Posts

Istirahat Natal

Kamis, 17 Desember 2015

Istirahat Natal

Baca: Matius 11:28?12:8

11:28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.

11:29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.

11:30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.”

12:1 Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. Karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya.

12:2 Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat.”

12:3 Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar,

12:4 bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan bagaimana mereka makan roti sajian yang tidak boleh dimakan, baik olehnya maupun oleh mereka yang mengikutinya, kecuali oleh imam-imam?

12:5 Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?

12:6 Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah.

12:7 Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah.

12:8 Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat. —Matius 11:28

Istirahat Natal

Saat masih kecil, saya pernah bekerja mengantar surat kabar untuk memperoleh tambahan uang saku. Karena yang diantar adalah surat kabar pagi, saya harus bangun setiap pukul 3 dini hari, tujuh hari dalam seminggu, agar 140 eksemplar surat kabar yang menjadi bagian saya sudah terkirim ke rumah para pelanggan sebelum pukul 6 pagi.

Namun, setiap tahun ada satu hari yang berbeda. Kami mengirimkan surat kabar pagi edisi hari Natal pada malam Natal. Itu berarti hari Natal merupakan satu-satunya pagi dalam setahun ketika saya dapat bangun dan beristirahat layaknya orang kebanyakan.

Setelah bertahun-tahun, saya telah menghargai Natal karena berbagai alasan, tetapi satu alasan istimewa dari setiap hari Natal itu adalah, tidak seperti hari-hari lainnya dalam setahun, Natal merupakan hari yang memberi kelegaan.

Pada waktu itu, saya tak sepenuhnya memahami makna kelegaan sejati yang diberikan Natal. Kristus datang agar semua orang yang bekerja keras untuk memenuhi tuntutan hukum yang sebenarnya tidak akan pernah dapat dipenuhi itu dapat menemukan kelegaan melalui pengampunan yang ditawarkan oleh-Nya. Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat. 11:28).

Di tengah dunia yang menimpakan beban begitu berat hingga mustahil untuk kita tanggung sendiri, Kristus telah datang untuk membawa kita masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya dan memberi kita kelegaan. —Bill Crowder

Beban apakah yang kamu ingin Tuhan tanggung bagimu? Mintalah kepada-Nya hari ini

Jiwa kita menemukan kelegaan ketika kita bersandar kepada Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Amos 7-9; Wahyu 8

Cara Menjadi Sempurna

Minggu, 13 Desember 2015

Cara Menjadi Sempurna

Baca: Roma 3:20-26

3:20 Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.

3:21 Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi,

3:22 yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.

3:23 Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,

3:24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.

3:25 Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.

3:26 Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.

Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan. —Ibrani 10:14

Cara Menjadi Sempurna

Natal adalah suatu masa ketika tekanan untuk menjadi sempurna meningkat. Kita membayangkan adanya perayaan Natal yang sempurna dan berusaha sebaik mungkin untuk mewujudkannya. Kita mencari-cari hadiah yang sempurna. Kita merencanakan jamuan yang sempurna di hari Natal. Kita memilih kartu ucapan yang sempurna atau menulis ucapan yang sempurna. Namun perjuangan keras kita itu hanya membuat kita kecil hati dan kecewa ketika kita tidak cukup mampu untuk mewujudkan semua impian itu. Hadiah yang telah kita pilih dengan cermat hanya dibalas dengan ucapan terima kasih yang setengah hati. Masakan yang kita siapkan ternyata agak gosong. Kartu ucapan Natal kita ternyata salah ketik, dan kita baru menyadarinya setelah kita mengirimkannya. Anak-anak ribut memperebutkan mainan, sementara orang dewasa meributkan lagi masalah lama.

Namun daripada merasa kecil hati, kita dapat menggunakan kekecewaan kita untuk mengingat kembali makna penting dari Natal. Kita membutuhkan Natal karena tidak seorang pun di antara kita yang sepenuhnya dapat menjadi seperti yang kita inginkan-tidak untuk satu bulan, satu minggu, bahkan satu hari sekalipun. Alangkah sangat berartinya perayaan kelahiran Kristus itu apabila kita menyingkirkan konsep kita yang sesat tentang kesempurnaan, dan sebaliknya memusatkan perhatian kita pada kesempurnaan Juruselamat kita, yang oleh-Nya kita telah dibenarkan (Rm. 3:22).

