pun, ia memutuskan untuk mengarahkan kamera ponsel ke arah mercusuar dan mengambil tiga gambar dari beberapa sudut pandang yang berbeda. Setelah melihat hasil fotonya, ia baru sadar kalau kameranya diatur di posisi selfie. Sambil tertawa, ia berkata, “Fokusku selalu aku, aku, dan aku. Semua yang kulihat hanya diriku sendiri.” Foto-foto Krista membuat saya terpikir tentang kesalahan serupa yang kita lakukan: Kita bisa terlalu berfokus pada diri sendiri hingga gagal melihat gambaran yang lebih besar dari rencana Allah.

Yohanes Pembaptis, sepupu Yesus, tahu betul bahwa yang menjadi fokus bukanlah dirinya sendiri. Sejak awal ia menyadari bahwa posisi atau panggilannya adalah untuk mengarahkan orang kepada Yesus, Anak Allah. “Lihatlah Anak domba Allah!” kata Yohanes ketika melihat Yesus berjalan ke arahnya dan para pengikutnya (Yoh. 1:29). Ia melanjutkan, “Untuk itulah aku datang dan membaptis dengan air, supaya Ia dinyatakan kepada Israel” (ay.31). Ketika belakangan murid-murid Yohanes menceritakan bahwa Yesus mendapat banyak pengikut, Yohanes berkata, “Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya. . . . Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (3:28-30).

Kiranya fokus utama dalam hidup kita adalah Yesus dan mengasihi-Nya dengan segenap hati. —Anne Cetas

Bagaimana aku bisa mengasihi Yesus dengan sebaik-baiknya? Siapa yang dikehendaki-Nya untuk kukasihi sekarang ini?

Tuhan, sering aku berfokus pada diri, kebutuhan, dan keinginanku sendiri. Tolong aku tak lagi berfokus pada diriku, melainkan kepada diri-Mu.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 34-35; Matius 22:23-46

Diangkat Menjadi Anak

Kamis, 31 Januari 2019

Diangkat Menjadi Anak

Baca: Galatia 4:1-7

4:1 Yang dimaksud ialah: selama seorang ahli waris belum akil balig, sedikitpun ia tidak berbeda dengan seorang hamba, sungguhpun ia adalah tuan dari segala sesuatu;

4:2 tetapi ia berada di bawah perwalian dan pengawasan sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya.

4:3 Demikian pula kita: selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia.

4:4 Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.

4:5 Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak.

4:6 Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: “ya Abba, ya Bapa!”

4:7 Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.

Allah mengutus Anak-Nya . . . supaya kita diterima menjadi anak. —Galatia 4:4-5

Diangkat Menjadi Anak

Saya merasa senang ketika seorang dermawan membangun panti asuhan untuk anak-anak tunawisma. Saya lebih senang lagi ketika orang itu melangkah lebih jauh dan mengangkat salah satu anak itu menjadi anaknya sendiri. Kebanyakan anak yatim piatu sudah merasa bahagia ketika ada yang membiayai hidup mereka. Namun, saat anak itu tahu bahwa sang penyandang dana tak hanya menolongnya, tetapi juga menginginkan dirinya, bayangkan bagaimana perasaannya!

Saat kamu menjadi anak Allah, kamu tentu tahu, karena kamu mengalaminya sendiri. Kita sudah sangat bersyukur bahwa Allah begitu mengasihi kita hingga Dia mengirimkan Anak-Nya agar kita “tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Itu sudah cukup bagi kita. Namun, Allah melangkah lebih jauh. Tindakan Allah “mengutus Anak-Nya, . . . untuk menebus” kita bukanlah tujuan akhir, melainkan Dia ingin “supaya kita diterima menjadi anak” (Gal. 4:4-5).

Rasul Paulus menyebut kita sebagai “anak” (kata dengan bentuk maskulin dalam bahasa aslinya) karena pada zaman itu, yang mewarisi kekayaan orangtua adalah anak laki-laki. Maksudnya, sekarang siapa saja yang beriman kepada Yesus, baik laki-laki maupun perempuan, akan menjadi “anak” Allah dengan hak penuh sebagai ahli waris yang setara (ay.7).