Jika perayaan Natal kamu tahun ini tidak sesuai dengan harapan, relakanlah itu dan jadikanlah sebagai pengingat bahwa satu-satunya jalan untuk dijadikan sempurna selama-lamanya (Ibr. 10:14) adalah dengan hidup beriman dalam kebenaran Kristus. —Julie Ackerman link

Apa harapanmu untuk Natal ini? Idealis atau realistis? Pikirkan apa yang dapat kamu lakukan untuk berfokus kepada Kristus dan makna kelahiran-Nya.

Hanya dengan mengenakan kebenaran-Nya, kita dapat berdiri tanpa cacat cela di hadapan takhta-Nya. —Edward Mote

Bacaan Alkitab Setahun: Hosea 12-14; Wahyu 4

Hadiah yang Istimewa

Selasa, 8 Desember 2015

Hadiah yang Istimewa

Baca: Roma 12:1-8

12:1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.

12:2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

12:3 Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.

12:4 Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama,

12:5 demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain.

12:6 Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.

12:7 Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar;

12:8 jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita.

Berilah kepada Tuhan kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah ke pelataran-Nya! —Mazmur 96:8

Hadiah yang Istimewa

Tiap tahun kebun raya di kota kami menyelenggarakan perayaan Natal dengan tema dari berbagai negara di dunia. Pameran kesukaan saya adalah penggambaran kelahiran Yesus ala Prancis. Yang ditampilkan bukanlah suasana tradisional dengan para gembala dan orang majus membawa emas, kemenyan, dan mur berkumpul di sekeliling palungan, melainkan penduduk desa di Prancis yang membawa hadiah mereka untuk bayi Yesus. Mereka membawa roti, sari anggur, keju, bunga, dan hasil pertanian mereka lainnya. Saya pun teringat pada perintah di Perjanjian Lama untuk membawa hasil pertama dari pekerjaan kita ke rumah Tuhan (Kel. 23:16-19). Penggambaran di atas melukiskan bahwa segala yang kita miliki berasal dari Allah, sehingga satu-satunya hal yang patut kita berikan adalah apa yang telah Allah berikan kepada kita.

Saat Paulus menasihatkan jemaat Roma untuk memberikan tubuh mereka sebagai persembahan yang hidup, ia mendorong mereka untuk menyerahkan kembali apa yang telah diberikan-Nya, yaitu diri mereka (Rm. 12:1). Hal itu mencakup segala anugerah yang diberikan Allah kepada mereka, termasuk kemampuan mereka untuk mencari nafkah. Kita tahu bahwa Allah memberikan karunia istimewa kepada manusia. Ada yang mahir bermain musik, seperti Daud (1Sam. 16:18). Yang lainnya ahli dalam membuat karya seni, seperti Bezaleel dan Aholiab (Kel. 35:30-35). Ada juga yang ahli dalam menulis, mengajar, berkebun, dan banyak hal lainnya.

Ketika kita memberikan kembali apa yang telah Allah berikan terlebih dahulu kepada kita, kita memberi-Nya hadiah yang terbaik, yaitu diri kita sendiri. —Julie Ackerman Link

Setelah perjuangan panjang melawan kanker, Julie Ackerman Link berpulang ke rumah Bapa pada 10 April 2015. Setiap bulan sejak tahun 2000, Julie telah menulis sejumlah renungan bagi Our Daily Bread. Jutaan pembaca di seluruh dunia telah diberkati oleh tulisan-tulisannya yang inspiratif dan cerdas.

Berikanlah seluruh dirimu kepada Kristus yang telah memberikan segalanya kepadamu.

Bacaan Alkitab Setahun: Daniel 8-10; 3 Yohanes

Lahirnya Natal

Minggu, 6 Desember 2015

Lahirnya Natal

Baca: Lukas 1:26-38

1:26 Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret,

1:27 kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria.

1:28 Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”

1:29 Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu.

1:30 Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.

1:31 Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.

1:32 Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,

1:33 dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”

1:34 Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”

1:35 Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.

1:36 Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.

1:37 Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”

1:38 Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.

Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya. —Matius 1:24

Lahirnya Natal

Ketika malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Maria dan kemudian kepada para gembala untuk menyampaikan kabar baik bagi dunia (Luk. 1:26-27; 2:10), apakah itu benar-benar kabar baik bagi Maria yang masih remaja itu? Mungkin Maria berpikir: Bagaimana aku akan menjelaskan kehamilanku pada keluargaku? Akankah tunanganku, Yusuf, membatalkan pertunangan kami? Apa yang akan dikatakan orang-orang di desaku? Walaupun hidupku tidak terancam, bagaimana aku akan bertahan hidup sendirian sebagai seorang ibu?

Ketika Yusuf mendengar tentang kehamilan Maria, ia pun cemas. Ia mempunyai tiga pilihan. Melanjutkan rencana pernikahan, menceraikan Maria di muka umum dan membiarkannya dicemooh, atau membatalkan pertunangan mereka secara diam-diam. Yusuf memilih alternatif ketiga, tetapi kemudian Allah ikut campur tangan. Dia menyatakan kepada Yusuf dalam suatu mimpi, “Janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus” (Mat. 1:20).

Bagi Maria dan Yusuf, Natal diawali dengan penyerahan diri mereka kepada Allah, walaupun pergulatan emosional yang tak terbayangkan akan menghadang mereka. Mereka mempercayakan diri mereka kepada Allah dan dengan berbuat demikian membuktikan kepada kita janji dalam 1 Yohanes 2:5, “Barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah.”

Kiranya kasih Allah memenuhi hati kita di masa Natal ini—dan di setiap hari—ketika kita taat berjalan bersama-Nya. —Albert Lee

Penuhi hatiku, ya Tuhan, dengan sukacita karena kasih karunia dan pengampunan-Mu yang tercurah melalui Anak-Mu Yesus.

Ketaatan kepada Allah mengalir leluasa dari hati yang mengasihi.

Bacaan Alkitab Setahun: Daniel 3-4; 1 Yohanes 5

Makna Natal yang Sejati

Sabtu, 5 Desember 2015

Makna Natal yang Sejati

Baca: Lukas 2:8-14

2:8 Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam.

2:9 Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan.

2:10 Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa:

2:11 Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.

2:12 Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”

2:13 Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya:

2:14 “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”

Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. —Lukas 2:8

Makna Natal yang Sejati

Lima puluh tahun lalu, suatu program berjudul A Charlie Brown Christmas (Natal Charlie Brown) pertama kalinya disiarkan di televisi Amerika. Sejumlah pihak di pertelevisian menganggap program itu tidak akan memikat banyak orang, sementara yang lain khawatir pembacaan Alkitab dalam tayangan itu akan menyinggung perasaan pemirsa. Ada pihak yang ingin agar Charles Schulz, pencipta tokoh kartun itu, untuk meniadakan kisah tentang Natal, tetapi Schulz berkeras untuk mempertahankannya. Program itu ternyata diterima luas dan selalu disiarkan ulang setiap tahun sejak tahun 1965.

Program tersebut bercerita tentang Charlie Brown, seorang sutradara pertunjukan drama Natal anak-anak, yang merasa frustrasi dan putus asa karena musim Natal yang terlalu berbau komersial. Ia pun bertanya, adakah yang dapat memberitahukannya makna Natal yang sejati. Linus pun mengutip Lukas 2:8-14, di antaranya, “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan. Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: ‘Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya’” (ay.11-14). Kemudian Linus berkata, “Itulah makna Natal yang sejati, Charlie Brown.”

Di masa kini yang dipenuhi kebimbangan dan impian kita sendiri, ada baiknya kita merenungkan kembali kasih agung Allah yang dinyatakan dalam kisah yang sudah lazim kita dengar tentang Yusuf, Maria, sang bayi Yesus, dan malaikat-malaikat yang mengabarkan kelahiran Juruselamat.

Itulah makna Natal yang sejati. —David McCasland

Bapa Surgawi, menjelang hari Natal yang kian mendekat, kiranya kami semakin menghayati anugerah-Mu yang luar biasa bagi kami.