Allah tidak hanya ingin menyelamatkanmu. Dia menginginkanmu. Allah telah mengadopsi kamu ke dalam keluarga-Nya, memberimu nama-Nya (Why. 3:12), dan dengan bangga menyebut kamu anak-Nya. Tak seorang pun dapat melebihi kasih-Nya kepadamu. Allah tak hanya memberkati, tetapi juga mengangkatmu sebagai anak. Sebagai anak, kamu sangat dikasihi oleh Allah Bapa. —Mike Wittmer

Bapa, alangkah istimewanya dapat menyebut-Mu sebagai Bapa! Terima kasih karena Engkau telah menyelamatkan dan menginginkan diriku.

Kamu tak hanya diselamatkan, tetapi juga dikasihi.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 25-26; Matius 20:17-34

Orang Baik dari Berbagai Bangsa

Minggu, 27 Januari 2019

Orang Baik dari Berbagai Bangsa

Baca: Ester 4:5-14

4:5 Maka Ester memanggil Hatah, salah seorang sida-sida raja yang ditetapkan baginda melayani dia, lalu memberi perintah kepadanya menanyakan Mordekhai untuk mengetahui apa artinya dan apa sebabnya hal itu.

4:6 Lalu keluarlah Hatah mendapatkan Mordekhai di lapangan kota yang di depan pintu gerbang istana raja,

4:7 dan Mordekhai menceritakan kepadanya segala yang dialaminya, serta berapa banyaknya perak yang dijanjikan oleh Haman akan ditimbang untuk perbendaharaan raja sebagai harga pembinasaan orang Yahudi.

4:8 Juga salinan surat undang-undang, yang dikeluarkan di Susan untuk memunahkan mereka itu, diserahkannya kepada Hatah, supaya diperlihatkan dan diberitahukan kepada Ester. Lagipula Hatah disuruh menyampaikan pesan kepada Ester, supaya pergi menghadap raja untuk memohon karunianya dan untuk membela bangsanya di hadapan baginda.

4:9 Lalu masuklah Hatah dan menyampaikan perkataan Mordekhai kepada Ester.

4:10 Akan tetapi Ester menyuruh Hatah memberitahukan kepada Mordekhai:

4:11 “Semua pegawai raja serta penduduk daerah-daerah kerajaan mengetahui bahwa bagi setiap laki-laki atau perempuan, yang menghadap raja di pelataran dalam dengan tiada dipanggil, hanya berlaku satu undang-undang, yakni hukuman mati. Hanya orang yang kepadanya raja mengulurkan tongkat emas, yang akan tetap hidup. Dan aku selama tiga puluh hari ini tidak dipanggil menghadap raja.”

4:12 Ketika disampaikan orang perkataan Ester itu kepada Mordekhai,

4:13 maka Mordekhai menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Ester: “Jangan kira, karena engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi.

4:14 Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dengan kaum keluargamu akan binasa. Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu.”

Mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu. —Ester 4:14

Orang Baik dari Berbagai Bangsa

Di Yad Vashem, Museum Peringatan Holocaust di Yerusalem, saya dan suami mengunjungi taman Orang Baik dari Berbagai Bangsa, yang dibangun untuk menghormati mereka yang mempertaruhkan nyawa dalam menyelamatkan orang Yahudi selama peristiwa Holocaust. Di sana, kami bertemu sekelompok orang dari Belanda. Seorang wanita dari rombongan itu datang untuk melihat nama kakek dan neneknya yang tercantum pada plakat besar. Karena penasaran, kami pun bertanya tentang kisah keluarganya.

Kakek nenek wanita itu—Pdt. Pieter dan Adriana Müller—adalah anggota jaringan perlawanan yang mengadopsi seorang anak laki-laki Yahudi berumur dua tahun menjadi putra bungsu mereka pada tahun 1943-1945.

Tersentuh oleh ceritanya, kami lalu bertanya, “Apakah anak itu selamat?” Seorang pria yang lebih tua dalam rombongan tadi menyahut, “Sayalah anak itu!”