Allah masuk ke dalam sejarah umat manusia untuk menawarkan kepada kita anugerah keselamatan!

Bacaan Alkitab Setahun: Daniel 1-2; 1 Yohanes 4

Photo credit: Eustace Dauger / Foter / CC BY-SA

5 Harapanku untuk Perayaan Natal Tahun Ini

Penulis: Yosua Andreas

harapanku-saat-natal

Natal adalah momen yang istimewa bagi banyak orang. Aku sering mendengar harapan-harapan indah yang diungkapkan teman-temanku menjelang Desember tiba, misalnya:
Aku ingin di hari Natal nanti gebetanku menerima cintaku.
Aku ingin merayakan malam Natal yang spesial bersama pacarku.
Aku berharap Natal tahun ini menjadi Natal yang tak terlupakan dalam hidupku.”

Tidak ada yang salah tentunya orang mengharapkan sesuatu yang indah di hari Natal. Namun, ketika aku merenungkan kembali makna Natal yang sesungguhnya, aku menemukan bahwa banyak harapan kita di hari Natal terlalu berfokus pada diri kita sendiri. Jadi, aku pun mencoba menuliskan kembali harapan-harapanku untuk perayaan Natal tahun ini.

1. Aku ingin hati dan pikiranku berfokus pada kelahiran Yesus
Natal adalah perayaan kelahiran Yesus Kristus. Ya, setiap orang Kristen pasti tahu akan hal ini. Namun, sering kita lupa dan merayakan Natal tanpa berfokus pada Kristus. Ibaratnya, kita datang ke perayaan ulang tahun seseorang namun malah lupa memberi selamat kepada yang berulang tahun.

Memang ada sejumlah perbedaan pendapat mengenai kapan sebenarnya kelahiran Tuhan Yesus yang tidak akan dibahas di sini. Namun, pada dasarnya, sebagai orang Kristen, kita merayakan Natal untuk mengingat berita sukacita bagi seluruh dunia: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Lukas 2:11). Sebab itu, aku ingin merayakan Natal dengan hati dan pikiran yang tertuju hanya kepada Tuhan Yesus.

2. Aku ingin membagikan arti Natal yang sesungguhnya bagi orang-orang yang tidak mengetahuinya
Pendeta di gerejaku pernah menceritakan pengalamannya di restoran pada hari Natal. Semua pegawai restoran itu memakai topi dan kostum ala sinterklas. Beliau bertanya kepada salah satu pegawai, “Mbak tahu tidak sebenarnya perayaan Natal itu apa? Kenapa semua staf di sini memakai topi dan dandanan Sinterklas?” Pegawai tersebut menjawab, “Setahu saya Natal itu merayakan kelahirannya Sinterklas, iya kan Pak?”

Tanpa disadari mungkin kita menganggap semua orang pasti tahu bahwa kita merayakan Natal untuk mengingat kelahiran Kristus. Padahal, banyak orang yang tidak pernah datang ke gereja apalagi mengenal Yesus. Bagi mereka, Natal mungkin lebih identik dengan sosok Sinterklas, pohon cemara yang dihias, rusa berhidung merah, atau boneka salju. Kelihatannya saja semua orang ikut merayakan Natal, namun berapa banyak yang memahami artinya?

Aku ingin orang tahu bahwa ikon utama Natal adalah Yesus, bukan Sinterklas atau yang lain. Aku ingin orang mendengar cerita tentang bayi di dalam palungan yang menggenapkan nubuat para nabi, tentang bala tentara malaikat yang megah bernyanyi memuji Allah yang datang menyelamatkan umat-Nya, tentang bintang istimewa yang membawa para majus menyembah Raja Semesta. Aku ingin menjadikan Natal sebagai momen untuk membagikan pengharapan yang kumiliki di dalam Yesus.

3. Aku ingin memenuhi perayaan Natalku dengan ucapan syukur
Hari Natal seringkali menjadi ajang orang untuk saling tukar kado. Sebuah tradisi yang menurutku baik. Namun, terlalu sibuk dengan urusan hadiah Natal bisa juga menggeser fokus kita dari Tuhan. Salah seorang temanku bahkan memakai perayaan Natal sebagai ajang memberikan kado sebagai pernyataan cinta bagi orang yang ia sukai. Sama sekali tidak berhubungan dengan makna perayaan Natal yang sesungguhnya. Ketika kemudian cintanya ditolak, ia menjadi sangat kecewa dan menganggap Natal itu adalah hari terburuk dalam hidupnya.

Aku tidak ingin mengukur keindahan Natal dengan apa yang aku terima dari orang lain. Aku ingin mengingat hadiah terindah yang telah diberikan Tuhan di hari Natal, yaitu diri-Nya sendiri. Kedatangan Kristus menunjukkan kasih Allah yang begitu besar kepada kita. Siapakah kita sehingga Tuhan mau datang untuk menyelamatkan dan memperbarui hidup kita? Setiap kita mengingatnya, hati kita akan berlimpah dengan ucapan syukur. Kristus membuat hidup kita berarti.

4. Aku ingin melakukan hal-hal yang menyenangkan Tuhan
Natal sering dianggap sebagai momen untuk bersenang-senang, berkumpul dengan kerabat atau teman-teman dekat, melakukan hal-hal yang asyik dan seru sekali dalam setahun. Ada yang bahkan berpesta pora dan melakukan hal-hal negatif. Yang penting hati senang.

Namun, jika Natal adalah tentang Kristus, tidakkah seharusnya kita memikirkan hal-hal yang menyenangkan hati-Nya, bukan yang menyenangkan hati kita saja? Yesus telah datang ke dunia bukan hanya untuk menyelamatkan kita dari hukuman dosa, tetapi menyelamatkan kita untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan dan memuliakan Tuhan.

5. Aku ingin bertumbuh menjadi pribadi yang lebih serupa Yesus
Tahun demi tahun merayakan kelahiran Yesus belum tentu menjadikan kita makin mengenal dan bertumbuh serupa Dia. Hal ini juga yang menjadi refleksiku tahun ini. Apakah aku telah bertumbuh makin mengasihi Dia sepanjang tahun ini? Apakah aku makin suka merenungkan dan melakukan firman-Nya? Apakah tutur dan perilaku hidupku makin mencerminkan karakter Yesus? Ucapan dan kado Natal belaka tidak ada artinya jika tidak disertai dengan perubahan hidup yang lahir dari perjumpaan pribadi kita dengan Yesus.

Bagaimana dengan kamu?
Apa saja harapan yang ingin kamu wujudkan pada Natal tahun ini?

Arti Sebuah Nama

Selasa, 1 Desember 2015

Arti Sebuah Nama

Baca: Matius 1:18-25

1:18 Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri.

1:19 Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.

1:20 Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.

1:21 Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”

1:22 Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi:

1:23 “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” –yang berarti: Allah menyertai kita.

1:24 Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya,

1:25 tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.

Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus. —Matius 1:21

Arti Sebuah Nama

Menurut artikel di surat kabar New York Times, anak-anak di Afrika sering diberi nama mengikuti nama tokoh terkenal, peristiwa khusus, atau keadaan yang bermakna penting bagi orangtuanya. Ketika dokter memberitahukan orangtua dari seorang bayi bahwa anaknya yang sakit tak dapat disembuhkan dan hanya Allah yang tahu apakah ia akan hidup, mereka pun menamai bayi mereka Godknows (Allah tahu). Seseorang berkata ia dinamai Enough (Cukup), karena ibunya telah melahirkan 13 anak dan ia anak terakhir! Ada maksud di balik setiap nama, dan bahkan dalam kasus-kasus tertentu nama mengandung arti khusus.

Sebelum Yesus lahir, malaikat Tuhan mengatakan kepada Yusuf, “[Maria] akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Mat. 1:21). Yesus adalah nama dalam bahasa Yunani dari Joshua, yang berarti “Tuhan menyelamatkan”. Pada zaman dan budaya masa itu, ada banyak anak yang mungkin dinamai Yesus, tetapi hanya satu yang datang ke dunia ini untuk mati supaya setiap orang yang menerima-Nya akan hidup kekal, diampuni dan dibebaskan dari kuasa dosa.