Keberanian banyak orang untuk menyelamatkan orang Yahudi itu mengingatkan saya pada Ratu Ester. Ia mungkin sempat berpikir bisa lolos dari keputusan Raja Ahasyweros untuk memusnahkan orang Yahudi pada sekitar tahun 475 sm karena ia berhasil menyembunyikan asal-usulnya. Namun, Ester akhirnya tergerak untuk bertindak—meski risikonya mati—ketika sepupunya memohon agar Ester tidak mengabaikan asal-usulnya sebagai orang Yahudi, sebab ia ditempatkan pada posisinya sebagai ratu “justru untuk saat yang seperti ini” (Est. 4:14).

Kita mungkin belum pernah didesak membuat keputusan hidup-mati seperti itu. Namun, adakalanya kita menghadapi pilihan untuk menentang ketidakadilan atau tetap diam; untuk membantu seseorang yang mengalami kesulitan atau menutup mata. Kiranya Allah memberi kita keberanian melakukan yang benar. —Lisa Samra

Bapa, terima kasih atas kasih-Mu bagi orang yang tertindas dan tak berdaya. Tolong kami untuk peka pada tuntunan-Mu agar tahu kapan harus bertindak.

Adakah orang-orang yang perlu kamu bela? Mintalah Allah untuk memberimu keberanian bertindak pada waktu yang tepat.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 16-18; Matius 18:1-20

Bebas dalam Batasan

Sabtu, 26 Januari 2019

Bebas dalam Batasan

Baca: Mazmur 119:33-48

119:33 Perlihatkanlah kepadaku, ya TUHAN, petunjuk ketetapan-ketetapan-Mu, aku hendak memegangnya sampai saat terakhir.

119:34 Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.

119:35 Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya.

119:36 Condongkanlah hatiku kepada peringatan-peringatan-Mu, dan jangan kepada laba.

119:37 Lalukanlah mataku dari pada melihat hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan!

119:38 Teguhkanlah pada hamba-Mu ini janji-Mu, yang berlaku bagi orang yang takut kepada-Mu.

119:39 Lalukanlah celaku yang menggetarkan aku, karena hukum-hukum-Mu adalah baik.

119:40 Sesungguhnya aku rindu kepada titah-titah-Mu, hidupkanlah aku dengan keadilan-Mu!

119:41 Kiranya kasih setia-Mu mendatangi aku, ya TUHAN, keselamatan dari pada-Mu itu sesuai dengan janji-Mu,

119:42 supaya aku dapat memberi jawab kepada orang yang mencela aku, sebab aku percaya kepada firman-Mu.

119:43 Janganlah sekali-kali mencabut firman kebenaran dari mulutku, sebab aku berharap kepada hukum-hukum-Mu.

119:44 Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya.

119:45 Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu.

119:46 Aku hendak berbicara tentang peringatan-peringatan-Mu di hadapan raja-raja, dan aku tidak akan mendapat malu.

119:47 Aku hendak bergemar dalam perintah-perintah-Mu yang kucintai itu.

119:48 Aku menaikkan tanganku kepada perintah-perintah-Mu yang kucintai, dan aku hendak merenungkan ketetapan-ketetapan-Mu.

Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya. —Mazmur 119:35

Bebas dalam Batasan

Suatu hari di musim dingin, anak-anak saya merengek untuk main seluncuran salju. Suhu saat itu hampir mencapai minus tujuh belas derajat Celcius. Kepingan-kepingan salju menerpa jendela kami. Saya mempertimbangkan sejenak permohonan mereka, lalu mengizinkan mereka—dengan syarat mereka harus berpakaian tebal, tidak boleh berjauhan, dan tidak boleh lebih dari 15 menit.

Karena kasih, saya membuat aturan itu supaya anak-anak saya bisa bebas bermain tanpa kedinginan dan membeku di luar. Saya pikir, penulis Mazmur 119 mengenali maksud yang sama dalam diri Allah ketika ia menuliskan dua ayat yang berurutan tetapi yang seakan bertentangan: “Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya” lalu “Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu” (ay.44-45). Mengapa pemazmur menghubungkan kelegaan dengan kehidupan rohani yang menaati hukum-hukum Allah?