Charles Wesley menuliskan kata-kata berikut ini dalam lagu yang sering kita nyanyikan menjelang Natal: “Kau yang lama dinantikan, Jurus’lamat, datanglah, agar kami Kausucikan dari dosa dan cela! Umat-Mu tetap Kautuntun, Kau Harapan kami pun!” (Kidung Jemaat, No. 76)

Yesus datang untuk mengubah kegelapan kita menjadi terang, mengubah keputusasaan kita menjadi pengharapan, dan menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita. —David McCasland

Bapa Surgawi, di dalam Yesus, kami melihat maksud hati-Mu yang penuh kasih dan anugerah-Mu yang tak terbatas. Dengan kerendahan hati, kami menerima Anak-Mu sebagai Pribadi yang datang untuk menyelamatkan kami dari dosa-dosa kami.

Arti nama dan misi Yesus adalah sama—Dia datang menyelamatkan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 40-41; 2 Petrus 3

Sebutkan Nama-Nya

Sabtu, 7 November 2015

Sebutkan Nama-Nya

Baca: Kisah Para Rasul 4:5-20

4:5 Pada keesokan harinya pemimpin-pemimpin Yahudi serta tua-tua dan ahli-ahli Taurat mengadakan sidang di Yerusalem

4:6 dengan Imam Besar Hanas dan Kayafas, Yohanes dan Aleksander dan semua orang lain yang termasuk keturunan Imam Besar.

4:7 Lalu Petrus dan Yohanes dihadapkan kepada sidang itu dan mulai diperiksa dengan pertanyaan ini: “Dengan kuasa manakah atau dalam nama siapakah kamu bertindak demikian itu?”

4:8 Maka jawab Petrus, penuh dengan Roh Kudus: “Hai pemimpin-pemimpin umat dan tua-tua,

4:9 jika kami sekarang harus diperiksa karena suatu kebajikan kepada seorang sakit dan harus menerangkan dengan kuasa manakah orang itu disembuhkan,

4:10 maka ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati–bahwa oleh karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu.

4:11 Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan–yaitu kamu sendiri–,namun ia telah menjadi batu penjuru.

4:12 Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”

4:13 Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus.

4:14 Tetapi karena mereka melihat orang yang disembuhkan itu berdiri di samping kedua rasul itu, mereka tidak dapat mengatakan apa-apa untuk membantahnya.

4:15 Dan setelah mereka menyuruh rasul-rasul itu meninggalkan ruang sidang, berundinglah mereka,

4:16 dan berkata: “Tindakan apakah yang harus kita ambil terhadap orang-orang ini? Sebab telah nyata kepada semua penduduk Yerusalem, bahwa mereka telah mengadakan suatu mujizat yang menyolok dan kita tidak dapat menyangkalnya.

4:17 Tetapi supaya hal itu jangan makin luas tersiar di antara orang banyak, baiklah kita mengancam dan melarang mereka, supaya mereka jangan berbicara lagi dengan siapapun dalam nama itu.”

4:18 Dan setelah keduanya disuruh masuk, mereka diperintahkan, supaya sama sekali jangan berbicara atau mengajar lagi dalam nama Yesus.

4:19 Tetapi Petrus dan Yohanes menjawab mereka: “Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah.

4:20 Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar.”

Aku di dalam Bapa, dan Bapa di dalam Aku. —Yohanes 14:10

Sebutkan Nama-Nya

Sebuah kelompok mengundang seorang pembicara Kristen untuk berkhotbah. “Bicaralah tentang Allah,” kata pemimpin kelompok itu kepada sang pembicara, “tetapi jangan sebut-sebut Yesus.”

“Mengapa?” tanya pembicara itu keheranan.

“Soalnya,” jelas pemimpin itu, “beberapa pemuka kelompok kami merasa kurang nyaman dengan nama Yesus. Sebut Allah saja sudah cukup.”

Instruksi itu tidak dapat diterima oleh sang pembicara. Ia kemudian berkata, “Tanpa Yesus, saya tak punya pesan apa pun.”

Hal yang serupa juga terjadi pada para murid Yesus di masa gereja mula-mula. Para pemuka agama setempat berusaha melarang murid-murid itu untuk berbicara tentang Yesus (Kis. 4:17). Namun, para murid itu tidak mau menuruti mereka. “Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar,” kata mereka (ay.20).

Mengaku percaya kepada Allah tetapi tidak percaya kepada Anak-Nya, Yesus Kristus, adalah suatu hal yang berlawanan. Dalam Yohanes 10:30, Yesus dengan gamblang menyatakan hubungan-Nya yang unik dengan Allah: “Aku dan Bapa adalah satu”—sekaligus menegaskan sifat keilahian-Nya. Itulah sebabnya Yesus dapat berkata, “Percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku” (Yoh. 14:1). Paulus memahami bahwa Yesus serupa dan setara dengan Allah (Flp. 2:6).

Kita tak perlu menghindari nama Yesus, karena “keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis. 4:12). —Lawrence Darmani

Yesus, Engkaulah Allah. Terima kasih karena Engkau telah menyatakan diri-Mu pada kami melalui Alkitab dan di dalam hidup kami. Sungguh besar karya-Mu bagi kami. Tolong kami untuk menceritakan apa yang kami tahu dan alami bersama-Mu kepada sesama kami.

Nama Yesus adalah pusat dari iman kita dan pengharapan kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 40-42; Ibrani 4

Air dan Kehidupan

Minggu, 1 November 2015

Air dan Kehidupan

Baca: Yohanes 4:1-15

4:1 Ketika Tuhan Yesus mengetahui, bahwa orang-orang Farisi telah mendengar, bahwa Ia memperoleh dan membaptis murid lebih banyak dari pada Yohanes

4:2 –meskipun Yesus sendiri tidak membaptis, melainkan murid-murid-Nya, —

4:3 Iapun meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea.

4:4 Ia harus melintasi daerah Samaria.

4:5 Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf.

4:6 Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas.

4:7 Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: “Berilah Aku minum.”

4:8 Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan.

4:9 Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)

4:10 Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.”

4:11 Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?

4:12 Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya?”

4:13 Jawab Yesus kepadanya: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,

4:14 tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.”

4:15 Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air.”

Jawab Yesus kepadanya: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya.” —Yohanes 4:13-14

Air dan Kehidupan

Ketika Dave Mueller mengulurkan tangannya dan memutar pegangan keran, air pun mengalir deras dari keran ke dalam sebuah ember. Orang-orang di sekitarnya bertepuk tangan. Mereka merayakan hadirnya air bersih yang segar mengalir di lingkungan mereka untuk pertama kalinya. Memiliki sumber air bersih akan mengubah hidup masyarakat di Kenya itu.

Dave dan istrinya, Joy, bekerja keras memenuhi kebutuhan masyarakat di sana melalui penyediaan air bersih. Namun pelayanan mereka tidak berhenti sampai di situ. Sembari menolong penduduk untuk menikmati air bersih, keduanya juga bersaksi tentang Yesus Kristus kepada mereka.

Dua ribu tahun lalu, Yesus duduk di pinggir sebuah sumur di Samaria dan berbicara dengan seorang wanita yang sedang menimba air minum untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya. Namun Yesus mengatakan kepada wanita itu bahwa air yang jauh lebih dibutuhkannya adalah air hidup untuk keselamatan jiwanya.

Meski sejarah terus bergulir dan kehidupan manusia semakin maju, tetapi dua kebenaran berikut ini masih berlaku: Tanpa air bersih, kita akan mati. Terlebih penting lagi, tanpa Yesus Kristus, sumber air hidup, kita pasti mati dalam dosa-dosa kita.

Air memang penting bagi keberadaan kita—baik air bersih untuk kehidupan jasmani maupun air hidup dari Yesus untuk kehidupan rohani kita. Sudahkah kamu menikmati air hidup yang disediakan oleh Yesus, sang Juruselamat? —Dave Branon

Terima kasih, ya Yesus, karena Engkau menjadi air hidup bagi kami. Terima kasih atas kerelaan-Mu untuk mati di kayu salib dan atas kuasa-Mu untuk bangkit dari kematian demi menyediakan air hidup itu bagi kami.

Hanya Yesus yang memiliki air hidup untuk memuaskan jiwa kita yang dahaga.

Bacaan Alkitab Setahun: Yeremia 24-26; Titus 2