Dengan mengikuti instruksi Allah yang penuh hikmat, kita dapat terhindar dari konsekuensi yang mengikuti pilihan buruk yang akan kita sesali di kemudian hari. Tanpa beban rasa bersalah atau kepedihan, kita menjadi lebih lega dan bebas menikmati hidup kita. Allah tidak ingin mengendalikan kita dengan berbagai aturan tentang apa yang boleh atau tidak boleh kita lakukan; sebaliknya, Dia memberikan tuntunan sebagai bukti kasih-Nya kepada kita.

Saya senang menyaksikan anak-anak saya berseluncur menuruni bukit dengan riang gembira. Mereka bebas bermain dalam batasan yang saya berikan. Paradoks menarik itu juga berlaku dalam hubungan kita dengan Allah—hal itulah yang membuat kita dan pemazmur berkata, “Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya” (ay.35). —Jennifer Benson Schuldt

Ya Tuhan, ajarku menyukai perintah-perintah-Mu seperti pengalaman pemazmur. Aku ingin memuliakan Engkau lewat pilihan-pilihan yang kuambil setiap hari.

Ketika hati dipenuhi kasih, kita akan taat kepada Allah dengan rela.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 14-15; Matius 17

Sudut Pandang yang Luas

Jumat, 25 Januari 2019

Sudut Pandang yang Luas

Baca: 1 Petrus 2:1-10

2:1 Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah.

2:2 Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan,

2:3 jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan.

2:4 Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah.

2:5 Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.

2:6 Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan.”

2:7 Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: “Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan.”

2:8 Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan.

2:9 Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:

2:10 kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.

Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib. —1 Petrus 2:9

Sudut Pandang yang Luas

Dalam liputan upacara pelantikan presiden Amerika Serikat pertama yang berasal dari keturunan Afrika-Amerika, kamera televisi menyorot kerumunan warga dari hampir dua juta orang yang berkumpul untuk menyaksikan langsung peristiwa bersejarah tersebut. Koresponden CBS News, Bob Schieffer, berkata, “Aspek terbaik dari acara ini adalah sudut pengambilan gambarnya yang luas.” Tak ada cara lain yang lebih baik untuk menyorot kumpulan orang yang membentang dari Monumen Lincoln Memorial sampai ke Gedung Capitol.

Kitab Suci menampilkan sekilas pandang sebuah kumpulan yang jauh lebih besar, yang disatukan oleh iman kepada Yesus Kristus: “Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1Ptr. 2:9).

Itu bukanlah gambaran tentang segelintir orang yang memiliki hak istimewa, tetapi tentang sejumlah besar orang dari “tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” (Why. 5:9) yang telah mengalami penebusan. Hari ini kita tersebar di seluruh muka bumi, dan banyak dari kita yang masih mengalami penganiayaan serta pengucilan karena kesetiaan mereka kepada Yesus. Namun, melalui lensa firman Allah yang memberikan sudut pandang yang luas, kita melihat saudara-saudari seiman dari berbagai penjuru dunia yang bersama kita memuliakan Allah yang telah menebus dan menjadikan kita milik-Nya.

Marilah kita semua memuji Allah yang telah membawa kita keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib! —David C. McCasland

Tuhan, Engkau layak menerima segala pujian! Kami, umat-Mu, kagum akan Engkau.

Pujian apa yang akan kamu berikan kepada Allah?

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 12-13; Matius 16

Hal Besar

Kamis, 24 Januari 2019

Hal Besar

Baca: Yesaya 58:6-9

58:6 Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk,

58:7 supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!

58:8 Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu.

58:9 Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah,

Berpuasa yang Kukehendaki, ialah . . . supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk. —Yesaya 58:6

Hal Besar

Seorang kerabat membutuhkan bantuan untuk membayar sewa bulanannya. Keluarga yang dimintai bantuan itu sebenarnya keberatan—apalagi mereka sendiri mempunyai pengeluaran tak terduga pada akhir tahun. Namun demikian, dalam ucapan syukur atas pemeliharaan Allah, mereka menguras tabungan untuk memberikan bantuan. Mereka pun merasa bahagia karena kerabat yang mereka tolong sangat berterima kasih atas bantuan itu.

Kerabat itu memberikan sepucuk kartu terima kasih yang bertuliskan, “Sekali lagi kalian telah begitu bermurah hati, bahkan mungkin tidak menganggapnya sebagai hal yang besar.”

Namun, bagi Allah, menolong orang lain adalah hal besar. Nabi Yesaya menekankan hal tersebut kepada bangsa Israel. Bangsa itu berpuasa, tetapi masih saja berselisih dan berkelahi. Yesaya mengatakan, seharusnya mereka berusaha memerdekakan orang yang tertindas, meringankan beban orang lain, berbagi kepada yang lapar dan yang tidak memiliki pakaian, memberi tumpangan kepada yang membutuhkan tempat tinggal, dan tidak menolak saudara mereka yang memerlukan pertolongan (Yes. 58:6-7).

Pengorbanan seperti itu, kata Yesaya, tak hanya memancarkan terang Allah, tetapi juga memulihkan luka batin kita (ay.8). Ketika keluarga tadi menolong kerabatnya, mereka dihadapkan pada keadaan mereka sendiri dan bertekad untuk mengatur keuangan mereka dengan lebih baik di tahun mendatang. Inilah janji Allah kepada orang yang murah hati, “Aku akan menyertaimu untuk menyelamatkan kamu. Kehadiran-Ku akan melindungi kamu dari segala penjuru” (ay.8 bis). Pada akhirnya, dengan membantu kerabat, mereka sendiri lebih diberkati. Bagaimana dengan Allah sendiri? Dia telah memberikan segala-galanya dalam kasih. —Patricia Raybon

Tuhan, ajarlah kami bermurah hati dan tolong kami untuk memberi seperti diri-Mu.

Allah memberikan segala-galanya. Marilah mengikuti teladan-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 9-11; Matius 15:21-39

Nyanyian Alam Semesta

Senin, 21 Januari 2019

Nyanyian Alam Semesta

Baca: Mazmur 19:1-7

19:1 Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud.19:2 Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya;

19:3 hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam.

19:4 Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar;

19:5 tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari,

19:6 yang keluar bagaikan pengantin laki-laki yang keluar dari kamarnya, girang bagaikan pahlawan yang hendak melakukan perjalanannya.

19:7 Dari ujung langit ia terbit, dan ia beredar sampai ke ujung yang lain; tidak ada yang terlindung dari panas sinarnya.

19:8 Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.

Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya. —Mazmur 19:2

Nyanyian Alam Semesta

Dengan ilmu astronomi akustik, para ilmuwan dapat meneliti dan mendengar bunyi luar angkasa. Mereka menemukan bahwa gerakan orbit bintang ternyata menghasilkan suara seperti irama musik pada langit di malam hari. Seperti bunyi ikan paus bungkuk, resonansi bintang itu terletak pada frekuensi atau gelombang yang tidak terdengar oleh telinga manusia. Namun, alunan musik dari bintang dan ikan paus serta mahkluk-makhluk lainnya menciptakan simfoni yang mengumandangkan kebesaran Allah.

Mazmur 19:1-5 berkata, “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi.”

Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus menyingkapkan bahwa di dalam Yesus “telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, . . . segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia” (Kol. 1:16). Seluruh alam semesta menanggapi dengan memuji Penciptanya. Kiranya kita bersama alam ciptaan turut memuji kebesaran Allah, Pribadi yang “menakar air laut dengan lekuk tangannya dan mengukur langit dengan jengkal” (Yes. 40:12). —Remi Oyedele

Agunglah Engkau, ya Allah! Bukalah mataku untuk melihat Engkau dalam kemegahan ciptaan-Mu dan buka hatiku untuk mempersembahkan pujian yang layak Kau terima.

Baiklah [kita] semua memuji nama Tuhan, sebab semuanya dijadikan atas perintah-Nya. —Mazmur 148:5 BIS

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 1-3; Matius 14:1-21